E. Hubungan Konsumen dan Developer Dalam Kontrak Baku
Dalam praktek bisnis akhir-akhir ini, ada kecenderungan untuk menggunakan rancangan kontrakperjanjian yang dipersiapkan terlebih dahulu
oleh salah satu pihak umumnya pihak principal. Rancangan kontrakperjanjian telah dipersiapkan itu, berisi hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan
perjanjian term of conditions dalam wujud pasal-pasal yang sudah dibakukan. Pasal-pasal dari rancangan itu umumnya tidak dapat berubah lagi. Pada waktu
penanda tanganan, biasanya para pihak mengisi hal-hal yang bersifat subjektif, seperti identitas, alamat, dan lain-lain serta tanggal pembuatan kontrakperjanjian.
Rancangan kontrak inilah yang disebut dengan standar kontrak atau perjanjian baku.
28
Melihat jenis, standar kontrak dibedakan dua macam, yaitu satndar kontrak yang dibuat oleh perusahaan principal – standar kontrak bisnis dan standar
Istilah standar kontrak adalah terjemahan dari standard contract, yang kemudian dapat di Indonesiakan menjadi perjanjian baku atau perjanjian standar.
Kata standar merujuk pada ketentuan-ketentuan kontrakperjanjian term of conditions yang sudah dibakukan, tercetak secara permanent sehingga tidak dapat
dirubah lagi. Ketentuan-ketentuan kontrak perjanjian itu sudah standar yaitu berlaku untuk setiap kontrak perjanjian yang dibuat perusahaan dengan mitra
bisnisnya. Setiap kali perusahaan mengikat kontrakperjanjian dengan mitra bisnisnya, maka berlakulah ketentuan yang sama, tidak ada perbedaan antara satu
dengan yang lain.
28
Janus Sidabalok SH, M.Hum. 2000. Pengantar Hukum Ekonomi. Bina Media,
Medan.h.
Universitas Sumatera Utara
kontrak yang dibuat oleh pemerintah yang dipergunakan oleh masyarakat standar kontrak publik.
29
Dalam membuat rancangan kontrakperjanjian ini mudah dipahami bahwa perusahaan principal akan memberikan beberapa hal penting untuk dimuat dalam
rancangan kontrak untuk menjaga kepentingannya sendiri. Artinya para konsultan Standar kontrak publik digunakan oleh para notarisPPAT dalam hal jual
beli atau peralihan hak atas tanah dan penjaminan hak atas tanah. Standar kontrak seperti ini berasal dari pemerintah. Oleh karena itu, ketentuannya sama seragam
di Indonesia. Istilah standar kontrak publik menunjuk pada campur tangan pemerintah dalam membuat rancangan kontrak dengan maksud untuk mencapai
ketertiban administrasi dalam pertanahan. Praktik penggunaan standar kontrak dilatar belakangi argument ekonomis,
sedangkan dari segi hukum tidak ada argument yang dapat diajukan untuk menjelaskan kecenderungan tersebut.
Harus diakui bahwa untuk mencapai suatu kesepakatan, para pihak harus melakukan negosiasi. Negosisasi ini dapat memakan waktu yang lama, berlarut-
larut, dan mungkin mengahabiskan biaya yang sangat besar. Karena itu, negosiasi yang berlarut-larut harus dihindari. Untuk menghindari negosiasi yang berlarut-
larut, salah satu cara yang ditempuh adalah mempersiapkan terlebih dahulu membuat rancangan kontrakperjanjian yang akan dipergunakan untuk perusahaan
tersebut dengan mitra usahanyakliennya. Dalam membuat rancangan kontrakperjanjian ini, umumnya perusahaan memakai jasa konsultan hukum.
