Analisis Pengaruh BI Rate dan Jumlah Uang Beredar (JUB) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

(1)

SKRIPSI

Analisis Pengaruh BI Rate dan Jumlah Uang Beredar (JUB)

terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

OLEH

Grescilia Sianturi

080501095

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH BI RATE DAN JUMLAH UANG BEREDAR (JUB) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG)

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perkembangan BI Rate dan jumlah uang beredar (JUB) di Indonesia dan bagaimana pengaruh BI Rate dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan BI Rate dan jumlah uang beredar (JUB) dan menganalisis pengaruh BI Rate dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Hipotesis dalam penelitian ini adalah BI Rate berpengaruh negatif terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) dan jumlah uang beredar (JUB) berpengaruh positif terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG).

Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pengambilan data dari Bank Indonesia cabang Medan dan media internet. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa BI Rate berpengaruh negatif terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Dan jumlah uang beredar (JUB) berpengaruh positif terhadap indeks harga saham gabungan(IHSG).


(3)

ABSTRACT

ANALYSIS OF EFFECT OF RATE BI AND THE MONEY SUPPLY (JUB) OF JOINT STOCK PRICE INDEX (CSPI)

Formulation of the problem in this study is how the development of the BI rate and money supply (JUB) in Indonesia and how the influence of the BI rate and money supply (JUB) to the composite stock price index (CSPI). The purpose of this study was to determine how the development of the BI rate and money supply (JUB) and analyzed the effect of the BI rate and money supply (JUB) to the composite stock price index (CSPI). The hypothesis in this study is the BI Rate negatively affect the stock price index (CSPI) and the money supply (JUB) positive effect on stock price index (CSPI).

Secondary data collection is done through collection of data from Bank Indonesia Medan branch and internet media. The method of analysis used in this research is descriptive quantitative by using multiple linear regression.

The results showed that the BI Rate negatively affect the stock price index (CSPI). And the money supply (JUB) positive effect on stock price index (CSPI). Key words: BI Rate, the money supply, stock price index


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana di program strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh BI Rate dan Jumlah Uang Beredar (JUB) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Ayahanda Pantus Sianturi dan Ibunda Anita Tobing yang telah memberikan motivasi baik moril maupun materil, serta mendoakan penulis selama masa pekuliahan hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Wahyu Ario Utomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan.


(5)

5. Bapak Drs. Coki A. Syahwier, M.P selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan selesainya skripsi ini.

6. Bapak Drs. A. Samad zaino, MS selaku dosen pembaca penilai yang telah memberikan penilaian dan saran atas skripsi ini.

7. Keluarga besar Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis selama kuliah.

8. Teman-teman mahasiswa Ekonomi Pembangunan 2008 yang telah banyak memberikan dukungan moril kepada penulis untuk penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata,penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan kata-kata dalam skripsi ini.

Medan, Mei 2012 Penulis

080501095 Grescilia Sianturi


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Teori Investasi ... 7

2.1.1 Definisi Investasi ... 7

2.1.2 Teori Investasi Keynes ... 9

2.2 Pasar Modal ... 10

2.2.1 Definisi Pasar Modal ... 10

2.2.1.1. Jenis-Jenis Pasar Modal ... 11

2.2.1.2. Manfaat Pasar Modal ... 15

2.2.2. Saham ... 16

2.2.3. IHSG ... 20

2.3 Jumlah Uang Beredar ... 22

2.3.1 Definisi Uang ... 22

2.3.2 Kriteria Uang ... 23

2.3.3 Fungsi Uang... 25

2.3.4 Nilai Uang ... 26

2.3.5 Klasifikasi Uang ... 27

2.3.6 Teori Kuantitas Uang ... 30

2.4 Tingkat Bunga ... 31

2.4.1 Teori Klasik ... 31

2.4.2 Teori Keynes ... 33

2.4.3 BI Rate ... 34

2.5 Kerangka Konseptual ... 36

2.6 Hipotesis ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Batasan Operasional ... 37

3.3 Defenisi operasional ... 37


(7)

3.5 Jenis data... 38

3.6 Metode pengumpulan data... 38

3.7 Teknik analisis ... 38

3.7.1 Uji kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 39

3.7.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 PerkembanganEkonomi Indonesia ... 45

4.2 Deskripsi Variabel Penelitian ... 46

4.2.1 Perkembangan IHSG ... 48

4.2.2 Perkembangan BI Rate ... 50

4.2.3 Perkembangan Jumlah Uang Beredar ... 53

4.3 Analisis Hasil ... 55

4.3.1 Hasil Pengolahan Data ... 55

4.3.2 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 56

4.3.3 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 72


(8)

No. Tabel Judul Halaman

4.1 Statistik Desktiptif Variabel Penelitian ... 47

4.2 Perkembangan IHSG ... 49

4.3 Perkembangan BI Rate ... 52

4.4 Perkembangan JUB ... 54

4.5 Hasil Regresi Variabel X1 dan X2 4.6 Hasil Uji Multikorelasi ... 62

dengan Variabel Y ... 56

4.7 Hasil Estimasi Uji Autokorelasi tanpa Intercept ... 63

4.8 Hasil Estimasi Uji Autokorelasi Model AR(1) ... 64

4.9 Hasil Uji LM test ... 65


(9)

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Teori Klasik tentang Tingkat Bunga ... 49

2.2 Teori Keynes tentang Tingkat Bunga ... 49

2.3 Kerangka Konseptual ... 50

4.1 Perkembangan IHSG ... 56

4.2 Perkembangan BI Rate ... 53

4.3 Perkembangan JUB ... 53

4.4 Uji F-statistik ... 64

4.5 Uji t-statistik X1 4.6 Uji t-statistik X ... 60

2 4.7 Uji Normalitas ... 65

... 61


(10)

No. Lampiran Judul Halaman 1 Data Variabel Skripsi ... 72 2 Dekriptif Statistik Variabel ... 73 3 Hasil Estimasi Variabel X1 dan X2 dengan

Variabel Y ... 75 4 Hasil Uji Multikolinieritas ... 76 5 Hasil Uji Normalitas ... 76 6 Hasil Estimasi Uji Autokorelasi tanpa Intercept

Intercept ... 77 7 Hasil Estimasi Uji Autokorelasi dengan

Model AR(1) ... 78 8 Hasil Uji LM test ... 79


(11)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH BI RATE DAN JUMLAH UANG BEREDAR (JUB) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG)

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perkembangan BI Rate dan jumlah uang beredar (JUB) di Indonesia dan bagaimana pengaruh BI Rate dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan BI Rate dan jumlah uang beredar (JUB) dan menganalisis pengaruh BI Rate dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Hipotesis dalam penelitian ini adalah BI Rate berpengaruh negatif terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) dan jumlah uang beredar (JUB) berpengaruh positif terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG).

Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pengambilan data dari Bank Indonesia cabang Medan dan media internet. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa BI Rate berpengaruh negatif terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Dan jumlah uang beredar (JUB) berpengaruh positif terhadap indeks harga saham gabungan(IHSG).


(12)

ABSTRACT

ANALYSIS OF EFFECT OF RATE BI AND THE MONEY SUPPLY (JUB) OF JOINT STOCK PRICE INDEX (CSPI)

Formulation of the problem in this study is how the development of the BI rate and money supply (JUB) in Indonesia and how the influence of the BI rate and money supply (JUB) to the composite stock price index (CSPI). The purpose of this study was to determine how the development of the BI rate and money supply (JUB) and analyzed the effect of the BI rate and money supply (JUB) to the composite stock price index (CSPI). The hypothesis in this study is the BI Rate negatively affect the stock price index (CSPI) and the money supply (JUB) positive effect on stock price index (CSPI).

Secondary data collection is done through collection of data from Bank Indonesia Medan branch and internet media. The method of analysis used in this research is descriptive quantitative by using multiple linear regression.

The results showed that the BI Rate negatively affect the stock price index (CSPI). And the money supply (JUB) positive effect on stock price index (CSPI). Key words: BI Rate, the money supply, stock price index


(13)

PENDAHUULUAN 1.1 Latar Belakang

Krisis keuangan global tahun 2008 dimulai dari Amerika Serikat dan meluas hingga ke bagian dunia yang lain seperti Eropa dan Asia. Krisis ini berawal dari kegagalan pembayaran kredit perumahan di

Posisi Indonesia secara umum bukanlah yang terburuk di antara negara-negara lain. Perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh sebesar 6.1% di tahun 2008. Selain itu kondisi fundamental dari sektor eksternal, fiskal dan industri perbankan masih cukup kuat untuk menahan dampak krisis keuangan global (Bank Indonesia, 2008).

Amerika Serikat yang akhirnya merusak sistem perbankan dan lembaga keuangan sehingga mengakibatkan kebangkrutan ratusan bank, perusahaan sekuritas, reksadana, dana pensiun dan asuransi (www.indonesiarecovery.com ).

Meskipun demikian, dampak krisis keuangan global di Indonesia mulai dirasakan menjelang akhir 2008. Hal ini terlihat dari neraca pembayaran Indonesia mengalami peningkatan defisit dan nilai tukar rupiah mengalami pelemahan signifikan. Di pasar keuangan terjadi peningkatan selisih risiko (risk spread) dari surat-surat berharga Indonesia yang mendorong arus modal keluar dari investasi asing di bursa saham, Surat Utang Negara (SUN), dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ( Bank Indonesia, 2008).


(14)

Kinerja di pasar saham yang dicerminkan oleh perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan selama bulan Agustus 2008 pada level 2.165,9 atau melemah 6.01% dibandingkan penutupan pada bulan sebelumnya pada level 2.304,5. Pelemahan IHSG tersebut bersumber dari permasalahan utama di bursa global yaitu : (i) negative demand shock akibat efek lanjutan ledakan krisis subprime yang meluas sehingga menjadi krisis pasar kredit dan (ii) negative inflation shock akibat kenaikan harga berbagai komoditas (Bank Indonesia, 2008 ).

Penurunan tersebut ternyata berlanjut hingga triwulan I 2009 dimana IHSG masih berada dalam tren menurun pada level terendah 1.256 pada awal maret 2009, volume perdagangan juga mengalami penurunan ke level Rp 1,57 triliun per hari dibanding dengan rata-rata tahun 2008 sebesar Rp 3,99 triliun per hari (Bank Indonesia, 2009).

Indeks harga saham gabungan merupakan indeks gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di bursa efek (Mohamad Samsul, 2006).. Indeks ini sering digunakan sebagai acuan perkembangan kegiatan di pasar modal dan menjadi pedoman bagi para investor untuk melakukan investasi di pasar modal.

