Latar belakang Berdirinya Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga.

Selain itu melakukan kegiatan penyambutan bulan suci Ramadhan dengan membuka bazar ataupun kegiatan yang berhubungan dengan amal. Hal ini dilakukan guna mempererat hubungan silaturrahmi antar umat yang beragama Islam di kota Sibolga. Keterkaitan agama Islam dengan adat istiadat di kota Sibolga juga sangat erat. Dimana adat istiadat pesisir Sibolga yaitu adat Sumando menggunakan agama Islam sebagai salah satu syarat sebagaimana halnya dengan adat Melayu. Adat Sumando merupakan adat istiadat yang lahir di kota Sibolga seiring dengan perkembangan Islam di kota tersebut. 35 Sehingga yang menggunakan adat pesisir di kota Sibolga adalah mereka yang beragama Muslim. 36 Dalam adat istiadat pesisir Sibolga kentalnya nuansa Islam juga terlihat melalui upacara ataupun keberagaman warna di dalam peralatan yang digunakan.

3.2 Latar belakang Berdirinya Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga.

Sebelum berdirinya Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga yang bernama Islamiyah School, pemerintahan Belanda telah membuka beberapa sekolah yang mengajarkan pelajaran umum. Pada dasarnya sekolah-sekolah tersebut didirikan untuk kepentingan Belanda sendiri. Sekolah-sekolah saat itu, mengajarkan 35 Jane Drakard, op.cit., hlm. 95 36 Wawancara dengan Bpk. Zulkifli pada tanggal 10 April 2011 Universitas Sumatera Utara pengetahuan umum terhadap anak-anak yang ada di kota Sibolga. Pelajaran-pelajaran umum yang diajarkan adalah cara membaca, menulis dan berhitung. Pendidikan umum yang ada di Sibolga pada masa pemerintahan Belanda antara lain : • ELS yang dibuka pada tahun 1910 • Ambachts School yang dibuka pada tahun 1922 • Meisjes School yang dibuka pada tahun 1924 • Hollands Indishe Vereniging School AMS yang dibuka pada tahun 1925 • Katholieke Holland Inlandshe School yang dibuka pada tahun 1929 • Islamiyah School yang dibuka pada tahun 1929 • Christelijke Holland Inlandshe School dibuka pada tahun 1932 37 Meskipun demikian peranan pendidikan ini sangat tertutup hanya diperuntukkan terhadap kalangan-kalangan tertentu. Murid-murid yang dapat belajar di sekolah Belanda ini hanyalah mereka yang berasal dari status sosial tertentu. Selain itu terdapat sekolah-sekolah zending yang dikelola oleh penganut agama Kristen di Sibolga. Pelajaran yang disajikan pun bermuatan umum dan agama Kristen. Hal ini tidak memberikan kepuasan sekaligus memenuhi tuntutan hidup masyarakat di 37 A. H. Hamid Panggabean, op.cit., hlm. 278 Universitas Sumatera Utara Sibolga yang pada umunya berlatar belakang agama Islam. Beberapa sekolah yang didirikan oleh zending Kristen turut pula memberikan dorongan kepada Islamiyah School. Sekolah yang didirikan oleh zending hanya menerima siswa yang beragama Kristen sehingga muncul keinginan untuk membuka sekolah umum di Islamiyah School. Sekolah milik pemerintah Belanda pada saat itu mengajarkan pengetahuan umum yang bersifat duniawi, sedangkan Islamiyah School mengajarkan pengetahuan yang berguna untuk penghayatan agama. Penyebaran Islam di wilayah Sumatera Utara terkhususnya di Sibolga menjadi sebuah pendorong dalam perkembangan pendidikan yang berbau Islam. Hal ini dimulai dengan datangnya masyarakat perantau dari Minangkabau, Aceh dan wilayah-wilayah lainnya seperti Barus dan Mandailing. Pada tahun 1924 seorang guru dari Sumatera Barat bernama H. Abdul Manam untuk pertama kalinya membuka pengajian di Sibolga dan merupakan embrio dari Perguruan Islamiyah. 38 Dengan dibukanya pengajian di tengah kota Sibolga diharapkan masyarakat lebih mengenal Islam serta mengetahui cara membaca dan menulis. Dalam hal ini, membaca dan menulis lebih ditujukan kepada membaca dan menulis Al-Qur’an. Lembaga pendidikan Islamiyah adalah sebuah bentuk perkumpulan atau pengajian yang diadakan untuk mengajarkan Islam. Berbeda dengan sebuah pesantren 38 Wawancara dengan Kepala Sekolah SD Yayasan Islamiyah Ibu Syamsyiah pada tanggal 27 Maret 2011 Universitas Sumatera Utara yang merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat. 39 Pada awalnya H. Abdul Manam melakukan kunjungan ke keluarga-keluarga yang beragama Islam di sekitar Sibolga. H. Abdul Manam tersebut menyampaikan niat beliau membentuk sebuah pengajian demi terjaganya silahturahmi antar umat Islam dan pengamalan ajaran agama Islam itu sendiri. 40 Hal ini kemudian disambut baik oleh masyarakat yang beragama Islam di Sibolga. Pengajian yang diadakan H. Abdul Manam merupakan pengajian bergilir yang dilakukan dari satu rumah ke rumah yang lain. Awalnya pengajian tersebut hanya diikuti oleh orang tua saja tanpa melibatkan anak-anak yang dianggap belum pandai membaca Al-Qur’an. Lalu muncul pula usul untuk membuka pengajian yang mengajarkan cara membaca dan menulis Al-Qur’an kepada anak-anak. Usulan ini disambut baik oleh H. Abdul Manam yang kemudian membuka pengajian untuk mengajarkan Islam kepada anak-anak di Sibolga. 41 39 Masuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994, hlm. 6 40 Wawancara dengan Kepala Sekolah SD Yayasan Islamiyah Ibu Syamsyiah pada tanggal 27 Maret 2011 41 Wawancara dengan Bpk. Tumpak Panggabean pada tanggal 27 Maret 2011 Universitas Sumatera Utara Pengajian yang dibuka untuk pertama kalinya didirikan di tangah kota Sibolga dengan bangunan yang sederhana dan terbuka. 42 Bangunan dari pengajian tersebut berbentuk persegi dengan lantai tanah dan digelar tikar yang terbuat dari daun pandan yang dianyam. Untuk atap dari bangunan tersebut digunakan dari bahan yang terbuat dari pelepah rumbia dan dindingnya di biarkan terbuka. 43 Bentuk bangunannya merupakan bangunan pertama dari pengajian yang didirikan oleh masyarakat Sibolga. Pada tahun 1926 seorang guru yang juga berasal dari Sumatera Barat bernama H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi menggabungkan diri dengan H. Abdul Manam dalam pengajian ini. Bersama dengan H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi, H. Abdul Manam mengajarkan cara membaca dan menulis Al-Qur’an serta memberikan pelajaran tentang cara sholat dan hukum-hukum agama Islam kepada anak-anak di Sibolga. Antusias dari anak-anak yang ingin belajar tentang agama Islam ternyata sangat baik. Selain mereka belajar tentang agama, mereka juga mendapatkan teman- teman yang baru di pengajian. Hal ini juga didorong oleh sistem pengajaran dari kedua guru tersebut yang tidak terlalu kaku dan keras terhadap anak-anak. 42 Wawancara dengan Ketua Yayasan Islamiyah Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 28 Maret 2011 43 A. H. Hamid Pangggabean, Bunga Rampai TAPIAN NAULI, Jakarta: Nadhilah Ceria Indonesia, 1995, hlm. 320 Universitas Sumatera Utara Perkembangan lembaga pengajian tidaklah berjalan mulus. Proses awal pengajian tersebut dibuka oleh H. Abdul Manam yang kemudian berkembang mengalami beberapa masalah. Masalah-masalah tersebut timbul akibat adanya perbedaan paham tentang pola pengajaran perguruan Islam di antara H. Abdul Manam dengan H Muhammad Kasim Al-Mahmudi. H. Abdul Manam menginginkan pola pengajaran dilakukan secara serentak terhadap semua siswa di pengajian tersebut sehingga tidak akan banyak membuang waktu, sedangkan H. Muhammad Kasim Al- Mahmudi menginginkan pola yang bertolak belakang dengan H. Abdul Manam. Pola yang ditawarkan H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi dalam pengajaran dilakukan dengan membagi siswa pengajian, mengingat kemampuan siswa dalam mempelajari cara membaca dan menulis berbeda-beda. 44 Perbedaan pola pandang serta pola pengajaran tersebut mengakibatkan H. Abdul Manam mengundurkan diri dari pengajian tersebut sebagai seorang guru. Hal ini mengakibatkan H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi harus mengajarkan anak- anak di pengajian seorang diri. Kebijakan pertama yang dilakukan beliau adalah dengan membuka pengajian pada sore hari sehingga dapat mengajari seluruh anak- anak. Pagi hari digunakan untuk mengajari anak-anak yang baru belajar mengaji dan menulis Al-Qur’an, sedangkan pada sore dilakukan pengajian untuk lebih memperdalam ilmu agama Islam selain memperlancar membaca Al-Qur’an. Kebijakan ini memberikan hasil yang sangat memuaskan dalam perkembangan 44 Ibid., hlm. 321 Universitas Sumatera Utara pengajian itu sendiri. Pada akhirnya terpikirkan pula untuk memberikan nama pada pengajian yang mulai berkembang di tengah-tengah kota Sibolga, yaitu Islamiyah.

3.3 Lembaga Pendidikan Isamiyah Sebelum Tahun 1942