Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Kejahatan Internasional

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Kejahatan Internasional

Sebagaimana yang diketahui bersama, bahwa yurisdiksi pengadilan kejahatan internasional terdiri dari empat jenis kejahatan, yaitu genoside, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan “agresi”. Namun, belum ada akan ada penuntutan untuk “agresi” sampai ada kesepatan tentang definisinya. Empat kategori kejahatan ini didefinisikan sebagai “kejahatan paling serius yang mengancam masyarakat internasional secara keseluruhan”. Diharapkan pengujian dari ‘keseriusan’ tersebut akan dipakai untuk memutuskan penuntutan dalam kasus-kasus aktual yang mungkin bukan merupakan contoh serius dari kejahatan yang dipertanyakan. 13 Bagaimanapun, pengadilan tak akan dapat mencapai tujuannya apabila targetnya terbatas para prajurit seperti Dusko Tadic, yang kejahatannya walaupun kejam adalah kecil jika dibandingkan dengan orang-orang yang menghasut atau melakukan kejahatan seperti yang didefinisikan dalam Statuta Roma. Kejahatan- kejahatan dalam yurisdiksi ICC tersebut saling tumpang tindih. Misalnya, genoside yang sebenarnya juga merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Kemudian dalam kejahatan perang ada tindakan-tindakan yang pada waktu damai diklasifikasikan oleh Pengadilan Tingkat Banding dalam kasus Tadic, tak ada alasan yang tepat mengapa tindakan negara dalam keadaan perang harus dinilai dengan cara yang berbeda dengan yang berlaku dalam konflik internal negara 14 Perbedaan menurut hukum ini telah terlalu lama ada dalam Pengadilan Den Haag, dan hal yang sama juga akan terjadi dalam pelaksanaan ICC. Sulit untuk dimengerti mengapa pengadilan ini tidak memiliki yurisdiksi hanya atas kejahatan terhadap kemanusiaan, baik yang dilakukan pada masa perang, saat perang internal . 13 Geiffrey Ribertson QC, Kejahatan terhadap Kemanusiaan : Perjuangan untuk Mewujudkan Keadilan Global, Komnas HAM, Jakarta, 2002, hal. 410. 14 Ibid. hal. 409. Universitas Sumatera Utara negara, saat terjadi pemberontakan atau kerusuhan, atau saat damai. Orang-orang yang bertanggung jawab atas pola meluas dari kekejaman yang dilakukan oleh negara melalui politisi atau kepolisian atau militernya atau oleh organisasi-organisasi militer yang berjuang untuk memperoleh atau menambah kekuasaannya, juga harus dituntut. Tuntutan terhadap mereka seharusnya tidak tergantung pada persoalan teknis karakterisasi legal dari latar belakang konflik.

