Teori tempat Sentral Teori Kausasi Kumulatif

industri. Perusahaan cendrung untuk meminimumkan biayanya dengan cara memilih lokasi yang memaksimumkan peluangnya untuk mendekati pasar. Model pengembangan industri kuno menyatakan bahwa lokasi yang terbaik adalah biaya yang termurah antara bahan baku dengan pasar. Tentu saja banyak variabel lainnya yang mempengaruhi kualitas atau suitabilitas suatu lokasi misalnya upah tenaga kerja, ketersediaan pemasok, komunikasi, fasilitas-fasilitas pendidikan dan latihan diklat, kualitas pemerintah wilayah dan tanggung jawabnya, dan sanitasi. Perusahaan-perusahaan yang berbeda membutuhkan kombinasi-kombinasi yang berbeda pula atas faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, sering kali masyarakat berusaha untuk memanipulasi biaya dari faktor-faktor tersebut untuk menarik perusahaan-perusahaan industri. Keterbatasan dari teori lokasi ini pada saat sekarang adalah bahwa teknologi dan komunikasi modern telah mengubah signifikansi suatu lokasi tertentu untuk kegiatan produksi dan distribusi barang.

d. Teori tempat Sentral

Teori tempat sentral central place theory menganggap bahwa ada hirarki tempat hierarchy of places. Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumber daya industri dan bahan baku. Tempat sentral tersebut merupakan suatu permukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk wilayah yang mendukungnya. Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi wilayah, baik di wilayah perkotaan maupun di pedesaan. Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara wilayah-wilayah yang bertetangga berbatasan. Beberapa wilayah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya Universitas Sumatera Utara hanya sebagai wilayah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi wilayah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sestem ekonomi wilayah.

e. Teori Kausasi Kumulatif

Kondisi wilayah-wilayah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar dari tesis kausasi kumulatif cumulative causation ini. Kekuatan-kekuatan pasar cendrung memperparah kesenjangan antara wilayah- wilayah tersebut maju versus terbelakang. Wilayah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibanding wilayah-wilayah lainnya. Hal ini yang disebut Myrdal 1957 sebagai backwash effects.

2.9.1 Pelaku-Pelaku Pengembangan Wilayah

Salah satu kunci keberhasilan implementasi desentralisasi adalah bagaimana pemerintah wilayah bisa berperan dan bertindak secara tepat didalam perubahan yang terjadi. Termasuk di dalam peran ini adalah bagaimana membuka ruang menampung partisipasi masyarakat dalam pembangunan wilayah. oleh karena itu, penguatan kapasitas pemerintah wilayah dalam tataran perencanaan pembangunan, perlu menghidupkan partisipasi masyarakat yang dicirikan berkembangnya inisiatif lokal di pihak lain, mensinergikan inisiatif lokal yang potensial berhasil dalam mengisi program desentralisasi. Dalam pelaksanaan desentralisasi pelimpahan wewenang dan fiskal dalam melaksanakan pembangunan lokal sangatlah penting. Peranan masyarakat lokal ini bisa dimulai dengan pertama, memberi ruang mengembangkan prakarsa inisiatif dalam mengisi pembangunan di wilayah. oleh karena itu, barometer Universitas Sumatera Utara keberhasilan desentralisasi adalah munculnya inisiatif membangun apapun defenisinya yang dapat diakomodasikan pemerintah, masyarakat bisnis, dan perorangan dalam memajukan dunia usaha sektor swasta diikuti infrastruktur dan perbaikan kualitas SDM merupakan faktor kunci dimana inisiatif wilayah tersebut dapat diberi ruang yang luas. Inisiatif dapat diartikan sebagai suatu gagasan atau prakarsa dari dunia swasta, masyarakat dan pemerintahan. Inisiatif wilayah dapat diartikan sebagai gagasan atau prakarsa yang tumbuh dari individu atau kelompok masyarakat yang mendiami suatu wilayah tertentu. Tantangan Globalisasi Ekonomi Lokal  Pa sar terbuka  Aliran modal  Aliran informasi  Aliran tenaga kerja Respon Wilayah Desentralisasi  Fasilitas investasi  Terbuka  Fasilitas perdagangan domestik dan ekspor  Pengelolaan fiskal tepat sasaran  Kerjasama antar wilayah  Merperkuat pemerintahan dan kelembagaan ekonomi lokal  Pertanggungjawaban demokrasi  Mengembangkan SDM terampil Inisiatif Lokal  Me ningkatkan kemampuan masyarakat  Memperkuat kelembagaan sosial  Pengembangan partisipasi dalam: - Pengembangan teknologi - Mobilisasi sumberdaya - Membangun wilayah - Mengembangkan ekspor Strategi Perubahan pembangunan ekonomi lokal  Adopsi pembangunan wilayah yang cocok  Memperkuat sektor swasta  Menjamin keamanan dan pelaksanaan hukum Gambar 2.1 Kaitan Elemen Globalisasi Ekonomi, Desentralisasi dan Pembangunan Ekonomi Lokal Universitas Sumatera Utara Program-program yang akan dilakukan dalam pengembangan wilayah harus dirancang dan dilaksanakan oleh, serta ditujukan bagi kepentingan- kepentingan bersama para pelaku-pelakunya yaitu: 1. Pemerintah, yang akan bertugas melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, koordinasi maupun administrasi seluruh program-program di dalam proses pengembangan wilayah sebagai bagian dari tugas-tugasnya di dalam pengaturan wilayah sebagai wilayah. Termasuk juga sebagai tugas pemerintah adalah menciptakan iklim sosial dan politik serta keamanan yang menunjang serta menyediakan kemudahan-kemudahan seperti pemberian pinjaman, hibah, atau rangsangan pajak, bagi pemilik modaldunia usaha yang berperan serta, bantuan mengembangkan sumberdaya manusia, transportasi serta fasilitas-fasilitas sanitasi, dan berbagai tingkat pengaturan Pemerintah Pusat dalam penyediaan lahan pemerintah; 2. Masyarakat, dalam melaksanakan pengembangan wilayah sebaiknya program yang akan dilaksanakan harus bersifat menampung yang disalurkan melewati Dewan Perwakilan Rakyat daerah. Dengan demikian masyarakat akan bersedia berperan sebagai subyek dan pelaku aktif pengembangan wilayah, sehingga akan memberikan peran sertanya secara maksimal; 3. Dunia usahapemilik modal, yang akan berperan sebagai pemasok jasa, keahlian atau expertise, dana maupun material yang diperlukan. Mereka akan mendapatkan lapangan usaha, dan keuntungan dari usaha serta peran sertanya di dalam pelaksanaan pengembangan wilayah, dengan terciptanya pasar bagi produk-produk mereka. Universitas Sumatera Utara

2.9.2 Prinsip-Prinsip Pengembangan Wilayah

Tiap kawasan andalan mempunyai konstelasi permasalahan yang berbeda- beda. Strategi pengembangannya harus mencerminkan keseimbangan dengan seluruh program pembangunan di seluruh tanah air pendekatan keseimbangan. Dengan pendekatan keseimbangan, diupayakan untuk menciptakan keserasian laju pertumbuhan antar kawasan andalan dan wilayah. Artinya kebijaksanaan nasional harus diintegrasikan dengan program-program pembangunan wilayah regional dan kawasan andalan. Kawasan andalan yang lebih potensial dan prospektif seharusnya diberikan perhatian yang lebih besar Adisasmita, 2005. Dengan dapat diatasinya kendala-kendala utama yang bersifat umum di atas, para pelaku pengembangan wilayah bersama-sama menentukan: 1. Visi pengembangan wilayah Yaitu penentuan atas perspektif sasaran serta masa depan apa yang ingin dicapai dengan pengembangan wilayah yang akan dilakukan di dalam periode yang dijadwalkan. 2. Misi pengembangan wilayah Yaitu tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban, usaha-usaha dan tanggung jawab yang akan diemban oleh masing-masing pelaku beserta sektor-sektorsatuan kerja-satuan kerja dan unsur-unsurnya baik vertikal maupun horisontal, dalam pelaksanaan pengembangan wilayah untuk mencapai visi yang telah ditentukan dan disetujui bersama. Penentuan misi-misi sektoralsatuan kerja ini akan berlandaskan tugas-tugas pokok dan fungsi masing-masing sektorsatuan kerja. Universitas Sumatera Utara 3. Penyusunan strategi atau rencana pengembangan wilayah Yaitu kerangka kerja maupun pentahapan dari program-program sektorsatuan kerja yang akan dilaksanakan oleh para pelaku dan unsur-unsurnya untuk melaksanakan pengembangan wilayah. Rencana pengembangan wilayah kini umumnya berusaha memusatkan pada beberapa titik pengembangan yang dipilih berdasarkan sifat-sifat geografik dan daerah yang unggul atau tersedianya bahan-bahan baku atau lain-lain kelebihan yang menjanjikan harapan terbaik untuk keberhasilan pembangunan Mulyanto, 2008. 2.10Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Salah satu ukuran yang dipergunakan untuk menilai kinerja perekonomian wilayah adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan penting yang harus dicapai dalam setiap kebijakan ekonomi yang direncanakan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan disertai dengan pemerataan pembangunan, sehingga akan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Dalam melaksanakan pembangunan, wilayah sebaiknya lebih memperhatikan keunggulan-keunggulan dan karakteristik yang dimiliki setiap wilayah tersebut. Partisipasi masyarakat di wilayah dalam pembangunan akan dapat meningkatkan pendapatan perkapita yang nantinya akan mendorong peningkatan daya beli masyarakat sehingga masyarakat akan memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara layak. Peningkatan pendapatan per kapita akan mendorong aktivitas ekonomi, karena permintaan yang meningkat sebagai akibat dari peningkatan daya beli masyarakat, dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Universitas Sumatera Utara Menurut Boediono 1999 pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Penekanan pada proses tersebut, karena proses mengandung unsur dinamis. Para teoritis ilmu ekonomi pembangunan hingga sekarang, masih terus menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoritisi tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan tenteram yang dirasakan masyarakat luas. Todaro 2008 menyatakan bahwa ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi di setiap negara adalah : 1. Akumulasi modal capital accumulation, meliputi semua jenis investasi baru yang ditanamkan pada pabrik baru, tanah, peralatan fisik dan pembinaan sumber daya manusia juga dapat meningkatkan kualitasnya, sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang sama terhadap angka produksi. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output atau pendapatan pada masa yang akan datang. 2. Pertumbuhan penduduk growth in population maksudnya adalah dengan pertumbuhan penduduk diikuti oleh pertumbuhan tenaga kerja sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Ini berarti dengan pertambahan penduduk akan menambah jumlah produktivitas. Pertumbuhan penduduk yang lebih besar akan menyebabkan pertumbuhan pasar domestik akan lebih besar, namun positif atau negatifnya pertumbuhan penduduk dalam pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem perekonomian tersebut untuk menyerap setiap tambahan angkatan kerja. Universitas Sumatera Utara 3. Kemajuan teknologi technological progress merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang paling penting, karena dengan kemajuan teknologi akan ditemukan cara baru ataupun teknologi baru untuk menggantikan cara-cara lama sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cepat. Arsyad 2005 menyebutkan bahwa teori kutub pertumbuhan yang dipopulerkan oleh ekonom Perroux menyatakan bahwa pertumbuhan tidak muncul di berbagai darah pada waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang merupakan pusat kutub pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Inti teori dari Perroux adalah sebagai berikut : 1. Dalam proses perubahan akan timbul industri unggulan yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu wilayah. Karena keterkaitan antar industri sangat erat, maka perkembangan industri unggulan akan mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan erat dengan industri unggulan tersebut. 2. Pemusatan industri pada suatu wilayah akan mempercepat pertumbuhan perekonomian, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antarwilayah sehingga perkembangan industri di wilayah tersebut akan mempengaruhi perkembangan wilayah-wilayah lainnya. 3. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif industri unggulan dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang tergantung dengan industri unggulanpusat pertumbuhan. Wilayah yang relatif majuaktif akan mempengaruhi wilayah-wilayah yang relatif pasif. Universitas Sumatera Utara Menurut Ardani 1992, pada dasarnya teori-teori yang mengemukakan tentang pertumbuhan suatu wilayah dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu pertama inward looking theory, menganalisis pertumbuhan yang diakibatkan oleh intern wilayah itu sendiri misalnya the export base theory dan the sector theory dan yang kedua outward oriented theory yang menekankan pada mekanisme yang mendasari penurunan pertumbuhan ekonomi dari suatu wilayah ke wilayah lain. Kedua pendekatan ini dalam penyerapannya antara satu dengan lainnya bisa saling melengkapi. Untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi wilayah dapat digunakan Tipologi Klassen sebagai alat analisis. Sjafrizal 1997 menjelaskan bahwa dengan menggunakan alat analisis ini dapat diperoleh empat klasifikasi pertumbuhan masing-masing wilayah yaitu wilayah pertumbuhan cepat rapid growth region, wilayah tertekan retarded region, wilayah sedang bertumbuh growing region dan wilayah relatif tertinggal relatively backward region. Kuncoro dan Aswandi 2002 menggunakan alat analisis ini untuk mengklasifikasikan wilayah Provinsi Kalimantan Selatan menjadi ke dalam empat kelompok, yaitu a Low growth, high income, b High growth, high income, c High growth, low income, dan d Low growth, low income. Istilah pertumbuhan wilayah dan perkembangan wilayah sesungguhnya tidak bermakna sama. Sekalipun keduanya merajuk pada bertambahnya suatu ukuran wilayah tertentu, menurut Parr 1999, perkembangan wilayah senantiasa disertai dengan perubahan struktural. Pertumbuhan dan perkembangan suatu Universitas Sumatera Utara wilayah merupakan suatu proses kontinu sebagai hasil dari berbagai pengambilan keputusan di dalam ataupun yang mempengaruhi suatu