29
Ibid, h. 100
Universitas Sumatera Utara
akan sangat memperhatikan pesan-pesan pihak principal dan berupaya mempertahankannya dalam rancangan kontrak. Sebaliknya, ketentuan pihak lain
akan cenderung kurang mendapat perlindungan. Dari segi praktisnya, cara ini membawa manfaat besar sebab dengan
demikian perusahaan principal tidak lagi harus bernegosiasi setiap kali membuat kesepakatan dengan klien atau mitra bisnisnya. Rancangan kontrakperjanjian
yang telah disiapkan dapat dicetak sekaligus dalam jumlah yang banyak dan akan diambil manakala kontrak untuk dibaca oleh mitra bisnisnya. Biasanya tidak ada
lagi yang perlu dinegosiasikan. Kalau mitra bisnisnya setuju dengan apa yang sudah tertulis, mereka tinggal membutuhkan tanda tangan dan hal-hal tidak terlalu
prinsipil. Praktek penggunaan standar kontrak ini sudah meluas tidak hanya di
perusahaan besar, tetapi juga di perusahaan kecil. Ada masalah yang selalu menjadi persoalan, yaitu mengenai keadilan yang dicerminkan hak dan kewajiban
dalam kontrakperjanjian itu. Bahkan ada ahli hukum yang mempersoalkan keabsahan penggunaan standar kontrak tersebut seperti Pitlo. Pitlo berpendapat
bahwa latar belakang tumbuhnya perjanjian baku adalah keadaan sosial dan ekononomi. Perusahaan yang besar, perusahaan pemerintah mengadakan
kerjasama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan mereka menentukan syarat-syarat tertentu secara sepihak. Pihak lawannya yang pada umumnya
mempunnyai kedudukan ekonomi lemah, baik karena posisinya maupan karena ketidaktahuan hanya menerima apa yang disodorkan itu.
30
30
Fakultas Hukum USU, 1980 Pelangi Perdata. H.10
Lebih jauh Sluiter
Universitas Sumatera Utara
mengatakan standar kontrak ini bukanlah perjanjian sebab disini pengusaha berkedudukan sebagai pembuat undang-undang swasta.
Dari segi isi, terdapat ketidakseimbanganan hak dan kewajiban antara perusahaan principal dan kliennya sebagaimana diatur dalam kontrak perjanjian
itu. Keadaan ini dapat dipahami karena perbuatannya dilakukan sendiri oleh perusahaan principal tanpa mendengar mitranya terlebih dahulu. Pihak pengusaha
melalui bantuan konsultan, menetapkan sejumlah kewajiban bagi mitranya demi mengamankan kepentingan usahanya, sekaligus membatasi sedemikian hak-hak
lainnya itu. Berbagai klausula eksonerasi exoneration clause dirumuskan didalamnya, sehingga tampak seolah-olah perusahaan principal tidak mempunyai
kewajiban yang cukup berarti. Dengan demikian, asas keseimbangan dalam hukum kontrak tidak terakomdasi disini, yang selanjutnya juga kurang
mencerminkan asas keadilan.
31
Secara teoritis, yang pertama kali dipersoalkan dalam penggunaan standar kontrak ini adalah apakah ada perjanjian yang menggunakan standar kontrak ada
asas konsensual ? Asas ini penting dalam hukum kontrak. Ada beberapa pendapat mengenai asas ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa sudah adaterpenuhi asas
konsensual, melalui pembubuhan tanda tangan oleh para pihak yang berjanji. Membubuhkan tandan tangan merupakan perwujudan dari kemauankehendak.
Assers – Rutten misalnya, dengan tegas mengatakan bahwa setiap orang yang menandatangani perjanjian bertanggung jawab atas isi dan apa yang
ditandatanganinya. Jika ada orang yang membubuhkan tanda tangan pada suatu
31
Janus Sidabalok, Loc.cit
Universitas Sumatera Utara
formulir perjanjian baku, tanda tangan itu membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertandatangan mengetahui dan menghendaki isi formulir yang
ditandatanganinya. Tidak mungkin seseorang menandatangani apa yang tidak diketahuinya. Konsumen diberikan pilihan untuk menerima atau menolak
perjanjian itu. Dengan adanya unsur pilihan ini, oleh sementara pihak dikatakan perjanjian standar itu melanggar asas kebebasan berkontrak pasal 1320 jo. Pasal
1338 KUHP Perdata, karena bagaimanapun pihak konsumen masih diberi hak untuk menyetujui take it atau menolak leave it perjanjian yang diajukan
kepadanya. Pendapat kedua melihat lebih realistis. Mereka mengatakan bahwa
meskipun disana sudah tertera tanda tangan, tetapi fakta menunjukan bahwa terdapat kecenderungan untuk tidak dapat merubah klausula yang sudah tercetak
meskipun pihak lain tidak menyetujuinya. Memang secara formal ada konsesus, tetapi secara materil sebenarnya tidak demikian, perusahaan principal tidak
memberi kesempatan pada pihak lain untuk ikut menentukan klausula perjanjian, termasuk untuk merubahnya. Kepada klien biasanya hanya ada pilihan : take it or
leave it contact. Dengan demikian, sesungguhnya tidak ada kehendak bebas dalam membentukmelahirkan konsensus kesepakatan sehubung dengan standar
kontrak ini. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Ahli Hukum Indonesia, Mariam
Darus Badrulzaman menyimpulkan bahwa perjanjian standar itu bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, terlebih-lebih lagi
ditinjau dari asas hukum nasional, dimana akhirnya kepentingan masyarakat yang
Universitas Sumatera Utara
seharusnya didahulukan.
32
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya
Pendapat Prof. Mariam Darus ini berdasarkan pada pasal 1320 KUHPerdata, yang menentukan bahwa untuk sahnya persetujuan
diperlukan 4 syarat :
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal yang tertentu
4. Suatu sebab yang halal
“Sepakat mereka mengikatkan diri” adalah asas esensial dari hukum perjanjian. Asas ini dinamakan juga asas konsensualisme yang menentukan “ada”nya
perjanjian.
33
Asas konsensualisme yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengandung arti “kemauan” Will para pihak untuk saling berprestasi, adanya
kemauan saling mengikatkan diri.
34
Asas konsensualisme ini mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat dalam Pasal
1388 KUH Perdata, yang berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. “Semua”
mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh undang-undang. Asas kebebasan berkontrak berhubungan
dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan untk menentukan “apa” dan dengan “siapa”
32
Shidarta, Op.cit. h. 121.
33
Fakultas Hukum USU, Op.cit, h. 17
34
Ibid
Universitas Sumatera Utara
perjanjian itu diadakan.
35
Melihat bahwa perbedaan posisi para pihak ketika perjanjian baku diadakan tidak memberikan kepada debitur untuk mengadakan “real bargaining”
dengan pengusaha kreditur. Debitur tidak mempunyai kekuatan untuk mengutarakan kehendaknya dengan kebebasan dalam menentukan isi perjanjian.
Karena itu perjanjian baku tidak memenuhi elemen-lelmen yang dikehendaki pasal 1320 jo 1338 KUHPerdata dan akibat hukumnya tidak ada.
Perjanjian yang dibuat sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata ini mempunyai kekuatan mengikat.
36
Namun demikian, ada sarjana yang tidak lagi mempersoalkan keabsahan standar kontrak. Hondius misalnya, mempertahankan bahwa perjanjian baku
mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan kebiasaan yang berlaku dilingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan. Syahdeni dengan tegas mengatakan :
keabsahan berlakunya perjanjian tidak baku tidak perlu dipersoalkan oleh karena perjanjian baku, eksistensinya sudah merupakan kenyataan, yaitu dengan telah
dipakainya perjanjian baku secara meluas dalam dunia bisnis sejak lebih dari 80 tahun lamanya. Kenyataan ini terbentuk karena perjanjian baku memang lahir
dari kebutuhan masyarakat sendiri. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung tanpa perjanjian baku. Perjanjian baku dibutuhkan oleh dan karena itu diterimannya
masyarakat.
37
35
Ibid, h. 19
36
Ibid
37
Janus Sidabalok, Op.cit. h. 104
Persoalan ini adalah : apakah klien tidak perlu dilindungi dari kemungkinan kesewenangan principal dalam penggunaan standar kontrak ini ?
