penanganan ini yang diwarnai oleh pemikiran yang berorientasi penyediaan supply side oriented.
Jadi pola penanganan ini yang ditempuh yang terjadi secara khusus dirancang untuk memecahkan bagi masyarakat hambatan-hambatan atau
konsumen untuk melakukan proses jual beli rumah.
C. Ketidakseimbangan Hukum Pembeli Rumah Dengan Posisi Developer Sebagai Pelaku Usaha Perumahan
Pesatnya pembangunan telah menghasilkan diversifikasi produk barang danatau jasa yang dapat dikonsumsi. Kondisi demikian pada satu pihak sangat
bermanfaat bagi kepentingan konsumen karena kebutuhan yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis
kualitas barang danatau jasa sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan di sisi lain kemajuan dan kesadaran konsumen masih rendah sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara konsumen dan pelaku usaha. Kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku
usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang. Dimana konsumen hanya dijadikan objek aktivitas bisnis dari pelaku usaha untuk meraup keuntungan sebesar-
besarnya melalui kiat iklan, promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. Konsumen dengan kesadaran yang rendah
karena kurangnya pendidikan konsumen, menjadi titik masuk dari perangkap yang ditebarkan pelaku usaha.
Universitas Sumatera Utara
Dalam situasi dan kondisi yang demikian diketahui bahwa dalam transaksi bisnis dapat menimbulkan ketidakseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen,
sehingga diperlukan landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan masyarakat untuk melakukan upaya perlindungan dan pemberdayaan konsumen melalui
pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya ini penting untuk mengimbangi kegiatan pelaku usaha yang menjalankan prinsip ekonomi untuk mendapatkan
keuntungan semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin, yang dapat merugikan kepentingan konsumen, baik secar langsung maupun tidak langsung.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen untuk selanjutnya disebut UUPK yang mulai berlaku 20 april 2000. Tujuan
utama undang-undang ini antara lain adalah untuk mengikat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang
danatau jasa, serta menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha. Undang-Undang ini diharapkan dapat berlaku efektif bagi perlindungan konsumen terhadap 220 juta penduduk di Indonesia yang notabene
adalah konsumen.
D. Penyelesaian Sengketa Yang Timbul Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah