bagi pihak luar untuk menembus dinding korporasi guna memastikan individu- individu yang sesungguhnya melakukan kejahatan
176
2. Aggregation Doctrine
Ajaran identifikasi atau identification doctrine dianggap tidak cukup untuk dapat digunakan mengatasi realita proses pengambilan keputusan dalam banyak
perusahan modern. Oleh karena itu, telah disarankan beberapa metode alternative untuk dapat membebankan pertanggungjawaban pidana pada suatu korporasi.
Salah satu dari metode itu adalah meberlakukan aggregation doctrine atau ajaran agregasi.
177
Berdasarkan ajaran ini, korporasi mengumpulkan gabungan pengetahuan dari berbagai pegawai untuk menetukan siapa yang
bertanggungjawab. Perusahaan mengumpulkan semua unsure mental dari berbagai orang terkait secara relevan dalam lingkungan perusahaan lalu kemudian
dianggap seolah-olah dilakukan oleh satu orang saja. Lebih lanjut Daniel Branco dalam tesisnya menyebutkan:
“under the aggregation theory, the corporation aggregates the composite knomledge of different afficers in order de determine liability. The
company aggregates all the acts and mental elements of the important or relevant persons within the company to establish whether in toto they
would amount to a crime if they had all been committed by one person”. Berbeda dengan pendapat Celia wells tindak pidana tidak bisa hanya
diketahui atau dilakukan oleh satu orang. Oleh karena itu, perlu mengumpulkan semua tindakan dan niat dari beragam orang yang relevan dalam korporasi
tersebut, untuk memastikan apakah tanggung jawab pidana korporasi secara
176
Ibid
177
A.H Semendai, op.cit, hal.10
Universitas Sumatera Utara
keseluruhannya tindakan mereka akan meruapakn suatu kejahatan atau seniali dengan apabila perbuatan dan niat itu dilakukan oleh satu orang.
3. Reactive Corporate Fault
Suatu pendekatan berbeda tentang tanggung jawab pidana korporasi yaitu dengan mengemukan bahwa perbuatan yang merupakan tindak pidana dilakukan
oleh atau atas nama sebuah korporasi, pengadilan harus diberi kewenangan untuk memerintahkan korporasi untuk melakukan investigasi sendiri guna memastikan
orang yang bertanggungjawab dan mengambil suatu tindakan disiplin yang sesuai atas kesalahan orang tersebut dan mengambil langkah-langkah perbaikan untuk
menjamin kesalahan tersebut tidak akan terulang kembali.
178
Apabila korporasi mengambil langkah penangan yang tepat, makan tidak ada tanggung jawab pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi apbila
korporasi gagal memenuhi perintah pengadilan dengan sungguh-sungguh. Dengan demikian, kesalahan korporasi bukanlah kesalahan pada saat kejahatan terjadi
tetapi kesalahan karena korporasi gagal melakukan tindakan yang tepat atas kesalahan yang dilakkan oleh pekerjanya.
Pendekatan ini memiliki kelebihan yaitu mewajibkan korporasi sendiri melakukan penyidikan yang sesuai, bukannya waktu negara yang melakukannya.
Hal ini tidak akan menghemat waktu dan uang public, tetapi, seringkali, korporasi ini sendiri memiliki kemampuan terbaik untuk memahami dan menembus struktur
organisasinya yang kompleks.
4. Vicarious Liability