wilayah. Proses yang terjadi sangat kompleks, melibatkan aspek ekonomi, aspek sosial, lingkungan, dan politik pemerintah sehingga pada hakikatnya merupakan suatu “sistem” pembangunan wilayah yang tidak dapat dipisahkan. Sekalipun demikian, upaya mempelajari pertumbuhan wilayah, setidaknya dengan melihat tahapan- tahapannya, akan memberikan wacana yang lebih mendalam. Parr 1999 mengemukakan bahwa wilayah tumbuh dan berkembang dapat didekati melalui teori sektor sector theory dan teori tahapan perkembangan development stages theory. Teori sektor diadopsi dari Fisher dan Clark yang mengemukakan bahwa berkembangnya wilayah, atau perekonomian nasional, dihubungkan dengan transformasi struktur ekonomi dalam tiga sektor utama, yaitu primer pertanian, kehutanan, perikanan, sekunder pertambangan, manufaktur, konstruksi, utilitas publik, dan tersier perdagangan, transportasi, keuangan dan jasa. Perkembangan ditandai oleh penggunaan sumber daya – dan manfaatnya – yang menurun di sektor primer, meningkat di sektor tersier, dan meningkat hingga pada suatu tingkat tertentu di sektor sekunder. Sementara itu, teori tahapan perkembangan dikemukakan oleh para pakar seperti Rostow, Fisher, Hoover, Thompson, Perloff, dan Stabler. Teori ini dianggap lebih mengadopsi unsur spasial dan sekaligus menjembatani kelemahan teori sektor. Pertumbuhan dan perkembangan wilayah dapat digambarkan melalui lima tahapan Thompson 1965 dalam Blair 1991. Pertama, tahapan spesialisasi ekspor. Dalam tahapan pertama, wilayah dicirikan oleh adanya industri yang Universitas Sumatera Utara dominan. Pertumbuhan wilayah sangat bergantung pada produk yang dihasilkan oleh industri tersebut, antara lain minyak, hasil perkebunan dan pertanian, dan produk-produk primer lainnya. Industri demikian dimiliki oleh banyak negara dalam awal pertumbuhannya. Kedua, tahapan ekspor kompleks. Tahapan ini menggambarkan bahwa wilayah telah mampu mengekspor selain komoditas dominan juga komoditas lainnya. Misalnya saja, komoditas dominan yang diekspor sebelumnya adalah minyak bumi mentah, maka dalam tahapan kedua wilayah juga mengekspor industri metode teknologi penambangan ”kaitan ke belakang” dan produk- produk turunan dari minyak bumi ”kaitan ke depan”, misalnya premium, solar, dan bahan baku plastik. Ketiga, tahapan kematangan ekonomi. Tahapan ketiga menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi wilayah telah terdiversifikasi dengan munculnya industri substitusi impor, yakni industri yang memproduksi barang dan jasa yang sebelumnya harus diimpor dari luar wilayah. Tahapan ketiga juga memberikan tanda kemandirian wilayah dibandingkan wilayah lainnya. Keempat, tahap pembentukan metropolis regional metropolis. Tahapan ini memperlihatkan bahwa wilayah telah menjadi pusat kegiatan ekonomi untuk mempengaruhi dan melayani kebutuhan barang dan jasa wilayah pinggiran. Dalam tahapan ini pengertian wilayah fungsional dapat diartikan bahwa aktivitas ekonomi wilayah lokal berfungsi sebagai pengikat dan pengendali kota-kota lain. Selain itu, volume aktivitas ekonomi ekspor sangat besar yang diiringan dengan kenaikan impor yang sangat signifikan. Universitas Sumatera Utara Kelima, tahapan kemajuan teknis dan profesional technical professional virtuosity. Tahapan ini memperlihatkan bahwa wilayah telah memberikan peran yang sangat nyata terhadap perekonomian nasional. Di dalam wilayah berkembang produk dan proses-proses produksi yang relatif canggih, baru, efisien, dan terspesialiasi. Aktivitas ekonomi telah mengandalkan inovasi, modifikasi, dan imitasi yang mengarah kepada pemenuhan kepuasan individual dibanding kepentingan masyarakat. Sistem ekonomi wilayah menjadi kompleks economic reciprocating system, mengaitkan satu aktivitas dengan aktivitas ekonomi lainnya. Kerangka analisis untuk menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan wilayah dalam prinsipnya masih terkait dengan indikator makroekonomi umumnya atau dalam kerangka wilayah nasional. Analisis wilayah menjadi lebih relevan karena peubah-peubah yang dilibatkan lebih andal dan diselesaikan lebih komprehensif dari sekadar pertumbuhan ekonomi. Berikut disajikan tiga kerangka analisis yang umumnya telah banyak dikemukakan yaitu: 1. Analisis Shift-Share Analisis shift-share merupakan salah satu metode untuk menganalisis pertumbuhan wilayah. Dengan analisis ini, penyebab-penyebab pertumbuhan dan potensi peningkatan pertumbuhan di masa mendatang dapat diidentifikasi. Analisis shift-share membagi pertumbuhan wilayah dalam tiga komponen. Pertama, komponen potensi share menjelaskan bahwa pertumbuhan wilayah dibandingkan dengan atau ditampilkan mengikuti pertumbuhan nasional. Dengan demikian, pertumbuhan wilayah diperlakukan sama dengan pertumbuhan nasional. Kedua, komponen mix menjelaskan relatif kecepatan pertumbuhan wilayah dibanding nasional. Dalam komponen mix, disajikan Universitas Sumatera Utara sektor-sektor dalam wilayah yang memiliki pertumbuhan lebih tinggi dibanding sektor yang sama pada tingkat nasional. Ketiga, komponen competitive menjelaskan relatif keunggulan kompetitif suatu sektor dalam wilayah dibanding secara nasional. Sektor yang memiliki keunggulan kompetitif berarti di dalamnya memiliki lingkungan yang kondusif bagi perkembangan sektor yang bersangkutan. 2. Analisis Input-Output Pendekatan input-output merupakan kerangka komprehensif untuk menganalisis wilayah. Pendekatan ini mampu menggambarkan beragam sifat hubungan di antara sektor-sektor industri dan di antara sektor-sektor industri dengan komponen ekonomi lainnya Isard 1972. Input-output dapat pula diaplikasikan dalam bidang ekologi sepanjang hubungan itu dapat dinyatakan. Penerapan kerangka input-output dalam perekonomian nasional dikembangkan oleh Wasilly Leontif pada tahun 1930-an. Penerapan pendekatan input-output memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain a memberikan deskripsi detil mengenai pertumbuhan ekonomi dengan melihat ketergantungan antarsektor dan sumber ekspor ataupun impor, b mampu menghitung besaran hasil dan kebutuhan inputnya pada permintaan akhir tertentu, c dapat menelusuri setiap perubahan permintaan akhir, d mampu mengintegrasikan relatif perubahan teknologi dan harga melalui perubahan koefisien teknologi. Sementara itu, kelemahannya adalah a asumsi-asumsinya sering tidak relevan dengan sistem produksi yang sesungguhnya – misalnya skala ekonomi, aglomerasi, substitusi masukan, dan perubahan teknologi, b pengumpulan data Universitas Sumatera Utara memerlukan sumber daya yang besar, dan c hambatan terjadi dalam pengembangan model dinamik. 