HbA1C dapat mendiagnosis DM selain sebagai kontrol glikemik pasien DM. Cut
off point HbA1C dalam mendiagnosis DM berdasarkan kadar glukosa puasa 7 mmoll atau 126 mgdL pada populasi
high risk Indigenous dimana data dikumpulkan dari Aboriginal and Torres Strait Islander communities di Australia
dan Canadian First Nations community n=431 adalah 7.0 dengan sensitivitas 73 CI 56-86, spesifisitas 98 CI 96-99, dan nilai duga positif 88
Rowley et al., 2005. Tabel 2.1
Kriteria diagnosis DM PERKENI, 2011
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mgdL 11,1 mmolL Glukosa
plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
ATAU 2.
Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mgdL 7.0 mmolL. Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
ATAU 3.
Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mgdL 11,1 mmolL TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g
glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
2.2 Diabetes Melitus Tipe 2 DMT2
Diabetes melitus tipe 2 DMT2 merupakan tipe DM dengan persentase terbesar, yaitu 90-95. Tipe ini sebelumnya juga dikenal sebagai non-insulin-
dependent diabetes NIDDM atau DM onset dewasa. Risiko akan meningkat sejalan dengan umur, obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik. Penyakit ini lebih
sering ditemukan pada wanita dengan riwayat diabetes melitus gestasional dan pada individu dengan dislipidemia atau hipertensi ADA, 2012.
DMT2 yang juga disebut diabetes melitus tidak tergantung insulin atau NIDDM, disebabkan oleh penurunan sensitivitas jaringan target terhadap efek
metabolik insulin, penurunan sensitivitas terhadap insulin ini disebut sebagai resistensi insulin. DMT2 dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi insulin plasma
hiperinsulinemia. Hal ini terjadi sebagai upaya kompensasi oleh sel beta pankreas terhadap penurunan sensitivitas jaringan terhadap efek metabolik insulin.
Penurunan sensitivitas insulin mengganggu penggunaan dan penyimpanan karbohidrat, yang akan meningkatkan kadar gula darah dan merangsang
peningkatan sekresi insulin sebagai upaya kompensasi Guyton, 2008.
Gejala klasik dari DMT2 adalah terjadi peningkatan frekuensi buang air kecil polyuria, rasa haus polydipsia, rasa lapar polyphagia, penglihatan kabur, dan
lemas. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari kondisi hiperglikemi. Akan tetapi pasien DMT2 biasanya mengalami gejala hiperglikemi insidental dan
seringkali tidak memiliki gejala yang signifikan sebelum munculnya komplikasi PERKENI, 2011.
Seiring dengan peningkatan usia umur 40 tahun, kejadian obesitas obesitas
sentral dan kurangnya aktivitas fisik maka risiko perkembangan diabetes juga akan meningkat Leahy, 2005. Faktor lain yang dapat meningkatkan kejadian DMT2
adalah faktor genetik, penyakit vaskular, dislipidemia, riwayat menderita DM gestasional dan adanya riwayat kegagalan toleransi glukosa impair fasting glucose
IFG impair glucose tolerance IGT.
2.3 Kontrol Glikemik pada DM