Semakin banyak investor yang melakukan investasi di pasar modal maka semakin banyak pula manfaat yang akan diperoleh suatu negara. Manfaat tersebut antara lain : (i) memperbaiki struktur permodalan perusahaan, (ii) meningkatkan efisiensi alokasi sumber dana, (iii) menunjang terciptanya perekonomian yang sehat, (iv) meningkatkan penerimaan negara, (v)mengurangi hutang luar negeri baik pihak pemerintah ataupun swasta, (vi) meningkatkan partisipasi masyarakat


(15)

dalam pembangunan dan (vii) sebagai alternatif pembiayaan pemerintah ( Jusuf Anwar, 2008 ).

Oleh karena itu setiap negara perlu melakukan pengembangan terhadap pasar modal agar investor semakin tertarik melakukan investasi di pasar modal tersebut. Akan tetapi proses pengembangan pasar modal tersebut tidak dapat dibiarkan secara apa adanya tanpa diawasi pemerintah. Menurut Robert Pardy (dalam Jusuf Anwar, 2008 ) diperlukan adanya campur tangan pemerintah dalam bentuk pengawasan dan pembangunan. Pengawasan (supervisory) yaitu bentuk kewenangan dalam menerbitkan peraturan perundang-undangan dalam format lembaga pengawas. Pembangunan (development) yaitu pengembangan pasar modal termasuk dalam kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.

BI Rate merupakan suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik yang berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan moneter. BI Rate digunakan sebagai acuan dalam operasi moneter untuk mengarahkan agar Suku Bunga SBI 1 bulan hasil lelang Operasi Pasar Terbuka (OPT) berada di sekitar BI Rate. Selanjutnya suku bunga BI Rate diharapkan mempengaruhi suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB), suku bunga simpanan, dan suku bunga lainnya dalam jangka waktu yang lebih panjang

Teori klasik menjelaskan bahwa investasi adalah fungsi dari tingat bunga dan terdapat hubungan negatif antara investasi dan tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat bunga maka keinginan investor untuk melakukan investasi semakin


(16)

pengeluaran investor karena tingkat bunga merupakan biaya dari penggunaan dana (Nopirin, 1992).

Rapat Dewan Gubernur memutuskan untuk mempertahankan tingkat bunga BI Rate pada tingkat 8,00% sebanyak empat kali hingga April 2008. Dan pada Mei 2008 terjadi kenaikan BI Rate sebanyak enam kali dimana kenaikan terakhir pada Oktober 2008 berada di tingkat 9,50%. Pada akhir 2008 hingga akhir 2009 tingkat bunga BI Rate cenderung menurun hingga akhirnya berada pada tingkat 6,50% dan tetap mempertahankan posisi ini hingga akhir 2010. Namun memasuki awal 20011 data Bank Indonesia memutuskan untuk meningkatkan tingkat bunga BI Rate pada tingkat 6,75%.

Menurut teori Keynes terdapat tiga motif permintaan akan uang kas yaitu motif transaksi, jaga dan spekulasi. Dalam motif transaksi dan berjaga-jaga, permintaan akan uang kas dipengaruhi oleh pendapatan sedangkan motif spekulasi dipengaruhi oleh tingkat bunga (Nopirin, 1992).

Permintaan akan uang kas untuk motif spekulasi digunakan untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya spekulatif, misalnya membeli surat berharga baik obligasi atau saham. Permintaan uang kas untuk motif spekulasi dipengaruhi secara negatif oleh suku bunga. Artinya semakin tinggi suku bunga semakin sedikit jumlah uang kas yang diminta untuk motif spekulasi, dan sebaliknya. Sehingga jumlah uang yang beredar akan berpengaruh secara positif terhadap kinerja saham

Pada Januari 2008, likuiditas perekonomian tumbuh melambat. Hal ini diliat dari MI dan M2 yang masing-masing tumbuh 21,9% dan 16.5%. Persentase


(17)

ini lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya dimana M1 tumbuh sebesar 27,6% dan M2

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk penulisan skripsi dengan judul “ Analisis Pengaruh Tingkat Bunga BI Rate dan Jumlah Uang Beredar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan”.

tumbuh sebesar 18,9%. Di bulan September 2008 pertumbuhan likuiditas perekonomian mulai meningkat dari bulan sebelumnya namun tidak berlangsung lama karena pada Januari 2009 terjadi penurunan likuiditas sejalan dengan melambatnya aktivitas perekonomian sebagai dampak dari krisis keuangan global. Likuiditas mengalami perbaikan pada Desember 2009 dan cenderung meningkat hingga Agustus 2009.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahkan yang akan diteliti oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan BI Rate dan jumlah uang beredar di Indonesia, 2. Bagaimana pengaruh BI Rate terhadap indeks harga saham gabungan, 3. Bagaimana pengaruh jumlah uang beredar terhadap indeks harga saham


(18)

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perkembangan tingkat bunga BI Rate dan jumlah uang beredar di Indonesia,

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat bunga BI Rate terhadap indeks harga saham gabungan,

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah uang beredar terhadap indeks harga saham gabungan.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan bagi otoritas moneter dalam menjaga kestabilan indeks harga saham gabungan,

2. Sebagai tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni,

3. Sebagai tambahan informasi dan tambahan literatur bagi masyarakat dan mahasiswa/i yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Investasi

2.1.1 Definisi Investasi

Irham Fahmi, 2006, mendefinisikan investasi sebagai bentuk dari pengelolaan dana dengan cara menempatkan dana pada alokasi yang diperkirakan dapat memberikan tambahan keuntungan. Menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (dalam Irham Fahmi, 2006), pemahaman akan asal usul investasi tidak harus berasal dari bagian keuangan. Investasi juga dapat berasal dari bagian pemasaran yaitu dengan cara membuka jaringan distribusi baru, atau investasi pada bagian produksi dengan cara mengganti mesin lama menjadi mesin baru.

Mankiw, 2006, mendefinisikan investasi sebagai komponen GDP yang melibatkan masa kini dan masa depan. Pengeluaran investasi berperan penting dalam pertumbuhan jangka panjang dan juga pada siklus jangka pendek karena investasi merupakan unsur GDP yang paling sering berubah.

Ana, 2009, investasi atau penanaman modal terdiri atas dua bentuk yaitu : penanaman modal langsung (direct investment) dan penanaman modal tidak langsung (indirect investment).

Penanaman modal langsung (direct investment) dilakukan berupa mendirikan perusahaan patungan (joint venture company) dengan mitra lokal,


(20)

bantuan teknis dan menajerial, memberikan lisensi. Penanaman modal tidak langsung (indirect investment) meliputi kegiatan transaksi di pasar modal dan pasar uang.

Salim, 2007, menggolongkan investasi berdasarkan asset, pengaruh, ekonomi, menurut sumber, dan cara penanamannya. Investasi berdasarkan aset merupakan penggolongan investasi dari aspek modal atau kekayaannya. Investasi berdasarkan aset terbagi menjadi dua jenis yaitu real asset dan financial asset. Real asset merupakan investasi yang berwujud seperti gedung, kendaraan dan sebagainya, sedangkan financial asset merupakan dokumen klaim tidak langsung pemegangnya terhadap aktivitas riil pihak yang menerbitkan sekuritas tersebut. Real asset bersifat kurang likuid daripada financial asset.

Investasi menurut pengaruhnya didasarkan pada faktor yang mempengaruhi atau tidak berpengaruh dari kegiatan investasi. Investasi ini dibagi menjadi dua yaitu investasi autonomus dan investasi induced. Investasi autonomus adalah investasi yang tidak dipengaruhi tingkat pendapatan,bersifat spekulatif. Contohnya membeli surat berharga. Sedangkan investasi induced adalah investasi yang dipengaruhi kenaikan permintaan akan barang dan jasa serta tinkat pendapatan. Contohnya penghasilan transitori yang didapat selain dari bekerja, seperti bunga.

Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya didasarkan pada asal-usul perolehan investasi. Investasi ini dibagi menjadi dua bagian yaitu investasi yang bersumber dari modal asing (PMA) dan investasi yang bersumber dari dalam


(21)

negeri (PMDN). Investasi berdasarkan bentuknya adalah investasi yang didasarkan pada cara penanaman investasi tersebut. Investasi ini dibagi menjadi dua golongan yaitu investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio dilakukan melalui pasar modal dengan menggunakan instrument surat berharga seperti saham dan obligasi. Investasi langsung merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisi perusahaan.

Menurut Willian F. Sharpe (dalam Irham Fahmi, 2006), dalam perekonomian primitif hampir semua investasi berbentuk investasi nyata sedangkan pada perekonomian modern lebih banyak dilakukan investasi keuangan. Jadi salah satu ukuran dalam melihat bahwa suatu negara disebut maju adalah keberadaan dan kualitas dari bursa efeknya yang diakui oleh para pebisnis.

2.1.2 Teori Investasi menurut Keynes (dalam Irham Fahmi, 2006)

Teori investasi yang dikemukakan oleh Keynes adalah teori multiplier yang membahas tentang pengaruh anggaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Keynes dalam mempengaruhi jalannya perekonomian, pemerintah dapat memperbesar anggaran pengeluaran saat terjadi kelesuan ekonomi. Hal ini dapat meningkatkan lapangan pekerjaan dan akhirnya meningkatkan pendapatan riil masyarakat.

Perubahan yang diakibatkan oleh pengeluaran pemerintah tersebut akan mempengaruhi pendapatan nasional yang kemudian menimbulkan perubahan pada golongan pengeluaran tertentu dan pada akhirnya pendapatan nasional akan


(22)

Terjadinya multiplier effect akan memberi dampak pada perubahan ekonomi ke arah yang lebih dinamis yaitu terciptanya lapangan pekerjaan yang disebabkan tingginya pendapatan masyarakat. Hal tersebut berpengaruh pada peningkatan kebutuhan masyarakat dan dibutuhkan sumber-sumber produksi untuk memuaskan kebutuhan tersebut dan secara otomatis dibutuhkan pula sumber daya manusia untuk mengelolahnya.

Investasi pada pasar modal adalah investasi yang bersifat jangka pendek. Hal ini dilihat dari pengembalian (return) yang diukur dengan capital gain. Pasar modal merupakan tempat yang menarik bagi para spekulator yang menyukai capital gain. Mereka dapat membeli pada saat harga turun dan menjual kembali pada saat harga naik.

2.2. Pasar Modal

2.2.1. Definisi Pasar Modal

Pasar modal menurut Mohamad Samsul, 2006 adalah sarana bertemunya permintaan dan penawaran instrumen keuangan berjangka panjang, dikatakan berjangka panjang karena waktunya lebih dari satu tahun. Menurut Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 pasal 1 (dalam Mohamad Samsul, 2006) disebutkan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.


(23)

Menurut Fakhruddin, 2001, pasar modal merupakan pasar dengan berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang ataupun modal sendiri.

Instrumen yang diperjualbelikan di pasa modal disebut efek, yaitu surat berharga berupa saham, obligasi, bukti right, bukti waran, produk turunan atau derivative.

