BAB IV
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH PADA MASA
PEMERINTAHAN JEPANG DI SIBOLGA
4.1 Kondisi Lembaga Pendidikan Islamiyah pada Masa Pemerintahan Jepang Tahun 1942- 1945
Kedatangan Jepang pada tanggal 15 Maret 1945 ke wilayah Sibolga disambut dengan baik oleh masyarakat.
48
Masyarakat Indonesia umumnya dan Sibolga khususnya yakin bahwa Jepang dapat menggantikan pemerintahan Belanda dengan
cara yang lebih baik. Awal kekuasaan Jepang di Sibolga, Jepang menyatakan kedatangan bala tentara mereka adalah untuk membantu rakyat Asia sebagai saudara
tua. Untuk itu masyarakat Indonesia harus membantu terwujudnya keinginan Jepang. Atas dasar itulah Jepang membentuk Gerakan 3 tiga A yang berisikan:
• Jepang Pemimpin Asia
• Jepang Pelindung Asia
• Jepang Cahaya Asia
48
A. H. Hamid Panggabean, op.cit., hlm. 321
Universitas Sumatera Utara
Gerakan 3 tiga A tersebut dibentuk Jepang dengan tujuan untuk menghimpun kekuatan masyarakat membantu Jepang dalam perang di Asia Timur
Raya. Segala propaganda tersebut diucapkan oleh Jepang dalam setiap kesempatan yang ada. Hal seperti ini juga dilakukan pada saat Jepang datang ke wilayah Sibolga.
Implementasi dari propaganda tersebut diharapkan segala daya upaya rakyat diperuntukkan membantu Jepang. Oleh karena itu, seluruh aspek kehidupan
diprogramkan untuk membantu aktifitas Jepang, dan yang bersifat bertentangan dihapuskan. Dengan demikian corak pemerintahan pun diubah sesuai dengan pola-
pola Jepang. Perubahan pola-pola itu dapat terlihat dari sistem pemerintahan, politik, ekonomi bahkan pendidikan. Khusus dalam bidang pendidikan, kebijakan awal yang
dilakukan oleh Jepang adalah penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar menggantikan bahasa Belanda dan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan
kelas sosial. Perubahan yang dilakukan Jepang ini menghasilkan dampak positif. Dalam
beberapa hal perubahan yang dilakukan oleh pemerintahan Jepang dalam dunia pendidikan ternyata mampu meningkatkan jumlah masyarakat yang ingin mengecap
pendidikan. Hal ini terjadi pada awal kedatangan Jepang ke wilayah Sibolga. Dengan kebijakan itu masyarakat dapat mengecap pendidikan secara bebas. Terlebih untuk
beberapa sekolah yang masih mempunyai kaitan erat dengan pemerintahan Belanda
Universitas Sumatera Utara
tidak diaktifkan. Bahkan, untuk sekolah-sekolah zending Kristen pemerintahan Jepang bersikap dingin dengan membatasi aktifitas dalam sekolah tersebut.
49
Lembaga Pendidikan Islamiyah saat itu diberikan keleluasaan dalam beraktifitas. Alasan pemerintahan Jepang adalah keinginan untuk mempersatukan
Asia Timur Raya yang diwujudkan dengan paham imperialisme. Untuk mewujudkannya pemerintahan Jepang membatasi aktifitas yang berhubungan dengan
orang-orang Eropa termasuk Belanda. Itu berarti untuk persebaran agama Islam termasuk dalam bidang pendidikan yang ada di wilayah Sibolga pemerintahan Jepang
bersikap lunak.
50
Pada dasarnya Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga dibuka untuk pendidikan yang mengutamakan agama Islam. Selanjutnya pada awal masa
pemerintahan Jepang lembaga tersebut telah berkembang dengan tiga tingkatan, yaitu:
- Tingkat Pertama, dibuka pada malam hari yang mengajarkan pelajaran
dasar yaitu cara membaca dan menulis Al-Qur’an -
Tingkat Kedua, dibuka pada siang hari yang mengajarkan pelajaran Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Lughoh, Nahwu Sharaf, Tarikh, Khat,
49
Wawancara dengan Bpk. Muhammad Zailani pada tanggal 29 Maret 2011
50
Aririfin Bey, Perang Jepang Dalam Pasca Abad Amerika Serangkai Bunga Rampai, Jakarta: Antarkarya, 1990, hlm. 97
Universitas Sumatera Utara
Akhlak, dan pelajaran umum seperlunya yaitu cara menulis dan membaca bahasa Indonesia dan berhitung.