2. Pengertian Hukum Humaniter Internasional

Isitilah hukum humaniter atau “International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict” berasal dari istilah hukum perang laws of war yang kemudian berkembang menjadi hukum persengketaan bersenjata laws of armed conflict, yang pada akhirnya saat ini biasa dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional. 15 Haryomataram membagi huku m Humaniter Internasional ini menjadi 2 dua aturan pokok, yaitu : 16 Mochtar Kusumaatmadja membagi Hukum Perang menjadi 2 dua bagian, yaitu : 1. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk berperang Hukum Den HaagThe Hague Law. 2. Hukum yang mengatur perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil akibat perang Hukum JenewaThe Jenewa Laws. 17 15 GPH. Haryomataram, Bunga Rampai Hukum Humaniter Hukum Perang, Bumi Nusantara Jaya, Jakarta, 1988, hal. 2-3. 16 Ibid, hal. 5 17 Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949, Bina Cipta, Bandung, 1979, hal. 12. 1. Jus ad bellum, yaitu hukum tentang perang, mengatur tentang bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata. Universitas Sumatera Utara 2. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang, dibagi lagi menjadi 2 dua bagian, yaitu : a. hukum yang mengatur cara dilakukannya perang conduct of war. Bagian ini biasanya disebut The Hague Laws. b. hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang. Ini lazimnya disebut The Geneva Laws. Seperti telah diketahui bersama, semula istilah yang digunakan adalah Hukum Perang, tetapi karena istilah Perang tidak disukai karena trauma yang disebabkan oleh Perang Dunia II yang memakan banyak korban, maka istilah Hukum Perang diganti menjadi Hukum Humaniter Internasional. 18 18 Pada Perang Dunia I terdapat lebih dari 60 juta jiwa terbunuh. Pada abad ke-18 jumlah korban mencapai 5,5 juta jiwa, abad ke-19 mencapai 16 juta jiwa. Pada Perang Dunia II korban mencapai 38 juta jiwa, sedangkan pada koflik-konflik yang terjadi sejak tahun 1949-1995 jumlah korban telah mencapai angka 24 juta jiwa, seperti dikutip oleh ICRC, Pengantar Hukum Humaniter, Miamata Print, Jakarta, 1999, hal. 6. Hukum humaniter Internasional merupakan bagian dari hukum internasional umum yang inti dan maksudnya diarahkan pada perlindungan individu, khususnya dalam siatuas tertentu, yaitu situasi perangpertikaian bersenjata serta akibatnya yaitu perlindungan terhadap korban perangpertikaian bersenjata. Dengan kata lain, hukum Humaniter Internasional mempunyai fokus sentral tentang bagaimana memperlakukan manusia secara manusiawi termasuk dalam kondisi perang. Sehubungan dengan arah hukum Humaniter Internasional tersebut di atas, kiranya hukum Humaniter Internasional dalam arti sempit dapat didefinisikan sebagai keseluruhan asas, kaidah dan ketentuan hukum yang mengatur tentang perlidnungan korban sengketa bersenjata sebagaimana diatur di dalam Konvensi Jenewa 1949 serta ketentuan Internasional lainnya yang berhubungan dengan itu. Universitas Sumatera Utara Sedangkan hukum Humaniter Internasional dalam arti luas adalah keseluruhan asas atau kaidah dan ketentuan-ketentuan Internasional lainnya baik tertulis atau tidak yang mencakup Hukum Perang dan Hak Asasi Manusia yang bertujuan menjamin penghormatan terhadap harkat martabat pribadi seseorang. Atas dasar pengertian tersebut, kiranya setiap individu tanpa memandang kedudukan, fungsi dan wewenang dalam situasi tertentu konflik diperlakukan sama di muka hukum. Jaminan perlakuan dan perlindungan yang sama untuk semua individuwarga negara yang sedang bersengketa baik militer atau sipil merupakan landasan utama pemikiran para ahli Hukum Internasional untuk menciptakan hukum Humaniter Internasional sebagai bagian dari hukum Internasional. J. Pictet lebih lanjut menjelaskan arti hukum Humaniter Internasional, yaitu : “International Humanitarian Law is wide sense, is constituted by all the International legal provisions, whether writers or customary ensuring respect for individual and his well being”. 19 Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa :“Hukum Humaniter merupakan bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan melakukan perang itu sendiri”. Dari definisi yang dikemukakan oleh J. Pictet ini tampak bahwa hukum Humaniter Internasional juga mencakup Hak Asasi Manusia. 20 Apabila diperhatikan kembali definisi dari hukum Humaniter Internasional tersebut dan dihubungkan dengan pembagiancabang hukum Humaniter Internasional, maka dapat ditarik suatu pengertian umum, bahwa hukum Humaniter Internasional dalam arti luas terdiri dari dua cabang, yaitu Hukum Perang dan Hak Asasi Manusia 19 GPH. Haryomataram, Op.cit, hal. 15. 20 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Internasional Humaniter dalam Pelaksanaan dan Penerapannya di Indonesia, Bina Cipta, Bandung, 1980, hal. 5. Universitas Sumatera Utara yang mempunyai makna dan arah tidak hanya pengakuan akan adanya hak-hak asasi manusia, tetapi juga dihormati dan dilaksanakannya hak-hak asasi manusia pada waktu manusia “dikuasai” emosi, terutama pada saat-saat kritis dengan memperhatikan cara-cara conduct of war sebagaimana diatur dalam Konvensi Den Haag, sehingga diharapkan penderitaan akibat perang menjadi seminimal mungkin untuk itu dibutuhkan akan adanya kesadaran Internasional yang tinggi. Gezaherzegh memberi definisi hukum Humaniter Internasional dalam arti sempit dengan membagi hukum Humaniter Internasional pada Hukum Jenewa saja. Alasan yang dikemukakan adalah sebagaimana yang dikutip oleh Haryomataram sebagai berikut : a. Bahwa yang benar-benar dapat dikatakan mempunyai sifat Internasional dan Humaniter hanyalah apa yang disebut dengan Hukum Jenewa saja. Apabila The Hague dimasukkan, maka hal ini hanya akan mengurangi sifat humaniter yang begitu diutamakan. b. Human rights tidak dimasukkan karena di dalam Negara sosialis, human rights ini ditegakkan enforced oleh Negara dengan jalan menggunakan hukum nasional. Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa hukum Humaniter Internasional merupakan bagian dari Hukum Perang, khusus perlindungan korban perang. Sedangkan Hukum Perang itu sendiri mengatur cara berperang conduct of war. 21 Pada hakikatnya Hukum Perang dalam arti luas sejak awal sampai akhir suatu peperangan, termasuk korban perang, idealnya dilakukan dengan cara-cara sesuai dengan ketentuan yang ada, sehingga segi-segi kemanusiaan tetap diperhatikan. Kalau demikian halnya, hukum Humaniter Internasional dalam arti luas tepat untuk dikembangkan dan diperhatikan terus dalam setiap pertikaiankonflik yang timbul 21 Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-Konvensi Jenewa 1949, Op.cit, hal. 16. Universitas Sumatera Utara antar dua negara. J.G. Starke termasuk aliran tengah, menurut istilah Haryomataram, menyatakan :”…as will appear post, the appellation “laws of war” has been replaced by that of International Humanitarian Law…” . 22 Kesan yang didapat dalam hal ini adalah bahwa dengan Hukum Humaniter Internasional berperang lebih dapat dikendalikan. Sedangkan Haryomataram berpendapat dan menyimpulkan bahwa hukum Humaniter Internasional mencakup baik Hukum Den Haag maupun Hukum Genewa dengan dua Protokol Tambahannya. 23 e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang- wenang yang melanggar asas-asas ketentuan pokok hukum internasional; 3. Pengertian Kejahatan Kemanusiaan Istilah kejahatan terhadap kemanusian Crime Against Humanity pertama kali digunakan dalam Piagam Nuremberg. Piagam ini merupakan perjanjian multilateral antara Amerika Serikat dan sekutunya setelah selesai Perang Dunia II. Mereka Amerika Serikat dan sekutunya menilai bahwa para pelaku NAZI dianggap bertanggung jawab terhadap kejahatan terhadap kemanusiaan pada masa tersebut. Definisi Kejahatan terhadap kemanusiaan dalam Pasal 7 Statuta Roma dan Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM terdapat sedikit perbedaan tetapi secara umum adalah, salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut secara langsung ditujukan pada penduduk sipil, yaitu berupa : a. Pembunuhan;