2.2.1.1. Jenis-Jenis Pasar Modal

Menurut Mohamad Samsul , 2006, pasar modal dapat dibedakan menjadi

empat jenis pasar, yaitu:

1. Pasar Pertama / Perdana

Pasar pertama merupakan sarana bagi perusahaan untuk pertama kalinya menawarkan saham atau obligasi ke masyarakat, karena sebelumnya perusahaan milik perorangan atau beberapa pihak saja, dan kini ditawarkan kepada masyarakat.

Penawaran pertama ini disebut initial public offering (IPO), dan telah mengubah status perseroan tertutup menjadi perseroan terbuka (Tbk). Bersifat terbuka karena perseroan dapat dimiliki masyarakat, dan berkewajiban membuka informasi kepada pemegang saham dan masyarakat, kecuali informasi yang bersifat rahasia untuk menjaga persaingan.


(24)

Dalam pasar pertama jika terjadi kelebihan pesanan atau oversubscribed, dimana jumlah saham yang diminta lebih besar daripada jumlah saham yang ditawarkan maka akan dilakukan penjatahan pesanan secara proposional dengan jumlah pesanan atau dengan metode lain yang sesuai dalam buku Prospektus. Dan apabila jumlah saham yang diminta lebih kecil daripada jumlah saham yang ditawarkan ini berarti penawaran umum kekurangan pesanan atau undersubscribed, akibatnya seluruh pesanan dapat dipenuhi.

Ciri-ciri pasar pasar pertama / perdana :

a) Emiten menjual saham kepada masyarakat melalui penjamin emisi dengan harga yang telah disepakati oleh kedua pihak.

b) Pembeli tidak dipungut biaya transaksi

c) Terdapat ketidakpastiaan bagi pembeli untuk memperoleh jumlah saham yang diinginkan jika terjadi oversubscribed

d) Investor dapat membeli saham dari penjamin emisis atau agen penjual e) Waktu pemesanan saham terbatas

f) Penawaran melibatkan akuntan publik, notaris, konsultan hukum dan perusahaan penilai

g) Pasar perdana disebut juga pasar primer dan pasar kesatu. 2. Pasar Kedua/ Sekunder

Pasar kedua/sekunder merupakan sarana transaksi jual-beli antar investor dan harga yang dibentuk melalui perantara efek. Harga pasar dibentuk oleh tawaran jual dan tawaran beli dari para investor.


(25)

Ciri-ciri pasar kedua/sekunder:

a) Harga dibentuk oleh investor melalui perantara efek (anggota bursa) yang berdaganga di Bursa Efek

b) Terdapat biaya jual dan biaya beli dalam transaksi c) Jumlah pesanan dapat berjumlah tak terbatas

d) Anggota bursa memasukkan tawaran jual/beli investor ke dalam computer perdagangan yang disediakan pihak bursa

e) Anggota bursa beli menyelesaikan pembayaran dana kepada Sentral Kliring kemudian menerima saham dengan cara pemindahbukuan oleh Sentral Kustodian dengan menunjukkan bukti pembayaran dari Sentral Kliring

f) Anggota bursa jual menyelesaikan penyerahan saham kepada Sentral Kustodian, kemudian menerima dana dengan cara pemindahbukuan oleh Sentral Kliring dengan menunjukkan bukti penyerahan efek dari Sentral Kustodian

g) Pasar kedua disebut juga bursa efek 3. Pasar Ketiga

Pasar ketiga adalah sarana transaksi efek antara market maker dan investor dimana harga dibentuk oleh market maker. Para investor dapat memilih market maker yang memberi harga terbaik, karena satu jenis saham dapat dipasarkan oleh beberapa market maker. Pasar ketiga bukan Bursa Efek berskala kecil, tetapi berskala sangat besar. Dengan menggunakan teknik perdagangan paling canggih.


(26)

Ciri-ciri pasar ketiga:

a. Harga dibentuk oleh market maker

b. Para investor daoat munjual dan membeli saham dari dan ke market maker c. Jumlah market maker yang banyak dapat membantu investor dalam

memilih harga terbaik

d. Market maker berdagang dari kantor masing-masing melalui jaringan komputer

e. Mesin utama ada di OTC Market Pusat yang terhubung dengan mesin di kantor market maker lainnya

f. Mesin OTC terintegrasi dengan mesin di Sentral Kliring atau Sentral Kustodian

g. Market maker menyelesaikan pembayaran dengan Sentral Kliring dan menyelesaikan penyimpanan efek dengan Sentral Kustodian

h. Pasar ketiga disebut juga Over The Counter (OTC) market. 4. Pasar Keempat

Pasar keempat yaitu sarana transaksi jual-beli antara investor jual dan investor beli tanpa melalui perantara efek. Mekanisme perdagangan efek ini pernah terjadi pada abad ke-17. Mekanisme ini terjadi melalui electronic communication network (ECN) apabila para pelaku memenuhi syarat yaitu memiliki efek dan dana di Sentral Kustodian dan Sentral Kliring. Pasar keempat ini hanya dilaksanakan oleh investor besar karena dapat menghemat biaya transaksi daripada dilakukan di pasar kedua/sekunder.


(27)

Ciri-ciri pasar keempat :

a. Para investor bertransaksi lewat ECN

b. Harga terbentuk dari proses tawar menawar antara investor beli dan investor jual

c. Investor menjadi anggota ECN, Sentral Kustodian dan Sentral Kliring d. ECN terdaftar sebagai Bursa Efek

2.2.1.2 Manfaat Pasar Modal

Pasar modal memberikan manfaat baik bagi emiten, investor, lembaga penunjang maupun pemerintah. (Pandji Anoraga, 2001)

1. Manfaat bagi emiten :

a. Dana yang dapat dihimpun bisa berjumlah besar

b. Dana tersebut dapat diterima sekaligus saat pasar pertama selesai

c. Tidak ada convenant manajemen dapat lebih bebas dalam pengelolaan dana

d. Solvabilitas perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan e. Kecilnya ketergantungan emiten terhadap bank

f. Cash flow hasil penjualan saham biasanya lebih besar dari harga nominal perusahaan

g. Profesionalisme dalam manajemen meningkat 2. Manfaat bagi investor :


(28)

b. Memperoleh dividen bagi pemegang saham dan bunga bagi pemegang obligasi

c. Mempunyai hak suara dalam RUPS dan RUPO

d. Mudah mengganti instrumen investasi untuk meningkatkan keuntungan ataupun menghindari resiko

e. Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrumen 3. Manfaat bagi lembaga penunjang

a. Semakin professional dalam memberikan pelayanan b. Sebagai pembentuk harga dalam bursa parallel c. Likuiditas efek semakin tinggi

d. Memberi variansi pada jenis lembaga penunjang 4. Manfaat bagi pemerintah

a. Mendorong laju pembangunan b. Mendorong investasi

c. Menciptakan lapangan kerja

d. Mengurangi beban anggaran bagi BUMN 2.2.2. Saham

Menurut Pandji, 2001, saham merupakan tanda penyertaan modal pada suatu perseroan terbatas. Faktor makro merupakan factor yang berada di luar perusahaan tetapi member pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan. Faktor makro ekonomi seperti tingkat bunga umum domestik, tingkat inflasi, peraturan perpajakan, kebijakan khusus pemerintah, kurs valuta asing,


(29)

tingkat bunga pinjaman luar negeri, kondisi perekonomian internasional, siklus ekonomi, faham ekonomi, peredaran uang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja saham maupun kinerja perusahaan (Mohamad Samsul, 2006).

Saham memiliki beberapa karakteristik, (Fakhruddin, 2001) antara lain : dividen akan dibayar selama perusahaan memperoleh laba, adanya hak suara dalam rapat umum pemegang saham, memiliki hak terakhir dalam hal pembagian kekayaan perusahaan jika perusahaan tersebut dilikuidasi, memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar proporsi sahamnya dan memiliki hak mengalihkan kepemilikan sahamnya.

Pemegang saham akan mendapatkan keuntungan yang bersifat finansial ataupun non-finansial. Dividen, capital gain dan saham bonus merupakan keuntungan yang bersifat finansial (Fakhruddin, 2001). Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen akan diberikan jika pemegang saham telah memegang saham tersebut dalam waktu yang relatif lama dan dividen inilah yang menjadi daya tarik bagi pemegang saham dengan orientasi jangka panjang. Dividen dapat diberikan secara tunai dalam jumlah rupiah ataupun berupa saham sehingga jumlah saham yang dimiliki pemegang saham akan bertambah.

Selain itu adanya capital gain yaitu keuntungan dari selisih harga jual dan harga beli. Capital gain terbentuk di pasar kedua/sekunder dan merupakan keuntungan yang berorientasi pada jangka pendek. Dan terakhir adalah saham bonus yang merupakan pembagian saham yang diambil dari agio saham. Agio


(30)

saham adalah selisih harga jual dengan harga nominal. Keuntungan lainnya bersifat non-finansial (Pandji, 2001) berupa adanya rasa kebanggan dan kekuasaan karena pemegang saham memperoleh hak suara dalam perusahaan.

Prinsip saham yang high risk – high return memiliki arti bahwa saham memberi peluang keuntungan yang tinggi tetapi berpotensi memiliki resiko yang tinggi pula. Gagal mendapat dividen merupakan risiko yang diperoleh, kegagalan ini disebabkan jika perusahaan sedang mengalami kerugian. Risiko selanjutnya adalah capital loss, ini terjadi karena harga jualnya berada di bawah harga beli. Investor akan menjual sahamnya dengan harga rendah dengan tujuan untuk menghindari kerugian yang semakin besar jika harga saham terus menurun.

Jika perusahaan yang bangkrut maka saham-saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa atau disebut delist. Dalam kondisi ini pemegang saham akan diberi bagian jika masih ada sisa dari penjualan aset perusahaan, yang mana pembagian akan diberikan terlebih dahulu kepada kreditur dan pemegang obligasi. Proses dikeluarkannya saham dari bursa bukan hanya karena perusahaan penerbit saham tersebut bangkrut tetapi disebabkan juga karena kinerjanya yang buruk misalnya saham tersebut tidak pernah diperdagangkan, mengalami kerugian dan tidak dapat membagikan dividen selama beberapa tahun. Tentunya saham tersebut tidak bisa dijual di bursa tetapi di luar bursa hanya saja jika di luar bursa patokan harga menjadi tidak jelas dan harga jual akan jauh dari harga sebelumnya.


(31)

Resiko lainnya adalah jika saham itu di suspend oleh Bursa efek. Suspend atau pemberhentian perdagangan saham tersebut dalam beberapa sesi perdagangan. Suspend dilakukan oleh otoritas Bursa Efek jika saham mengalami kenaikan harga yang luar biasa (Fakhruddin, 2001).

2.2.2.1. Jenis- Jenis Saham

Menurut Fakhruddin, 2001, saham dibedakan atas beberapa hal :

1. Berdasarkan cara peralihan hak, yaitu :

a. Saham Atas Unjuk, yang berarti saham itu mudah dipindahtangankan ke investor lain karena pada saham itu tidak tertulis nama pemiliknya.

b. Saham Atas Nama, merupakan saham yang nama pemiliknya ditulis dengan jelas

2. Berdasarkan hak tagihan atau klaim, yaitu :

a. Saham Biasa, pemilik saham biasa akan ditempatkan paling terakhir dalam pembagian dividen jika perusahaan tersebut dilikuidasi.

b. Saham Preferen, merupakan gabungan antara obligasi dan saham biasa. Karena merupakan penggabungan antara obligasi dan saham biasa, maka saham preferen mempunyai kesamaan dengan obligasi dan saham biasa. Persamaannya dengan saham biasa karena mewakili kepemilikan modal dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo dan membayar dividen. Persamaan dengan saham yaitu adanya klaim atas laba dan aktiva sebelumnya, dividennya tetap, dan dapat ditebus atau ditukar dengan saham biasa.


(32)

3. Berdasarkan kinerja saham, yaitu :

a. Blue-Chip Stocks, yaitu saham biasa yang memiliki reputasi tinggi, menjadi pemimpin di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen.

b. Income Stocks, yaitu saham yang memiliki kemampuan membayar dividen di atas rata-rata.

c. Growth Stocks, yaitu saham dari perusahaan yang tidak menjadi pemimpin di dalam industri sejenis tetapi memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi.

d. Speculative Stocks, yaitu saham yang tidak konsisten dalam memperoleh pendapatan, tetapi mempunyai kemampuan memperoleh pengahasilan tinggi di masa mendatang walaupun masih dalam ketidakpastian.

e. Counter Cyclical Stocks, yaitu saham yang tidak dipengaruhi kondisi makro ataupun situasi bisnis. Dalam kondisi resesi sekalipun, harga saham tetap tinggi dan mampu memberikan dividen yang tinggi. Perusahaan yang memiliki saham ini biasanya bergerak dalam produk yang selalu dibutuhkan masyarakat, contohnya adalah rokok.

Strategi yang dilakukan para investor dalam pengambilan keputusan investasi yang tepat adalah dengan melakukan penilaian terharap saham yang akan dipilih. Terdapat tiga jenis penilaian terhadap saham antara lain : (1) nilai buku yang merupakan nilai yang dihitung berdasarkan pembukuan perusahaan penerbit saham, (2) nilai pasar yaitu harga saham di pasar, (3) nilai intrinsik adalah nilai saham yang sebenarnya (Tandelilin, 2001). Investor yang cerdik


(33)

akan membeli saham yang memiliki nilai intrinsik lebih besar dari harga pasar (undervalued) dan akan menjual saham saat nilai intrinsik lebih kecil dari harga pasar (overvalued).

2.2.3. IHSG

Indeks harga saham gabungan (composite stock price index) merupakan indeks gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di bursa efek (Mohamad Samsul, 2006). IHSG mengalami perubahan setiap hari, hal ini dikarenakan adanya perubahan harga pasar yang terjadi setiap hari dan karena bertambahnya saham.

Jika terjadi kenaikan IHSG, tidak semua jenis saham mengalami kenaikan harga juga. Tetapi hanya sebagian saham saja yang mengalami kenaikan harga. Begitu juga jika terjadi penurunan IHSG, maka hanya sebagian saham saja yang mengalami penurunan.

Rumus penghitungan IHSG :

Dimana : = Total harga semua saham pada waktu yang belaku


(34)

Jika angka indeks berada di atas 100 berarti kondisi pasar sedang ramai dan sebaliknya jika angka indeks berada di bawah 100 berarti kondisi pasar sedang lesu. IHSG bernilai 100 berarti pasar dalam kondisi stabil.

Selain IHSG, ada beberapa jenis indeks harga saham. Pertama Indeks harga saham individual yaitu dengan menggunakan indeks harga saham terhadap harga dasarnya. Kedua indeks harga saham sektoral, dimana indeks ini menggunakan saham dari masing-masing sektor. Indeks ini terbagi atas sembilan sektor yang terdiri dari :

a. Sektor-sektor Primer (ekstraktif)

1. Pertanian 2. Pertambangan

b. Sektor-sektor Sekunder (industri manufaktur)

3. Industri Dasar dan Kimia 4. Aneka Industri

5. Industri Barang Konsumsi c. Sektor-sektor Tersier (jasa)

6. Properti dan Real Estate 7. Transportasi dan Infrastruktur 8. Keuangan


(35)

Ketiga adalah indeks LQ 45, indeks ini terdiri dari 45 saham dengan tingkat likuiditas yang tinggi dan juga kapitalisasi pasar saham. Pemilihan saham dilakukan setiap enam bulan (awal Februari dan Agustus) sehingga saham yang tergabung dalam indeks LQ 45 dapat berubah-ubah (Fakhruddin, 2001).

2.3. Teori Jumlah Uang Beredar

2.3.1. Definisi Uang

Menurut Iswardono, 1990, uang adalah sesuatu yang secara umum diterima di dalam pembayaran untuk pembelian barang dan jasa serta pembayaran utang. Sedangkan Putong, 2008, mendefinisikan jumlah uang beredar adalah total persediaan uang dalam suatu perekonomian pada suatu saat tertentu atau satu tahun anggaran. Nopirin, 1992, mendefinisikan uang secara berbeda sesuai dengan tingkat likuiditasnya,antara lain :

1. M1

2. M

adalah penjumlahan dari uang kertas, uang logam dan simpanan dalam bentuk rekening koran (demand deposit)

2 adalah penjumlahan dari M1

3. M

, tabungan (saving deposit) dan deposito berjangka (time deposit) pada bank umum

3 adalah penjumlahan M2

M

, tabungan (saving deposit) dan deposito berjangka (time deposit) pada lembaga-lembaga non-bank.

1 merupakan uang yang paling likuid, sebab proses mengubah M1 menjadi uang kas sangat cepat dan tanpa terjadi kerugian uang (artinya satu rupiah menjadi satu rupiah juga).


(36)

Sedangkan M2 dan M3 tingkat likuid nya lebih rendah daripada M1, hal ini dikarenakan bagian M2 dan M3

Menurut teori Keynes terdapat tiga motif permintaan akan uang kas yaitu motif transaksi, jaga dan spekulasi. Dalam motif transaksi dan berjaga-jaga, permintaan akan uang kas dipengaruhi oleh pendapatan sedangkan motif spekulasi dipengaruhi oleh tingkat bunga (Nopirin, 1992).

mencakup deposito berjangka dan butuh waktu (3, 6, 12 bulan) untuk mengubahnya menjadi uang kas. Jika dilakukan sebelum waktu tersebut akan dikenakan denda sehingga terjadi kerugian nilai.

Permintaan akan uang kas untuk motif spekulasi digunakan untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya spekulatif, misalnya membeli surat berharga baik obligasi atau saham. Permintaan uang kas untuk motif spekulasi dipengaruhi secara negatif oleh suku bunga. Artinya semakin tinggi suku bunga semakin sedikit jumlah uang kas yang diminta untuk motif spekulasi, dan sebaliknya. Sehingga jumlah uang yang beredar akan berpengaruh secara positif terhadap kinerja saham

2.3.2. Kriteria Uang (Iswardono, 1990)

Iswardono menjelaskan kriteria uang sebagai berikut :

1. Acceptability dan Cognizability

Persyaratan utama dari sesuatu menjadi uang adalah diterimanya secara umum dan diketahuinya secara umum. Diterima secara umum serta penggunaannya sebagai alat tukar, penimbun kekayaan, standar cicilan utang


(37)

tumbuh secara luas karena kegunaan dari uang untuk ditukarkannya dengan barang dan jasa.

2. Stability of Value

Manfaat dari sesuatu yang menjadi uang memberikan adanya nilai uang maka diperlukan menjaga nilai uang agar tetap stabil ataupun berfluktuasi secara kecil karena jika tidak uang tidak akan diterima secara umum karena masyarakat mencoba menyimpan kekayaannya dalam bentuk barang-banrang yang nilainya stabil. Jika mata uang suatu Negara berrfluktuasi nilainya secara tajam, maka masyarakat Negara tersebut akan mengurangi fungsinya sebagai alat penukar dan satuan hitung.

3. Elasticity of Supply

Jumlah uang yang beredar harus mencukupi kebutuhan perekonomian. Ketidakmampuan penyediaan uang untuk mengimbangi kegiatan akan mengakibatkan perdaganga terhambat dan pertukaran dilakukan seperti pada perekonomian barter, dimana barang ditukar dengan barang yang lain secara lain secara langsung. Karena itu bank sentral sebagai pencipta uang tunggal harus mampu melihat perkembangan perekonomian yang selanjutnya harus mampu menyediakan uang yang cukup bagi perkembangan perekonomian tersebut. Dan sebaliknya bank sentral harus bertindak dengan cepat seandainya uang beredar dirasa terlalu banyak dibandingkan dengan kegiatan perekonomian, dalam hal ini bank sentral harus mengurangi jumlah uang yang beredar. Jadi kemampuan bank sentral dan lembaga-lembaga keuangan yang


(38)

4. Portability

Uang harus mudah dibawa untuk urusan setiap hari, bahkan transaksi dalam jumlah besar dapat dlakukan dengan uang dalam jumlah (fisik) yang kecil jika nilai nominalnya besar.

5. Durability

Dalam pemindahan uang dari tangan yang satu ke tangan yang lain mengharuskan uang tersebut dijaga niali fisiknya. Jika tidak akan terjadi kerusakan sehingga menyebabkan penurunan nilainya dan mengurangi kegunaan moneter dari uang uang tersebut.

6. Divisibility

Uang digunakan untuk memantapkan transaksi dari berbagai jumlah. Sehingga uang dari berbagai nominal harus dicetak untuk mencukupi atau melancarkan transaksi jual beli. Untuk menjamin dapat ditukarkannya uang satu dengan yang lainnya, semua jenis uang harus dijaga agar tetap nilainya.

2.3.3. Fungsi Uang (Nopirin, 1992)

Dalam perkembangannya uang tidak hanya berfungsi sebagai alat pembayaran tetapi mempunyai fungsi lain sebagai berikut :

1. Uang sebagai satuan pengukur nilai

Dengan adanya fungsi uang sebagai satuan pengukur nilai maka nilai dari suatu barang dapat diukur dan juga dapat diperbandingkan. Di Indonesia dasar yang digunakan dalam pengukuran nilai dari barang dan jasa yang


(39)

diperdagangkan di pasar adalah rupiah. Suatu barang dapat dinilai melalui rupiah dan dapat pula dibandingkan dengan barang lain melalui rupiah.

2. Uang sebagai alat tukar-menukar

Adanya fungsi uang sebagai alat tukar-menukar dapat menghilangkan adanya keharusan kesamaan keinginan yang terjadi pada saat adanya barter. Proses yang terjadi adalah barang ditukar dengan uang, dan uang yang didapat tersebut dapat digunakan untuk membeli barang lain. Fungsi uang sebagai alat tukar-menukar ini memisahkan antara keputusan membeli dengan keputusan menjual.

3. Uang sebagai alat penyimpan kekayaan

Seseorang dapat memiliki kekayaan dalam bentuk barang dan uang. Dalam bentuk barang seperti rumah, tanah sedangkan dalam bentuk uang seperti uang kas dan surat berharga.

2.3.4. Nilai dari Uang (Nopirin, 1992)

Nilai uang diukur dari kemampuannya membeli barang dan jasa (internal value) serta valuta asing (external value). Dengan kata lain besar kecilnya nilai uang ditentukkan oleh harga barang dan jasa. Jika harga barang dan jasa naik maka nilai uang akan turun, begitu pula sebaliknya.

Terdapat tiga metode dalam mengukur nilai uang, metode tersebut antara lain : indeks biaya hidup, indeks harga barang-barang perdagangan besar dan juga GNP deflator. Indeks biaya hidup mencakup harga beberapa barang kebutuhan


(40)

pokok. Di Indonesia dikenal indeks harga sembilan bahan pokok, indeks harga 62 jenis barang.

Sedangkan indeks harga perdagangan besar merupakan harga barang-barang yang dipakai oleh perusahaan untuk menghasilkan barang-barang lain. GNP deflator meliputi harga-harga barang yang lebih luas dibangding indeks biaya hidup mauoun indeks harga perdagangan besar. Cara menghitungnya adalah dengan membagi GNP nominal dengan GNP rill pada harga konstan. Ketiga indeks ini cenderung bergerak bersamaan meskipun pada tingkat yang berbeda-beda.

2.3.5. Klasifikasi Uang

Menurut Nopirin, 1992, uang dapat diklasifikasikan atas beberapa dasar yang berbeda-beda, misalnya:

1. Dilihat dari sifat fisik dan bahan yang dipakai untuk membuat uang

2. Dilihat dari instansi yang mengeluarkannya seperti pemerintah, bank sentral atau bank komersial

3. Dilihat dari hubungan antara nilai uang sebagai uang dengan nilai uang sebagai barang.

a. Full Bodied Money

Full bodied money merupakan uang yang nilainya sebagai barang sama dengan nilainya sebagai uang. Pada zaman dahulu uang itu berupa barang seperti beras, ternak, atau kain. Jenis uang seperti ini nilainya sebagai barang


(41)

akan sama dengan nilainya sebagai uang. Dan sekarang di zaman modern ini, jenis uang full bodied money ini berupa emas dan perak.

Dalam memahami jenis uang full bodied money sering terjadi kesalahpahaman, oleh karena ada dua hal penjelasan untuk menjawab kesalahpahaman tersebut.

1. Full bodied money dikatakan uang yang nilainya sebagai barang sama dengan nilainya sebagai uang tidak berarti bahwa nilai sebagai uang tersebut akan tetap/konstan. Misalnya harga dari satu unit emas dinyatakan tetap dalam mata uang, maka tenaga beli (purchasing power) akan berbanding terbalik dengan harga barang lain. Tenaga beli uang emas akan turun separuh apabila harga barang lain naik dua kali. Jadi meskipun harga sebagai emas tetap, tenaga belinya dapat berubah-ubah tergantung pada harga barang lain.

2. Tidak selalu benar bahwa nilai uang (tenaga beli) ditentukan oleh jumlah barang (emas dan perak) yang dipergunakan untuk membuat uang tersebut serta permintaan untuk penggunaan barang tersebut sebagai non uang. Yang sebenarnya adalah nilai uang ditentukan oleh jumlah barang serta permintaan total (penggunaan barang sebagai uang dan non uang). Penggunaan barang sebagai uang merupakan bagian terbesar dari permintaan total tersebut.

b. Representative Full Bodied Money

Uang jenis ini terbuat dari kertas, dan ini berarti nilainya sebagai barang tidak ada. Uang jenis ini hanya mewakili dari sejumlah barang/logam yang mana


(42)

c. Credit Money

Credit money adalah jenis uang yang nilainya sebagai uang lebih besar daripada nilainya sebagai barang. Contohnya adalah uang kertas yang ada pada kehidupan sehari-hari. Untuk memelihara agar nilai sebagai barang ini lebih rendah dari nilai sebagai uang (tenaga beli) adalah dengan membatasai pembentukan uang. Pemerintah telah menentukan sejumlah tertentu dalam melakukan pencetakan uang.

d. Token Coins (dikeluarkan oleh pemerintah)

Token coins atau uang tanda adalah uang yang berbentuk logam dengan nilai nominal atau nilai sebagai uang lebih tinggi daripada nilai sebagai barang atau nilai instrinsik. Uang perak salah satu contoh token coin, harga perak yang relatif rendah sehingga sebagai token coin masih terjamin karena nilai nominalnya lebih ttinggi dari nilai intrinsik. Penggunaan perak yang semakin banyak mengakibatkan harga perak naik, akibatnya banyak uang perak dilebur menjadi batangan perak.

e. Representative Token Money (dikeluarkan oleh pemerintah)

Representative token money adalah jenis uang yang dijamin dengan logam atau coin yang nilai sebagai barang atau nilai intrinsik lebih rendah dari nilai nominal. Contohnya adalah sertifikat perak yang dikeluarkan Amerika Serikat tahun 1978-1967.


(43)

f. Uang Kertas yang Dikeluarkan oleh Pemerintah

Jenis uang ini biasanya berbentuk uang kertas yang disebut fiat money. Kepercayaan masyarakat menjadi dasar penerimaan kertas sebagai uang. Pemerintah mencetak uang ini untuk membiayai deficit anggaran belanja terutama saat terjadi perang.

g. Uang Kertas yang Dikeluarkan oleh Bank Sentral

Uang kertas yang beredar di masyarakat, sebagian besar merupakan uang kertas yang dikeluarkan oleh bank sentral.

h. Demand Deposit (Uang Giral)

Semakin maju perekonomian negara biasanya jumlah uang giral juga makin banyak. Uang giral merupakan simpanan di bank yang dapat diambil setiap saat dan dapat dipindahkan kepada orang lain. Kelebihan uang giral adalah : jika uang giral tersebut hilang dapat dilacak kembali sehingga yang menemukan tidak bias mencairkannya. Dapat dipindahtangankan tanpa ongkos, tidak diperlukan adanya uang kembali sebab uang giral dapat ditulis sesuai transaksi.

2.3.6 Teori Kuantitas Uang (Nopirin, 1992)

Teori Irving Fisher berpedoman pada falsafah hukum Say bahwa ekonomi selalu berada pada keadaan full employment. Irving Fisher merumuskan teori nya dalam suatu persamaan :


(44)

Dimana : M = Jumlah uang beredar

V = Perputaran uang dalam satu periode P = Harga barang

T = Volume barang yang diperdagangkan

Persamaan di atas merupakan persamaan identitas, karena persamaan itu selalu benar. Artinya jumlah unit barang yang ditransaksikan (T) dikalikan dengan harga (P) selalu sama dengan jumlah uang (M) dikalikan dengan perputaran (V).

Marshall berpandangan sedikit berbeda dengan Irving Fisher. Dia tidak menggunakan perputaran uang dalam suatu periode melainkan menggunakan pendapatan yang diwujudkan dalam bentuk uang kas. Teori Marshall dirumuskan sebagai berikut :

M = k PY dimana k = 1/V

Dimana k adalah bagian dari GNP dalam bentuk uang kas yang besar nya

sama dengan . Marshall tidak menggunakan volume transaksi (T) sebagai pengukur jumlah output tetapi menggunkan Y untuk menunjukkan GNP riil. Pada umumnya T lebih besar dari Y, karena T termasuk di dalamnya total transaksi barang akhir dan barang setengah jadi yang dihasilkan beberapa tahun yang lalu. Sedangkan GNP hanyalah barang akhir dan jasa yang dihasilkan pada tahun tertentu saja tidak termasuk barang setengah jadi.

Menurut teori kuantitas uang, perubahan jumlah uang beredar akan mengakibatkan perubahan harga secara proposional. Yang artinya kalau jumlah


(45)

uang naik dua kali maka harga akan naik dua kali juga. Pandangan tersebut didasarakan pada anggapan-anggapan sebagai berikut :

a) Dalam persamaan MV = PT, T dianggap tetap karena selalu pada kondisi full employment

b) Velocity juga dianggap tetap. Velocity berubah kalau terjadi perubahan pada kebiasaan masyarakat saat melakukan pembayaran, seperti menggunakan alat pembayaran baru. Membayar dengan kredit akan mendorong masyarakat lebih banyak melakukan transaksi sehingga velocity akan naik.

2.4. Tingkat Bunga (Nopirin, 1992)

2.4.1 Teori Klasik

Menurut teori klasik tabungan adalah fungsi dari tingkat bunga. Tingkat bunga berbanding lurus dengan tabungan. Tingkat bunga yang lebih tinggi akan mendorong masyarakat untuk mengurangi pengeluaran untuk konsumsi yang bertujuan untuk menambah tabungan.

Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga, tetapi mempunyai hubungan yang berbanding terbalik. Makin tinggi tingkat bunga maka keinginan untuk melakukan investasi semakin rendah. Hal ini dikarenakan tingkat bunga yang tinggi akan menambah pengeluaran investor karena tingkat bunga merupakan biaya dari penggunaan dana.


(46)

Tabungan dan investasi merupakan fungsi dari tingkat bunga. Hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Teori Klasik tentang Tingkat Bunga

Sumber : Nopirin, 1992, hal : 71

Keseimbangan tingkat bunga ada di titik Io, saat jumlah tabungan sama dengan investasi. Apabila tingkat bunga naik menjadi I₁, jumlah tabungan lebih besar daripada jumlah invesatsi. Para penabung akan saling bersaing dalam meminjamkan dananya dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun kembali ke posisi i₀.

Sebaliknya, apabila tingkat bunga turun di bawah I₀ maka para investor akan saling bersaing untuk memperoleh dana yang jumlahnya relatif lebih kecil.

Persaingan ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke I₀.

Jumlah Rupiah yang ditabung & diinvestasikan Tabungan

i ₁ i ₀

Tingkat Bunga

Investasi ₁

S₀


(47)

2.4.2 Teori Keynes

Tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter. Tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat bunga akan mempengaruhi keinginan untuk berinvestasi sehingga akan mempengaruhi GNP.

