Suprapto, Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi dan Perilaku, PT. Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Utomo, Anif Punto dan Hery Sucipto, Irak Pasca Invasi: AS, Minyak dan Berakhirnya Pan Arab
, Global Mahardika Netama, Jakarta, 2003. Vattel, dikutip oleh Michael J. Bazyler, Re-ezamining the Doctrine of Humanitarian
Intervention, Stanford International Law Journal, 1987.
Voll, John Obert, Islam Continuity and Change in the Modern World, Terjemah: Ajat Sudrajat. Politik Islam, Kelangsungan dan Perubahan Dunia Modern.
Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
B. INTERNET
Amerika Prioritaskan Diplomasi daripada Operasi Militer, diakses dari situs : http:www.korantempo.comkorantempokoran20090119Internasionalkrn.
20090119.154180.id.htm tanggal 5 Juni 2009. Cassesse, Antonio Self Detemination of People, Cambrige University Press, 1995, hal.
27-33, diakses dari situs : http:www.kompas.com, edisi 29 Maret 2003. Diakses dari situs : http:www.sekitarkita.com, tanggal 2 Juni 2009.
Diakses di blog penulis: www.elomarhaendy.wordpress.com, tanggal 6 Juni 2009. El-Muhtaz, Majda, Israel dan Kejahatan Kemanusiaan, diakses dari situs :
http:www.analisadaily.comindex.php?option=com_contentview=articlei d=4341:israel-dan-kejahatan-kemanusiaancatid=182:20-januari-
2009Itemid=135, tanggal 6 Juni 2009.
Fikri, R. Arif Nur, Sejarah Konflik Israel dan Palestina, diakses dari situs : http:ariefbangzd.blogspot.com200901sejarah-konflik-israel-palestina.html,
tanggal 5 Juni 2009.
Universitas Sumatera Utara
Flower, Jerry, Mahkamah Pidana Internasional, Keadilan bagi Generasi Mendatang, diakses dari situs : http:www.elsam.or.id, tanggal 2 Juni 2009.
Heriyanto, Dodik Setiawan Nur, Efektifitas Peran Dewan Keamanan PBB dalam Konflik Israel-Palestina,
diakses dari situs : http:dodiksetiawan.wordpress.com20090125efektivitas-peran-dk-pbb-
dalam-konflik-palestina-israel, tanggal 5 Juni 2009. http:id.wikipedia.org.com, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Strategi Permainan Obama dalam Konflik Israel-Palestina, diakses dari situs : http:media-klaten.blogspot.com200901strategi-permainan-obama-dalam-
konflik.html, tanggal 5 Juni 2009. Diakses dari situs : http:www.pikiran-rakyat.com, tanggal 29 Mei 2009.
C. SURAT KABAR
Kuncahyono, Trias, Jerusalem: Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir, Jakarta, 2008, Harian Kompas.
Harian Kedaulatan Rakyat, Edisi 12 Januari 2009.
Universitas Sumatera Utara
BAB III KEJAHATAN KEMANUSIAAN SEBAGAI KEJAHATAN INTERNASIONAL
A. Tinjauan Umum mengenai Kejahatan Internasional
Hukum Humaniter atau lengkapnya disebut International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict
, pada awalnya dikenal sebagai hukum perang laws of war
, yang kemudian berkembang menjadi hukum sengketa bersenjata laws of arms conflict
, dan pada akhirnya dikenal dengan istilah hukum humaniter. Istilah Hukum humaniter sendiri dalam kepustakaan hukum internasional merupakan istilah yang
relatif baru. Istilah ini lahir sekitar tahun 1970-an dengan diadakannya Conference of Government Expert on the
Reaffirmation and Development in Armed Conflict pada tahun 1971.
Jean Pictet : “International humanitarian law in the wide sense is constitutional legal
provision, whether written and customary, ensuring respect for individual and his well
being.”
70
Geza Herzeg menyatakan bahwa hukum humaniter adalah : “ Part of the rule of public
international law which serve as the protection of individuals in time of armed
conflict. Its place is beside the norm of warfare it is closely related to them but must
be clearly distinguish from these its purpose and spirit being different.”
