3. Jumlah Uang Beredar diukur dalam satuan miliar rupiah. 3.5
Jenis Data
Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain dalam bentuk data runtut waktu
atau time series yaitu data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu. Dan yang bersifat kuantitatif yaitu data yang diukur
dalam suatu skala numerik angka dalam Mudrajad Kuncoro, 2009. Data yang digunakan selama kurun waktu 3 tahun Desember 2008 – Desember 2011.
Sumber data diperoleh dari data Bank Indonesia cabang Medan, serta bahan- bahan kepustakaan berupa bacaan yang berhubungan dengan penelitian serta
internet.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah pencatatan secara langsung dari bahan-bahan kepustakaan berupa bacaan
yang berhubungan dengan penelitian, Bank Indonesia, website, artikel, dan jurnal- jurnal.
3.7 Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah analisis regresi linier berganda multiple linier regression method karena penelitian ini
terdiri dari beberapa variabel bebas. Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
IHSG = f BI Rate
,
JUB .................................................................................1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fungsi tersebut ditransformasikan kedalam model persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
Y = α +
+ +
µ..................................................................................2
Kemudian ditransformasikan lagi ke dalam model persamaan logaritma berganda sebagai berikut:
LnY = α + Lnβ
1
X
1
+ Ln β
2
X
2
Dimana:
+ µ ...................................................................3
Y : Indeks Harga Saham Gabungan poin
α : Intercept
β
1,
β
2
X : Koefisien regresi
1
X : Tingkat Bunga BI Rate
2
µ : Terms error
: Jumlah Uang Beredar Miliar Rupiah
Secara sistematis bentuk hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
0, artinya jika kenaikan pada Tingkat Bunga BI Rate, maka Y
IHSG mengalami penurunan, ceteris paribus.
0, artinya jika kenaikan pada
Jumlah Uang Beredar, maka Y IHSG mengalami kenaikan, ceteris paribus.
3.7.1 Uji Kesesuaian Test of Goodness of Fit 3.7.1.1 Koefisien Determinasi R-square Nachrowi dan
Hardius, 2006
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Koefisien Determinasi Goodness of Fit, dinotasikan dalam R
2
Nilai Koefisien Determinasi R ,
merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi. Atau
dengan kata lain, angka tersebut dapat mengukur seberapa dekatkah garis regresi yang terestimasi dengan data sesungguhnya.
2
ini mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X. Bila nilai
Koefisien Determinasi sama dengan 0 R
2
= 0, artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R
2
= 1, artinya variasi dari Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X. Dengan kata lain bila R
2
= 1, maka semua titik pengamatan berada tepat pada garis regresi. Dengan demikian baik
atau buruknya suatu persamaan regresi ditentukan oleh R
2
3.7.1.2 Uji F – statistik Nachrowi dan Hardius, 2006
–nya yang mempunyai nilai antara nol dan satu.
Uji-F diperuntukkan guna melakukan uji hipotesis koefisien slope regresi secara bersamaan. Dengan demikian hipotesisnya dituliskan sebagai
berikut : :
= = 0, artinya variabel independen secara simultan tidak
berpengaruh nyata atau signifikan terhadap variabel dependen,
: ≠
≠ 0, artinya semua variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F- tabel. Apabila F-hitung F-tabel, maka H
o
ditolak, yang artinya paling variabel independen secara bersama – sama berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen. Sedangkan apabila F-hitung F-tabel, maka H
o
diterima, dan artinya variabel independen secara bersama – sama tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen. Nilai F-hitung diperoleh dengan rumus :
F-hitung =
Dimana : R
2
k = Jumlah variabel independen = Koefisien Determinasi
n = Jumlah sampel
3.7.1.3 Uji t-statistik Nachrowi dan Hardius, 2006
Setelah melakukan uji koefisien regrresi secara keseluruhan, maka langkah selanjutnya adalah menghitung adalah menghitung koefisien regresi
secara individu, dengan menggunakan suatu uji dengan Uji-t. Adapun hipotesis dalam uji ini adalah sebagai berikut :
: = 0, artinya suatu variabel independen yang diuji tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
: ≠ 0, artinya suatu variabel independen yang diuji berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari hipotesis tersebut dapat terlihat arti dari pengujian yang dilakukan, yaitu berdasarkan data yang tersedia, akan dilakukan pengujian terhadap b
i
Kriteria pengambilan keputusan : koefisien regresi populasi, apakah sama dengan nol, yang berarti variabel bebas
tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat, atau tidak sama dengan nol, yang berarti variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap
variabel terikat.
H
o
: b
i
= 0 H
o
H diterima t-hitung t-tabel artinya variabel independen
secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
a
: b
i
≠ 0 H
a
3.7.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
diterima t-hituntig t-tabel artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
3.7.2.1 Normalitas Wahyu dan Paidi, 2010
Asumsi dalam Ordinary Least Square adalah nilai rata-rata dari faktor pengganggu
µ adalah nol. Untuk menguji apakah normal atau tidaknya faktor pengganggu, maka perlu dilakukan uji Normalitas dengan menggunakan Jarque-
Bera Test J-B test.