Gambar 2.2 Teori Keynes tentang Tingkat Bunga

Sumber : Nopirin, 1992, hal : 92

Permintaan akan uang berhubungan negatif dengan tingkat bunga. Menurut Keynes, masyarakat berkeyakinan adanya tingkat bunga normal. Apabila tingkat bunga turun di bawah normal maka masyarakat akan yakin bahwa tingkat bunga akan naik kembali ke tingkat normal. Pada saat kenaikan bunga ini, masyarakat menghindari kerugian dengan cara mengurangi pemegangan surat berharga dan hal ini akan menambah uang kas yang dipegang.

r

eq

Tingkat Bunga

Jumlah uang & permintaan uang

Liquidity preference Jumlah Uang


(48)

Tingkat bunga yang tinggi akan menyebabkan biaya memegang uang kas bertambah, dan ini akan menyebabkan permintaan uang kas menurun. Kedua hal ini menjelaskan bagaimana tinggat bunga berpengaruh negatif dengan permintaan uang kas. Tingkat bunga keseimbangan (req) apabila jumlah uang kas yang diminta sama dengan penawarannya. Apabila tingkat bunga di bawah tingkat keseimbangan maka masyarakat menjual surat berharga. Dampak dari penjualan surat berharga ini adalah turunnya harga surat berharga sehingga tingkat bunga naik sampai ke titik keseimbangan dan begitu pula sebaliknya.

2.4. 3. BI Rate (www.bi.go.id)

BI Rate merupakan suku bunga instrumen yang berfungsi sebagai sinyal kebijakan moneter Bank Indonesia yang ditetapkan pada Rapat Dewan Gubernur triwulan untuk berlaku selama triwulan berjalan (satu triwulan), kecuali ditetapkan berbeda oleh RDG bulanan dalam triwulan yang sama.

BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur secara diskresi dengan mempertimbangkan: rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi, dan berbagai informasi lainnya seperti leading indicators, survei, informasi anekdotal, variabel informasi, expert opinion

BI Rate diumumkan ke publik setelah ditetapkan dalam RDG sebagai sinyal stance kebijakan moneter dalam merespon prospek pencapaian sasaran inflasi ke depan.

, asesmen fakto risiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter.


(49)

BI Rate digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter untuk mengarahkan agar Rata-Rata Tertimbang Suku Bunga SBI 1 bulan hasil lelang OPT (suku bunga instrumen liquidity adjustment) berada di sekitar BI Rate. Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan diharapkan mempengaruhi suku bunga PUAB dan suku bunga jangka yang lebih panjang.

BI Rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI Rate dilakukan terutama jika deviasi proyeksi inflasi terhadap targetnya (inflation gap

Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (SBI tenor 1 bulan) secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis points (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.

) dipandang telah bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya.

Dengan adanya BI Rate sebangai sinyal kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula dapat meningkat efektivitas kebijakan moneter.


(50)

2.5. Kerangka Konseptual

Dalam teori diketahui bahwa terdapat banyak variabel moneter yang dinyatakan mempengaruhi indeks harga saham gabungan. Namun, dalam penelitian ini penulis hanya fokus pada variabel BI Rate dan jumlah uang beredar. Sedangkan variabel – variabel yang lain dianggap konstan.

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

Keterangan : Pada gambar di atas, variabel dependen (IHSG) dipengaruhi oleh variabel – variabel moneter (tingkat bunga BI Rate dan Jumlah uang

beredar).

2.6.Hipotesis

Berdasarkan pada uraian di atas dan perumusan masalah yang telah ditetapkan, hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Tingkat bunga BI Rate berpengaruh negatif terhadap indeks harga saham gabungan,

2. Jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap indeks harga saham gabungan.

Tingkat Bunga BI Rate

Jumlah Uang Beredar

IHSG Variabel


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Mudrajad Kuncoro, 2009, penelitian deskriptif meliputi pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek penelitian. Sementara penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. 3.2 Batasan Operasional

Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam membahas dan menganalisis permasalahan, maka penelitian ini dibatasi faktor-faktor yang mempengaruhi indeks harga saham gabungan. Penelitian yang dilakukan penulis terbatas pada faktor-faktor antara lain BI Rate dan jumlah uang beredar.

3.3 Definisi Operasional

1. Indeks Harga Saham Gabungan adalah indeks dari keseluruhan jenis saham yang tercatat di bursa efek,

2. Tingkat Bunga BI Rate adalah suku bunga acuan yag dikeluarkan Bank Indonesia sebagai sinyal kebijakan moneter,

3. Jumlah Uang Beredar adalah uang dalam arti sempit yaitu jumlah uang kartal di luar bank umum dan simpanan giro masyarakat pada bank umum. 3.4 Skala Pengukuran Variabel

1. Indeks Harga Saham Gabungan diukur dalam satuan poin, 2. Tingkat Bunga BI Rate diukur dalam satuan persen,


(52)

3. Jumlah Uang Beredar diukur dalam satuan miliar rupiah. 3.5 Jenis Data

Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain dalam bentuk data runtut waktu atau time series yaitu data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu. Dan yang bersifat kuantitatif yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik (angka) (dalam Mudrajad Kuncoro, 2009). Data yang digunakan selama kurun waktu 3 tahun (Desember 2008 – Desember 2011). Sumber data diperoleh dari data Bank Indonesia cabang Medan, serta bahan-bahan kepustakaan berupa bacaan yang berhubungan dengan penelitian serta internet.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah pencatatan secara langsung dari bahan-bahan kepustakaan berupa bacaan yang berhubungan dengan penelitian, Bank Indonesia, website, artikel, dan jurnal-jurnal.

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah analisis regresi linier berganda (multiple linier regression method) karena penelitian ini terdiri dari beberapa variabel bebas.

Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


(53)

Fungsi tersebut ditransformasikan kedalam model persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

Y = α + + +

µ...(2)

Kemudian ditransformasikan lagi ke dalam model persamaan logaritma berganda sebagai berikut:

LnY = α + Lnβ1X1 + Lnβ2X2 Dimana:

+ µ ...(3)

Y : Indeks Harga Saham Gabungan (poin)

α : Intercept

β1, β2 X

: Koefisien regresi 1

X

: Tingkat Bunga BI Rate (%) 2

µ : Terms error

: Jumlah Uang Beredar (Miliar Rupiah)

Secara sistematis bentuk hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

< 0, artinya jika kenaikan pada (Tingkat Bunga BI Rate), maka Y (IHSG) mengalami penurunan, ceteris paribus.

> 0, artinya jika kenaikan pada (Jumlah Uang Beredar), maka Y (IHSG) mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3.7.1 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)

3.7.1.1 Koefisien Determinasi (R-square) (Nachrowi dan Hardius, 2006)


(54)

Koefisien Determinasi (Goodness of Fit), dinotasikan dalam R2

Nilai Koefisien Determinasi (R

, merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi. Atau dengan kata lain, angka tersebut dapat mengukur seberapa dekatkah garis regresi yang terestimasi dengan data sesungguhnya.

2

) ini mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X. Bila nilai Koefisien Determinasi sama dengan 0 (R2 = 0), artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X. Dengan kata lain bila R2 = 1, maka semua titik pengamatan berada tepat pada garis regresi. Dengan demikian baik atau buruknya suatu persamaan regresi ditentukan oleh R2

3.7.1.2 Uji F – statistik (Nachrowi dan Hardius, 2006)

–nya yang mempunyai nilai antara nol dan satu.

Uji-F diperuntukkan guna melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi secara bersamaan. Dengan demikian hipotesisnya dituliskan sebagai berikut :

: = = 0, artinya variabel independen secara simultan tidak berpengaruh nyata atau signifikan terhadap variabel dependen,

: ≠ ≠ 0, artinya semua variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.


(55)

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai hitung dengan F-tabel. Apabila F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak, yang artinya paling variabel independen secara bersama – sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan apabila F-hitung < F-tabel, maka Ho diterima, dan artinya variabel independen secara bersama – sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai F-hitung diperoleh dengan rumus :

F-hitung =

Dimana : R2

k = Jumlah variabel independen = Koefisien Determinasi n = Jumlah sampel

3.7.1.3 Uji t-statistik (Nachrowi dan Hardius, 2006)

Setelah melakukan uji koefisien regrresi secara keseluruhan, maka langkah selanjutnya adalah menghitung adalah menghitung koefisien regresi secara individu, dengan menggunakan suatu uji dengan Uji-t. Adapun hipotesis dalam uji ini adalah sebagai berikut :

: = 0, artinya suatu variabel independen yang diuji tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

: ≠ 0, artinya suatu variabel independen yang diuji berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen


(56)

Dari hipotesis tersebut dapat terlihat arti dari pengujian yang dilakukan, yaitu berdasarkan data yang tersedia, akan dilakukan pengujian terhadap bi

Kriteria pengambilan keputusan :

(koefisien regresi populasi), apakah sama dengan nol, yang berarti variabel bebas tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat, atau tidak sama dengan nol, yang berarti variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

Ho : bi = 0 Ho

H

diterima (t-hitung < t-tabel) artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

a : bi ≠ 0 Ha

3.7.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

diterima (t-hituntig > t-tabel) artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

3.7.2.1 Normalitas (Wahyu dan Paidi, 2010)

Asumsi dalam Ordinary Least Square adalah nilai rata-rata dari faktor pengganggu (µ) adalah nol. Untuk menguji apakah normal atau tidaknya faktor pengganggu, maka perlu dilakukan uji Normalitas dengan menggunakan Jarque-Bera Test (J-B test).

3.7.2.2 Multikolinieritas (Wahyu dan Paidi, 2010)

Model regresi dikatakan terkena multikolinieritas apabila terjadi hubungan linier yang sempurna di antara model regresi. Multikolinieritas terjadi pada regresi berganda yang melibatkan lebih dari satu variabel independen.


(57)

1. Nilai R2

2. Nilai koefisien variabel tidak sesuai dengan hipotesis

tinggi tetapi tingkat signifikansi variabel rendah dan standar error yang rendah

3.7.2.3 Autokorelasi (Wahyu dan Paidi, 2010)

Autokorelasi terjadi bila error term (µ) dari waktu yang berbeda berkorelasi. Model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa faktor pengganggu yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh faktor pengganggu pada pengamatan lainnya.

E(uiuj

Ada beberapa cara untuk mengetahui keberadaan autokorelasi yaitu; ) = 0 i≠j

1. Dengan uji Durbin-Watson (D-W Test) Uji D-W dirumuskan sebagai berikut:

D-hitung = ∑ (et – et-1) ∑e

2

Dengan hipotesis sebagai berikut:

2t

Ho H

= ρ = 0 (tidak ada autokorelasi)

a

Untuk menguji masalah autokorelasi ini, kita harus menentukan besarnya nilai kritis dari d

= ρ ≠ 0 (ada autokorelasi)

u dan d1

1. Jika DW < dt, maka H

. Berdasarkan jumlah dari variabel independen, jika hipotesis nol menyatakan bahwa tidak terjadi autokorelasi, maka:

o

mengalami autokorelasi.


(58)

2. Jika du < DW < 4 – du, maka Ho regresi tidak mengalami autokorelasi.

diterima, berarti suatu persamaan

3. Jika d1≤ DW ≤ du atau 4 – du≤ DW ≤ 4 – d1 dapat disimpulkan.

, berarti pengujian tidak

2. Dengan uji Langrange Multiplier (LM Test)

Asumsi dari pengujian uji DW adalah (1) variabel penjelas atau independen adala nonstokastik, (2) variabel error berdistribusi normal, (3) model regresi tidak variable lag. Untuk mengatasi hal tersebut, Durbin membuat sebuah test bernama htest untuk menguji korelasi pada model lag namun tidak cocok. Dan akhirnya muncul test Breusch-Godfrey test atau dikenal LM test.


(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Ekonomi Indonesia

Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2011 yang cukup baik yaitu sebesar 6,5% dan diperkirakan akan mengalami peningkatan. Ekspansi ekonomi ditopang oleh kinerja ekspor yang solid, kinerja rumah tangga juga cukup kuat, serta investasi yang cukup tinggi seiring peningkatan permintaan dan realisasi belanja modal pemerintah. Kinerja ekspor terutama didorong oleh permintaa eksternal yang masih terus meningkat, terutama dari negara emerging economies seperti China dan India. Selain itu perbaikan kinerja ekspor juga didukung oleh tingginya harga komoditas internasional.

Terkait konsumsi, semakin membaiknya optimisme serta daya beli konsumen mendorong perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga. Investasi di sektor bangunan yang mengalami peningkatan seiring dengan dengan meningkatnya aktivitas konstruksi sektor properti memberi dukungan terhadap membaiknya kinerja investasi. Investasi di sektor non-bangunan juga meningkat didukung oleh investasi mesin dan alat angkutan. Sementara itu, realisasi konsumsi pemerintah tercatat lebih baik seiring dengan adanya kenaikan belanja barang. Impor juga tumbuh lebih tinggi seiring dengan kinerja ekspor dan permintaan domestik yang juga meningkat, serta nilai tukar yang cenderung terapresiasi.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III-2011 diprakirakan masih surplus meskipun lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Kegiatan


(60)

ekonomi domestik yang terakselerasi diperkirakan akan mendorong kenaikan impor, terutama migas, sehingga berpotensi untuk menekan transaksi berjalan. Namun hal tersebut masih dapat diimbangi oleh surplus transaksi modal dan finansial seiring masih derasnya aliran masuk modal asing. Cadangan devisa pada akhir Juli 2011 tercatat sebesar 122,7 miliar dolar AS, atau setara dengan 7,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Pada bulan Juli 2011, nilai tukar rupiah menguat pada level Rp 8.496 per dolas AS dengan votalitas yang menurun. Pergerakan rupiah di bulan Juli 2011 juga dipengaruhi oleh tingginya permintaan valas korporasi terkait dengan meningkatnya permintaan pembayaran impor yang meningkat. Namun peningkatan permintaan tersebut masih dapat diimbangi oleh sisi penawarannya seiring derasnya aliran masuk modal asing.

Inflasi pada bulan Juli 2011 tercatat sebesar 0,67 % (mtm) atau 4,61% (yoy). Kondisi tersebut masih relatif normal dibandingkan pola historisnya. Di bulan berikutnya inflasi akan dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi masyarakat terkait siklus puasa-lebaran.

4.2 Deskripsi Variabel Penelitian

Berikut ini adalah hasil analisa deskriptif variabel bebas yang mempengaruhi indeks harga saham gabungan dengan variabel independen nya tingkat BI Rate dan jumlah uang beredar.


(61)

Tabel 4.1.

Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

IHSG BI Rate JUB

Mean 2908.612 6.817568 544457.4 Median 2971.250 6.500000 539746.0 Maximum 4130.800 9.250000 722991.0 Minimum 1285.480 6.000000 434761.0 Std.Dev 840.9929 0.686296 76867.33

Observations 37 37 37

Hasil dari analisa deskriptif menunjukkan nilai tertinggi (maximum), nilai terendah (minimum), rata-rata (mean), dan standar deviasi dari setiap variabel yang diteliti. Jumlah data yang dianalisis dalam kurun waktu Desember 2008 sampai Desember 2011 dalam penelitian ini adalah sebanyak 37 data. Nilai rata-rata (mean) indeks harga saham gabungan (IHSG) sebesar 2908.612 poin dengan nilai maximum sebesar 4130.800 poin dan nilai minimum sebesar 1285.480 poin. Standar deviasi IHSG sebesar lebih 840.9929 poin lebih kecil dibandingkan nilai mean. Dengan melihat besarnya nilai standar deviasi yang lebih kecil dari nilai rata-ratanya, maka data yang digunakan dalam varibel IHSG mempunyai sebaran yang kecil.

Nilai rata-rata (mean) BI rate sebesar 6,8 %, dengan nilai maximum sebesar 9,25 % dan nilai minimum sebesar 6,0 %. Standar deviasi tingkat BI rate sebesar lebih 0.69 % lebih kecil dibandingkan nilai rata-ratanya. Nilai standar deviasi yang lebih kecil dari nilai rata-ratanya berarti bahwa data yang digunakan dalam variabel BI rate mempunyai sebaran yang kecil. Nilai rata-rata (mean) JUB sebesar 544457.4 miliar, dengan nilai maximum sebesar 722991.0 miliar dan nilai


(62)

lebih kecil dibandingkan nilai mean. Dengan melihat besarnya nilai standar deviasi yang lebih kecil dari nilai rata-ratanya, maka data yang digunakan dalam varibel JUB mempunyai sebaran yang kecil.

4.2.1 Perkembangan IHSG

Di Indonesia perkembangan IHSG mengalami perubahan yang fluktuatif dari hari ke hari. Pada Agustus 2011, IHSG mengalami pelemahan sejalan dengan peningkatan faktor resiko eksternal seperti potensi gejolak harga minyak, dampak krisis keuangan AS dan Eropa, potensi demand shock AS dan Eropa, kekhawatiran terjadi koreksi di bursa saham dan pemburukan sentimen pasar. Kondisi fundamental makro ekonomi dan mikro emiten yang cukup solid mampu menahan sentiment negatif pasar keuangan global terhadap pergerakan IHSG sehingga koreksi yang terjadi relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan koreksi di pasar bursa global.

Dari sisi makro ekonomi, indicator yang kondusif untuk mempertahan BI Rate pada tingkat 6.75%, inflasi yang terkendali, prospek pertumbuhan ekonomi yang stabil serta nilai tukar yang relatif stabil. Dari sisi mikro, kondisi fundamental tercermin dari kondisi neraca yang cukup sehat serta pertumbuhan laba yang positip dalam laporan keuangan emiten. Dengan perkembangan ini IHSG ditutup pada level 3.847 atau melemah 6.9% dibandingkan dengan Juli 2011. Di sisi global, koreksi bursa global berkisar 2.2% hingga 14.7%.


(63)

Tabel 4.2 Perkembangan IHSG

Desember 2008-Desember 2011 (poin)

Tahun Bulan IHSG

2008 Desember 1355.41

2009

Januari 1332.67

Februari 1285.48

Maret 1434.07

April 1722.77

Mei 1916.83

Juni 2026.78

Juli 2323.24

Agustus 2341.54

September 2467.59

Oktober 2367.7

November 2415.84

Desember 2534.36

2010

Januari 2610.8

Februari 2549.03

Maret 2777.3

April 2971.25

Mei 2796.96

Juni 2913.68

Juli 3069.28

Agustus 3081.88

September 3501.3

Oktober 3635.32

November 3531.21

Desember 3703.51

2011

Januari 3409.17

Februari 3470.35

Maret 3678.67

April 3819.62

Mei 3836.97

Juni 3888.57

Juli 4130.8

Agustus 3841.73

September 3549.03

Oktober 3790.85

November 3715.08

Desember 3821.99


(64)

Gambar 4.1 Perkembangan IHSG

Gambar 4.1 menunjukkan perkembangan IHSG mengalami fluktuasi tiap bulannya dalam kurun waktu 2008 - 2011. IHSG pada bulan Desember 2008 sebesar 1355.41 poin dan pada Desember 2011 meningkat menjadi 3821.99 poin. Kenaikan tertinggi terjadi pada bulan Juni 2011 sebesar 3888.57 poin, dan terendah terjadi pada bulan Februari 2008 sebesar 1332.67 poin.

4.2.2 Perkembangan BI Rate

BI Rate merupakan suku bunga instrumen yang berfungsi sebagai sinyal kebijakan moneter Bank Indonesia yang ditetapkan pada Rapat Dewan Gubernur. Dewan Rapat Gubernur pada tanggal 8 Desember 2011 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6.75%.


(65)

100bps menjadi 150bps di bawah BI Rate. Keputusan ini dilakukan dengan mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas perekonomian di tengah ketidakpastian sistem keuangan global yang dipicu masalah uang AS dan Eropa, meskipun gejolak yang ditimbulkan ketidakpastian perekonomian global masih terbatas.

Bank Indonesia akan terus mengamati dampak dari penurunan kinerja ekonomi dan keuangan global terhadap kinerja perekonomian Indonesia ke depan. Dalam kaitan ini Bank Indonesia akan mengambil respon tingkat bunga serta serta kebijakan moneter dan makroprudensial lainnya dalam memitigasi potensi penurunan kinerja perekonomian Indonesia dengan tetap mengutamakan pencapaian sasaran inflasi, yaitu 5 % 1 % pada tahun 2011 dan 4.5 % 1 % pada tahun 2012. Selain itu Bank Indonesia akan mempererat koordinasi kebijakan dengan pemerintah dalam ranka mengantisipasi dampak penurunan ekonomi dan keuangan global.


(66)

Tabel 4.3 Perkembangan BI Rate

Desember 2008 – Desember 2011 (persen)

Tahun Bulan BI Rate

2008 Desember 9.25

2009

Januari 8.75

Februari 8.25

Maret 7.75

April 7.50

Mei 7.25

Juni 7.00

Juli 6.75

Agustus 6.50

September 6.50

Oktober 6.50

November 6.50

Desember 6.50

2010

Januari 6.50

Februari 6.50

Maret 6.50

April 6.50

Mei 6.50

Juni 6.50

Juli 6.50

Agustus 6.50

September 6.50

Oktober 6.50

November 6.50

Desember 6.50

2011

Januari 6.50

Februari 6.75

Maret 6.75

April 6.75

Mei 6.75

Juni 6.75

Juli 6.75

Agustus 6.75

September 6.75

Oktober 6.5

November 6

Desember 6


(67)

Gambar 4.2 Perkembangan BI Rate

Dari grafik 4.2 dapat dilihat bahwa data BI Rate cenderung menurun dari bulan Desember 2008 hingga Agustus 2009 dan tetap bertahan pada posisi 6.5 % hingga awal tahun 2011. BI rate mengalami kenaikan sepanjang Februari 2011 sampai September 2011, dan kembali turun pada Oktober 2011.

4.2.3 Perkembangan Jumlah Uang Beredar

Aktivitas yang masih menunjukkan tren meningkat, hal ini juga sejalan dengan perkembangan dana pihak ketiga yamg mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan uang primer pada Juli 2011 sebesar 46.6% (yoy), meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 35.7% (yoy). Selain uang primer, MI dan M2 juga pada posisi tren meningkat. Pertumbuhan M1 sebesar 18.5% (yoy) menjadi 639,7 triliun. Pertumbuhan M1 terutama didorong oleh kontribusi uang kartal yang meningkat sejalan dengan persiapan menyambut hari raya idul fitri. Kontribusi giro relatif stabil terhadap M1. Sementara M2 juga meningkat sejalan dengan peningkatan M dan deposito.