71
Di dalam Hukum Humaniter khususnya Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977 kejahatan-kejahatan internasional terutama kejahatan terhadap
kemanusiaan Crimes Againts Humanity terjadi apabila tindakan tertentu yang
dilarang dilakukan sebagai bagian dari serangan skala luas atau sistematik terhadap penduduk sipil. Penduduk sipil yang dimaksud adalah kelompok sipil apapun.
Kelompok ini termasuk, misalnya, kelompok yang mempunyai kaitan ideologi, politik
70
GPH Haryomataram, Op.cit.
71
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
atau budaya dan jenis kelamin, termasuk kelompok sipil yang menyuarakan kebebasan atau mendukung resistensi terhadap pendudukan. Tindakan yang dilarang
termasuk: pembunuhan, pembinasaan termasuk dengan tidak memberikan makanan, perbudakan; deportasi atau pemindahan paksa penduduk, kerja paksa, pemenjaraan,
penyiksaan; perkosaan, memberikan hukuman karena alasan politik, ras, atau agama; penghilangan paksa; dan tindakan tidak manusiawi lainnya “yang memiliki sifat yang
sama yangsecara sengaja menimbulkan penderitaan yang mendalam, atau luka berat baik fisik maupunmental atau kesehatan fisik”. Tindakan yang dilarang ini dilakukan
sebagai bagian dari seranganskala luas atau sistematis terhadap penduduk sipil. “Skala luas” artinya skala besar baikserangannyamaupun jumlah penduduk yang
menjadi sasaran, sementara kata “sistematis” artinya tindakan yang sifatnya terorganisir dan tidak mungkin terjadi secara acak
72
Menurut International Criminal Court sebuah serangan dianggap “berskala luas” apabila serangan itu berupa tindakan yang sering dilakukan dan
berskala besar, yang dilakukan secara kolektif secara sungguh-sungguh dan ditujukan kepada korban dalam jumlah banyak. International Criminal Court mendefinisikan
.
Selanjutnya di dalam Konvensi Jenewa 1949 dikenal juga istilah kejahatan perang. Dua kategori kejahatan perang berlaku dalam konteks konflik bersenjata
internasional, seperti konflik antara pasukan bersenjata Indonesia dan gerakan pembebasan nasional Timor-Lesteantara tahun 1975 dan 1999.
Kategori pertama adalah “pelanggaran berat” Konvensi Jenewa, adalah : Suatu “pelanggaran berat” terjadi apabila tindakan kejahatan tertentu dilakukan
terhadap orang yang lemah, misalnya orang yang terluka, orang yang sakit, tawanan perang dan penduduk sipil.
72
Diakses dari situs : http:www.sekitarkita.com, tanggal 2 Juni 2009.
Universitas Sumatera Utara
kata “sistematik” sebagai “tindakan terorganisir, yang mengikuti pola tetap, yang berasal dari kebijakan umum dan melibatkan sumber daya umum dan swasta yang
besar harus ada unsur rencana atau kebijakan yang sudah ditetapkan. Rencana atau kebijakan tersebut tidak harus dinyatakan secara formal; Rencana atau kebijakan
tersebut bisa dirunut dari kenyataan di lapangan, termasuk “skala tindakan kekerasan yang dilakukan.” Baik Indonesia dan Portugal meratifikasi Konvensi Jenewa tahun
1949 dan Protokol Tambahan I, tentang : a. Pembunuhan, disengaja, penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi, secara
sengaja menyebabkan penderitaan yang mendalam atau luka parah baik fisik maupun
kesehatan b. Penghancuran besar-besaran dan perampasan harta benda yang tidak terkait
dengan keperluan militer dan dilakukan secara tidak sah dan semena-mena
c. Memaksa tawanan perang atau penduduk sipil untuk bertugas di pasukan musuh d. Secara sengaja menolak memberikan hak atas pengadilan yang tidak berat sebelah
kepada tawanan perang atau penduduk sipil e. Deportasi atau pemindahan yang tidak sah atau pembatasan kebebasan penduduk
sipil secara tidak sah; dan memperlakukan penduduk sipil sebagai sandera. Kategori kedua terdiri dari pelanggaran hukum dan kebiasaan perang. Hal
initermasuk misalnya, pembunuhan, penyiksaan, perlakuan buruk atau deportasi penduduk sipil; pembunuhan atau perlakuan buruk terhadap tawanan perang;
perampokan harta benda milik pribadi maupun milik negara; dan penghancuran semena-mena kota atau desa atau perusakan yang tidak terkait dengan keperluan
militer. Dalam sebuah konflik bersenjata internal, seperti antara pengikut Fretilin
Universitas Sumatera Utara
pada tahun 1975, kejahatan perang terdiri dari pelanggaran yang paling berat seperti yang tertuang dalam Penjelasan Umum Pasal 3 Konvensi Jenewa atau dalam hukum
dan kebiasaan perang
73
73
ICRC International Committee of The Red Cross, Protocol Additional to the Geneva Convention, 1949
, Geneva, 1977, hal. 30.