- Tingkat Ketiga, dibuka pada pagi hari yang mengajarkan pelajaran-
pelajaran Tafsir, Mahfuzhat, Ilmu Kalam
51
Tingkatan-tingakatan ini sebenarnya dapat digambarkan dalam bentuk sekolah Diniyah, Ibtidaiyah, dan Tsanawiyah. Akan tetapi, penggunaan istilah
Diniyah lahir pada tahun 1990, Ibtidaiyah pada tahun 1955, dan istilah Tsanawiyah lahir pada tahun 1980-an, maka Lembaga Pendidikan Islamiyah menggunakan
tingkatan dalam membedakan pengajaran yang diberikan.
52
Kenaikan pada setiap jenjang pendidikan dalam lembaga tersebut tidak dilakukan berdasarkan pada sebuah ketetapan seperti semester ataupun caturwulan,
tetapi berdasarkan pada kemampuan setiap siswa dalam menyerap pelajaran. Artinya bahwa apabila seorang siswa dapat menguasai ilmu yang diajarkan pada tingkat
kedua dengan baik dan cepat dibandingkan dengan siswa lain, maka siswa tersebut berhak untuk naik ke jenjang berikutnya, yaitu tingkat ketiga. Hal ini dilakukan agar
tidak menghambat kemampuan siswa untuk mengecap pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini merupakan pola pengajaran tradisional dalam sebuah pengajian.
51
---------------, Perguruan Islamiyah Dari Masa Ke Masa, Sibolga: Tanpa Penerbit, 1995, hlm. 43
52
M. Padli, Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta : Tunas Bangsa. 1999, hlm. 24
Universitas Sumatera Utara
Perlakuan yang didapatkan oleh Lembaga Pendidikan Islamiyah tersebut hanya terjadi sampai akhir tahun 1943. Menjelang awal tahun 1944 dalam masa
pendudukan Jepang banyak mata pelajaran yang tidak sempurna diajarkan. Maksudnya adalah bahwa setiap pelajaran yang diadakan untuk murid-murid tidak
mampu diajarkan oleh guru-guru di Lembaga Pendidikan Islamiyah. Hampir setiap hari masyarakat khususnya pemuda-pemuda di Sibolga harus belajar kewiraan
Jepang. Kondisi ini dilatarbelakangi oleh perang yang akan dilakukan Jepang yaitu Perang Asia Timur Raya.
53
Pada masa pendudukan Jepang di Sibolga, Jepang melakukan penyeragaman pada pendidikan dasar, yang pada masa kononial
mempunyai beberapa bagian. Penyeragaman ini dilakukan untuk menghapuskan diskriminasi dalam pendidikan yang pernah dilakukan oleh Belanda dengan melihat
status sosial masyarakat itu. Hal ini juga merupakan upaya Jepang untuk mengkontrol pendidikan yang berjalan di Sibolga. Penyeragaman yang dilakukan Jepang juga
terjadi pada Lembaga Pendidikan Sibolga, dimana tingkatan pendidikan yang pernah dibentuk oleh pengurus dari lembaga tersebut kemudian dilebur menjadi satu, seperti
Sekolah Rakyat, atau yang disebut Kokumin Gakko pada masa Jepang.
54
Pemuda-pemuda Sibolga yang berusia 13 tahun diwajibkan untuk mengikuti bela diri, kedisplinan militer Jepang dan ilmu ke-Jepangan. Para pemuda dilatih
53
Sultan Parhimpunan, op.cit., hal. 64
54
Wawancara dengan bpk. Tumpak Panggabean pada tanggal 22 Juli 2011
Universitas Sumatera Utara
menjadi calon muda pasukan dengan menanamkan ideologi Jepang. Oleh karena itu banyak remaja yang meninggalkan bangku sekolah dengan istilah istirahat, lalu
dengan kelihaian Jepang mereka ditarik masuk menjadi anggota militer Jepang. Sebahagian remaja yang seharusnya berada di bangku sekolah, karena keharusan
mengikuti militer Jepang seperti GYUGUN, KAIGUN, dan HEIHO, menyebabkan banyaknya generasi muda yang kehilangan kesempatan memperoleh ilmu
pengetahuan untuk masa depannya.