Universitas Sumatera Utara
Pada waktu terjadi kasus penjualan rumah fiktif oleh beberapa developer pengembang di Jakarta, rumah dijual tetapi izin lokasinya belum diperoleh,
sementara konsumen yang akan meminta kembali uang mukanya pun sulit, banyak tanggapan dan pendapat mengenai klausula kontrakperjanjian yang
dikeluarkan oleh developer tersebut. Beberapa ahli mengusulkan supaya naskah standar kontrak dimintakan izin terlebih dahulu sebelum dipergunakan. Maksud
asal usul ini adalah untuk melindungi kepentingan klien yang berhubungan dengan perusahaan principal pengguna standar kontrak. Usul ini segera mendapat
tantangan dari pihak yang lain karena akan bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak dan kebiasaan yang sudah lama dipraktekkan. Lagi pula tidak sesuai
dengan semangat deregulasi. Tentu akan membutuhkan waktu dan prosedur yang berlarut-larut manakala setiap rancangan standar kontrak harus mendapat
persetujuan dari pihak yang berwenang terlebih dahulu. Sulit untuk menentukan pihak yang berwenang untuk memberi penilaian terhadap klausula standar kontrak
itu.
38
Namun, menurut Bernadette M. Waluyo SH, MH.CN, dalam tulisannya yang berjudul Hukum Perjanjian Sebagai Ius Constituendum, didalam perjanjian
standar tetap dapat menciptakan keadilan, pasti dan seimbang, apabila dalam pembuatannya diperhatikan hal-hal sebagai berikut
39
a. Asas kesamaan dalam hukum, artinya para pihak dalam perjanjian
harus dipandang mempunyai kedudukan yang sama dan diberi kedudukan yang sama. Jadi, kalau kepada salah satu pihak diberi hal
:
38
Ibid.
39
Ida Susanti. 2003. Aspek Hukum Dari Perdagangan Bebas. Citra Aditya Bakti :
Bandung, h. 63.
Universitas Sumatera Utara
untuk melakukan pemutusan perjanjian, maka pihak yang lain juga harus diberikan hak untuk melakukan pemutusan perjanjian.
b. Asas Contemporanneous, yaitu bahwa suatu asas dalam hukum
kontrak yangn menyatakan bahwa syarat-syarat conditions dalam suatu kontrak yang akan ditutup, wajib diberitahukan oleh pihak yang
menawarkan sebelum kontrak itu ditutup oleh penerima tawaran. c.
Seseorang atau pihak, harus bertanggung jawab tehadap pihak lain yang menderita kerugian akibat perbuatannya atau kelalaiannya. Asas
ini penting dalam hubungannya dengan kewajiban seseorang terhadap kemungkinan timbulnya kerugian yang diderita pihak lain akibat
mengkonsumsi barang jasa yang diproduksinya. Produsen misalnya, harus bertanggung jawab atas produk-produk yang dihasilkannya,
dengan memberi jaminan bahwa produk tersebut mempunyai kualitas seperti tercantum dalam brosur.
d. Menghindari adanya penyalahgunaan keadaan undue influence.
Terjadinya undue influence dapat diindikasikan apabila salah satu pihah tidak memiliki kesempatan dan bebas untuk melakukan
pertimbangan karena adanya hubungan khusus antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian, misalnya hubungan antara orang tua dan anak
atau pun dokter dan pasien. e.
Menghindari adanya unconscionable conduct. Di Inggris, pengertian undue influence sama dengan unconscionable, yaitu dimana keadaan
salah satu pihak mengambil kesempatan secara tidak wajar terhadap
Universitas Sumatera Utara
pihak yang posisinya lemah. Berdasarkan doktrin, hal-hal yang mengindikasikan bahwa kesepakatan mengandung cacat yang
disebabkan oleh unconscionable conduct adalah : 1
Salah satu pihak berada dalam posisi yang benar-benar tidak mampu
2 Posisi yang tidak menguntungkan tersebut tidak memberikan
kemungkinan untuk membuat keputusan termasuk karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang suatu dokumen.
3 Salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan untuk memutuskan,
diman hal ini diketahui oleh pihak lawan. 4
Kesempatan tersebut digunakan secara tidak wajar oleh pihak lain untuk memperoleh keuntungan.