. Selanjutnya di dalam Pasal Umum 3 termasuk tindak kejahatan terhadap
orang yang tidak ikut terlibat dalam perseteruan, seperti anggota pasukan bersenjata yang elah meletakkan senjata atau yang sakit, terluka atau dalam tahanan. Tindak
kejahatan demikian meliputi pembunuhan, kekerasan terhadap orang, mutilasi, perlakuan kejam dan penyiksaan; melakukan tindakan terkait dengan martabat orang,
khususnya perlakuan yang mempermalukan atau merendahkan; menjadikan sandera; dan memutuskan hukuman dan melaksanakan eksekusi tanpa proses hukum yang
layak. Selanjutnya mengenai masalah Pembunuhan yang sah dan penahanan.
Pembunuhan dan penahanan penempur oleh anggota pasukan musuh tidak dianggap melanggar hukum humaniter internasional apabila pembunuhan tersebut dilakukan
dalam batas-batas cara perang yang bisa diterima. Tindakan semacam ini karena itu dimasukkan dalam definisi pelanggaran hak asasi manusia yang dipakai Komisi.
Tindakan tersebut tidak dicakup dalam Laporan ini, dan tidak dimasukkan dalam tindakan-tindakan yang didefinisikan sebagai pelanggaran untuk maksud analisa
statistik. Untuk negera Indonesia, sebagai instrumen internasional, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi dan menjadi peserta pihak Konvensi Jenewa Tahun
1949 tentang Perlindungan Korban Perang International Conventions for the Protection of Victims of War
dengan cara aksesi berdasar UU Nomor 59 Tahun 1958 mengenai keikutsertaan RI dalam keempat konvensi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Dalam konvensi tersebut Pasal 49 dan 50 juga dimasukkan beberapa pengaturan mengenai tindakan terhadap penyalahgunaan dan pelanggaran. Dalam
Pasal 49 dinyatakan peserta agung berjanji menetapkan undang-undang yang diperlukan untuk memberikan sanksi pidana efektif terhadap orang-orang yang
melakukan salah satu di antara pelanggaran berat grave breaches dalam konvensi. Dengan kewajiban, mencari orang-orang yang disangka telah melakukan atau
memerintahkan pelanggaran berat atau segala perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan konvensi.
Dalam Pasal 50 dinyatakan pelanggaran tersebut meliputi perbuatan apabila dilakukan terhadap orang atau milik yang dilindungi konvensi, pembunuhan
disengaja, penganiayaan atau perlakuan tak berperikemanusiaan, termasuk percobaan biologis, menyebabkan dengan sengaja penderitaan besar atau luka berat atas badan
atau kesehatan, serta penghancuran yang luas dan tindakan perampasan atas harta benda yang tidak dibenarkan oleh kepentingan militer dan dilaksanakan dengan
melawan hukum dan semena-mena.
B. Kejahatan Kemanusiaan sebagai Kejahatan Internasional