(68)

Tabel 4.4 Perkembangan JUB

Januari 2009- Desember 2011 (miliar)

Tahun Bulan JUB

2008 Desember 456,787

2009

Januari 437,845

Februari 434,761

Maret 448,034

April 452,937

Mei 456,955

Juni 482,621

Juli 471,174

Agustus 490,128

September 490,022

Oktober 485,500

November 492,201

Desember 515,824

2010

Januari 496,527

Februari 490,084

Maret 494,461

April 494,718

Mei 514,005

Juni 545,405

Juli 539,746

Agustus 555,495

September 549,941

Oktober 555,549

November 571,337

Desember 605,411

2011

Januari 604,169

Februari 585,890

Maret 580,601

April 584,634

Mei 611,791

Juni 636,206

Juli 639,688

Agustus 662,806

September 656,096

Oktober 665,000

November 667,605

Desember 722,991


(69)

Gambar 4.3 Perkembangan JUB

Dari Gambar 4.3 menunjukkan bahwa terjadi tren meningkat secara wajar pada JUB. Dimulai pada bulan Desember 2008 sebesar 456,787 miliar dan pada akhir 2011 sebesar 722,991 miliar.

4.3 Analisis Data

Untuk melihat apakah ada pengaruh antara tingkat bunga BI Rate, dan JUB terhadap IHSG maka digunakan metode analisis Ordinary Least Square (OLS).

4.3.1 Hasil Pengolahan Data

Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan program Eviews 5.1 diperoleh hasil sebagai berikut :


(70)

Tabel 4.5 Hasil Regresi

Variabel X1 dan X2 dengan Variabel Y

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -9.799827 2.496480 -3.925459 0.0004 LBIRATE -1.513472 0.249893 -6.056483 0.0000 LJUB 1.562673 0.165864 9.421430 0.0000 R-squared 0.894211 F-statistic 143.6966 A djusted R-squared 0.887988 Durbin-Watson stat 0.551767

Sumber : Pengolahan data dengan Eviews 5.1. Interpretasi Model

1. Tingkat Bunga BI Rate (X1 Tingkat bunga BI Rate (X

) 1

2. JUB (X

) memiliki pengaruh negatif terhadap IHSG dengan koefisien sebesar - 1.513472. Hal ini berarti bahwa bila terjadi kenaikan tingkat bunga BI Rate sebesar 1% akan menyebabkan penurunan IHSG sebesar 1.513472%.

2

JUB (X ) 2

4.3.2. Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)

) memiliki pengaruh positif terhadap IHSG, dengan koefisien sebesar 1.562673. Hal ini berarti bahwa bila terjadi kenaikan JUB sebesar 1% akan menyebabkan peningkatan terhadap IHSG sebesar 1.562673%.

4.3.2.1. Koefisien Determinasi (R-squre)

Dari hasil regresi di atas diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0. 0.894211 atau R2 = 89.42%, yang artinya bahwa variabel bebasnya yaitu tingkat bunga BI Rate dan JUB mampu menjelaskan terikatnya yaitu IHSG sebesar 89.42%. Sedangkan sisanya sebesar 10.58% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi.


(71)

4.3.2.2. Uji F-Statistik

Uji F-Statistik ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel tingkat bunga BI Rate dan JUB mampu menjelaskan terikatnya yaitu IHSG Kriteria pengambilan keputusan :

Ho diterima jika F-hitung < F-tabel Ha diterima jika F-hitung > F-tabel a. Ho : b1 = b2 = b3

Ha : b

= 0 1≠ b2≠ b3 b. α = 1%

= 0

c. V1 = 3-1 = 2 d. V2 = 37-3= 34 e. F-hitung = 143.6966 f. F-tabel = 5.29 g. Kesimpulan :

Berdasarkan hasil di atas, dapat diketahui bahwa F-hitung > F-tabel, yaitu: 121.2503 > 5.29. Dengan demikian hipotesa alternatif (Ha) diterima. Artinya, secara bersama – sama variabel bebas, yakni tingkat bunga BI Rate dan JUB mampu menjelaskan terikatnya yaitu IHSG.


(1)

3.LJUB Date: 06/11/12

Time: 09:58

Sample: 2008M12 2011M12 LJUB Mean 13.19808 Median 13.19885 Maximum 13.49115 Minimum 12.98255 Std. Dev. 0.138709 Skewness 0.276768 Kurtosis 1.986078 Jarque-Bera 2.057262 Probability 0.357496

Sum 488.3289

Sum Sq. Dev. 0.692644 Observations 37


(2)

Hasil Estimasi Tingkat Bunga BI Rate (X1), Jumlah Uang Beredar (X2)

terhadap IHSG (Y)

Dependent Variable: LIHSG Method: Least Squares Date: 03/29/12 Time: 17:11 Sample: 2008M12 2011M12 Included observations: 37

Variable

Coefficien

t Std. Error t-Statistic Prob. C -9.799827 2.496480 -3.925459 0.0004 LBIRATE -1.513472 0.249893 -6.056483 0.0000 LJUB 1.562673 0.165864 9.421430 0.0000 R-squared 0.894211 Mean dependent var 7.925956 Adjusted R-squared 0.887988 S.D. dependent var 0.336593 S.E. of regression 0.112652 Akaike info criterion -1.451424 Sum squared resid 0.431475 Schwarz criterion -1.320809 Log likelihood 29.85135 F-statistic 143.6966 Durbin-Watson stat 0.551767 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

Hasil Uji Multikorelasi

LBIRATE LJUB

LBIRATE 1.000000 -0.577940 LJUB -0.577940 1.000000

Lampiran 5

Hasil Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

-0.3 -0.2 -0.1 -0.0 0.1 0.2

Series: Residuals

Sample 2008M12 2011M12 Observations 37

Mean 1.16e-15 Median -0.000840 Maximum 0.187445 Minimum -0.322124 Std. Dev. 0.109478 Skewness -0.621451 Kurtosis 3.718808 Jarque-Bera 3.178133 Probability 0.204116


(4)

Hasil Estimasi Uji Autokorelasi Tanpa Intercept

Dependent Variable: D(LIHSG) Method: Least Squares

Date: 04/24/12 Time: 21:39

Sample (adjusted): 2009M01 2011M12 Included observations: 36 after adjustments

Variable

Coefficien

t Std. Error t-Statistic Prob. D(LBIRATE) -0.608048 0.396857 -1.532159 0.1347 D(LJUB) 0.285556 0.355253 0.803810 0.4271 R-squared -0.113812 Mean dependent var 0.028796 Adjusted R-squared -0.146571 S.D. dependent var 0.061612 S.E. of regression 0.065973 Akaike info criterion -2.545204 Sum squared resid 0.147981 Schwarz criterion -2.457231 Log likelihood 47.81368 Durbin-Watson stat 1.824345


(5)

Hasil Estimasi Uji Autokorelasi dengan Model AR(1)

Dependent Variable: LIHSG Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 11:01

Sample (adjusted): 2009M01 2011M12 Included observations: 36 after adjustments Convergence achieved after 11 iterations

Variable

Coefficie

nt Std. Error t-Statistic Prob. C 5.381451 5.231744 1.028615 0.3114 LBIRATE 0.254798 0.514129 0.495591 0.6236 LJUB 0.182373 0.365898 0.498425 0.6216 AR(1) 0.917683 0.038003 24.14761 0.0000 R-squared 0.968445 Mean dependent var 7.945792 Adjusted R-squared 0.965486 S.D. dependent var 0.318681 S.E. of regression 0.059204 Akaike info criterion -2.711210 Sum squared resid 0.112164 Schwarz criterion -2.535263 Log likelihood 52.80177 F-statistic 327.3635 Durbin-Watson stat 1.931233 Prob(F-statistic) 0.000000 Inverted AR Roots .92


(6)

Hasil Uji LM Test

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.766807 Prob. F(2,30) 0.473383 Obs*R-squared 1.750834 Prob. Chi-Square(2) 0.416688

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 11:02 Sample: 2009M01 2011M12 Included observations: 36

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable

Coefficien

t Std. Error t-Statistic Prob. C -1.445880 5.424815 -0.266531 0.7917 LBIRATE 0.096078 0.541238 0.177515 0.8603 LJUB 0.095242 0.377015 0.252620 0.8023 AR(1) -0.001006 0.039467 -0.025477 0.9798 RESID(-1) 0.003472 0.186846 0.018580 0.9853 RESID(-2) -0.229377 0.185222 -1.238387 0.2252 R-squared 0.048634 Mean dependent var 8.91E-14 Adjusted R-squared -0.109927 S.D. dependent var 0.056610 S.E. of regression 0.059640 Akaike info criterion -2.649955 Sum squared resid 0.106709 Schwarz criterion -2.386035 Log likelihood 53.69919 F-statistic 0.306723 Durbin-Watson stat 1.945019 Prob(F-statistic) 0.904998


Dokumen yang terkait

Analisis Kausalitas antara Indeks Harga Saham Asia Tenggara dengan Indeks Harga Saham Gabungan

5 55 74

Penerapan Rantai Markov Terhadap Perubahan Indeks Harga Saham

39 179 88

“Analisis Pengaruh Tingkat BI Rate dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan

1 36 202

Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Dan Indeks Harga Saham Global Terhadap Pergerakan IHSG

0 39 99

Analisis pengaruh harga emas dunia, variabel makro ekonomi dan indeks dow Jones terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) di bursa efek Indonesia ( BEI)

0 7 135

Analisis Pengaruh Perubahan BI rate, Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar, Inflasi, IHSG dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Tingkat Pengembalian Saham PT. bank Mandiri (Persero) Tbk

3 10 115

PENGARUH INFLASI, JUMLAH UANG BEREDAR (JUB), TINGKAT SUKU BUNGA SBI (BI RATE), DAN NILAI TUKAR (KURS) TERHADAP INDEKS Pengaruh Inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB), Tingkat Suku Bunga SBI (BIRATE), dan Nilai Tukar (KURS) terhadap Indeks Harga Saham di Jaka

0 2 19

PENGARUH INFLASI, JUMLAH UANG BEREDAR (JUB), TINGKAT SUKU BUNGA SBI (BI RATE), DAN NILAI TUKAR (KURS) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM Pengaruh Inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB), Tingkat Suku Bunga SBI (BIRATE), dan Nilai Tukar (KURS) terhadap Indeks Harga S

0 3 16

PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO, JUMLAH UANG BEREDAR, INFLASI DAN BI RATE TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI INDONESIA PERIODE 2007 – 2013

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Investasi - Analisis Pengaruh BI Rate dan Jumlah Uang Beredar (JUB) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

0 0 32