5 Perbuatan tersebut tidak sesuai dengan asas-asas iktikad baik dan
kewajaran. Sedangkan pengaturan perjanjian standar, agar tidak merugikan konsumen,
juga ada diatur dalam undang-undang Perlindungan Konsumen yakni dalam Bab V tentang “ketentuan pencantuman klausula baku” yang hanya terdiri dari satu
pasal, yaitu pasal 18, pasal 18 tersebut secara prinsip mengatur dua macam- macam larangan yang diberlakukan bagi para pelaku usaha yang membuat
perjanjian baku, dan atau mencantumkan klausula baku dalam perjanjian yang dibuat olehnya. Pasal 18 ayat 1 mengatur tentang larangan pencantuman
klausula baku, dam pasal 18 ayat 2 mengatur “bentuk”, serta penulisan perjanjian baku yang dilarang. Dalam pasal 18 ayat 1, dikatakan bahwa pelaku
Universitas Sumatera Utara
usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditunjukkan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen danatau perjanjian apabila : a.
Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha ; b.
Mengatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerhan kembali barang yang dibeli konsumen ;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak menyerahkan kembali uang
yang dibayarkan atas barang danatau jasa yang dibeli oleh konsumen ; d.
Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secar lansung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak
yang berkaitan dengan barang yang diberi oleh konsumen secara angsuran ; e.
Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen ;
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa ; g.
Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjut danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh
pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya ; h.
Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya dalam pasal 18 ayat 2 pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca
secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Sebagai konsekuensi atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 18 ayat 1
dan 2 tersebut, UUPK menyatakan setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan
sebagai mana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum. Hal ini adalah merupakan penegasan kembali akan sifat kebebasan berkontrak
yang diatur pasal 1320 KUH Perdata jo. Pasal 1337 KUH Perdata.
40
Dari uraian diatas, berarti bahwa prinsipnya Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen tidak melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian
baku yang memuat klausula baku atas setiap dokumen danatau perjanjian transaksi usaha perdagangan barangjasa, selama dan sepanjang perjanjian baku
danatau klausula baku tersebut tidak mencantumkan ketentuan yang sebagaimana dilarang dalam pasal 18 ayat 2 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen.
40
Pasal 1337 KUHPerdata : Suatu Sebab Adalah Terlarang. Apabila Dilarang Oleh Undang-Undang, Atau Apabila Berlawanan Dengan Kesusilaan Bai atau Ketertiban Umum.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERLINDUNGAN KONSUMEN PERUMAHAN TERHADAP
DEVELOPER MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN ZONA PROPERTY MEDAN
A. Keabsahan Jual Beli Rumah Yang Ditawarkan Zona Property
Mengingat pentingnya materi dari suatu PJBB Perjanjian Pengikat Jual Beli, yakni sebagai landasan yang digunakan untuk menilai barang pada waktu
penyerahan dilakukan, maka pemerintah telah membuat pedoman mengenai pengikat jual beli rumah yakni Surat Keputusan Menteri Perumahan Nomor 9
Tahun 1995. Sebagian besar dari ketentuan-ketentuan perjanjian pengikat Jual Beli Rumah pada Perumahan Setia Budi Indah juga berlandaskan SK Menteri
Perumahan No. 09 Tahun 1995, yakni : 1.
Kewajiban penjual Mengenai kewajiban penjual, dalam PJBB Perumahan Setia Budi Indah
developer berjanji untuk mengikat diri dan menyelesaikan rumah dan menyerahkan tanah dan bangunan kepada pembeli pada tanggal yang telah
disepakati sesuai dengan denah dan spesifikasi pada lampiran PJBB, dan dalam hal terjadi hal diluar kekuasaan developer force majeur, misalnya
pada pemogokan buruh, kerusuhan, pemberontakan, bencana alam, stock barang dipasaran kosong ataupun karena peraturan pemerintah maka jangka
waktu penyelesaian dan penyerahan dapat diperpanjang dan akan diatur dalam perjanjian tambahan merupakan pelengkap dan satu kesatuan dengan
PJBB. 66
Universitas Sumatera Utara