55
Kondisi yang sama juga terjadi pada Lembaga Pendidikan Islamiyah yang harus ditinggalkan peserta didiknya karena mengikuti latihan militer Jepang. Masa
pendudukan Jepang, khususnya di Lembaga Pendidikan Islamiyah, adalah masa yang suram dengan terganggunya proses belajar mengajar yang sudah mulai dirubah ke
arah yang lebih baik. Intervensi pemerintahan Jepang juga terjadi pada dunia pendidikan, khususnya pada Lembaga Pendidikan Islamiyah. Jepang memasukkan
berbagai macam program pengajaran seperti bahasa Jepang, teori-teori kemiliteran Jepang, dan berbagai tata karma dalam pergaulan Jepang yang sebenarnya tidak
dikuasai oleh tenaga pengajar. Dalam hal lain tidak terdapat buku pedoman dalam pengajaran yang dilakukan, serta pendidikan yang diajarkan tidak sesuai dengan usia
55
Wawancara dengan Kepala Sekolah SD Yayasan Perguruan Islamiyah Ibu Syamsiah pada tanggal 12 Maret 2011
Universitas Sumatera Utara
perkembangan anak didik. Akhirnya proses pengajaran terganggu, tidak terarah dan tujuan pendidikan tidak jelas.
56
Melalui bahasa, Jepang menanamkan Ideologinya. Penguasa militer Jepang bermaksud untuk melakukan Japanisasi yaitu men-Jepangkan Indonesia. Jepang
memaksakan orang Indonesia tunduk dan patuh dengan aturan-aturan Jepang secara komplit. Hal ini terlihat pada setiap pagi. Masyarakat disuruh untuk menghadap ke
timur tempat matahari terbit selanjutnya diberi aba-aba “Kreei” dan semua penduduk harus tunduk. Hal ini dilakukan seolah-olah tunduk kepada kaisar Jepang dan
penghormatan ini dilakukan setelah terlebih dahulu menyanyikan lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo, Ki Oni O Sajare”.
57
Selain dari latihan militer yang diwajibkan bagi penduduk pribumi, seperti latihan ketangkasan dengan bahasa komandan Jepang yang bersikap tegas, suara yang
keras dan dengan sanksi yang berat bagi pelanggar aba-aba, Jepang juga mengajarkan lagu-lagu Jepan. Ini dilakukan guna membiasakan masyarakat pribumi agar merasa
dirinya adalah orang Jepang. Salah satu lagu yang diajarkan di Lembaga Pendidikan Islamiyah yaitu:
56
Wawancara dengan Ketua Yayasan Islamiyah Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 28 Maret 2011
57
Wawancara dengan Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 25 Mei 2011
Universitas Sumatera Utara
Oo Tete Cunai Dengan Koyo Sikoyoshi
O Ci Ceware Ware Naa Ki Kamaruku
Ajia’ Aji Anno Kioo Wei Kengno….
58
Pada awal tahun 1944 masa pendudukan Jepang di Sibolga, sarana gedung Lembaga Pendidikan Islamiyah diratakan oleh pemerintahan Jepang untuk landasan
pesawat kecil “capung”, karena lokasi gedung lembaga Islamiyah merupakan tempat yang cukup stategis, berada ditengah kota dan dekat dengan pelabuhan. Untuk proses
belajar di lembaga tersebut harus melakukannya secara berpindah-pindah.
59
Dalam hal ini jumlah tenaga pengajar dan siswa lembaga tersebut semakin berkurang.
Kondisi tersebut dipengaruhi oleh keharusan pemuda-pemuda mengikuti latihan militer Jepang sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk belajar dan kondisi
kehidupan yang sangat memprihatikan. Sulitnya masyarakat memperoleh kebutuhan hidup dan situasi yang mencekam akibat perang menjadikan pendidikan semakin
terabaikan. Jumlah siswa yang belajar pada Lembaga Pendidikan Islamiyah dapat dilihat
melalui tabel berikut :
58
Wawancara dengan Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 25 Mei 2011
59
Wawancara dengan Ketua Yayasan Islamiyah Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 28 Maret 2011
Universitas Sumatera Utara
Tabel II Tingkat Pendidikan pada Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga
Tahun Tingkat Pendidikan
Jumlah ruangan Belajar
Jumlah Guru Jumlah
Siswatahun 1926-
1931 Tingkat Pertama
2 lokal 2 orang
20 orang 1931-
1934 Tingkat Pertama
Tingkat Kedua 1 lokal
1 lokal 2 orang
2 orang 45 orang
15 orang 1934-
1942 Tingkat Pertama
Tingkat kedua Tingkat Ketiga
1 lokal 1 lokal
1 lokal 4 orang
2 orang 1 orang
75 orang 15 orang
10 orang 1943-
1950 Tingkat pertama
1 lokal 1 orang
25 orang Sumber : Arsip Perguruan Islamiyah Sibolga
4.2 Manajemen Lembaga Pendidikan Islamiyah