BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Intensifikasi pertanian merupakan kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sejalan dengan laju
pertambahan penduduk yang semakin meningkat. Komoditi pertanian memiliki peran strategis dalam mewujudkan kebijaksanaan pemerintah untuk meningkatkan
perolehan devisa. Ketangguhan peran tersebut di era globalisasi perdagangan di dunia diperhadapkan pada persaingan mutu komoditi, baik di pasar domestik maupun
manca negaraSulistiyono,2004. Pada awal program intensifikasi ini, yaitu tahun 1970 sampai 1980, untuk
mengatasi masalah hama digunakan berbagai jenis dan formulasi pestisida dengan aneka bahan aktifnya. Pada saat itu pestisida diprogramkan untuk memberantas bukan
untuk mengendalikan, bahkan juga untuk mencegah agar hama tidak timbul. Kegiatan pemberantasan ini sudah terjadwal rapi, misalnya setiap sekali dalam seminggu tanpa
memperhatikan ada tidaknya serangan dan ekosistemWudianto, 2001. Pada awal penemuan dan penggunaanya, pestisida mendapat sukses yang luar
biasa, sehingga disambut sebagai rahmat Yang Maha Kuasa terhadap manusia. Tercatat antara tahun 1951-1966 produksi bahan makanan mengalami peningkatan
34, dimana hal itu diikuti dengan peningkatan penggunaan pestisida sampai 300 dari biasa. Melalui penggunaan pestisida, hama-hama yang merusak tumbuhan
pertanian dapat dimusnahkan, sehingga manusia terus menggunakan senyawa kimia ini untuk menuntaskan hama-hama pertanian Palar, 2008.
Peranan pestisida dalam sistem pertanian sudah menjadi dilema yang sangat menarik untuk dikaji. Berpihak pada upaya pemenuhan kebutuhan produksi pangan
sejalan dengan peningkatan pertumbuhan penduduk Indonesia, maka pada konteks pemenuhan kuantitas produksi pertanian khususnya produk hortikultura pestisida
sudah tidak dapat lagi dikesampingkan dalam sistem budidaya pertaniannya Rimantho, 2007.
Menurut Novizan 2002 seperti yang dikutip oleh Sembiring 2008, manfaat pestisida yang sangat cepat dirasakan membuat petani menggantungkan harapan
terlalu besar terhadap pestisida. Akibatnya petani menjadikan pestisida sebagai satu- satunya andalan dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Karena
keterbatasan pengetahuan, sikap dan tindakan yang kurang baik dalam pengelolaan pestisida menyebabkan terpajannya pekerja pertanian terutama yang berkecimpung
dalam formulasi dan pengunaan aplikasi pestisida. Selain memengaruhi kesehatan manusia, pestisida juga mempunyai dampak terhadap lingkungan.
WHO World Health Organisation memperkirakan bahwa setengah juta kasus keracunan pestisida muncul setiap tahunnya, 5000 orang diantaranya berakhir dengan
kematian. Pada akhir tahun 1980 dilaporkan bahwa jumlah keracunan pestisida di dunia dapat mencapai satu juta kasus dengan 20.000 kematian per tahun.
Sulistiyono, 2004. Kabupaten Karo dikenal sebagai daerah pertanian tanaman buah dan sayuran
hortikultura dimana sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian. Berdasarkan hasil pemeriksaan kholinesterase darah petani di beberapa kecamatan di Kabupaten
Karo diketahui bahwa Kecamatan Barusjahe merupakan kecamatan dengan jumlah petani mengalami keracunan pestisida cukup tinggi.
Berdasarkan penelitian Sulaini 1999 yang dikutip Sinulingga 2004 dari 23 orang petani perempuan penyemprot jeruk di kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo
terdapat 5 orang keracunan ringan dan 1 orang keracunan sedang disebabkan kurangnya tindakan kebersihan diri setelah melakukan penyemprotan
pestisidaMeliala,2005. Berdasarkan penelitian Sembiring 2007 dari 71 orang petani yang bekerja
dalam mengaplikasikan pestisida di Desa Sinaman Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo terdapat 60 orang 84,5 yang tidak menggunakan alat pelindung diri yang
lengkap di saat pencampuran dan penyemprotan pestisida. Desa Serdang merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Barusjahe
Kabupaten Karo yang mayoritas penduduknya petani. Dan dari seluruh petani sebagian besar merupakan petani jeruk Citrus, sp.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan penulis di Desa Serdang Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo masih banyak dijumpai petani penyemprot yang tidak
menggunakan alat pelindung diri, pestisida yang diformulasikan lebih dari satu jenis pestisida bahkan ada yang sampai empat jenis pestisida. Pada umumnya
pengaplikasian pestisida di Kabupaten Karo dilakukan 10 hari sekali, tetapi masih ditemukan buah jeruk yang berguguran disebabkan oleh organisme pengganggu
tanamanhama. Di Desa Serdang sudah ada beberapa kegiatan penyuluhan pertanian, dalam
penyuluhannya materi yang disuluh berfokus pada permasalahan cara meningkatkan
hasil panen para petani dan cara mengatasi gangguan pada tanaman. Tetapi berdasarkan wawancara terhadap beberapa petani belum pernah dilakukan
penyuluhan tentang penyemprotan pestisida agar tidak mengganggu kesehatan petani. Menurut Sastraatmadja 1993, penyuluhan pertanian didefinisikan sebagai
pendidikan nonformal yang ditujukan kepada petani dan keluarganya dengan tujuan jangka pendek untuk mengubah perilaku termasuk sikap, tindakan dan pengetahuan
ke arah yang lebih baik, serta tujuan jangka panjang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Disamping menciptakan suatu perubahan
perilaku bagi masyarakat petani, penyuluhan pertanian pun diharapkan mampu mengarahkan wawasan berpikir dan menumbuhkan karakter sebagai bangsa yang
sedang melakukan pembangunan. Karena itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh penyuluhan pestisida terhadap pengetahuan dan sikap petani jeruk dalam
menyemprot pestisida di Desa Serdang Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah