Indonesia berdasarkan hasil RISKESDAS oleh DepKes pada tahun 2007, prevalensi DM mencapai 5,7 PERKENI, 2011. Di Bali juga didapatkan prevalensi DM
yang cukup tinggi yakni mencapai 5,9 Suastika, 2008. Hasil riset kesehatan dasar RISKESDAS oleh Departemen Kesehatan DepKes pada tahun 2013,
prevalensi DM mencapai 6,9. Perubahan gaya hidup dan urbanisasi nampaknya merupakan penyebab penting masalah ini, dan terus menerus meningkat pada
milenium baru ini PERKENI, 2011.
2.1.3 Diagnosis DM
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: sering lelah dan lemas, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita PERKENI, 2011. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara, yaitu jika keluhan klasik
ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mgdL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Cara kedua yaitu pemeriksaan glukosa plasma
puasa ≥126 mgdL dengan adanya keluhan klasik. Yang ketiga adalah dengan tes toleransi glukosa oral TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 gram glukosa
lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus PERKENI, 2011. American Diabetes Association
ADA tahun 2010 menambahkan pemeriksaan kadar hemoglobin terglikasi
HbA1C dapat mendiagnosis DM selain sebagai kontrol glikemik pasien DM. Cut
off point HbA1C dalam mendiagnosis DM berdasarkan kadar glukosa puasa 7 mmoll atau 126 mgdL pada populasi
high risk Indigenous dimana data dikumpulkan dari Aboriginal and Torres Strait Islander communities di Australia
dan Canadian First Nations community n=431 adalah 7.0 dengan sensitivitas 73 CI 56-86, spesifisitas 98 CI 96-99, dan nilai duga positif 88
Rowley et al., 2005. Tabel 2.1
Kriteria diagnosis DM PERKENI, 2011
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mgdL 11,1 mmolL Glukosa
plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
ATAU 2.
Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mgdL 7.0 mmolL. Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
ATAU 3.
Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mgdL 11,1 mmolL TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g
glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
2.2 Diabetes Melitus Tipe 2 DMT2
Diabetes melitus tipe 2 DMT2 merupakan tipe DM dengan persentase terbesar, yaitu 90-95. Tipe ini sebelumnya juga dikenal sebagai non-insulin-
dependent diabetes NIDDM atau DM onset dewasa. Risiko akan meningkat sejalan dengan umur, obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik. Penyakit ini lebih
sering ditemukan pada wanita dengan riwayat diabetes melitus gestasional dan pada individu dengan dislipidemia atau hipertensi ADA, 2012.