mencari produk alternative bila masih ada, yang boleh jadi kualitasnya malahan lebih buruk.
Akibat tidak berimbangnya posisi tawar menawar antara pelaku usaha dan konsumen, maka pihak pertama dapat saja membebankan biaya-biaya tertentu
yang sewajarnya tidak ditanggung konsumen. Praktik yang tidak terpuji ini lazim dikenal dengan istilah externalities.
6. Hak untuk mendapatkan ganti rugi
Jika konsumen merasakan, kuantitas dan kualitas barang danatau jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, ia berhak
mendapat ganti kerugian yang pantas. Jenis dan jumlah ganti kerugian itu tentu saja harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau asas kesepakatan masing-
masing pihak.
7. Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum
Hak untuk mendapatkan ganti kerugian harus ditempatkan lebih tinggi daripada hak pelaku usaha produsenpenyalur produk untuk membuat klausula
eksonerasi secara sepihak. Jika permintaan yang diajukan konsumen dirasakan tidak mendapat tanggapan yang layak dari pihak-pihak terkait dalam hubungan
hukum dengannya, maka konsumen berhak mendapatkan penyelesaian hukum, termasuk advokasi. Dengan kata lain, konsumen berhak menuntut pertanggung
jawaban hukum dari pihak-pihak yang dipandang merugikan karena mengkonsumsi produk itu.
Universitas Sumatera Utara
Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum ini sebenarnya meliputi juga hak untuk mendapatkan ganti kerugian, tetapi kedua hak tersebut tidak berarti
identik. Untuk memperoleh ganti kerugian, konsumen tidak selalu harus menempuh upaya hukum terlebih dahulu. Sebaliknya, setiap upaya hukum pada
hakikatnya berisikan tuntutan memperoleh ganti kerugian oleh salah satu pihak. Tentu ada beberapa karakteristik tuntutan yang tidak membolehkan ganti kerugian
ini, seperti dalam upaya Legal Standing LSM yang dibuka kemungkinannya dalam pasal 46 ayat 1 huruf c UUPK.
8. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
Hak konsumen atas lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak yang diterima sebagai salah satu hak dasar konsumen oleh berbagai organisasi
konsumen di dunia. Lingkungan hidup yang baik dan sehat berarti sangat luas, dan setiap makluk hidup adalah konsumen atas lingkungan hidupnya. Lingkungan
hidup dalam arti fisik dan lingkungan non fisik. Menurut Heindrad Steiger, sebagaimana dikutip oleh Koesnadi
Hardjasoemantri,
23
23
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Cet. 11, Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press, 1994, 119
hak atas lingkungan yang baik dan yang sehat merupakan bagian dari hak-hak subjektif sebagai bentuk yang paling luas dari perlindungan
seseorang. Ini berarti setiap pemilik hak dapat mengajukan tuntutan agar kepentingannya terhadap lingkungan yang baik dan sehat dapat dipenuhi. Steiger
menjelaskan, tuntutan tersebut memiliki dua fungsi yang berbeda. Pertama, the function of defence, yakni hak bagi individu untuk mempertahankan diri dari
Universitas Sumatera Utara
pengaruh lingkungan yang merugikan. Kedua, function of perfomance, yakni hak individu untuk menuntut dilakukannya suatu tindakan agar lingkungannya
dipulihkan atau diperbaiki. Fungsi-fungsi itu telah tertampung sejak lama dalam hukum positif Indonesia.
Desakan pemenuhan hak konsumen atas lingkungan hidup yang baik dan sehat semakin dikemukakan akhir-akhir ini. Karena hak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat merupakan bagian dari hak-hak subjektif sebagai bentuk yang paling luas dari perlindungan seseorang.
24
9. Hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang