Kejahatan Kemanusiaan sebagai Kejahatan Internasional

Dalam konvensi tersebut Pasal 49 dan 50 juga dimasukkan beberapa pengaturan mengenai tindakan terhadap penyalahgunaan dan pelanggaran. Dalam Pasal 49 dinyatakan peserta agung berjanji menetapkan undang-undang yang diperlukan untuk memberikan sanksi pidana efektif terhadap orang-orang yang melakukan salah satu di antara pelanggaran berat grave breaches dalam konvensi. Dengan kewajiban, mencari orang-orang yang disangka telah melakukan atau memerintahkan pelanggaran berat atau segala perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan konvensi. Dalam Pasal 50 dinyatakan pelanggaran tersebut meliputi perbuatan apabila dilakukan terhadap orang atau milik yang dilindungi konvensi, pembunuhan disengaja, penganiayaan atau perlakuan tak berperikemanusiaan, termasuk percobaan biologis, menyebabkan dengan sengaja penderitaan besar atau luka berat atas badan atau kesehatan, serta penghancuran yang luas dan tindakan perampasan atas harta benda yang tidak dibenarkan oleh kepentingan militer dan dilaksanakan dengan melawan hukum dan semena-mena.

B. Kejahatan Kemanusiaan sebagai Kejahatan Internasional

Istilah kejahatan terhadap kemanusian Crime Against Humanity pertama kali digunakan dalam Piagam Nuremberg. Piagam ini merupakan perjanjian multilateral antara Amerika Serikat dan sekutunya setelah selesai Perang Dunia II. Mereka Amerika Serikat dan sekutunya menilai bahwa para pelaku NAZI dianggap bertanggung jawab terhadap kejahatan terhadap kemanusiaan pada masa tersebut. Definisi Kejahatan terhadap kemanusiaan dalam Pasal 7 Statuta Roma dan Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM terdapat sedikit perbedaan tetapi secara umum adalah, salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari Universitas Sumatera Utara serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut secara langsung ditujukan pada penduduk sipil, yaitu berupa : a. Pembunuhan;

b. Pemusnahan; c. Perbudakan;

d Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang- wenang yang melanggar asas-asas ketentuan pokok hukum internasional; f. Penyiksaan; g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; i. Penghilangan orang secara paksa; atau

j. Kejahatan apartheid.

Pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan bisa jadi aparat instansi negara, atau pelaku non negara. Definisi kejahatan terhadap kemanusiaan di Indonesia masih menimbulkan beberapa perbedaaan. Salah satunya adalah kata serangan yang meluas atau sistematik. Sampai saat ini istilah tersebut masih menimbulkan banyak perbedaan pandangan bahkan kekaburan. Pengertian sistematik systematic dan meluas widespread menurut M. Cherif Bassiouni dalam bukunya yang berjudul Crime Againts Humanity on International Criminal Law ; sistematik mensyaratkan adanya Universitas Sumatera Utara kebijakan atau tindakan negara untuk aparat negara dan kebijakan organisasi untuk pelaku diluar negara. Sedangkan istilah meluas juga merujuk pada sistematik, hal ini untuk membedakan tindakan yang bersifat meluas tetapi korban atau targetnya acak. Korban dimana memiliki kateristik tertentu misalnya agama, ideologi, politik, ras, etnis, atau gender 74 Sementara, definisi dari kejahatan-kejahatan terhadap kemanusiaan sendiri adalah tindakan-tindakan yang dilakukan sebagai bagian dari sebuah penyerangan yang luas dan sistematik yang terjadi secara langsung terhadap populasi sipil. Terdapat 11 bentuk kejahatan yang dikualifikasi sebagai crimes against humanity, antara lain : 1 pembunuhan, 2 penghancuran yang sengaja terhadap sarana-sarana vital bagi kelangsungan hidup, misalnya yang bisa mengakibatkan kelaparan dan bahaya penyakit, 3 pemaksaan terhadap masyarakat sipil untuk berpindah dari area yang mereka diami secara sah, 4 penyiksaan atau penganiayaan baik secara fisikal maupun mental, 5 penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang, 6 . Kejahatan terhadap Kemanusiaan crimes against humanit adalah satu dari empat kejahatan-kejahatan internasional international crimes, di samping The Crime of Genocide, War Crimes dan The Crime of Aggression. International Crimes sendiri didefinisikan sebagai kejahatan-kejahatan yang karena tingkat kekejamannya, tidak satu pun pelakunya boleh menikmati imunitas dari jabatannya; dan tidak ada yuridiksi dari satu negara tempat kejahatan itu terjadi bisa digunakan untuk mencegah proses peradilan oleh masyarakat internasional terhadapnya. Dengan kata lain, international crimes ini menganut asas universal juridiction. 74 M. Cherif Bassiouni, Crimes against humanity, Oxford Press, 1998, hal. 499.508. Universitas Sumatera Utara kekerasan seksual dan 7 penghilangan paksa diakibatkan penculikan atau penahanan sewenang-wenang 75 Pembahasan lebih lanjut mengenai kejahatan terhadap kemanusiaan crimes against humanit yang dimuat di dalam Pasal 7 Statuta Roma adalah menyatakan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan adalah kejahatan yang menimbulkan penderitaan besar dan tak perlu terjadi, yaitu pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan dan bentuk lain dari pelecahan seksual, perbudakan, penyiksaan dan pengasingan. Yang menjijikkan adalah bahwa kejahatan itu dilakukan dengan sengaja sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sistematis yang melibatkan banyak pihak dan ditujukan pada setiap penduduk…..mengikuti atau mendorong kebijakan negara atau organisasi untuk melakukan serangan semacam itu . 76 Definisi ini dianggap terlalu sempit oleh LSM, yang lebih menyukai arti yang lebih luas sebagaimana disarankan oleh Komisi Hukum Internasional, yaitu ‘setiap aksi yang tak berprikemanusiaan, yang dihasut atau dipimpin oleh pemerintah atau organisasi atau kelompok’. Para delegasi di Roma bertindak benar ketika menentang definisi semacam itu. Sebab, definisi itu akan mendorong pengadilan internasional juga mengadili para antek dan prajurit. Definisi itu setidaknya menjamin bahwa ICC harus membatasi diri hanya pada kejahatan-kejahatan yang paling berbahaya, yang dilakukan secara sistematis keteimbang yang dilakukan secara spontan, serta mengikuti kebijakan yang disusun baik oleh aparat negara seperti kepolisian atau tentara maupun oleh suatu entitas organisasi untuk membedakan dirinya dari kelompok kriminal biasa. Definisi di dalam Pasal 7 ayat 1 menjelaskan bahwa suatu tuntutan dapat dibuat atas suatu aksi tunggal salah satu atau lebih dri beberapa . 75 http:id.wikipedia.org.com, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. 76 Geoffrey Robertson, Op.cit, hal. 412-413. Universitas Sumatera Utara perbuatan sepanjang diketahui oleh terdakwa sebagai bagian dari rangkaian perbuatan yang melibatkan berbagai tindakan kekejaman terhadap warga sipil. Namun sejauh mana entitas yang melakukan kejahatan tersebut harus “terorganisir” sehingga anggota-anggotanya dapat menjadi subyek penahanan. Tidak ada persyaratan bahwa hal tersebut harus berkaitan dengan kekuasaan, sehingga sebuah kekuatan oposisi dalam perjuangannya meraih kemerdekaan dapat memenuhi kualifikasi. Demikian juga halnya dengan kelompok teroris, jika terorganisir dalam skala seperti yang dipimpin oleh Osama Bin Laden, yang melatih ribuan pengikutnya dan bertanggung jawab atas pemboman kedutaan besar Amerika Serikat di Kenya dan Tanzania serta gedung WTC tahun 2001 yang lalu. Pemboman itu merenggut nyawa ribuan warga sipil. Berbagai aksi terhadap pembunuhan ini merupakan bagian dari serangan sistematis terhadap populasi warga sipil, yang merupakan kelanjutan dari kebijakan organisasi untuk melakukan serangan-serangan seperti itu. Dalam bahasa sehari-hari hal ini disebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan crimes against humanity. Seperti yang diketahui, bahwa konferensi Roma menolak yurisdiksi atas beberapa tindak kejahatan, seperti kejahatan terorisme tertentu. Namun nampaknya tak ada alasan legal mengapa para jaksa menuntut tak dapat menyelidiki kelompok- kelompok teroris yang sering melakukan kekejaman yang menyebabkan hilangnya nyawa warga sipil. Atau, suatu organisasi criminal dengan agenda politik seperti Kartel Obat terlarang ketika organisasi ini secara sistematis membunuh para hakim, wartawan dan politisi serta menghancurkan jalur penerbangan. Ketentuan-ketentuan tambahan mengizinkan negara-negara untuk memilih melakukan yurisdiksi atas warga yang ditahan. Walaupun pengalamanan Columbia di masa lalu ketika, pada suatu waktu tertentu, keadilan tak dapat diterapkan terhadap Pablo Escobar dan Universitas Sumatera Utara pemimpin Kartel lainnya karena intimidasi mereka terhadap pengadilan setempat telah memberikan contoh kasus yang tepat untuk dipindahkan ke pengadilan internasional 77 Sejumlah kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti disebutkan dalam Pasal 7 Statuta Roma yang hanya benar-benar cocok jika didakwakan pada pimpinan politik atau militer. Ini disebabkan karena prajurit dan pembantu sipil mungkin . Termasuk diantara aksi-aksi di bawah ini, jika dilaksanakan secara sistematis dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan adalah ‘penghilangan orang secara paksa’, didefinisikan sebagai penahanan atau penculikan orang-orang olehatau dengan persetujuan negara atau organisasi politik, yang diikuti oleh penolakan untuk menyatakan pengetahuan tentang keberadaan atau nasib korban. Tindakan ini disetujui dengan maksud untuk menjauhkan mereka dari perlindungan hukum dalam jangka waktu yang lama. Rumusan yang janggal ini kebanyakan tindakan ini telah menghilangkan orang-orang untuk selamanya, melalui eksekusi secara rahasia ditujukan untuk menggambarkan tingkah laku dari sejumah pemerintah di Amerika Selatan yang telah mengizinkan ‘pasukan kematian’ beroperasi bersama dengan militer, dan tidak berusaha untuk melacak jejak para korbannya. Definisi ersebut akan memberatkan mereka yang termasuk dalam pasukan tersebut, atau departemen-departemen dan kantor-kantor pemerintah yang menutup- nutupi aktifitas tersebut. Apartheid dikategorikan kembali sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun definisinya lebih hati-hati dibandingkan dengan yang tercantum dalam Konvensi Apartheid. Selanjutnya, kejahatan ini membutuhkan tindakan kejahatan yang tidak berprikemanusiaan dengan tujuan untuk memelihara hegemoni dari rejim melalui penindasan rasional secara sistematik. 77 Ibid. Universitas Sumatera Utara melakukannya tanpa maksud untuk bertindak tidak berprikemanusiaan. Deportasi atau pemindahan penduduk secara paksa adalah satu contoh, dimana tujuan para pembuat kebijakan itu tetapi tidak selalu menjadi tujuan mereka yang menjalankan perintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut di lapangan adalah untuk melanggar hukum internasional. Kejahatan “penindasan” didefinisikan sebagai pencabutan hak-hak dasar dengan sengaja dan keji yang bertentangan dengan hukum internasional, yang dilakukan terhadap kelompok yang diidentifikasikan berdasarkan politik, ras atau budaya. Kejahatan ini bisa didakwakan bagi para pemimpin yang melakukan ‘pembersihan etnis’ yang tidak jauh berbeda dengan genoside. Ini juga berlaku bagi mereka yang membantu tindakan tersebut. Para supir Ford Falcons yang digunakan oleh “pasukan kematian” di Argentina, dokter-dokter yang hadir untuk mengatur penyiksaan atas tindakan “subversif” di pusat-pusat yang didirikan oleh Pinochet, hakim-hakim yang memberikan instruksi politik untuk menolak permintaan habeas corpus, dan lain sebagainya. Pengetahuan terdakwa bahwa tindakan yang dituduhkan kepadanya mempunyai hubungan suatu kejahatan dalam yurisdiksi pengadilan seperti genoside atau penyiksaan atau kejahatan terhadap kemanusiaan lainnya merupakan unsur yang paling mendasar dalam tindakan kejahatan penindasan. Setelah mengetahui hal itu, tak akan ada maaf bagi para algojo yang menyalahgunakan profesinya dan memberikan bantuan dalam bentuk kekerasan. Bagaimanapun kejahatan penindasan yang definisinya membingungkan karena tumpang tindih antara Pasal 7 1 h dan Pasal 7 2 g akan menjadi sebuah senjata bagi para jaksa penuntut untuk melawan para pengacara, banker, tukang propaganda, orang-orang yang menggunakan ijazah professional mereka untuk membersihkan tangan mereka dari darah yang tumpah di rejim klien-kliennya. Universitas Sumatera Utara

C. Yurisdiksi Pengadilan Internasional terhadap Pelaku Kejahatan