Salah satu hal penting dalam evaluasi pasien DM adalah kontrol glikemik karena berhubungan dengan komplikasi mikrovaskular dan makrovaskuler akibat
DM yang akan atau telah terjadi Lehman Krumholz, 2009 ; Montori Balsells, 2009. Studi UK Prospective Diabetes Study UKPDS menyatakan bahwa
komplikasi mikrovaskular dapat diturunkan dengan kontrol glikemik yang baik dengan menggunakan obat anti diabetes. Rekomendasi lain menyatakan bahwa
terapi penurunan kadar gula darah secara baik dan tepat mendekati nilai normal dapat menurunkan komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular Skyler, 2004;
Stolar, 2010; WHO, 2011. Pentingnya kontrol glikemik dalam managemen DM karena hal ini dapat
mengetahui efektivitas dari terapi yang telah dilakukan dan kepatuhan dalam berobat Skyler, 2004; Qaseem et al., 2007. Kontrol glikemik pada pasien DM
dapat memprediksi komplikasi yang telah dan akan terjadi dan memperkirakan prognosis dari pasien DM. Selain itu juga dapat dipakai sebagai pegangan dalam
penyesuaian diet, latihan jasmani dan obat-obatan untuk mencapai kadar glukosa senormal mungkin sehingga terhindar dari hiperglikemia maupun hipoglikemia
PERKENI, 2011. Kontrol glikemik pada pasien DMT2 secara skematik dapat digambar
kan sebagai ‘triad glukosa’, dengan komponen HbA1C, kadar glukosa puasa, dan kadar glukosa 2JPP Monnier Colette, 2009.
Gambar 2.1 Triad glukosa Monnier Colette, 2009
2.4 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Glukosa darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari: 4-8
mmoll 70-150 mgdl. Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari sebelum makan. Tingkat gula darah diatur
melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Tujuan pemeriksaan glukosa darah untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah
tercapai dan untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi. Guna mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa
darah puasa, glukosa 2JPP, atau glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan PERKENI, 2011. Meskipun demikian, pemeriksaan
kadar glukosa sangat berfluktuasi dan hasilnya dapat dipengaruhi oleh stres, penundaan pemeriksaan serum, merokok serta aktifitas sebelum uji laboratorium
dilakukan.
2.5 Hemoglobin Terglikasi HbA1C
2.5.1 Definisi
Hemoglobin terglikasi HbA1C merupakan zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan hemoglobin, melalui reaksi non-enzimatik antara glukosa
dengan N-terminal valine pada rantai beta hemoglobin A. Glukosa membentuk ikatan aldimine dengan N H2- dari valine dalam rantai beta, basa Schiff yang
dihasilkan bersifat tidak stabil, kemudian melalui suatu penyusunan ulang Amadori rearrangement yang ireversibel membentuk suatu ketoamin yang stabil Mahajan
Mishra, 2011. HbA1C yang lebih dikenal dengan hemoglobin glikat adalah
salah satu fraksi hemoglobin di dalam tubuh manusia yang berikatan dengan glukosa secara non enzimatik. HbA1C terbentuk dari protein dalam sel darah merah
atau disebut juga hemoglobin yang bereaksi dengan glukosa sehingga disebut hemoglobin terglikasi. Ketika kadar glukosa dalam darah tinggi hiperglikemi,
molekul-molekul glukosa dalam darah semakin banyak yang berikatan dengan hemoglobin dan menyebabkan peningkatan dari HbA1C. Usia HbA1C mengikuti
usia dari sel darah merah yaitu 120 hari Nathan et al., 2008.
Gambar 2.2 Proses glikasi hemoglobin Jones, 2013
2.5.2 HbA1C sebagai parameter kontrol DM
Hemoglobin terglikasi telah digunakan secara luas sebagai indikator kontrol glikemik, karena mencerminkan konsentrasi glukosa darah 3 bulan sebelum
pemeriksaan dan tidak dipengaruhi oleh diet sebelum pengambilan sampel darah. Schneider et al., 2003; ADA, 2012. Kontrol glikemik pada pasien DMT2 secara
skematik dapat digambarkan sebagai ‘triad glukosa’, dengan komponen HbA1C, kadar glukosa puasa, dan kadar glukosa postprandial. Saat ini, meskipun masih ada
perdebatan namun tampaknya penilaian kontrol glikemik terbaik ditentukan oleh ketiga komponen tersebut Monnier Colette, 2009.