Hasil Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN

commit to user

B. Hasil Penelitian

1. Perencanaan pembelajaran skills lab a. Pengelola skills lab telah membuat rencana jadwal kegiatan pembelajaran sebelum pelaksanaan skills lab. Narasumber 2 mengatakan : “Kalau untuk jadwal skills labnya sendiri itu sesuai dengan semesternya, misalnya untuk semester yang kemarin itu hari Senin dan Rabu. Kalau untuk semester genap mahasiswa mendapat jadwalnya Selasa dan Jum’at. Jadwal tersebut diberikan oleh pengelola skills lab secara rutin. Jadi dalam semester itu mahasiswa sudah tahu bahwa setiap hari tersebut praktek skills lab”. Jadwal kegiatan skills lab yang diberikan kepada mahasiswa ini meliputi topik ketrampilan beserta hari, tanggal, dan jam pelaksanannya. Narasumber 2 mengatakan bahwa jadwal pembelajaran skills lab sesuai dengan semesternya, missal untuk semester ganjil hari Selasa dan Jum’at sedang semester genap hari Senin dan Kamis. Topik ketrampilan yang diajarkan di skills lab disesuaikan dengan materi pada blok kegiatan tutorial. Pada semester dua, topik pembelajaran tutorial salah satunya adalah blok hemotologi, sehingga topik pembelajaran skills lab diantaranya adalah infeksi. Disamping hal tersebut, didalam pembuatan rencana pembelajaran, pengelola skills lab juga mempertimbangkan tingkat kesukaran ketrampilan yang dipelajari. Hal ini diungkapkan oleh narasumber 7 yang mengatakan bahwa penempatan ketrampilan ditiap semester mempertimnbangkan aspek tingkat kesukaran dan kompleksitas ketrampilan yang dipelajari. Ketrampilan yang mudah dan sederhana ditempatkan di semester awal sedang ketrampilan yang sulit commit to user dan komplek ditempatkan di semester akhir. Narasumber 7 yang mengatakan : “Pemetaan ketrampilan skills lab berdasarkan matrik dari KKI Konsil KePerawatan Indonesia. Berbagai macam ketrampilan tersebut kemudian dipetakan. Pertimbangan meletakkan peta ketrampilan tersebut dari mudah ke sulit, tunggal ke komplek, dan sebagainya, semakin lama mahasiswa akan semakin terampil”. b. Sebelum praktik dilaksanakan, mahasiswa telah mendapatkan buku pedoman praktik. Pernyataan ini disampaikan oleh narasumber 1 : “Sebelum pelaksanaan skills lab, mahasiswa diberi buku pedoman prkatik, Rentang waktu pemberian buku untuk tiap ketrampilan berbeda”. Pembelajaran buku pedoman praktik ini bertujuan agar mahasiswa bisa mempelajari buku tersebut terlebih dahulu, sehingga pelaksanaan praktik diharapkan tidak menemui banyak kesulitan. Buku pedoman praktik infeksi awalnya dibuat dalam bentuk relatif singkat kemudian direvisi tiap tahunnya. Narasumber 8 mengatakan : “Karena mendesaknya waktu, buku pedoman praktik infeksi tahun 2008 dibuat dalam bentuk ringkas sehingga check list infeksi itu lebih bersifat langsung tindakan ptaktisnya. Tahun 2009 buku tersebut direvisi sehingga buku panduan tersebut menjadi lebih baik, lebih lengkap dan check listnya juga lebih baik. Misalnya check list infeksi Intra Musculer IM sampai 25 butir, dahulu infeki IM Cuma tindakannya saja, sekarang ada persiapan pasien, tes ada alergi atau tidak, persiapan obat cara mengeluarkan dari ampul bagaimana, kemudian ada udara dikeluarkan sampai tindakan memasukkan obatnya.’ Berdasar pernyataan narasumber 8 di atas dapat diketahui bahwa pada awal pembuatan buku pedoman praktik infeksi, karena adanya keterbatasan, dibuat dalam bentuk singkat sehingga ketrampilan infeksi itu lebih bersifat langsung tindakan praktisnya. Kemudian buku tersebut commit to user direvisi tahun 2009 sehingga mendapat hasil yang lebih baik. Bahasannya lebih terperinci dengan check list lebih luas sehingga bisa menilai kompetensi mahasiswa secara lebih baik. Buku edisi kedua ini berjudul Infeksi Parenteral dan Pungsi Vena. Mahasiswa merasa memiliki waktu yang cukup untuk mempelajari buku pedoman praktik infeksi sebelum praktik dilaksanakan. Hal ini disampaikan oleh narasumber 3 : “Kami memiliki waktu yang cukup untuk mempelajari buku tersebut. Tetapi untuk ketrampilan yang lain ada yang tidak cukup waktu untuk mempelajarinya”. c. Pembimbing skills lab dipilih oleh pengelola skills lab dengan mendapat masukan dari coordinator pembimbing ketrampilan infeksi. Narasumber 8 mengatakan : “Kalau yang memilih pembimbing dari pengelola skills lab. Jadi koordinator ketrampilan terus terang tidak memilih, tetapi ikut mengusulkan. Saya pernah dimintai pendapat tentang beberapa pembimbing”. Semua pembimbing yang ditunjuk untuk memberikan pembelajaran skills lab harus sudah mengikuti TOI Training Of Instructure sesuai dengan ketrampilan yang diampunya. Narasumber 8 mengatakan : “TOI nya sendiri-sendiri, dilakukan seminggu sebelum waktu pelaksanaan”. 2. Pelaksanaan Pembelajaran skills lab commit to user a. Di awal pembelajaran praktik terbimbing, pembimbing berusaha menarik minat dan perhatian mahasiswa agar tertarik dan terfokus pada ketrampilan yang akan dipelajari. Narasumber 8 mengatakan : “Pada saat kegiatan praktik terbimbing pembimbing di dalam memberikan pembelajaran mungkin ada pembukaan dulu supaya ada suasana perkenakalan sehingga mahasiswa itu tertarik ke dalam topik yang akan diajarkan, sehingga ibaratnya seperti menanam itu lahannya dipersiapkan terlebih dahulu. Mahasiswa ditarik perhatiannya sehingga betul-betul siap karena pada kenyatannya mahasiswa dating ke skills lab ada yang belum siap dengan ketrampilan yang akan dipraktekkan. Di waktu tersebut pembimbing menekankan pada mahasiswa untuk melepaskan masalah dan focus belajar”. Mahasiswa juga diminta mengumpulkan Buku Rencana Kerja BRK. BRK merupakan buku yang ditulis oleh mahasiswa dengan cara menyalin prosedur tindakan sesuai dengan yang ada pada buku pedoman praktek. BRK dikumpulkan kemudian diteliti oleh pembimbing. Narasumber 5 mengatakan : “Saat kegiatan terbimbing, kalau ingat pembimbing akan memerintahkan mahasiswa untuk mengumpulkan BRK. Tetapi kadang pembimbing lupa kalau mahasiswa tidak mengingatkan”. b. Pada kegiatan praktik terbimbing, pembimbing melakukan pre tes lisan kepada mahasiswa dengan berbagai cara. Cara melakukan pre tes diserahkan kepada pembimbing. Pembimbing memberikan pertanyaan seputar ketrampilan infeksi, tujuannya untuk mengetahui seberapa jauh kesiapan mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran. Narasumber 7 mengatakan : “Saat kegiatan praktek terbimbing waktu itu saya sudah memberi gambaran misalnya 5 menit pertama pendahuluan, semacam sambung rasa commit to user memberi semangat, termasuk mengecek kesiapan mahasiswa. Mahasiswa ditanya apa itu infeksi, kemudian tempatnya dimana. Jadi sebenarnya pembimbing bisa mengecek kesiapan mahasiswa”. Narasumber 8 juga mengatakan : “Pre tes ini bervariasi bagi masing-masing pembimbing, misalnya mahasiswa A ditanya tentang infeksi IM lokasinya dimana saja? Kalau memilih gluteus atau pantat lokasinya dimana? Kenapa disitu?. Jadi pre test diantaranya bisa dilakukan dengan cara seperti tersebut”. Meskipun sudah diberi buku pedoman praktik, ada beberapa mahasiswa yang tidak bisa menjawab pertanyaan pembimbing. Ketika pembimbing memberi kesempatan mahasiswa untuk bertanya, mahasiswa juga tidak memahami apa yang mau ditanyakan. Narasumber 7 mengatakan : “Mahasiswa diberi pertanyaan tetapi tidak bisa menjawab, atau jika mahasiswa disuruh bertanya, kadang mereka juga tidak tahu mau bertanya apa”. Saat kegiatan praktik terbimbing, setelah mengecek kesiapan mahasiswa, instrukur menjelaskan materi tentang cara yang digunakan pada masing-masing jenis infeksi, dilanjutkan demonstrasi pada manekin dan diakhiri diskusi. Jika masih ada waktu, mahasiswa diijinkan untuk mencoba mempraktikkan ketrampilan infeksi pada manekin. Narasumber 1 mengungkapkan : “Saat kegiatan terbimbing, pembimbing memberi materi tentang infeksi, indikasi dan sebagainya. Kemudian pembimbing mendemonstrasikan, memberi contoh ke manekin sekaligus menerangkan juga IV itu buat apa, IM buat apa, IC buat apa. Pembimbing juga menjelaskan kenapa kalau IM itu harus dilakukan secara tegak lurus dan sebagainya. Setelah itu dilanjutkan sesi diskusi”. commit to user Narasumber 3 juga mengatakan pernyataan sebagai berikut : “Pembimbing menjelaskan materi, selanjutnya dipraktekkan kemudian jika masih punya waktu, mahasiswa diperbolehkan untuk mencoba sendiri. Setelah selesai diakhiri dengan diskusi”. c. Pengelola skills lab mengalokasikan waktu 100 menit untuk kegiatan praktik terbimbing. Waktu tersebut dirasakan cukup oleh pembimbing. Dalam waktu 100 menit tersebut pembimbing dapat menjelaskan materi dengan baik. Alokasi waktu tersebut juga sudah memperhitungkan tingkat pembimbing maupun mahasiswa. Narasumber 8 mengatakan : “Mengenai waktu terbimbing dalam arti pembimbing hanya menjelaskan dan mendemonstrasikan ketrampilan ya bisa tetapi kalau sempat membuat mahasiswa kompeten sebetulnya kurang. Mahasiswa harus berlatih di luar ketrampilan cukup”. d. Saat kegiatan praktek mandiri mahasiswa mencoba sendiri tanpa didampingi pembimbing, seperti saat praktek terbimbing. Sebagai gantinya, pengelola skills lab menyiapkan satu orang petugas piket untuk mengawasi kegiatan semua mahasiswa. Hal ini didasarkan atas pernyataan. Narasumber 8 yang mengatakan : “Kegiatan praktek mandiri memang mahasiswa betul-betul sendiri tetapi dari skills lab menyiapkan petugas yang piket sehingga bisa mengontrol kegiatan, memastikan peralatan siap, mahasiswa hadir. Dalam kegiatan mandiri memang tidak ada pembimbing yang masuk mengajar”. Mahasiswa AKPER Bahrul Ulum angkatan 2008melakukan kegiatan praktik mandiri terjadwal dari skills lab sedang angkatan 2008 praktik mandiri dilaksanakan di akhir semester sebelum ujian tetapi waktu praktik bagi tiap kelompok mahasiswa beserta topik ketrampilannya tidak terjadwal. Pengelola skills lab membebaskan mahasiswa apakah akan commit to user memanfaatkan kegiatan mandiri atau tidak. Dua minggu sebelum ujian ketrampilan, kegiatan skills lab sudah berakhir sehingga mahasiswa bisa mengajukan permohonan kepada pengelola skills lab bagi mahasiswa yang ingin melakukan praktik mandiri. Pengelola skills lab mengijinkan mahasiswa untuk praktik mandiri asal dilaksanakan pada jam kerja kantor skills lab.Narasumber 7 mengatakan : “Praktek mandiri sebenarnya konsep harus ada, entah kapan pelaksanaannya, paling lambat sebelum ujian OSCE. Sebenarnya saat ini untuk kegiatan tahun 2008 konsep praktek mandiri tetap ada, namun pelaksanannya beberapa hari sebelum ujian OSCE. Biasanya dua minggu sebelum OSCE kegiatan skills lab libur sehingga mahasiswa bisa mengajukan praktek mandiri. Saya memberikan ijin pelaksanaan praktek mandiri harus jam kerja”. e. Kegiatan response dilakukan dengan cara mahasiswa mempraktikkan tindakan dihadapan pembimbing satu per satu, kemudian pembimbing memberi freeback. Pembimbing memerintahkan mahasiswa yang berbeda untuk melakukan semua ketrampilan infeksi sehingga dalam waktu 100 menit semua ketrampilan bisa diresponsi. Narasumber 3 mengungkapkan : “Saat response mahasiswa disuruh keluar dulu semuanya lalu secara acak dipanggil satu persatu-satu masuk kedalam ruangan, jadi suasananya mirip OSCE. Menurut saya agak sedikit mencekam, soalnya langsung berhadapan dengan pembimbing. Pada saat itu benar-benar dinilai semua prosedur kemudian mahasiswa diberi freeback. Alhamdulillah menurut saya cukup efektif. Dalam waktu 100 menit itu cukup untuk meresponsi 11 mahasiswa”. Narasumber 7 juga mengatakan : “Saat responsi batasannya bukan selesai atau tidak selesai responsinya, tetapi batasannya waktu. Jadi dalam waktu 100 menit mau tidak mau harus selesai. Teknisnya banyak cara bisa modifikasi tergantung pembimbingnya, misalnya dengan diacak ketrampilannya. Pembimbing tentu tidak mungkin memerintahkan sepuluh mahasiswa hanya melakukan satu jenis infeksi saja. Pembimbing bisa menggunakan berbagai commit to user mekanisme yang bisa dipakai entah diacak atau apa, semua harus bisa diresponsi”. 3. Evaluasi Pembelajaran skills lab a. Ujian Ketrampilan infeksi dilakukan dengan ketrampilan lain dalam satu semester dengan menggunakan OSCE diakhir semester. Ujian dilaksanakan dengan cara mahasiswa berpindah dari satu ruangan ke ruangan lain. Dalam satu ruangan terdapat satu ketrampilan. Pada ujian OSCE semester tigaterdapat lima ruangan, di masing-masing ruangan mahasiswa diberi waktu sepuluh menit untuk mempraktikkan ketrampilan dihadapan penguji. Perpindahan ruangan ditandai dengan bunyi bel. Saat melakukan penilaian, penguji dibekali dengan check list yang sama dengan check list saat kegiatan praktek terbimbing. Kriteria penilaian dalam check list : mahasiswa diberi nilai 0 jika tidak melakukan tindakan, 1 jika dilakukan tetapi tidak sempurna, 2 jika dilakukan dengan sempurna. Penentuan kelulusan dengan cara nilai dijumlah kemudian dibagi jumlah check listnya. Nilai batas lulus adalah 70. Jika mendapat nilai di bawah 70 mahasiswa diberi kesempatan untuk mengikuti uji ulang. Narasumber 3 mengatakan : “Evaluasi lulus atau tidak lulusnya mahasiswa dengan menggunakan check list dengan criteria penilian meliputi 0, 1, 2. Kalau 0 tidak melakukan, 1 itu dilakukan tetapi tidak sempurna, 2 dilakukan dengan sempurna, kemudian nilai dijumlah dan dibagi jumlah check listnya. Nilai batas kelulusannya 75”. Untuk ujian ketrampilan, narasumber 7 menjelaskan pelaksanaan ujiannya seperti berikut : “OSCE menggunakan system station. Jadi mahasiswa berpindah-pindah topik ketrampilan yang diujikan, missal setelah selesai ketrampilan infeksi, beganti ke ketrampilan infus, dan seterusnya. Satu ruang berisi satu commit to user ketrampilan dengan waktu 10 menit. Infeksi termasuk dalam siklus OSCE tersebut. Tentunya yang diujikan tidak semua jenis infeksi tetapi dipilih 1 atau 2 jenis sesuai dengan kesepakatan pembimbing berapa yang akan diujikan”. b. Penilaian aspek kognitif dilakukan dengan soal tertulis berbentuk pilihan ganda. Nilai batas lulus 70. Narasumber 7 juga menjelaskan mengenai ujian tulis. “Evaluasi skills lab ada dua, evaluasi tulis dan evaluasi ketrampilan. Evaluasi tulis dengan ujian materi biasanya bersifat dasar teorinya. Mahasiswa harus tahu kenapa infeksi dilakukan di bahu, misalnya. Tidak hanya asal menyuntik. Mahasiswa harus tahu alasannya, dasar teori, dan tahu teknisnya. Nilai akhir dibobot, ujian tulis 20, ketrampilan 80”. c. Jika tidak lulus ujian praktek maupun teori, mahasiswa diberi kesempatan mengikuti ujian remidi satu kali. Narasumber 8 menjelaskan : “Kalau misalnya mahasiswa belum lulus ujian tulis, tetap diberi kesempatan remidi satu kali, termasuk uji OSCE juga ada remidi satu kali”. d. Diakhir pembelajaran, kompetensi mahasiswa dapat melakukan ketrampilan infeksi bisa tercapai. Hal ini bisa terlihat dari hasil studi dokumen tentang nilai dalam Kartu Hasil Studi KHS semester tigadimana pada ketrampilan infeksi semua mahasiswa bisa lulus dengan nilai A dan B.

C. Temuan lain