3.7.2.2 Multikolinieritas Wahyu dan Paidi, 2010
Model regresi dikatakan terkena multikolinieritas apabila terjadi hubungan linier yang sempurna di antara model regresi. Multikolinieritas terjadi pada
regresi berganda yang melibatkan lebih dari satu variabel independen. Adanya multikolinieritas ditandai dengan:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Nilai R
2
2. Nilai koefisien variabel tidak sesuai dengan hipotesis
tinggi tetapi tingkat signifikansi variabel rendah dan standar error yang rendah
3.7.2.3 Autokorelasi Wahyu dan Paidi, 2010
Autokorelasi terjadi bila error term µ dari waktu yang berbeda berkorelasi. Model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa faktor
pengganggu yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh faktor pengganggu pada pengamatan lainnya.
Eu
i
u
j
Ada beberapa cara untuk mengetahui keberadaan autokorelasi yaitu;
= 0 i ≠j
1. Dengan uji Durbin-Watson D-W Test Uji D-W dirumuskan sebagai berikut:
D-hitung = ∑ e
t
– e
t-1
∑e
2
Dengan hipotesis sebagai berikut:
2t
H
o
H = ρ = 0 tidak ada autokorelasi
a
Untuk menguji masalah autokorelasi ini, kita harus menentukan besarnya nilai kritis dari d
= ρ ≠ 0 ada autokorelasi
u
dan d
1
1. Jika DW dt, maka H . Berdasarkan jumlah dari variabel independen, jika
hipotesis nol menyatakan bahwa tidak terjadi autokorelasi, maka:
o
mengalami autokorelasi. ditolak, berarti suatu persamaan regresi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Jika d
u
DW 4 – d
u
, maka H
o
regresi tidak mengalami autokorelasi. diterima, berarti suatu persamaan
3. Jika d
1
≤ DW ≤ d
u
atau 4 – d
u
≤ DW ≤ 4 – d
1
dapat disimpulkan. , berarti pengujian tidak
2. Dengan uji Langrange Multiplier LM Test Asumsi dari pengujian uji DW adalah 1 variabel penjelas atau
independen adala nonstokastik, 2 variabel error berdistribusi normal, 3 model regresi tidak variable lag. Untuk mengatasi hal tersebut, Durbin membuat sebuah
test bernama htest untuk menguji korelasi pada model lag namun tidak cocok. Dan akhirnya muncul test Breusch-Godfrey test atau dikenal LM test.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2011 yang cukup baik yaitu sebesar 6,5 dan diperkirakan akan mengalami peningkatan. Ekspansi ekonomi ditopang
oleh kinerja ekspor yang solid, kinerja rumah tangga juga cukup kuat, serta investasi yang cukup tinggi seiring peningkatan permintaan dan realisasi belanja
modal pemerintah. Kinerja ekspor terutama didorong oleh permintaa eksternal yang masih terus meningkat, terutama dari negara emerging economies seperti
China dan India. Selain itu perbaikan kinerja ekspor juga didukung oleh tingginya harga komoditas internasional.
Terkait konsumsi, semakin membaiknya optimisme serta daya beli konsumen mendorong perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga. Investasi di
sektor bangunan yang mengalami peningkatan seiring dengan dengan meningkatnya aktivitas konstruksi sektor properti memberi dukungan terhadap
membaiknya kinerja investasi. Investasi di sektor non-bangunan juga meningkat didukung oleh investasi mesin dan alat angkutan. Sementara itu, realisasi
konsumsi pemerintah tercatat lebih baik seiring dengan adanya kenaikan belanja barang. Impor juga tumbuh lebih tinggi seiring dengan kinerja ekspor dan
permintaan domestik yang juga meningkat, serta nilai tukar yang cenderung terapresiasi.
Neraca Pembayaran Indonesia NPI pada triwulan III-2011 diprakirakan masih surplus meskipun lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Kegiatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ekonomi domestik yang terakselerasi diperkirakan akan mendorong kenaikan impor, terutama migas, sehingga berpotensi untuk menekan transaksi berjalan.
Namun hal tersebut masih dapat diimbangi oleh surplus transaksi modal dan finansial seiring masih derasnya aliran masuk modal asing. Cadangan devisa pada
akhir Juli 2011 tercatat sebesar 122,7 miliar dolar AS, atau setara dengan 7,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Pada bulan Juli 2011, nilai tukar rupiah menguat pada level Rp 8.496 per dolas AS dengan votalitas yang menurun. Pergerakan rupiah di bulan Juli 2011
juga dipengaruhi oleh tingginya permintaan valas korporasi terkait dengan meningkatnya permintaan pembayaran impor yang meningkat. Namun
peningkatan permintaan tersebut masih dapat diimbangi oleh sisi penawarannya seiring derasnya aliran masuk modal asing.
Inflasi pada bulan Juli 2011 tercatat sebesar 0,67 mtm atau 4,61 yoy. Kondisi tersebut masih relatif normal dibandingkan pola historisnya. Di
bulan berikutnya inflasi akan dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi masyarakat terkait siklus puasa-lebaran.
4.2 Deskripsi Variabel Penelitian