b. Pemusnahan; c. Perbudakan;

d Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; 22 Ibid, hal. 17. 23 GPH. Haryomataram, Hukum Humaniter, Rajawali, Jakarta, 1984, hal. 25. Universitas Sumatera Utara

f. Penyiksaan;

g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; i. Penghilangan orang secara paksa; atau

j. Kejahatan apartheid.

Pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan bisa jadi aparat instansi negara, atau pelaku non negara. Definisi kejahatan terhadap kemanusiaan di Indonesia masih menimbulkan beberapa perbedaaan. Salah satunya adalah kata serangan yang meluas atau sistematik. Sampai saat ini istilah tersebut masih menimbulkan banyak perbedaan pandangan bahkan kekaburan. Pengertian sistematik systematic dan meluas widespread menurut M. Cherif Bassiouni dalam bukunya yang berjudul Crime Againts Humanity on International Criminal Law ; sistematik mensyaratkan adanya kebijakan atau tindakan negara untuk aparat negara dan kebijakan organisasi untuk pelaku diluar negara. Sedangkan istilah meluas juga merujuk pada sistematik, hal ini untuk membedakan tindakan yang bersifat meluas tetapi korban atau targetnya acak. Korban dimana memiliki kateristik tertentu misalnya agama, ideologi, politik, ras, etnis, atau gender 24 Kejahatan terhadap Kemanusiaan crimes against humanit adalah satu dari empat kejahatan-kejahatan internasional international crimes, di samping The . 24 M. Cherif Bassiouni, Crimes against humanity, Oxford Press, 1998, hal 499.508. Universitas Sumatera Utara Crime of Genocide, War Crimes dan The Crime of Aggression. International Crimes sendiri didefinisikan sebagai kejahatan-kejahatan yang karena tingkat kekejamannya, tidak satu pun pelakunya boleh menikmati imunitas dari jabatannya; dan tidak ada yuridiksi dari satu negara tempat kejahatan itu terjadi bisa digunakan untuk mencegah proses peradilan oleh masyarakat internasional terhadapnya. Dengan kata lain, international crimes ini menganut asas universal juridiction.

F. Metode Penelitian