3. Analisis Pengganda Analisis pengganda multiplier analysis menyatakan tingkat ketergantungan sektor ekonomi. Analisis pengganda dapat dilakukan terhadap hasil, pendapatan, dam tenaga kerja. Yang ingin dilihat adalah seberapa jauh perubahan-perubahan dalam hasil, pendapatan, dan kesempatan tenaga kerja sebagai akibat perubahan permintaan suatu sektor. Tiap-tiap pengaruh ganda dapat dibedakan lagi ke dalam tipe I jangka pendek dan jangka panjang dan II jangka pendek, jangka panjang dan induced. Pengganda tipe I memposisikan permintaan akhir konsumsi rumah tangga sebagai eksogen, yang menyajikan suatu sistem ekonomi terbuka. Rangsangan konsumsi rumah tangga ikut mempengaruhi sistem ekonomi dan hasil secara keseluruhan. Adapun pengganda II memposisikan konsumsi rumah tangga sebagai endogen. Dalam keadaan demikian, sistem ekonomi menjadi penutup, konsumsi rumah dipengaruhi komponen-komponen permintaan akhir lainnya. 4. Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan linkage analysis menyatakan tingkat ketergantungan antarsektor dan sejauhmana sektor tertentu dipengaruhi oleh dan mempengaruhi sektor lainnya. Kaitan antarsektor dapat diidentifikasi berdasarkan arah penggunaan hasil dan masukan sebagai kaitan ke depan forward linkage dan ke belakang backward linkage. Sama halnya dengan analisis pengganda, analisis keterkaitan dapat dilakukan terhadap hasil keterkaitan antar industri, perubahan pendapatan, dan kesempatan kerja. Universitas Sumatera Utara 2.11Distribusi Pendapatan dan Pengukurannya Di dalam suatu perekonomian pendapatan tercipta melalui suatu kegiatan produksi. Kegiatan produksi berlangsung dengan bantuan faktor-faktornya, seperti tanah, tenaga kerja, modal dan enterpreneur. Di satu pihak ada perusahaan yang melakukan produksi dan di pihak lain ada kelompok masyarakat selaku penyedia faktor-faktor produksi. Di dalam perputaran kegiatan perekonomian, antara perusahaan dan rumah tangga masyarakat terjadi arus timbal balik. Pihak rumah tangga menerima pembayaran atas harga dari faktor produksi yang disediakan berupa gajiupah, sewa bunga dan keuntungan. Pihak perusahaan menerima pembayaran sebagai harga barang dan jasa yang diproduksikan. Dari proses ini menimbulkan semacam pola pembagian pendapatan, yang pada dasarnya dapat merupakan suatu ukuran tentang keadaan distribusi pendapatan, yang dalam konteks teori ekonomi merupakan salah satu indikator dalam pembangunan ekonomi seperti telah dijelaskan sebelumnya. Pada dasarnya ada dua pendekatan analitis di dalam menilai distribusi pendapatan, yaitu: a Distribusi pendapatan fungsional yang berasal dari teori produktivitas marginal, atau lebih dikenal sebagai distribusi balas jasa input dalam teori ekonomi mikro, b Distribusi pendapatan antar kelompok, atau distribusi besarnya pendapatan relatif terhadap total. Pendekatan ini merupakan konsep empiris untuk menentukan atau menilai bagaimana pendapatan total populasi telah terbagi diantara unit-unit penerima pendapatan. Konsep distribusi pendapatan fungsional adalah sumbangan dari para ahli ekonomi klasik yang tertarik pada distribusi pendapatan di antara penduduk, dan Universitas Sumatera Utara dengan anggapan yang disederhanakan yakni pemilikan dari faktor-faktor produksi utama. Konsep dari pendekatan ini, melacak pembagian pendapatan yang dihasilkan oleh kegiatan produksi yang diikutsertakan dalam kegiatan tersebut. Perangkat analisisnya adalah fungsi produksi serta alokasi faktor-faktor produksi yang diikutsertakan dalam fungsi. Pendekatan ini jarang dipakai karena teori mendasarinya menilai hubungan antara balas jasa input yang dipergunakan dengan output yang dihasilkan di dalam suatu proses produksi spesifik. Pendekatan yang lazim digunakan adalah pendekatan kedua, atau distribusi pendapatan antar kelompok. Pada pendekatan ini ada dua cara yang lazim digunakan untuk langsung menilai status distribusi pendapatan yaitu : a penaksiran distribusi persentase pendapatan yang diterima masing-masing golongan, b penaksiran dengan indikator khusus. Penaksiran pertama dilakukan dengan membagi kelompok-kelompok pendapatan ke dalam decile atau quantile yang akan menggambarkan pola pembagian pendapatan di dalam suatu kelompok masyarakat. Hasil dari pengelompokkan ini merupakan suatu dasar untuk menggambarkan sebuah kurva Lorenz. Kurva ini memperlihatkan hubungan kuantitatif yang sebenarnya actual antara persentase penerima penghasilan dan persentase jumlah penghasilan yang mereka terima sebenarnya dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun Todaro, 2008. Penaksiran yang kedua adalah menilai atau mengukur suatu distribusi pendapatan berdasarkan indikator yang seringkali didekati dengan cara statistik dan cara empiris. Cara statistik terdiri dari range, perbedaan relatif, varian, Koefisien Pearson dan lainnya. Cara empiris meliputi Koefisien Pareto, Koefisien Gini, Index Gibrat, Index Kuznets, Index Theil, Index Oshima dan lainnya. Universitas Sumatera Utara Pendekatan lain yang seringkali digunakan untuk melengkapi kedua pendekatan terdahulu, yakni pendekatan absolut dengan menggunakan ukuran batas kemiskinan dan kebutuhan dasar manusia. Ukuran yang sering digunakan: kebutuhan kalori dan protein, ukuran Sejogyo dan ukuran dari Bank Dunia. Berbagai macam alat pengukuran banyak dijumpai dalam mengukur tingkat distribusi pendapatan penduduk. Diantara alat tersebut yang sangat umum dipergunakan adalah Gini Indeks. 1. Gini Indeks Rumus: n G i = 1 - ∑ P i - P i – 1 Q i + Q i-1 , 0 ≤ G i ≤ 1 i - 1 Dimana: Pi = kumulatif jumlah penduduk Qi = kumulatif jumlah pendapatan Gi = 0, Perfect Equality Gi = 1, Perfect Inequality 2. Kurva Lorenz Kurva Lorenz secara umum sering dipergunakan untuk menggambarkan bentuk ketimpangan yang terjadi terhadap distribusi pendapatan masyarakat. Kurva Lorenz digambarkan pada sebuah bidang persegi bujur sangkar dengan bantuan garis diagonalnya. Semakin dekat kurva ini dengan diagonalnya, berarti ketimpangan yang terjadi semakin rendah dan sebaliknya semakin melebar kurva ini menjauhi diagonal berarti ketimpangan yang terjadi semakin Universitas Sumatera Utara tinggi. Bentuk Kurva Lorenz biasanya digambarkan berdasarkan data yang diperoleh setelah menghitung angka Gini atau seperti terlihat pada gambar berikut ini: Gambar 2.2. Kurva Lorenz A 100 P i B 100 Q i 3. Kriteria Bank Dunia Berdasarkan Kriteria Bank Dunia di dalam menentukan tingkat ketimpangan yang terjadi dalam distribusi pendapatan penduduk, maka penduduk dibagi menjadi tiga kategori yaitu: a. 20 Penduduk pendapatan tinggi b. 40 Penduduk pendapatan sedang c. 40 Penduduk pendapatan rendah Dengan kriteria ketimpangan. a. Tinggi, 40 penduduk pendapatan rendah menerima pendapatan nasional 12, b. Sedang, 40 penduduk pendapatan rendah menerima pendapatan nasional 12-17, dan c. Rendah, 40 penduduk pendapatan rendah menerima pendapatan nasional 17. Universitas Sumatera Utara Ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah dengan menggunakan Williamson Index dan ukuran ketimpangan lainnya. Selanjutnya dilanjutkan pula dengan pembahasan tentang ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia yang dilanjutkan dengan faktor-faktor utama yang menentukan ketimpangan tersebut. Terakhir dilakukan pembahasan tentang beberapa kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Wilayah untuk penanggulangan ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut Sjafrizal, 2008. Ketimpangan pembangunan ekonomi dan penghapusan kemiskinan merupakan permasalahan dalam pembangunan. Lewat pemahaman yang mendalam akan masalah ketimpangan pembangunan ekonomi dan kemiskinan dapat memberikan dasar yang baik untuk menganalisis masalah pembangunan yang lebih khusus agar permasalahan pembangunan ini bisa dipecahkan dengan perencanaan pembangunan yang lebih baik Arsyad, 2004. Ketimpangan pembangunan ekonomi dapat mengakibatkan konsekuensi sosial dalam pembangunan itu sendiri. Konsekuensi dari ketimpangan pembangunan ekonomi adalah rendahnya mobilitas sosial dan dapat menyebabkan kemiskinan Colclough, 1990. Ketimpangan pembangunan ekonomi dari waktu kewaktu telah banyak dianalisis secara empiris dengan menggunakan pendekatan teori-teori yang ada Harrison, 1984. Williamson 1965 meneliti hubungan antara disparitas regional dengan tingkat pembangunan ekonomi, dengan menggunakan data ekonomi negara yang Universitas Sumatera Utara sudah maju dan yang sedang berkembang. Ditemukan bahwa selama tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi di wilayah-wilayah tertentu. Pada tahap yang lebih “matang”, dilihat dari pertumbuhan ekonomi, tampak adanya keseimbangan antar wilayah dan disparitas berkurang dengan signifikan. Ketimpangan pembangunan antar kecamatan dapat dianalisis dengan menggunakan indeks ketimpangan regional regional inequality yang dinamakan indeks ketimpangan Williamson Sjafrizal, 1997: Y n fi Y Yi IW    2 Dimana: IW = Indeks ketimpangan wilayah kecamatan Yi = Pendapatan per kapita di kecamatan i Y = Pendapatan per kapita rata-rata Kabupaten Kota i fi = jumlah penduduk di kecamatan i n = jumlah penduduk Kabupaten Kota i 2.12Ketimpangan Distribusi Pendapatan Antar Wilayah Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan akibat langsung dari ketimpangan pelaksanaan pembangunan ekonomi. Penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan pembangunan ekonomi merupakan salah satu masalah pokok dalam pembangunan, karena itu uraian berikut akan memusatkan perhatian pada kajian mengenai penyebab ketimpangan pembangunan ekonomi. Universitas Sumatera Utara Ketimpangan pembangunan antar pusat dan wilayah atau wilayah dengan wilayah lainnya merupakan fenomena lama yang selalu ada. Hal ini disebabkan oleh faktor sumber daya manusia, investasi, bantuan pembangunan dan perbedaan awal pelaksanaan pembangunan. Menurut Adelman dan Morris 1973 dalam Arsyad 2004 secara umum yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang adalah pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita, inflasi yang dikarenakan pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang, ketidakmerataan pembangunan antarwilayah, capital intensive sehingga persentase pendapatan modal dari harta tambahan lebih besar dibanding persentase pendapatan yang berasal dari kerja sehingga pengangguran bertambah, rendahnya mobilitas sosial, kebijakan industri substitusi impor yang berakibat pada peningkatan harga barang hasil industri, memburuknya nilai tukar bagi negara sedang berkembang dengan negara maju, dan hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga dan lain-lain Arsyad, 2004. Penghapusan kemiskinan dan berkembangnya ketidakmerataan distribusi pendapatan merupakan inti permasalahan pembangunan. Walaupun titik perhatian utama pada ketidakmerataan distribusi pendapatan dan harta kekayaan asset, namun hal tersebut hanyalah merupakan sebagian kecil dari masalah ketidakmerataan yang lebih luas di negara sedang berkembang. Misalnya, ketidakmerataan kekuasaan, prestise, status, kepuasan kerja, tingkat partisipasi, kebebasan untuk memilih, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara Lewat pemahaman yang mendalam akan masalah ketidakmerataan dan kemiskinan ini memberikan dasar yang baik untuk menganalisis masalah pembangunan yang lebih khusus seperti: pertumbuhan penduduk, pengangguran, pembangunan perdesaan, pendidikan, perdagangan internasional, dan sebagainya. Pembahasan masalah distribusi pendapatan dan kemiskinan ini sebenarnya sulit untuk dipisahkan. Namun demikian, pada bagian ini lebih ditekankan pada pembahsan masalah distribusi pendapatan dengan menyinggung sedikit masalah kemiskinan. Sebuah cara yang sederhana untuk mendeteksi masalah distribusi pendapatan dan kemiskinan adalah dengan menggunakan kerangka kemiskinan produksi. Untuk menggambarkan analisis tersebut, produksi barang dalam sebuah perekonomian dibagi menjadi dua macam barang. Pertama adalah barang-barang kebutuhan pokok necessity goods seperti makanan poko, pakaian, perumahan sederhana, dan sebagainya, kedua, adalah barang-barang mewah seperti: mobil mewah, video, televisi, pakaian mewah, dan sebagainya. Dengan menganggap bahwa produksi sekarang terjadi pada batas kemungkinan produksi dimana semua sumberdaya digunakan secara penuh dan efisien. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana menentukan kombinasi antara barang-barang kebutuhan pokok dan barang mewah itu. Gambar 2.3 menggambarkan masalah tersebut. Pada sumbu vertikal digambarkan semua barang mewah secara keseluruhan, sedangkan sumbu horisontal melukiskan kelompok barang kebutuhan pokok. Oleh karena itu Production Possibility Curve PPC tersebut menggambarkan kombinasi Universitas Sumatera Utara maksimum dari kedua macam barang tersebut yang dihasilkan perekonomian itu dengan cara mengunakan teknologi tertentu. Namun keadaan tersebut tidak menunjukkan secara jelas kombinasi yang mana di antara banyak kemungkinan yang akan dipilih. Barang mewah Gambar 2.3. Pilihan Produksi Antara Barang Mewah Versus Barang Kebutuhan Pokok Sebagai contoh, GNP ril yang sama ditunjukkan pada titik A dan titik B pada gambar. Pada titik A banyak barang mewah dan sedikit barang kebutuhan pokok yang dihasilkan, sedangkan pada titik B sebaliknya. Bagi negara-negara yang berpendapatan rendah, kombinasi yang diharapkan adalah pada titik B. Tetapi faktor penentu utama bagi kombinasi output dalam perekonomian pasar dan campuran adalah tingkat permintaan efektif konsumen secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh posisi dan bentuk kurva permintaan masyarakat secara keseluruhan terutama sekali ditentukan oleh tingkat distribusi pendapatan nasional. Barang kebutuhan pokok PPF A B Universitas Sumatera Utara Dinegara yang tingkat GNP dan pendapatan per kapitanya rendah, semakin timpang distribusi pendapatan maka permintaan agregat akan semakin dipengaruhi oleh perilaku konsumsi orang-orang kaya. Oleh karena itu proses produksi konsumsi adalah pada titik A di mana orang kaya, biasanya proporsi pengeluarannya lebih banyak untuk barang mewah daripada kebutuhan pokok. Pada akhirnya keadaan ini tentunya akan menyebabkan kelompok miskin semakin menderita. Penyebab ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang menurut Irma Adelman Cynthia Taft Morris 1973 dalam Arsyad 2004 antara lain: 1. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita; 2. Inflasi di mana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang; 3. Ketidakmerataan pembangunan antar wilayah; 4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal capital intensive sehingga persentase pendapatan modal dan harta tambahan besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah; 5. Rendahnya mobilitas sosial; 6. Pelaksanaan kebijaksanaan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis; Universitas Sumatera Utara 7. Memburuknya nilai tukar term of trade bagi negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara terhadap barang-barang ekspor negara sedang berkembang; 8. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain. Menurut Williamson dalam Sirojuzilam, 2010, kesenjanganketimpangan antarwilayah yang semakin membesar disebabkan 1 migrasi tenaga kerja antarwilayah bersifat selektif, para migran tersebut terdidik, berketerampilan tinggi, dan produktif, 2 migrasi kapital antarwilayah, adanya proses aglomerasi pada wilayah yang relatif kaya menyebabkan daya tarik tersendiri bagi investor wilayah lain yang berakibat terjadinya aliran kapital ke wilayah yang lebih maju, 3 pembangunan sarana publik pada wilayah yang lebih padat dan potensial berakibat mendorong terjadinya kesenjanganketimpangan antarwilayah lebih besar, 4 kurangnya keterkaitan antarwilayah yang dapat menyebabkan terhambatnya proses efek sebar dari proses pembangunan. Formula Indeks Williamson untuk mengetahui indeks ketimpangan dipergunakan nilai PDRB perkapita, dimana nilai yang diperoleh terletak antara nol dan satu 0IW1, prosedur yang dilaksanakan adalah pendapatan perkapita suatu wilayah dikurangi dengan pendapatan perkapita rata-rata dikuadratkan kemudian dikalikan dengan jumlah penduduk kecamatan yang telah dibandingkan dengan jumlah penduduk wilayah tersebut kemudian dibandingkan dengan pendapatan perkapita rata-rata, sehingga diperoleh nilai indeks ketimpangan. Apabila nilai indeks yang diperoleh mendekati satu, memberikan indikator Universitas Sumatera Utara terjadinya ketimpangan regional yang besar dan apabila nilai yang diperoleh mendekati nol maka indikasi terjadinya ketimpangan regional kecil. Indeks Entropi Theil adalah merupakan salah satu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui adanya ketimpangan regional. Dimana Indeks Entropi Theil ini dapat diurai menjadi dua sub indikasi yaitu ketimpangan regional dalam wilayah dan ketimpangan antarwilayah. Menurut Kuncoro 2001 bahwa konsep Entropi Theil dari distribusi pada dasarnya merupakan aplikasi konsep teori informasi dalam mengukur ketimpangan ekonomi dan konsentrasi industri. Studi empiris yang dilakukan Theil dengan menggunakan Indeks Entropi menawarkan pandangan yang tajam mengenai pendapatan regional perkapita dan kesenjangan pendapatan, kesenjangan internasional dan distribusi Produk Domestik Bruto dunia. Indeks Entropi Theil juga dapat menyebabkan secara rinci dalam sub unit geografis yang lebih kecil, yang pertama akan berguna untuk menganalisis kecenderungan konsentrasi geografis selama periode tertentu ; sedang yang kedua juga penting ketika dikaji gambaran yang lebih rinci mengenai kesenjanganketimpangan spasial. Sebagai contoh kesenjanganketimpangan antarwilayah dalam suatu negara dan antar subunit wilayah dalam suatu kawasan. Pada tahap awal pembangunan distribusi pendapatan cenderung memburuk, untuk kemudian membaik. Pada tahap pertumbuhan awal akan terpusat di sektor industri modern dalam model Lewis. Pada tahap ini, lapangan kerja terbatas, namun tingkat upah dan produktivitas tinggi. Pendapatan antara sektor industri modern dengan sektor pertanian tradisional pada awalnya akan melebar dengan cepat sebelum pada akhirnya menyempit kembali. Universitas Sumatera Utara Simon Kuznets mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap selanjutnya, distribusi pendapatannya akan membaik. Observasi inilah yang kemudian dikenal sebagai kurva Kuznets U-terbalik, karena perubahan longitudinal time-series dalam distribusi pendapatan. Kurva Kuznets dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern, seiring dengan perkembangan sebuah negara dari perekonomian tradisional ke perekonomian modern Todaro, 2008. Menurut Fields dan Jakubson 2001 dalam penelitiannya yang mencoba mencari jawaban dari pembuktian hipotesis Kuznets dengan menunjukkan kombinasi data dari 35 negara, bahwa di berbagai negara-negara berkembang tidak terdapat hubungan yang kuat antara tingkat pendapatan perkapita dengan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan. Walaupun ketimpangan tidak mempunyai korelasi yang tinggi dengan pendapatan perkapita, namun masih ada sedikit kemungkinan terdapat korelasi non linier, seperti yang diisyaratkan oleh hipotesis kurva U-terbalik, jika negara-negara berpendapatan tinggi ikut dimasukkan ke dalam penelitian Todaro, 2008. Untuk membuktikan atau menguji hipotesis Kuznets dapat digunakan analisis trend dan korelasi Pearson. Analisis trend antara indeks ketimpangan baik Indeks Williamson maupun Indeks Entropi Theil dihubungkan dengan PDRB perkapita dari suatu wilayah, dari hasil kurvanya dapat dilihat bentuk kecenderungannya berbentuk linier atau non linier. Hasil Korelasi Pearson dapat dilihat significant dan bentuk korelasinya positif atau negatif. Universitas Sumatera Utara Menurut Young 1982, koefisien korelasi 0,70 sampai 1,00 plus atau minus menunjukkan adanya derajat asosiasi yang sangat tinggi. Korelasi yang tinggi 0,40 sampai di bawah 0,70 menunjukkan hubungan yang substansial. Apabila koefisiennnya di atas 0,20 sampai di bawah 0,40 menunjukkan adanya korelasi yang rendah, dan apabila kurang dari 0,20 sangat rendah Subagyo dan Djarwanto, 2005. 2.13Penelitian Sebelumnya Di dalam sub bab ini akan dijelaskan tentang hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang ada hubungannya dengan ketimpangan pembangunan. Kuznets yang telah berjasa besar dalam memelopori analisis pola- pola pertumbuhan historis di negara-negara maju telah mengemukakan bahwa pada tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan atau kesejahteraan cenderung memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik. Observasi inilah yang kemudian dikenal secara luas sebagai konsep kurva Kuznets “U-terbalik” Kuznets, 1955. Williamson meneliti hubungan antara disparitas regional dengan tingkat pembangunan ekonomi. Dengan menggunakan data ekonomi negara yang sudah maju dan ekonomi negara yang sedang berkembang, ditemukan bahwa selama tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi di wilayah-wilayah tertentu. Pada tahap yang lebih matang dari pertumbuhan ekonomi, tampak adanya keseimbangan antar wilayah dan disparitas berkurang dengan signifikan Williamson, 1965. Universitas Sumatera Utara Pendapatan orang asing dipengaruhi bukan hanya oleh calon penawaran pendapatan tersebut, tetapi dipengaruhi juga oleh karakteristik lokasi yang lain, seperti tingkat permintaan, infrastruktur publik, persediaan perusahaan dan biaya tenaga kerja Roberto, Basile, 2004. Akita 2001 melakukan penelitian untuk menaksir ketimpangan pendapatan wilayah regional di Cina pada periode tahun 1995-1998. Permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh Pemerintah Cina adalah masalah pemerataan pendapatan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi antarprovinsi. Sejak adanya perubahan sistem ekonomi di bawah Deng Xiaoping dengan melakukan kebijakan “pintu terbuka” yang dimulai pada tahun 1978, Cina telah mencapai suatu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam dua dekade tersebut. Penelitian ini menggunakan alat analisis Theil Index berdasarkan pada District- Level GDP dan data populasi jumlah penduduk. Penelitian ini juga melakukan suatu analisis ketimpangan bersarang dua tahap two-stage dikembangkan oleh Akita 2000, untuk meneliti faktor ketimpangan pendapatan regional. Ketimpangan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu ketimpangan dalam provinsi dan ketimpangan antarprovinsi. Alat analisis regresi juga digunakan untuk meneliti faktor-faktor yang mungkin sebagai penentu ketimpangan pendapatan dalam provinsi-provinsi. Akita 2004 mengukur ketimpangan regional GDP per kapita dan produktivitas tenaga kerja di Indonesia dari tahun 1993-1999 dengan koefisien variasi yang dibobot dan Theil Index. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan regional, diantaranya Koefisien Gini, Universitas Sumatera Utara koefisien variasi yang dibobot Williamson, 1965, perbedaan hasil logaritmis, dan Theil Index Theil, 1967. Penelitian ini menggunakan koefisien variasi yang diboboti weighted dan Theil Index, untuk mengukur ketimpangan regional baik dalam sektor within sector maupun ketimpangan sektor between sector. Metode-metode yang digunakan untuk mengukur ketimpangan tersebut sebenarnya sangat bervariasi baik melalui pendekatan parametrik maupun non parametrik Heshmati, 2004. Ezcurra and Manuel 2006 meneliti Hubungan antara ketimpangan regional dan tingkat perkembangan ekonomi di 14 negara Eropa bagian Barat selama periode 1980-2002. Penelitian ini menggunakan metodologi semi- parametric, dan hasilnya muncul indikasi bahwa adanya sebuah proses divergensi regional ketika sebuah tingkat perekembangan tertentu telah dicapai. Machael B dan Daniel F 2007 meneliti perkembangan dan kemunduran yang terjadi dalam ketimpangan wilayah. Penelitian ini menggunakan metode statistik dengan melihat tingkat pendapatan, infrastruktur wilayah dan selain menggunakan data primer penelitian ini juga menggunakan data sekunder. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa setelah ada perubahan kebijakan untuk meningkatkan pendapatan bagi seluruh wilayah, maka ketimpangan semakin kecil sebelumnya kondisi pendapatan wilayah merupakan gini divergen. Pierow. G.Y. 2003 meneliti bentuk ketimpangan wilayah ditinjau dari pasar tenaga kerja di Jerman. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada saat beberapa kota di Jerman mengalami peningkatan jumlah Universitas Sumatera Utara pengangguran, ada beberapa kota yang mampu menurunkan angka penggangguran karena kota-kota tersebut mampu manampung tenaga kerja lebih banyak di sektor industri. Bonar dan Alim 2004 menganalisis keterkaitan antar sektor ekonomi, multiplier output, multiplier nilai tambah dan distribusi pendapatan rumah tangga di Jawa. Hasil studi menunjukkan bahwa: 1 sektor industri makanan, minuman dan tembakau, serta sektor perdagangan, restoran dan hotel relatif lebih berorientasi pasar, sehingga kurang mampu menarik sektor-sektor yang di belakangnya untuk tumbuh, 2 sektor kehutanan dan perburuan dengan sektor industri kayu dan barang-barang dari kayu, kurang terkait secara vertikal, 3 injeksi ekonomi pada sektor manapun selalu lebih menguntungkan golongan rumah tangga di kota daripada golongan rumah tangga di desa, dan 4 umumnya distribusi kenaikan pendapatan rumah tangga di Jawa berada pada posisi divergen. Jika pemerintah dapat menata ulang posisi sektor industri makanan, minuman dan tembakau serta sektor perdagangan, restoran dan hotel, maka output sektor-sektor lainnya akan meningkat, yang pada gilirannya akan mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Bonar dan Susilowati 2008 menganalisis dampak berbagai kebijakan ekonomi di sektor agroindustri terhadap distribusi pendapatan sektoral, tenaga kerja dan rumah tangga. Kebijakan ekonomi yang dimaksud adalah kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah, ekspor, investasi dan insentif pajak. Analisis menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi SNSE. Simulasi kebijakan di sektor agroindustri dilanjutkan untuk menganalisis distribusi pendapatan Universitas Sumatera Utara menggunakan data SNSE dan SUSENAS. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan ekspor, investasi dan insentif pajak di sektor agroindustri berdampak menurunkan kesenjangan pendapatan sektoral, tenaga kerja dan rumah tangga. Kebijakan ekspor dan investasi di sektor agroindustri makanan berdampak menurunkan kesenjangan pendapatan lebih besar dibandingkan kebijakan di sektor agroindustri non makanan. Kebijakan ekonomi yang paling efektif menurunkan kesenjangan pendapatan adalah meningkatkan investasi di sektor agroindustri prioritas. Firman dan Herlina 2004 meneliti tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan pada peternak sapi perah di wilayah kerja KUD Sinar Jaya Kabupaten Bandung. Objek dari penelitian ini adalah peternak sapi perah yang menjadi anggota koperasi. Jumlah responden yang dipilih untuk dijadikan sampel sebanyak 69 orang yang dilakukan secara proporsional. Hasil analisis pada tingkat kemiskinan dilakukan berdasarkan dua standar kemiskinan, yaitu berdasarkan Biro Pusat Statistik dan Bank Dunia. Adapun kondisi kemiskinan dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu miskin persistent dan miskin transientvulnerable. Tingkat kemiskinan yang terjadi pada peternak sapi perah di wilayah KUD tersebut menunjukkan jumlah peternak miskin yang dikategorikan miskin persistent sebanyak 14 orang 20,29 berdasarkan standar BPS atau 24 orang 34,78 berdasarkan standar Bank Dunia. Sedangkan responden yang dikategorikan sebagai miskin vulnerable sebanyak 32 orang 46,38 berdasarkan standar BPS atau 22 orang 31,88 berdasarkan standar Bank Dunia. Berdasarkan analisis tersebut menunjukkan bahwa yang tidak termasuk kategori Universitas Sumatera Utara miskin berjumlah 23 orang baik berdasarkan standar BPS ataupun Bank Dunia. Bila ditinjau dari tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dari parat peternak sapi perah di wilayah tersebut menunjukan nilai Gini Rationya sebesar 0,2149. Ini berarti bahwa tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di tingkat peternak sapi perah relatif rendah. Rendahnya tingkat ketimpangan tersebut menunjukkan bahwa antara peternak kaya dan miskin tidak terjadi gap yang lebar. Hal ini menandakan bahwa jumlah kepemilikan ternak tidak dapat dijadikan ukuran untuk melihat ketimpangan namun produktivitas dan kualitas susu-lah yang berpengaruh terhadap pendapatan peternak. Dinlersoz, Emin M. 2004 meneliti bahwa sebagian didorong oleh perbedaan dalam komposisi industri lintas kota, untuk beberapa kota industri yang lebih besar cenderung mengakomodasi lebih banyak pekerja melalui sebuah ekspansi pada pembangunan industri, namun rata-rata ukuran pembangunan tidak berpengaruh signifikan. 2.14Keaslian Penelitian Berbagai penelitian telah banyak dilakukan terutama yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di wilayah yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian tersebut dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Sebagai acuan dan sebagai pembanding, maka perlu diuraikan secara singkat mengenai penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini dalam bentuk tabel sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 Matriks Hasil Penelitian Terkait Dengan Ketimpangan No Peneliti Sumber TopikLokasi Masalah Metode Hasil Penelitian 1 Akita 2004 IUJ Research Institute Working Paper 2004-3 Sectoral Decomposition of Regional Income Inequality in Indonesia a Comparison with Postwar Japan 1993- 1999 Ketimpangan pendapatan wilayah di Indonesia Theil Index Ketimpangan pendapatan wilayah di Indonesia masih sangat besar meskipun sektor pertambangan tidak diikutsertakan. 2 Hesmati 2004 MTT Economic Research and IZA Bonn A Review of Decomposition of Income Inequality Mengukur ketimpangan Theil Index, GINI Index Mengukur ketimpangan melalui pendekatan parametrik maupun non parametrik 3 Jinhua, dkk 2003 Regional Development Studies, vol.9, 2003, UNCRD Quantitative Analysis on The Disparity of Regional Economic Development in China and its Evolution from 1952 to 2000 Ketimpangan ekonomi yang terjadi di China Theil Index, GINI Index Ketimpangan ekonomi yang terjadi di China terjadi selama bertahun-tahun. Koefisien GINI dan Theil didapat trend dinamis yang sama untuk dispa pada pembangunan ekonomi di provinsi-provinsi yang ada di China. 4 Akita 2001 IUJ Research Institute Working Paper No. 9 October 2001 Regional Income Inequality in China a Two Stage Nested Inequality Decomposition Analysis 1994- 1998 Perubahan sistem ekonomi Index Theil, Analisis Regresi Sejak adanya perubahan sistem ekonomi pintu terbuka, China mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun pertumbuhan tersebut mengakibatkan terjadinya ketimpangan pendapatan antarprovinsi yang dekat pantai dengan Universitas Sumatera Utara No Peneliti Sumber TopikLokasi Masalah Metode Hasil Penelitian provinsi- provinsi daratan. 5 Sjafrizal 1997 Prisma, LP3ES, No.3:27-28, Jakarta Kesenjangan pembangunan antar wilayah di Indonesia Perkembang an pembanguna n antar wilayah William son, Koefisien Theil, Tipologi Klassen. Perkembangan pembangunan antar wilayah bagian barat lebih baik dibandingkan dengan keadaan rata-rata seluruh Indonesia, ditinjau dari segi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan antar wilayah, 6 Sutarno 2002 Tesis S2 Sekolah Pascasarjana, UGM Pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Banyumas 1993-2000 Kecenderung an peningkatan ketimpangan Index Williamso n, Index Theil, Tipologi Klassen. Terjadi kecenderungan peningkatan ketimpangan dengan menggunakan indeks Williamson maupun Indeks Entropi Theil, hal ini salah satunya diakibatkan konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial. Hipotesis Kuznets mengenai ketimpangan yang berbentuk kurva U terbalik berlaku di Kabupaten Banyumas. 7 Abdullah 2004 Tesis S2 Sekolah Pascasarjana, UGM Pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan regional : Studi Empiris Penggunaan Indeks Williamson maupun Indeks Analisis Regresi OLS, Ind. William Dengan menggunakan Indeks Williamson maupun Indeks Universitas Sumatera Utara No Peneliti Sumber TopikLokasi Masalah Metode Hasil Penelitian di Provinsi- provinsi Maluku Utara 1984-2002 Entropi Theil son, Koefisien Theil, Tipologi Klassen. Entropi Theil ketimpangan PDRB per kapita meningkat dengan tajam kemudian cenderung menurun. Pendapatan perkapita berpengaruh secara positif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi. 8 Kim, dkk 2003 Impact of National Development Decentralizati on Policies on Regional Income Disparity in Korea Bagaimana pendaruh kebijakan desentralisasi terhadap ketimpangan pendapatan wilayah di Korea Faktor-faktor yang mempengaru hi ketimpangan pendapatan Regresi Ketimpangan pendapatan dapat dipengaruhi oleh empat variabel yaitu pendidikan, kesempatan kerja, infrastruktur dan jaringan informasi. 9 Shiqiang Zhan 2000 Regional Disparities and Economic Growth in China Bagaimana bentuk trend ketimpangan pendapatan wilayah Ketimpangan pendapatan regional Econo metri Hasil menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan regional antara penduduk kota dan penduduk desa telah meningkat selama tahun 1978-1997 10 Nelson dan Lorence 1995 Employment in Service Activities and Inequality in Metropolitan Area Bagaimana pengaruh industri jasa terhadap ketimpangan pendapatan laki- laki di 125 kota metropolitan Amerika Serikat Ketimpangan pendapatan pekerja terjadi pada sektor industri jasa Regresi Ketimpangan pendapatan pekerja terjadi pada sektor industri jasa. Bila sektor industri jasa memperluas kesempatan kerja di suatu wilayah, maka akan terjadi ketimpangan wilayah. Universitas Sumatera Utara No Peneliti Sumber TopikLokasi Masalah Metode Hasil Penelitian 11 Hadi Setia 2001 Studi dampak kebijaksanaan pembangunan terhadap disparitas ekonomi antar wilayah Sejauhmana dampak perubahan kebijakasanaan pembangunan yaitu investasi dalam bentuk pengeluaran pembangunan pemerintah ke Indonesia Timur yang lebih besar dan adanya desentralisasi pengelolaan dana pembangunan tersebut dari pusat ke daerah terhadap pemerataan hasil pembangunan wilayah Ketimpangan pemba- ngunan antar wilayah Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antar wilayah Ketimpangan pembangunan antar wilayah kawasan Indonesia Barat dengan kawasan Indonesia timur terjadi karena dampak akumulatif kesalahan kebijaksanaan pembangunan yang sentralistik dan menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, serta mekanisme perencanaan pembangunan top-down. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel yang diteliti yaitu variabel dependen terdiri dari jumlah kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan indeks kesenjangan pendapatan dan variabel independen terdiri dari pertumbuhan sektor pertanian, pertumbuhan sektor industri, pertumbuhan sektor perdagangan, dan pertumbuhan sektor keuangan. Penelitian ini menggunakan pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku sebagai dasar perhitungan pembangunan ekonomi yang terjadi. Selanjutnya untuk melihat ketimpangan pembangunan yang terjadi, penelitian ini menggunakan hasil perhitungan koefisien Gini masyarakat Kota Medan yang bekerja di sektor pertanian, industri, perdagangan dan keuangan. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda untuk mendapatkan persamaan struktural dalam analisis jalur dan koefisien Gini. Lokasi penelitian adalah Kota Medan. Universitas Sumatera Utara

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN