Pengaruh Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani terhadap Residu Pestisida Cabai di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo Tahun 2014

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PETANI TERHADAP RESIDU PESTISIDA PADA

CABAI DI DESA SUKAMANDI KECAMATAN MEREK KABUPATEN KARO TAHUN 2014

TESIS

Oleh

KRISTINA BR TARIGAN 127032031/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF FARMERS’ CHARACTERISTICS, KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND ACTION ON PESTICIDE RESIDUE IN CHILIES AT

SUKAMANDI VILLAGE, MEREK SUBDISTRICT, KARO DISTRICT, IN 2014

THESIS

By

KRISTINA BR TARIGAN 127032031/IKM

MAGISTRATE IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PETANI TERHADAP RESIDU PESTISIDA PADA

CABAI DI DESA SUKAMANDI KECAMATAN MEREK KABUPATEN KARO TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

KRISTINA BR TARIGAN 127032031/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK,

PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PETANI TERHADAP RESIDU PESTISIDA PADA CABAI DI DESA SUKAMANDI

KECAMATAN MEREK KABUPATEN KARO TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Kristina br Tarigan Nomor Induk Mahasiswa : 127032031

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D) (Ir. Evi Naria, M.Kes

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah Diuji

pada Tanggal : 23 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M.Kes

2. Ir. Indra Cahaya, M.Si 3. dr. Taufik Ashar, M.K.M


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PETANI TERHADAP RESIDU PESTISIDA PADA

CABAI DI DESA SUKAMANDI KECAMATAN MEREK KABUPATEN KARO TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2014

Kristina br Tarigan 127032031/IKM


(7)

ABSTRAK

Residu pestisida adalah pestisida yang masih tersisa pada bahan pangan setelah diaplikasikan ke tanaman pertanian. Pestisida yang digunakan untuk cabai merah adalah karbendazim, profenofos dan quinoxifen, dari ketiga pestisida ini pestisida yang digunakan oleh petani di Desa Sukamandi adalah profenofos.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik (lama kerja), pengetahuan, sikap dan tindakan petani terhadap residu pestisida cabai di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo.

Jenis penelitian ini adalah metode survei yang bersifat analitik dengan

pendekatan cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani cabai yang ada di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo sebanyak 30 orang, cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Analisis data menggunakan uji regresi linier dengan data numerik.

Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa dari 30 sampel, nilai residu pestisida adalah <5 mg/kg. Artinya, kandungan residu pestisida profenofos pada semua sampel cabai berada di bawah BMR (Batas Maksimum Residu). Hasil analisis multivariat diperoleh terdapat pengaruh pengetahuan (p=0,032), sikap (p=0,031) dan tindakan (p=0,009) terhadap residu pestisida cabai di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo.

Petani diharapkan agar memperhatikan cara penggunaan pestisida yang baik dan benar sehingga tidak terjadi pemakaian dosis pestisida yang melebihi batas yang dianjurkan. Perlu melakukan penyuluhan pada petani tentang dampak pemakaian kembali wadah pestisida untuk keperluan sehari-hari. Cabai yang hendak dikonsumsi harus dicuci dengan air mengalir untuk mengurangi residu pestisida.


(8)

ABSTRACT

Pesticide Residue is a certain substance which is directly and indirectly contained in foodstuffs or in fodder which use pesticide. Pesticides used in red chilies are carbenazim, profenofos, and quinoxyfen. Of these three types of pesticide,

profinofos is the most common one which is used by farmers.

The objective of the research was to find out the influence of farmers’ characteristics of the length of service, knowledge, attitude, and action on pesticide residue in chilies at Sukamandi Village, Merek Subdistrict, Karo District.

The research used an analytic survey method with cross sectional design. The population was 30 chili farmers at Sukamandi Village, Merek Subdistrict, Karo District, and the samples were taken by using purposive sampling technique. The data were analyzed by using linear regression test with numerical data.

The result of laboratory test from the 30 samples showed that the value of pesticide residue was < 5 mg/kg which indicated that profenofos pesticide residue in all samples of chilies was below TLV (Threshold Limit Value). The result of

multivatriate analysis showed that there was the influence of knowledge (p = 0.032), attitude (p = 0.031), and practice (p = 0.009) on chili pesticide residue at Sukamandi Village, Merek Subdistrict, Karo District.

Farmers are expected to pay attention to the good and correct way how to use pesticide so that the pesticide dosage does not exceed the recommended limit. The counseling for farmers about the effect of the reuse pesticide container for everyday use should be conducted. Running water should be used to wash chilies.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani terhadap Residu Pestisida Cabai di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo Tahun 2014”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., MSc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat.

4. Dra. Nurmaini, M.K.M. Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan


(10)

waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

5. Ir. Indra Cahaya, M.Si dan dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku Tim Penguji yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran untuk kesempurnaan tesis ini. 6. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Kepala UPT. PTPH Medan yang telah memberikan izin penelitian.

8. Kepala Desa Sukamandi Kec. Merek Kab. Karo yang telah memberikan izin penelitian

9. Ibunda tercinta Iting dan Biring serta keluarga besar yang telah memberikan Doa, dukungan dan bantuan selama penyelesaian tesis ini.

10. Suami tercinta S. Bangun, dan anak-anakku Inalsalina Ita dan Andika Sebastian yang telah memberikan Doa dukungan, pengorbanan baik lahir maupun batin dan berkat merekalah saya termotivasi untuk menyelesaikan studi ini.

11. Tambar Malem Sitepu teman seperjuangan yang selalu setia dan Teman- teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah bersedia menjadi teman diskusi untuk penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sebagai masukan dan perbaikan dengan harapan semoga tesis ini


(11)

memberikan manfaat dan sumbangsih bagi kemajuan serta peningkatan dalam bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, September 2014

Penulis

Kristina br. Tarigan 127032031/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Kristina br Tarigan, lahir di Kabanjahe pada tanggal 01 Januari 1971, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. J. Maju Tarigan dan Ibunda Rosina br. Munthe. Menikah dengan Aiptu Solo Bangun dan dikaruniai 2 (dua) orang anak yaitu Inalsalina Ita dan Andika Sebastian

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar RK No. 2 Kabanjahe, tamat pada tahun 1982, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1

Kabanjahe, tamat tahun 1985, SMA Negeri Kabanjahe tamat tahun 1988 .Tahun 1990 melanjutkan pendidikan D-3 Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan Kabanjahe tamat 1993, Tahun 2001 melanjutkan Pendidikan S1 FKIP Universitas Karo, tamat 2003. Pada tahun 2012 melanjutkan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera sampai sekarang.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Hipotesis ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pestisida ... 7

2.1.1. Penggolongan Pestisida ... 9

2.1.2. Penanganan Pestisida ... 11

2.1.3. Dampak Pestisida ... 12

2.1.4. Toksikologi Pestisida ... 18

2.1.5. Metode Penyemprotan Pestisida ... 19

2.1.6. Jeda Waktu Penyemprotan ... 21

2.1.7. Lama Penyemprotan Pestisida ... 22

2.2. Residu Pestisida ... 23

2.3. Tanaman Cabai ... 24

... 2.3.1. Penggunaan Pestisida pada Tanaman Cabai ... 25

2.4. Analisis Residu Pestisida ... 26

2.5. Perilaku ... 27

... 2.5.1. Pengetahuan ... 27

... 2.5.2. Sikap ... 30

... 2.5.3. Tindakan ... 32


(14)

2.6. Landasan Teori ... 33

2.7. Kerangka Konsep ... 34

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Jenis Penelitian ... 35

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 35

3.3. Populasi dan Sampel ... 35

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 36

3.4.1. Data Primer ... 36

3.4.2. Data Sekunder ... 36

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 36

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 38

3.5.1. Variabel Penelitian ... 38

3.5.2. Definisi Operasional ... 38

3.6. Metode Pengukuran ... 39

3.7. Analisis Laboratorium ... 40

3.8. Metode Analisis Data ... 42

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 44

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 44

4.2. Analisis Univariat ... 44

4.2.1. Karakteristik Petani di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 44

4.2.2. Pengetahuan Petani tentang Residu Pestisida di Desa Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 45

4.2.3. Sikap Petani tentang Residu Pestisida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 46

4.2.4. Tindakan Petani tentang Residu Pestisida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 48

4.2.5. Residu Pestisida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 50

4.2.6. Gambaran Karakteristik Pengetahuan, Sikap, Tindakan dan Residu Pestisida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 51

4.2.7. Uji Normalitas ... 52

4.3. Analisisi Bivariat ... 52

4.3.1. Hubungan Lama Kerja, Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan dengan Residu Pestisida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 52

4.3.2. Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Tindakan terhadap Residu Pestisida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 54


(15)

4.3. Analisis Multivariat ... 55

4.3.1. Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Tindakan terhadap Residu Pestisida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 55

BAB 5. PEMBAHASAN ... 58

5.1. Pengaruh Pengetahuan Petani terhadap Residu Pestisida dalam ... Cabai ... 58

5.2. Pengaruh Sikap Petani terhadap Residu Pestisida dalam Cabai .... 61

5.3. Pengaruh Tindakan Petani terhadap Residu Pestisida dalam ... Cabai ... 63

5.4 . Residu Pestisida dalam Cabai ... 64

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

6.1. Kesimpulan ... 67

6.2. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 3.1. Defenisi Operasional ... 40 4.1. Distribusi Karakteristik Petani di Desa Sukamandi Kecamatan Merek

Kabupaten Karo ... 45 4.2. Distribusi Jawaban Pengetahuan Petani tentang Residu Pestida di Desa

Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 45 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Petani Kategori tentang Residu

Pestisida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 46 4.4. Distribusi Jawaban Sikap Petani tentang Residu Pestida di Desa

Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 47 4.5. Distribusi Frekuensi Sikap Petani Kategori tentang Residu Pestiosida di

Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 48 4.6. Distribusi Jawaban Tindakan Petani tentang Residu Pestida di Desa

Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 49 4.7. Distribusi Frekuensi Tindakan Petani Kategori tentang Residu Pestisida

di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 50 4.8. Distribusi Residu Pestisida Cabai di Desa Sukamandi Kecamatan

Merek Kabupaten Karo ... 50 4.9. Gambaran Karakteristik Pengetahuan, Sikap, Tindakan, dan Pestisida di


(17)

4.10. Uji Normalitas Variabel Pengetahuan, Sikap, Tindakan, dan Pestisida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 52 4.11. Hasil Uji Korelasi Spearman Pengetahuan, Sikap, dan tindakan dengan

Residu Pestisida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten

Karo ... 53 4.12. Hasil Uji Pengaruh Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan terhadap Residu

Pestisida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo ... 54 4.13. Hasil Analisis Determinasi ... 56 4.14. Hasil Uji Pengaruh Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan terhadap Residu


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Kerangka Teori (Precede Lawrence W. Green) ... 33 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 34


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 72

2. Master Data ... 76

3. Output Data ... 77

4. Dokumentasi Penelitian ... 99


(20)

ABSTRAK

Residu pestisida adalah pestisida yang masih tersisa pada bahan pangan setelah diaplikasikan ke tanaman pertanian. Pestisida yang digunakan untuk cabai merah adalah karbendazim, profenofos dan quinoxifen, dari ketiga pestisida ini pestisida yang digunakan oleh petani di Desa Sukamandi adalah profenofos.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik (lama kerja), pengetahuan, sikap dan tindakan petani terhadap residu pestisida cabai di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo.

Jenis penelitian ini adalah metode survei yang bersifat analitik dengan

pendekatan cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani cabai yang ada di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo sebanyak 30 orang, cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Analisis data menggunakan uji regresi linier dengan data numerik.

Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa dari 30 sampel, nilai residu pestisida adalah <5 mg/kg. Artinya, kandungan residu pestisida profenofos pada semua sampel cabai berada di bawah BMR (Batas Maksimum Residu). Hasil analisis multivariat diperoleh terdapat pengaruh pengetahuan (p=0,032), sikap (p=0,031) dan tindakan (p=0,009) terhadap residu pestisida cabai di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo.

Petani diharapkan agar memperhatikan cara penggunaan pestisida yang baik dan benar sehingga tidak terjadi pemakaian dosis pestisida yang melebihi batas yang dianjurkan. Perlu melakukan penyuluhan pada petani tentang dampak pemakaian kembali wadah pestisida untuk keperluan sehari-hari. Cabai yang hendak dikonsumsi harus dicuci dengan air mengalir untuk mengurangi residu pestisida.


(21)

ABSTRACT

Pesticide Residue is a certain substance which is directly and indirectly contained in foodstuffs or in fodder which use pesticide. Pesticides used in red chilies are carbenazim, profenofos, and quinoxyfen. Of these three types of pesticide,

profinofos is the most common one which is used by farmers.

The objective of the research was to find out the influence of farmers’ characteristics of the length of service, knowledge, attitude, and action on pesticide residue in chilies at Sukamandi Village, Merek Subdistrict, Karo District.

The research used an analytic survey method with cross sectional design. The population was 30 chili farmers at Sukamandi Village, Merek Subdistrict, Karo District, and the samples were taken by using purposive sampling technique. The data were analyzed by using linear regression test with numerical data.

The result of laboratory test from the 30 samples showed that the value of pesticide residue was < 5 mg/kg which indicated that profenofos pesticide residue in all samples of chilies was below TLV (Threshold Limit Value). The result of

multivatriate analysis showed that there was the influence of knowledge (p = 0.032), attitude (p = 0.031), and practice (p = 0.009) on chili pesticide residue at Sukamandi Village, Merek Subdistrict, Karo District.

Farmers are expected to pay attention to the good and correct way how to use pesticide so that the pesticide dosage does not exceed the recommended limit. The counseling for farmers about the effect of the reuse pesticide container for everyday use should be conducted. Running water should be used to wash chilies.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pestisida yang banyak direkomendasikan untuk bidang pertanian adalah golongan organofosfat, karena golongan ini lebih mudah terurai di alam. Golongan organofosfat mempengaruhi fungsi syaraf dengan jalan menghambat kerja enzim kholinesterase, suatu bahan kimia esensial dalam mengantarkan impuls sepanjang serabut syaraf. Pengukuran tingkat keracunan berdasarkan aktifitas enzim kholinesterase dalam darah dengan menggunakan metode Tintometer Kit, tingkat keracunan adalah sebagai berikut : 75% - 100 % kategori keracunan berat, 50% - 75% kategori keracunan sedang, 25% - 50 kategori keracunan ringan dan 0% - 25% kategori normal (Tarumingkeng, 1992).

Pestisida merupakan pilihan utama cara mengendalikan hama, penyakit dan gulma karena membunuh langsung jasad pengganggu. Kegiatan mengendalikan jasad pengganggu merupakan pekerjaan yang memakan banyak waktu, tenaga dan biaya. Kemanjuran pestisida dapat diandalkan, penggunaannya mudah, tingkat keberhasilannya tinggi, ketersediaannya mencukupi dan mudah didapat serta biayanya relatif murah. Manfaat pestisida memang terbukti besar, sehingga muncul kondisi ketergantungan bahwa pestisida adalah faktor produksi penentu tingginya hasil dan kualitas produk, seperti yang tercermin dalam setiap paket program atau


(23)

kegiatan pertanian yang senantiasa menyertakan pestisida sebagai bagian dari input produksi (Wahyuni, 2010).

Pestisida jenis organofosfat di negara berkembang seperti Indonesia biasanya ditemukan dalam bentuk insektisida. Persenyawaan organofosfat pada mulanya ditemukan di Jerman selama Perang Dunia II. Mereka menggunakannya sebagai gas saraf dalam perang kimia seperti tabun, sarin dan soman. Sintesa awal meliputi persenyawaan seperti Tetraetilfirofosfat (TEPP), parathion dan skradan nyata efektif sebagai insektisida. Gas syaraf ini dapat mengimbulkan menurunnya kadar kholinesterase dalam darah. Selain dari penurunan kadar kolinesterase dalam darah, pestisida juga dapat menimbulkan penurunan kadar haemoglobin, penurunan fungsi hati dan bertambahnya volume ginjal.

Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabe berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Penggunaan pestisida pada tanaman cabai pada umumnya dilakukan oleh petani dua kali dosis anjuran yang dipacu oleh kebutuhan pasar dan pendeknya umur tanaman cabai (Depkes, 2013).

Profenofos merupakan salah satu jenis pestisida-insektisida golongan organofosfat. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tahun 2009 yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian (Deptan), pestisida yang digunakan untuk cabai merah adalah karbendazim, profenofos dan quinoxifen, dari ketiga pestisida ini pestisida yang digunakan oleh petani di Desa Sukamandi adalah profenofos. Selain


(24)

itu juga berdasarkan informasi dari penjual khusus bahan pertanian, pestisida merk CURACRON® yang berbahan aktif profenofos merupakan pestisida golongan organofosfat yang banyak dibeli, hal inilah yang menjadi alasan peneliti memilih pestisida profenofos ini untuk diperiksa.

Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan badan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2008, tentang batas maksimum residu (BMR) pestisida pada tanaman. Residu pestisida untuk golongan organofosfat (profenofos) masih diperbolehkan ada di dalam tanaman dalam konsentrasi yang telah ditentukan, khusus untuk cabai batas konsentrasi residu yang diperbolehkan yaitu 5 mg/kg.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Munarso dan Miskiyah (2009) di Malang dan Cianjur ditemukan residu pestisida pada kubis, tomat, dan wortel. Hasil analisis menemukan sebanyak 37,4 ppb endosulfan pada kubis, 10,6 ppb endosulfan pada wortel, dan 7,9 ppb profenos pada tomat. Selain itu, residu lain yang terdeteksi antara lain pestisida yang mengandung bahan aktif klorpirifos, metidation, malation, dan karbaril.

Berdasarkan penelitian Karlina dkk (2013) di Swalayan Lottemart dan Pasar Terong Makassar bahwa Hasil pemeriksaan residu pestisida Klorfiripos dalam cabai besar dan cabai rawit di Pasar Terong dan Lotte art menunjukkan hasil tidak terdeteksi berdasarkan batas minimum deteksi alat yang digunakan di Laboratorium Kesehatan Makasaar. Hasil pemeriksaan residu pestisida Klorfiripos dalam cabai besar di Pasar Terong pada laboratorium pengujian pestisida BPTPH menunjukkan


(25)

hasil terdeteksi pestisida dengan bahan aktif klorfiripos tetapi masih dibawah Batas Maksimum Residu yaitu 0.5 mg/kg.

Hasil penelitian Hidayat dkk (2010) di Kabupaten Tegal dalam penggunaan pestisida baik petani cabai, bawang merah dan padi mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah terhadap pengelolaan pestisida yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian, yang selanjutnya dengan sikap dan tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip Pengendalian Hama Terpadu. Penggunaan pestisida oleh paetani masih tinggi yaitu khlorpirifos, profenofos, al fametrin, deltametrin, propineb dan mankozeb. Terdapat kaitan nyata antara pengetahuan dan tindakan petani di Kabupaten Tegal dalam aplikasi dan penanganan pestisida dengan tingkat gejala keracunan pestisida.

Berdasarkan hasil penelitian Dalimunthe (2012) pemeriksaan residu insektisida profenofos pada cabai merah segar dan cabai merah giling di beberapa pasar tradisional Kota Medan dengan menggunakan alat Kromatografi Gas terdapat 3 (tiga) sampel yang positif mengandung residu insektisida profenofos yaitu 2 (dua) sampel cabai merah segar dari Pasar Aksara dengan nilai 0,733 mg/kg dan Pasar Sukaramai dengan nilai 1,205 mg/kg , sedangkan 1 (satu) sampel cabai merah giling dari Pasar Petisah dengan nilai 0,128 mg/kg dalam setiap 15 gram cabai. Cabai merah segar dari Pasar Aksara dan Pasar Sukaramai positif mengandung residu profenofos

sedangkan cabai merah giling tidak mengandung residu profenofos. Cabai merah segar dari Pasar Petisah tidak mengandung residu profenofos sedangkan cabai merah giling positif mengandung residu profenofos. Hal ini disebabkan karena sampel cabai merah segar dan cabai giling dari Pasar Aksara, Pasar Sukaramai dan Pasar Petisah


(26)

diambil dari satu penjual yang cabai gilingnya itu tidak berasal dari sampel cabai merah segar. Residu yang tedapat pada 3 (tiga) sampel yang diteliti masih berada dibawah batas maksimum residu (BMR) yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu 5 mg/kg.

Petani dalam menggunakan pestisida beranggapan bahwa penggunaan pestisida sama dengan penggunaan pupuk, sehingga penggunaannya tidak dapat dikontrol. Penggunaan pestisida yang berlebihan pada tanaman cabai sampai mencapai dua kali lipat dibandingkan dosis yang dipacu oleh pendeknya umur tanaman cabai. Konsep perilaku yang diterima secara luas adalah memandang perilaku sebagai variabel pencampur, oleh karena perilaku mencampuri atau mempengaruhi responsi subyek terhadap stimulus. Menurut konsep ini, maka perilaku adalah pengorganisasian proses-proses psikologis oleh seseorang yang memberikan predisposisi untuk melakukan responsi menurut cara tertentu terhadap sesuatu obyek (Afriyanto, 2008).

Masyarakat di Kecamatan Merek Kabupaten Karo merupakan salah satu Kecamatan pemasok cabai untuk Kabupaten Karo dan sekitarnya. Kelompok petani cabai di Kecamatan ini terdapat di Desa Sukamandi yang terdiri dari sawah, ladang dan pekarangan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan ditemukan jenis pestisida profenofos yang digunakan/disemprotkan, frekuensi penyemprotan lebih dari 2 kali dalam seminggu, banyaknya jenis pestisida yang digunakan serta perilaku petani yang melakukan pencampuran sendiri, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji resiu pestisida cabai pada petani di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo.


(27)

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pengaruh Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani terhadap Residu Pestisida Cabai di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo”.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik (lama kerja), pengetahuan, sikap dan tindakan petani terhadap residu pestisida cabai di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh karakteristik (lama kerja), pengetahuan, sikap dan tindakan petani terhadap residu pestisida cabai di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, hasil penelitian ini berguna sebagai bahan evaluasi, sehingga dapat meningkatkan kualitas cabai dan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan berkaitan dengan residu pestisida.

2. Memberikan masukan dan pertimbangan bagi pengelola atau petani cabai untuk dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan tentang residu pestisida.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida

Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 07/PERMENTAN/SR.140/2/2007 mendefinisikan bahwa pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik serta virus yang digunakan untuk: 1) memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. 2) Memberantas rerumputan. 3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan. 4). Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagianbagian tanaman, tidak termasuk pupuk. 5). Memberantas atau mencegah hamahama luar pada

hewan-hewan piaraan dan ternak. 6). Memberantas dan mencegah hama-hama air; 7). Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasadjasad renik dalam rumah

tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan; 8). Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air (Depkes, 2003). Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama, baik insekta, jamur maupun gulma, sehingga pestisida dikelompokkan menjadi : Insektisida (pembunuh insekta), Fungisida (pembunuh jamur), dan Herbisida (pembunuh tanaman pengganggu/gulma).

Pestisida adalah suatu substansi (zat kimia) yang digunakan untuk mencegah atau membunuh hama (pest), yakni organisme yang bersaing untuk mendapatkan


(29)

makanan, menganggu kenyamanan atau berbahaya bagi kesehatan manusia. Pest sebagai target pestisida meliputi insekta, jamur, tikus, mites dan larva serangga (Achmadi, 2011).

Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang. Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida jarang dilaporkan, hanya beberapa saja yang dipublikasikan terutama karena disalah gunakan (untuk bunuh diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik pada serangga (Depkes, 2003).

Menurut Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Bina Perlindungan Tanaman (1993), pestisida adalah semua zat kimia dan bahan-bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk memberantas hama penyakit nematode dan lain-lain, sedangkan The United State Federal Enviromental Pesticide Control Atc (Green, 1979) mendefenisikan pestisida sebagai semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas, mencegah atau menangkis dari gangguan serangga, binatang pengerat nematode, cendawan, gulma yang dianggap hama kecuali virus, bakteri.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1983), pestisida mempunyai tiga macam nama yang terdiri dari nama umum (common name) adalah


(30)

nama yang telah didaftarkan pada International Standard Organization, nama kimia (chemical name) yaitu nama unsur atau senyawa kimia dari suatu pestisida yang terdaftar pada International Union for Pure and Applied Chemistry dan nama dagang (trade name) yaitu nama dagang dari suatu produk pestisida yang biasanya telah terdaftar dan sudah mendapatkan semacam hak paten dari masing-masing negara.

Pestisida dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara tergantung kepada kepentingannya antara lain menurut fisiknya, cara kerjanya, sasaran penggunaanya, tujuan penggunaannya, pengaruh terhadap toksokologinya dan sifat/susunannya. Adapun manfaat dari pengklasifikasian pestisida berdasarkan sifat/susunan kimianya dalam hubungan dengan hama sasaran.

2.1.1 Penggolongan Pestisida

Menurut Wudianto (2010) sasaran pengelompokan pestisida sebagai berikut : 1. Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga.

2. Fungisida

Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunkan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan pada umumnya cendawan berbentuk seperti benang halus yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Kumpulan benang ini disebut miselium. Miselium ini bisa tumbuh dia atas atau dalam tubuh inang.


(31)

3. Bakterisida

Bakterisida adalah senyawa yang mengandung bahan aktif beracun yang bisa membunuh bakteria.

4. Nematisida

Nematisida adalah racun yang mengendalikan nematoda. 5. Akarisida

Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan laba-laba.

6. Rodentisida

Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis pengerat, misalnya tikus.

7. Moluskida

Moluskida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang, siput setengah telanjang, sumpit, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di tambak.

8. Herbisida

Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.

9. Pestisida lain

Selain jenis pestisida di atas masih banyak jenis pestisida lain. Namun, karena kegunaannya jarang maka produsen pestisida pun belum banyak yang menjual. Sehingga di pasaran bisa dikatakan sulit ditemukan.


(32)

Pestisida tersebut adalah sebagai berikut (wudianto R, 2004) yaitu:

a. Pestisida adalah bahan senyawa kimia beracun untuk mengendalikan ikan mujair yang menjadi hama di dalam tambak dan kolam

b. Algisida merupakan pestisida pembunuh ganggang. c. Avisida merupakan pestisida pembunuh burung. d. Larvisia merupakan pestisida pembunuh ulat. e. Pedukulisida merupakan pestisida pembunuh kutu.

f. Silvisida merupakan pestisida pembunuh pohon hutan atau pembersih sisa-sisa pohon.

g. Ovisida merupakan pestisida perusak telur.

h. Piscisida merupakan pestisida pembunuh predator. i. Termisida merupakan pestisida pembunuh rayap.

j. Arborisida merupakan pestisida pembunuh pohon, semak, dan belukar. k. Predasida merupakan pestisida pembunuh hama vertebrata.

2.1.2 Penanganan Pestisida

Telah diketahui bahwa pestisida, karena sifat dan racunnya (fisik dan kimia) adalah bahan kimia yang sangat berbahaya bagi kehidupan dan lingkungan. Oleh karena itu dalam penanganan pestisida, diperlukan fasilitas perlengkapan keselamatan kerja (APD) yang lengkap dan pengetahuan yang cukup bagi orang-orang yang terlibat dengan pestisida (Depkes, 2003).

Pemerintah telah mengeluarkan PP No 7 tahun 1973 sebagai dasar hukum yang mengatur penanganan tentang peredaran, penyimpanan dan penggunaan


(33)

pestisida. Pengawasan dalam hal penanganan pestisida dimaksudkan untuk mencegah terjadinya keracunan bagi para pekerja yang menangani pestisida. Setiap pekerja yang menangani pestisida diharuskan menggunakan pakaian kerja dan alat pelindung kerja berupa pakaian pelindung badan, topi sebagai pelindung kepala, googles sebagai pelindung mata, masker sebagai pelindung pernafasan dan mulut, serta sepatu boot dan sarung tangan.

Penanganan keracunan yang pertama dan paling penting adalah berhenti bekerja dengan pestisida secepatnya (tinggalkan tempat kerja). Jika keracunan karena terkena pestisida melalui kulit, maka sebaiknya mengganti baju dan mencuci bahan-bahan kimia tersebut dengan sabun dan air. Jika menderita keracunan akut, maka kita membutuhkan perawatan kesehatan darurat. Bahkan jika tidak yakin tentang penyebab gejala-gejala tersebut, sebaiknya mencari cara aman dan kunjungi petugas kesehatan.

2.1.3 Dampak Pestisida

2.1.3.1 Dampak Pestisida terhadap Konsumen

Adapun dampak pestisida bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan kronis yang tidak langsung dirasakan. Namun, dalam waktu lama mungkin bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Meskipun sangat jarang, pestisida dapat pula menyebabkan keracunan akut, misalnya dalam hal mengonsumsi produk pertanian yang mengandung residu dalam jumlah besar (Djojosumarto, 2008).


(34)

2.1.3.2 Dampak Pestisida terhadap Kesehatan

Umumnya keracunan pestisida terjadi dengan adanya kontak dengan pestisida selama beberapa minggu. Orang tidak akan sakit langsung setelah terpapar pestisida, tetapi membutuhkan waktu sampai beberapa waktu kemudian. Pestisida masuk dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah yang masuk dalam tubuh manusia dalam jumlah yang cukup (Wudianto, 2010).

a. Keracunan Akut

Keracunan akut biasanya terjadi pada pekerja yang langsung bekerja menggunakan pestisida atau terjadi pada saat aplikasi pestisida. Cara pestisida masuk kedalam tubuh :

1. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)

2. Terhirup masuk ke dalam saluran pernapasan (inhalation), serta 3. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral). b. Keracunan Kronis

Keracunan kronis terjdi apabila penderita terkena racun dalam jangka waktu panjang dengan dosis rendah. Gejala keracunan ini baru kelihatan setelah beberapa waktu (bulan atau tahun kemudian). Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Dan beberapa dampak akibat keracuan kronis akibat pestisida.

1. Pada Syaraf

Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar pestisida selama bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan kesadaran dan koma.


(35)

2. Pada Hati (Liver)

Karena hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak oleh pestisida apabila terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat menyebabkan Hepatitis. 3. Pada Perut

Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan pestisida. Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya berhubungan langsung dengan pestisida selama bertahun-tahun, mengalami masalah sulit makan. Orang yang menelan pestisida (baik sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut dan tubuh secara umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.

4. Pada Sistem Kekebalan

Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis pestisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan. 5. Pada Sistem Hormon

Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti otak, tiroid, paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk mengontrol fungsi-fungsi tubuh yang penting. Beberapa pestisida mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria


(36)

atau pertumbuhan telur yang tidak normal pada wanita. Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran tyroid yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tyroid.

2.1.3.3 Dampak Pestisida terhadap Lingkungan

Menurut Soemirat (2007) Insektisida dapat berpengaruh terhadap lingkungan sebagai berikut :

1. Residu Insektisida dalam Tanah

Penyemprotan pestisida akan berada di udara yang lama kelamaan akan jatuh ke tanah. Untuk jenis pestisida yang tidak mudah menguap akan berada di dalam di dalam tanah terutama dari golongan organoklorin karena sifatnya yang persisten. 2. Residu Insektisida dalam Air

Pestisida yang disemprotkan dan yang sudah berada didalam tanah dapat terbawa oleh air hujan atau aliran permukaan sampai ke badan air, berupa sungai dan sumur.

3. Residu Insektisida di Udara

Pestisida dapat berada di udara setelah disemprotkan dalam bentuk partikel air (droplet) atau partikel yang terformulasi jatuh pada tujuannya.

4. Residu Pestisida pada Tanaman

Insektisida yang dismprotkan pada tanaman tentu akan meninggalkan residu. Residu insektisida terdapat pada semua tubuh tanaman seperti batang, daun, buah, dan juga akar. Khusus pada buah, residu ini terdapat pada permukaan maupun


(37)

daging dari buah tersebut. Walaupun sudah dicuci, atau dimasak residu pestisida ini masih terdapat pada bahan makanan.

5. Residu Pestisida di Lingkungan Kerja

Pestisida kebanyakan digunakan di pertanian, sehingga perlu sedikit diketahui bahwa insektisida ini dapat menimbulkan masalah kesehatan pekerja di pertanian atau petani termasuk juga pencampuran pestisida. Kebanyakan petani di Indonesia mengetahui bahaya pestisida, namun mereka tidak peduli dengan akibatnya.

2.1.3.4 Dampak Pestisida Bagi Lingkungan Pertanian

Menurut Djojosumarto (2008), bahwa dampak pestisida bagi lingkungan pertanian yaitu :

1. Organisme pengganggu tanaman menjadi kebal terhadap suatu pestisida. (timbul resistensi organisme pengganggu tanaman terhadap pestisida).

2. Meningkatkan populasi hama setelah penggunaan pestisida (resurjensi hama) 3. Timbulnya hama baru, bisa hama yang selama ini dianggap tidak penting

maupun hama yang sama sekali baru. 4. Fitotoksik (meracuni tanaman).

2.1.3.5 Dampak Insektisida Golongan Organofosfat terhadap Kesehatan

Pestisida masuk kedalam tubuh manusia melalui kulit, mulut, saluran pencernaan, pernafasan. Di dalam darah manusia pestisida ini akan berikatan dengan enzim cholirenesterase yang berfungsi untuk mengatur kerja syaraf. Dan karena adanya pestisida dalam darah maka Acetilcholirenesterse (AChE) akan di ikat oleh


(38)

pestisida, sehingga enzim tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan untuk mengirim perintah kepada otot-otot. Akibatnya otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan (Sudarno, 1997).

Pada masyarakat yang terkena racun insektisida organofosfat, tanda dan gejala keracunan adalah timbul gerakan otot-otot tertentu, penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa, banyak berkeringat, air liur banyak keluar, mual, pusing, kejang-kejang, muntah-muntah, detak jantung menjadi cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak bisa digerakkan dan akhirnya pingsan (Wudianto, 2010).

Menurut Mukono (2011) akibat inhibisi Acetilcholinesterasae (AChE) di dalam sistem syaraf mengakibatkan gangguan keracunan seperti :

a. Keracuanan Akut

1. Manifestasi muscarinik :

a) Gejala pencernaan makanan seperti mual, muntah b) Aktifitas kelenjar keringat meningkat

c) Aktifitas kelenjar ludah meningkat d) Aktivitas kelenjar air mata meningkat e) Ketajaman mata berkurang

2. Manifestasi nikotinik seperti sesak napas, kram pada otot tertentu dan cyanosis.

3. Manifestasi susunan saraf pusat seperti rasa cemas, sakit kepala, kesukaran tidur, depresi, tremor, kejang, gangguan pernapasan dan peredaran darah.


(39)

b. Keracunan Kronis

Ada beberapa jenis keracunan kronis yang disebabkan oleh pestisida organofosfat, yaitu :

1. Carsinogenik (pembentukan jaringan kanker).

2. Teratogenik (kelahiran anak cacat dari ibu yang keracunan insektisida). 3. Myopathi (penyakit otot).

2.1.4 Toksikologi Pestisida

Mekanisme masuknya pestisida ke dalam tubuh melalui tiga cara, yaitu melalui penghirupan, pencernaan dan kulit. Pestisida terdistribusi ke seluruh jaringan terutama sistem saraf pusat. Beberapa diantaranya mengalami biotransformasi, dirubah menjadi intermediet yang lebih toksik (paraoxon) sebelum dimetabolisir (Lu, 1995). Semuanya mengalami degradasi hydrolysis di dalam hati dan jaringan-jaringan lain, biasanya dalam waktu hitungan jam setelah absorbsi. Waktu paruh organofosfat berkisar antara 1-2 hari. Produk degradasinya mempunyai toksisitas yang rendah dan dikeluarkan/diekskresikan dalam bentuk urin dan faeces.

Toksisitas atau daya racun pestisida adalah sifat bawaan yang menggambarkan potensi pestisida tersebut untuk membunuh secara langsung pada hewan atau manusia. Toksisitas dinyatakan dalam LD50 (lethal dose), yakni jumlahpestisida yang menyebabkan kematian 50% dari binatang percobaan yang umumnya digunakan adalah tikus. Dosis dihitung dalam mg per kilogram berat badan (mg/kg). Namun ada perbedaan antara LD50 oral dan LD50 dermal. LD50 oral adalah dosis yang menyebabkan kematian pada binatang percobaan tersebut diberikan


(40)

secara oral atau melalui makanan, sedangkan LD50 dermal ialah dosis yang terpapar melalui kulit (Depkes, 2003).

Pestisida meracuni manusia melalui berbagai proses seperti : 1. Kulit

Hal ini dapat terjadi apabila pestisida terkena pada pakaian atau langsung pada kulit ketika petani memegang tanaman yang baru saja disemprot, ketika pestisida pada kulit atau pakaian, ketika petani mencampur pestisida tanpa sarung tangan, atau ketika anggota keluarga mencuci pakaian yang telah terkena pestisida. Untuk petani atau pekerja lapangan, cara keracunan yang paling sering terjadi adalah melalui kulit.

2. Pernafasan

Hal ini paling sering terjadi pada petani yang menyemprot pestisida atau pada orang-orang yang ada di dekat tempat penyemprotan. Perlu diingat bahwa beberapa pestisida yang beracun tidak berbau.

3. Mulut

Hal ini terjadi bila seseorang meminum pestisida secara sengaja ataupun tidak, ketika seseorang makan atau minum air yang telah tercemar, atau ketika makan dengan tangan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu setelah berurusan dengan pestisida.

2.1.5 Metode Penyemprotan Pestisida

Saat pemakaian pestisida, umumnya perhatian para petani lebih tertuju pada masalah pengendalian hama yang menyerang tanaman sehingga keselamatan petani


(41)

jadi kurang diperhatikan. Pemakaian pestisida menjadi hal yang rutin sehingga dianggap tidak berbahaya. Metode atau cara yang dilakukan sewaktu penyemprotan pestisida akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya pemaparan terhadap petani.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar para petani terhindar dari pemaparan sewaktu menyemprotkan pestisida yaitu :

a. Membaca semua instruksi dan pengarahan yang ada pada label pestisida, menyangkut pemakaian konsentrasi dan dosis yang tepat, aturan keselamatan, serta pertolongan bagi penderita keracunan.

b. Tidak diperkenankan merokok, makan, dan minum selama menyemprotkan pestisida. Cucilah tangan dan muka dengan menggunakan sabun jika ingin makan, minum dan merokok. Tubuh dan pakaian harus terhindar dari tetesan pestisida. Jika terjadi, pakaian atau bagian tubuh yang terkena harus dicuci dengan air dan sabun.

c. Jangan membuka kemasan dengan cara memaksa atau mencongkel karena cairan pestisida akan tersembur keluar dan mengenai muka.

d. Jangan menggunakan alat penyemprotan yang bocor. Periksa selalu kondisi alat semprot sebelum menyemprotkan pestisida.

e. Gunakan selalu alat-alat pelindung pada saat menyemprotkan pestisida. Pelindung yang dipakai minimal adalah masker, celana panjang, kaca mata, dan topi.


(42)

f. Jangan menyemprotkan pestisida melawan arah angin. Pada saat menyemprot berjalanlah searah dengan arah tiupan angin, sehingga kabut semprot tidak tertiup ke arah badan.

g. Jangan meniup nozel yang tersumbat. Gunakanlah jarum yang halus untuk membersihkan nozel (Djojosumarto, 2008).

2.1.6 Jeda Waktu Penyemprotan

Pemaparan pestisida pada tubuh manusia dengan frekuensi yang sering dan dengan interval waktu yang pendek menyebabkan residu pestisida dalam tubuh manusia menjadi lebih tinggi. Secara tidak langsung kegiatan petani yang mengurangi frekuensi menyemprot dapat mengurangi terpaparnya petani tersebut oleh pestisida. Menurut Mariani dkk, (2005) istirahat minimal satu minggu dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah pada petani penyemprot. Istirahat minimal satu minggu pada petani keracunan ringan dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah menjadi normal (87,50%).

Penelitian Sumekar, dkk (2006), menyebutkan bahwa kejadian paparan pestisida disebabkan oleh beberapa faktor determinan, yaitu selang waktu antara kontak terakhir dengan pengukuran kadar kolinesterase, disamping faktor lain seperti perilaku petani dalam menyemprot, frekuensi penyemprotan, pemakaian alat perlindungan diri, dosis pestisida dan lama penyemprotan. Hasil analisis regresi logistik pada tingkat kemaknaan 5% menunjukkan bahwa ada pengaruh selang waktu pengukuran terhadap resiko paparan pestisida.


(43)

Hasil penelitian Praptini, dkk (2002) tentang Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Tenaga Kerja Teknis Pestisida Perusahaan Pemberantasan Hama (Pest Control) di Kota Semarang Tahun 2002, menyimpulkan bahwa rata-rata angka kejadian keracunan pestisida sebesar 69,91%, sehingga disarankan bagi tenaga kerja teknis pestisida, untuk mencegah terjadinya keracunan pestisida, melakukan penyemprotan tidak lebih 2 kali setiap minggu dan tidak melakukan penyemprotan secara berturut-turut lebih dari 12 jam dalam waktu 3 bulan.

2.1.7 Lama Penyemprotan Pestisida

Lamanya penyemprotan pestisida yang dilakukan tenaga penyemprot sejalan dengan lamanya penyemprot tersebut terpapar pestisida. Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi risiko pemaparan baru. karena itu penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik. Telah dibuktikan bahwa penggunaan pestisida secara berlama-lama untuk pertanian dapat menyebabkan kanker seperti non Hodgkin’s lymphoma (Weisenburger, 1990).

Penyalahgunaan insektisida pada pertanian merupakan salah satu faktor yang menyebabkan residu pada hasil pertanian dan berdampak terhadap konsumen yang mengkonsumsinya. Apalagi semakin tingginya permintaan cabai merah segar maupun cabai merah giling dalam satu hari. Semakin tinggi pula tingkat konsumsi masyarakat terhadap cabai. sehingga semakin banyak pula masyarakat yang terpapar oleh residu insektisida. Penelitian Iskandar tahun 2012 tentang aplikasi pestisida dan analisa residu pestisida menyebutkan bahwa penyemprotan terakhir sebelum panen


(44)

mempengaruhi tinggi rendahnya residu pestisida pada beras. Menurut wudianto (2010) menyebutkan bahwa penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan tidak kurang dari 2 minggu sebelum panen dengan maksud agar pestisida sudah terurai saat di panen.

2.2 Residu Pestisida

Residu pestisida adalah sisa pestisida, termasuk hasil perubahannya yang terdapat pada atau dalam jaringan manusia, hewan, tumbuhan, air, udara atau tanah (Deptan, 2009). Beberapa yang mengindikasikan batas residu, digunakan untuk memprediksi pemasukan residu pestisida. Batas maksimum residu (BMR) adalah salah satu indeks konsentrasi maksimum dari residu pestisida (ditetapkan dalam mg/kg) yang direkomendasikan sebagai batasan yang diijinkan secara legal pada komoditas makanan dan daging hewan. Data BMR Profenofos berdasarkan FAO dan WHO (2010) dan Deptan dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1. Batas Maksimum Residu Profenofos pada Makanan

No Komoditas BMR (mg/kg)

1 Benih Kapas 3

2 Telur 0,05

3 Mangga 0,2

4 Manggis 10

5 Daging Mamalia 0,05

6 Susu 0,01

7 Cabai 5

8 Daging Unggas 0,05

9 Tomat 10

10 Kentang 0,05

11 Kubis 1

12 Paprika 0,5


(45)

Selain BMR, Acceptable Daily Intake (ADI) atau batas yang dapat diterima tubuh dalam sehari juga merupakan parameter internasional untuk dievaluasi. Berdasarkan FAO and WHO, ADI untuk profenofos adalah 0-0,03 mg/kg berat badan (FAO dan WHO, 2010).

2.3 Tanaman Cabai

Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Tanaman cabai banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di Negara asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni cabai besar, cabai keriting, cabai rawit dan paprika.

Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin. Diantaranya Kalori, Protein, Lemak, Karbohidrat, Kalsium, Vitamin A, B1 dan Vitamin C. Selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabai juga dapat digunakan untuk keperluan industri diantaranya, Industri bumbu masakan, industri makanan dan industri obat-obatan atau jamu. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan Pada umumnya cabai dapat ditanam pada dataran rendah sampai ketinggian 2000 meter dpl. Cabai dapat beradaptasi dengan baik pada temperatur 24- 27 derajat Celsius dengan kelembaban yang tidak terlalu tinggi. Tanaman cabai dapat ditanam pada tanah sawah maupun tegalan yang gembur, subur, tidak terlalu liat dan


(46)

cukup air. Permukaan tanah yang paling ideal adalah datar dengan sudut kemiringan lahan 0 sampai 10 derajat serta membutuhkan sinar matahari penuh dan tidak ternaungi, pH tanah yang optimal antara 5,5 sampai 7. Tanaman cabai menghendaki pengairan yang cukup. Tetapi apabila jumlahnya berlebihan dapat menyebabkan kelembaban yang tinggi dan merangsang tumbuhnya penyakit jamur dan bakteri. Jika kekurangan air tanaman cabai dapat kurus, kerdil, layu dan mati. Pengairan dapat menggunakan irigasi, air tanah dan air hujan.

Penelitian yang dilakukan oleh Tugijo (2003) menyatakan bahwa tenaga kerja penyemprot yang mempunyai jam kerja >5 jam mempunyai resiko keracunan pestisida lebih besar daripada tenaga penyemprot yang mempunyai jam kerja ≤ 5 jam (OR = 5,22) lama waktu saat menyemprot harus di waspadai karena semakin lama petani kontak dengan pestisida maka akan semakin besar kemungkinan petani mengalami keracunan.

2.3.1 Penggunaan Pestisida pada Tanaman Cabai

Tanaman cabai sangat rentan terhadap penyakit dan memiliki harga jual yang tinggi, sehingga mengakibatkan munculnya kebiasaan para petani untuk menyemprotkan pestisida pada tanaman, meskipun tidak ada hama (Cover Blanket System) serta anggapan petani bahwa penggunaan pestisida pupuk yang berakibat banyak para petani menggunakan pestisida lebih dari dosis yang dianjurkan pada kemasan pestisida tersebut. Beberapa penggunaan pestisida yang dilakukan oleh para petani cabai antara lain:


(47)

1. Pada saat pemeraman benih yang bertujuan untuk mengecambahkan benih. 2. Untuk mencegah gangguan cendawan pada persemaian.

3. Pencegahan Ulat Tanah dengan nama latin Agrotis ipsilon, ulat grayak, Lalat buah, Hama Tungau, hama thrips, Rebah semai, Layu Fusarium, Layu bakteri, Antraknose / patek, Busuk Phytophthora, Bercak daun Cercospora, Penyakit Virus dan Penyakit anthracnose buah.

4. Penyakit bercak daun cabai disebabkan oleh cendawan Cercospora capsici. Sampel produk tomat dan cabe merupakan produk pertanian paling sering ditemukan kandungan residunya. Residu yang dimaksud adalah propenopos pada cabe dan siper metrin pada tomat. Kandungan residu pestisida juga kerap terdeteksi pada padi, jagung, kedelai, dan kacang tanah. Namun, kandungan residu pada produk pertanian ini lebih sedikit dibanding dengan kandungan zat beracun itu pada tomat dan cabe (Afriyanto, 2008).

2.4 Analisis Residu Pestisida

Analisis residu pestisida dapat dilakukan dengan berbagai metode dan alat antara lain Kromatografi Cair, Elektroporesis Kapiler, Metode Bioteknologi, dan Kromatografi Gas, dimana dari semua metode yang disebutkan Kromatografi Gas merupakan teknik penentuan yang paling sering digunakan untuk analisis pestisida terutama pestisida golongan organofosfat, yang terdiri dari halogen, sulfur dan fosfor. Dengan menggunakan kromatografi gas, pestisida dapat dideteksi pada tingkat konsentrasi yang sangat rendah dengan selektivitas yang tinggi, hal tersebut


(48)

disebabkan oleh detektor selektif GC seperti Electron-Capture Detector (ECG),

Flame Photometric Detector (FPD), dan Nitrogen Phosphorus Detector (NPD). Metode ini cepat dan menyediakan resolusi yang baik untuk dalam penentuan residu multikomponen, dan penggunaan dengan sensitivitas yang tinggi dan detektor yang spesifik, residu diukur dengan perbandingan presisi dan akurasi yang tinggi (Yolanda, dkk., 2004). Analisis residu pertisida diawali dengan membuat sampel menjadi homogen yaitu dengan cara memotong sampel menjadi bagian-bagian yang kecil. Setelah itu dilanjutkan dengan urutan langkah-langkah analisis residu pestisida berikut: (1) ekstraksi residu pestisida dari sampel matriks, (2) penghilangan air dari ekstrak, (3) pembersihan dari ekstrak (bila diperlukan), dan (4) analisis penentuan (Tadeo, 2008).

Pada umumnya ekstraksi pestisida dari bahan makanan dilakukan dengan menggunakan pelarut organik. Pada bahan makanan buah dan sayuran ekstraksi pestisida golongan organofosfat dapat dilakukan dengan etil asetat dan Na2SO4, etil asetat saja, kombinasi (Etil asetat, Diklorometana, dan Na2SO4), asetonitril, atau aseton.

2.5 Perilaku

2.5.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni, melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan


(49)

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu yang merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung ataupun tidak langsung turut memperkaya kehidupan manusia.

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.


(50)

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan pengaplikasian atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi ataun penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan


(51)

suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Roger (1974) dalam Notoatmodjo 2010, menyatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan dari penelitian tersebut juga terungkap, bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu :

a. Awarenes (kesadaran) yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap objek atau stimulus.

b. Interest (merasa tertarik) yaitu orang tersebut mulai tertarik terhadap stimulus atau objek.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut terhadap dirinya. Dalam tahap ini sikap seseorang terhadap suatu objek sudah lebih baik.

d. Trial,dimana subjek mulai mencoba perilaku yang baru.

e. Adaptation, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.

2.5.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan salah satu aspek psikologis individu yang penting, karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga akan banyak mewarnai perilaku seseorang (Wawan, 2010).


(52)

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni (Notoatmodjo, 2003) :

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti yang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

Menurut Notoatmojdo (2010), sikap terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang


(53)

satu dengan yang lainnya, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku tiap individu sebagai anggota masyarakat.

2.5.3 Tindakan

Tindakan adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun tindakan itu membutuhkan koordinasi gerak teliti dan kesadaran yang tinggi. Dengan demikian objek yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.

Semakin lama petani menjadi penyemprot, maka semakin lama pula kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan terhadap pestisida semakin tinggi. Penurunan aktifitas kholinesterase dalam plasma darah karena keracunan pestisida akan berlangsung mulai seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah melakukan penyemprotan.

Menurut Notoatmodjo (2010), praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu :

a. Praktik Terpimpin (Guided Response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

b. Praktik secara Mekanisme (Mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tidakan mekanis.


(54)

c. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang sudah dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

2.6 Landasan Teori

Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) menganalisis faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu : faktor predisposisi (Predisposing Factors), terdiri atas faktor pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai. Kedua faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik seperti ketersediaan sarana/fasilitas, informasi. Ketiga faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok referens, seperti petugas kesehatan, kepala kelompok atau peer group.

Gambar 2.1. Kerangka Teori (Precede Lawrence W. Green)

Enobling Factors

- Ketersediaan fasilitas - Ketercapaian fasilitas

Reinforcing Factors

- Sikap dan perilaku petugas - Peraturan Pemerintah

Perilaku

Predisposing Factors

- Kebiasaan - Kepercayaan - Tradisi - Pengetahuan - Sikap


(55)

Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain : susunan saraf pusat, persepsi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya. Perilaku diawali dengan adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor diluar orang tersebut (lingkungan), baik fisik maupun non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini dan sebagainya sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku (Notoatmodjo, 2010).

2.7. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep penelitian ini secara skematis dapat digambarkan pada bagan berikut ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Perilaku Petani terhadap

Penggunaan Pestisida : 1. Pengetahuan 2. Sikap

3. Tindakan

Residu Pestisida dalam Cabai

Karakteristik/Jenis Pestisida - Profenofos

Karakteristik Petani Lama Kerja

Karateristik Petani Usia Petani


(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan metode survei yang bersifat analitik dengan pendekatan cross-sectional yaitu mengambil data pada satu waktu dimana variabel dependen serta independen dilakukan pada waktu yang bersamaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo. Penelitian dilakukan dari bulan Februari-Juni 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani cabai yang ada di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo sebanyak 30 orang. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara Purposive sampling, dengan kriteria inklusi yaitu : a. Petani yang tinggal di Desa Sukamandi Kecamatan Merek

b. Petani yang menyemprotkan pestisida c. Petani yang bertanam cabai

Sampel pengukuran di lapangan adalah cabai dengan kriteria cabai yang sudah dipanen atau sudah masak pada umur 100 hari setelah tanam sebanyak 30 sampel cabai dari tiap petani.


(57)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dilakukan dengan kunjungan ke Desa Sukamandi melalui hasil tanya jawab tentang karakteristik responden dan dari pengetahuan, sikap serta tindakan responden yaitu dengan teknik wawancara dan kuesioner terstruktur terhadap responden. Sampel cabai diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui residu pestisida.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat dari pihak penanggung jawab Desa Sukamandi Kecamatan Merek. Adapun data sekunder yang diambil yaitu mengenai data deskripsi wilayah peneitian.

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas bertujuan untuk mengukur sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur, harus mengukur apa yang akan diukur. Uji validitas instrumen (kuesioner) dilakukan dengan membandingkan nilai

Corrected Item-Total Correlation dengan nilai tabel r, pada df= 30-2=28 α:0,05 sebesar 0,361.

Uji reliabilitas dilakukan setelah semua data dinyatakan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Teknik untuk menghitung indeks reliabilitas alat ukur menggunakan Cronbach Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari


(58)

satu kali pengukuran dengan ketentuan bila Cronbach Alpha > 0,60, maka dinyatakan reliabel dan bila Cronbach Alpha < 0,60 maka butir soal dinyatakan tidak reliabel.

Seluruh variabel pengetahuan dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama ditemukan variabel P5 dan P11 nilai Corrected item-Total correlation = 0,002 dan 0,133 lebih kecil dari nilai tabel (rtabel = 0,361), artinya sub-variabel P3 dan P9 dikeluarkan. Selanjutnya dilakukan uji validasi tahap kedua, dan terlihat nilai

Corrected item-Total correlation lebih besar dari nilai tabel (rtabel = 0,361), artinya seluruh item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian semuanya valid dan reliabel. mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-Tabel) dengan nilai

cronbach alpha 0,918, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel pengetahuan valid dan reliabel.

Seluruh variabel sikap sebanyak 10 pertanyaan mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabel) dengan nilai cronbach alpha 0,922 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel sikap valid dan reliabel.

Seluruh variabel tindakan dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama ditemukan variabel T6 dan T10 tidak valid dengan nilai Corrected item-Total correlation = 0,045 dan 0,074 lebih kecil dari nilai tabel (rtabel = 0,361), artinya sub-variabel T6 dan T10dikeluarkan. Selanjutnya dilakukan uji validasi tahap kedua, dan terlihat nilai Corrected item-Total correlation lebih besar dari nilai tabel (rtabel = 0,361), artinya seluruh item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian semuanya valid dan reliabel. mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-Tabel)


(59)

dengan nilai cronbach alpha 0,919 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel tindakan valid dan reliabel.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan independen. Variabel dependen adalah residu pestisida, dan variabel independen adalah pengetahuan, sikap, tindakan dan lama kerja.

3.5.2 Definisi Operasional 1. Variabel Dependen

Residu pestisida pada cabai adalah pestisida yang masih tersisa pada bahan pangan setelah diaplikasikan ke tanaman pertanian yang berjenis profenofos.

2. Variabel Independen

a. Lama Kerja adalah waktu dimulainya responden bekerja sebagai petani cabai. b. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden mengenai residu

pestisida pada cabai.

c. Sikap adalah pendapat atau pandangan petani atau reaksi responden mengenai residu pestisida pada cabai.

d. Tindakan adalah segala sesuatu yang dilakukan petani atau perbuatan nyata penggunaan pestisida pada cabai.


(60)

3.6 Metode Pengukuran 1. Residu Pestisida Cabai

Pengukuran residu pestisida cabai dilakukan dengan analisis laboratorium diukur dengan ukuran mg/kg

Skala : Rasio 2. Lama Kerja

Pengukuran variabel lama kerja diukur melalui 1 pertanyaan terbuka yang ditulis dalam tahun dengan skala Rasio

3. Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan menggunakan 10 pertanyaan pada kuesioner dengan skala rasio dikatagorikan sebagai berikut: untuk jawaban a diberikan nilai 1 dan untuk jawaban b dan c diberikan nilai 0 yaitu pertanyaan nomor 1,2,4,9 dan 10. Pada jawaban b diberikan nilai 1 dan untuk jawaban a dan c diberikan nilai 0 yaitu pertanyaan nomor 3,5, 7, dan 8. Pada jawaban c diberikan nilai 1 dan untuk jawaban a dan b diberikan nilai 0 yaitu pertanyaan nomor 6.

Skala : Rasio 4. Sikap

Pengukuran variabel sikap diukur melalui 10 pertanyaan dengan skala interval, jika jawaban sangat setuju diberi skor 4, setuju diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 2 dan sangat tidak setuju diberi skor 1 untuk peryataan positif yaitu pada pernyataan nomor 1, 4, 5, 6 , dan 10. Sedangakan untuk pernyataan negatif pada


(61)

nomor 2, 2, 7, 8, dan 9, jika jawaban sangat tidak setuju diberi skor 4, tidak setuju diberi skor 3, setuju diberi skor 2 dan sangat setuju dan salah diberi skor 1. Skala : Rasio

5. Tindakan

Pengukuran variabel tindakan diukur melalui 8 pertanyaan dengan skala interval untuk jawaban “ya” diberikan nilai 1 dan untuk jawaban”tidak” diberikan nilai 0 yaitu pertanyaan nomor 1, 3, dan 4. Pada jawaban “tidak” diberikan nilai 1 dan untuk jawaban “ya” diberikan nilai 0 yaitu pertanyaan nomor 2, 5, 6, 7 dan 8. Skala : Rasio

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Jumlah

Pertanyaan Cara Ukur Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Ukur Residu Pestisida Cabai

- Pengambila n sampel di

lapangan Ekstraksi Laboratoriu m Residu dalam mg/kg Rasio

Pengetahuan 10 Wawancara Kusioner Jumlah

skor

Rasio

Sikap 10 Wawancara Kusioner Jumlah

skor

Rasio

Tindakan 8 Wawancara Kusioner Jumlah

skor

Rasio

Lama kerja 1 Wawancara Kusioner Tahun Rasio

3.7 Analisis Laboratorium

Pengambilan sampel cabai merah hanya dilakukan pada 5 sampel saja, hal ini dikarenakan lokasi penelitian yang berdekatan, jenis pestisida yang digunakan sama, dan cara penyemprotan sama. Cabai merah yang dijadikan objek penelitian adalah


(62)

cabai yang siap panen atau yang sudah masak pada umur 100 hari setelah tanam, selang waktu penyemprotan dengan waktu panen 7 hari, kemudian cabai dibawa untuk diperiksa di Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida UPT PTPH I Medan.

1. Alat dan Bahan a. Peralatan

1. Pencincang untuk cabai merah segar 2. Blender atau ultra turaks

3. Kromatograf gas, dilengkapi dengan detector spesifik b. Pereaksi

1. Aseton 2. Diklorometan 3. Petroleum Benzine 4. Iso oktana

5. Toluena c. Bahan

1. Cabai 2. Prosedur Kerja

a. Pencucian

Untuk cabai, Bahan dicuci dibawah air mengalir sambil digosok-gosok selama 2 menit.


(63)

1. Contoh analitik yang telah dicincang, ditimbang seberat 1 kilogram

2. Lumatkan dengan ultra turaks (blender) dengan tambahan 30 ml aseton, 30 ml diklormetan dan ml petroleum benzine.

3. Campuran dilumatkan selama 30 detik 4. Saring dengan kertas saring

5. Pipet 25 ml fase organik kedalam labu bulat

6. Pekatkan dalam rotavapor pada suhu tangas air 40 0C, sampai hampir kering, kemudian dengan mengalirkan gas nitrogen sampai kering.

7. Larutkan residu dalam 5 ml iso oktana :toluene (90:10, v/v) c. Penetapan

Suntikan 1-2 µl ekstra dan larutan standar ke dalam kromatograf gas. d. Perhitungan

Bandingkan waktu lambat dan tinggi atau luas puncak kromatograf yang diperoleh dari larutan cuplikan dan larutan baku pembanding (Dinas Pertanian, 2004).

3.8 Metode Analisis Data 3.8.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran karakteristik masing-masing variabel dependen dan independen.


(64)

Analisis bivariat yaitu analisis untuk melihat hubungan variabel independen dengan dependen dengan menggunakan uji Pearson Corelation.

3.8.3 Analisis Multivariat

Analisis Multivariat bertujuan untuk melihat pengaruh antara variabel independen (pengetahuan, sikap, tindakan dan lama kerja) terhadap variabel dependen (residu pestisida) secara bersama-sama. Analisis multivariat yang digunakan adalah regresi liner berganda karena variabel yang digunakan variabel numerik.


(65)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo dengan jumlah 130KK dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan : Desa Suka

Sebelah Selatan berbatasan : Desa Negara dan Desa Ajinembah Sebelah Barat berbatasan : Desa Manukmulia

Sebelah Timur berbatasan : Desa Regaji

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Karakteristik Petani di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo

Pada penelitian ini, karakteristik petani yang dilihat meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lama kerja berjumlah 30 petani di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo. Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa berdasarkan umur, proporsi umur petani tertinggi pada kelompok > 35 tahun sebesar 56,7%. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi jenis kelamin yang paling banyak yaitu pria sebesar 70,0% Berdasarkan pendidikan, proporsi pendidikan yang paling banyak yaitu SMA sebesar 43,3%. Lama kerja petani mayoritas > 10 tahun sebesar 73,3%.


(66)

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Petani di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo

Karakteristik Petani n Persentase

Umur

≤ 35 tahun 13 43,3

>35 tahun 17 56,7

Jenis kelamin

Pria 21 70,0

Wanita 9 30,0

Pendidikan

SD 5 16,7

SMP 12 40,0

SMA 13 43,3

Lama Kerja

≤ 10 tahun 8 26,7

>10 tahun 22 73,3

Total 30 100,0

4.2.2. Pengetahuan Petani tentang Residu Pestisida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo

Pengetahuan petani tentang residu pestisida bahwa petani paling banyak menjawab benar yaitu pengertian residu pestisida sebesar 83.3%. Paling banyak petani menjawab salah yaitu pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai ambang batas residu pada bahan makanan terkhususnya cabai sebesar 46,7%.

Tabel 4.2. Distribusi Jawaban Pengetahuan Petani tentang Residu Pestida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo

No Pertanyaan Benar Salah Total

n % n % n %

1 Pengertian residu pestisida

25 83,3 5 16,7 30 100, 0 2 Bahaya/ dampak negatif pestida

21 70,0 9 30,0 30 100, 0 3 Jalur masuk residu pestisida ke

dalam tubuh manusia 21 70,0 9 30,0 30 100, 0


(67)

4 Informasi penting apa yang tercantum pada label kemasan wadah pestisida

21 70,0 9 30,0 30 100, 0 Tabel 4.2 (Lanjutan)

No Pertanyaan Benar Salah Total

n % n % n %

5 Apa yang harus diperhatikan agar terhindar dari residu pestisida pada saat melakukan penyemprotan

22 73,3 8 26,7 30 100, 0 6 Waktu terbaik penyemprotan

sebelum panen

18 60,0 12 40,0 30 100, 0 7 Tanda-tanda bahaya residu pestisida

dalam tubuh

22 73,3 8 26,7 30 100, 0 8 Pemerintah telah menetapkan

peraturan mengenai ambang batas residu pada bahan makanan terkhususnya cabai

16 53,3 14 46,7 30 100, 0 9 Pestisida yang disemprotkan secara

berlebihan akan menyebakan tanaman mengandung residu pestisida

19 63,3 11 36,7 30 100, 0 10 Dampak penggunaan kembali wadah

pestisida untuk keperluan sehari-hari

17 56,7 13 43,3 30 100, 0 Distribusi pengetahuan petani tentang residu pestisida sebanyak 14 orang (46,7%) tingkat pengetahuan kurang dan tingkat pengetahuan baik sebanyak 16 orang (53,3%) seperti pada Tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Petani Katagori tentang Residu Pestisida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo

Pengetahuan n %

Kurang 14 46,7

Baik 16 53,3

Jumlah 30 100,0

4.2.3 Sikap Petani tentang Residu Pestisida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo


(68)

Sikap petani tentang residu pestisida menunjukkan bahwa lebih banyak menyatakan sangat setuju bahwa Pemeriksaan residu pestisida pada cabai perlu dilakukan pengawasan residu pestisida dalam cabai sebelum dipanen masing-masing sebesar 43,3%. Lebih banyak petani menyatakan tidak setuju bahwa Pestisida harus lebih sering disemprotkan pada cabai yang akan dipanen, agar petani tidak mengalami kegagalan panen akibat hama sebesar 40,0%. Lebih banyak petani sangat setuju bahwa Residu pestisida pada cabai yang akan dipanen dikawatirkan menyebabkan kerugian bagi petani sebesar 43,3%. Secara jelas dapat dilihat pada Tabel 4.4. berikut ini

Tabel 4.4. Distribusi Jawaban Sikap Petani tentang Residu Pestida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo

No Keterangan

Sangat

Setuju Setuju

Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total n % n % n % n % n % 1 Pemeriksaan residu pestisida

pada cabai perlu dilakukan

13 43,3 13 43,3 4 13,3 0 0,0 30 100,0 2 Penggunaan pestisida

berlebihan tidak mempengaruhi besarnya

kandungan residu pestisida dalam cabai

0 0,0 8 26,7 10 33,3 12 40,0 30 100,0

3 Residu pestisida pada cabai

yang akan dipanen dikhawatirkan menyebabkan

kerugian bagi petani

1 43,3 4 13,3 12 40,0 13 3,3 30 100,0

4 Pada waktu satu hingga dua minggu sebelum panen Pestisida tidak boleh disemprotkan kembali pada cabai

9 30,0 13 43,3 4 13,3 4 13,3 30 100,0


(69)

residu pestisida dalam cabai sebelum dipanen

6 Cabai yang mengandung residu pestisida yang tinggi tidak baik bagi kesehatan

12 40,0 12 40,0 5 16,7 1 3,3 30 100,0

7 Residu pestisida yang terkandung dalam cabai, tidak terlalu penting dibandingkan dengan kondisi fisik cabai yang mulus dan terlihat segar

0 0,0 11 36,7 11 36,7 8 26,7 30 100,0

Tabel 4.4 (Lanjutan)

No Keterangan

Sangat

Setuju Setuju

Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total n % n % n % n % n % 8 Penyemprotan terakhir

sebelum panen dilakukan minimal 1 minggu sebelum panen

12 40,0 13 43,3 5 16,7 0 0,0 30 100,0

9 Pestisida harus lebih sering disemprotkan pada cabai yang akan dipanen, agar petani tidak mengalami kegagalan panen akibat hama

2 6,7 8 26,7 12 40,0 8 26,7 30 100,0

10 Penggunaan pestisida pada cabai harus disesuaikan dan dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis yang tertera pada label

10 33,3 14 46,7 4 13,3 2 6,7 30 100,0

Distribusi sikap petani tentang penggunaan residu didapatkan tingkat sikap kurang sebanyak 15 orang (50,0%) dan tingkat sikap baik sebanyak 15 orang (50,0%) seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Sikap Petani Katagori tentang Residu Pestisida di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten Karo

Sikap n %


(1)

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items .847 10

Item Statistics

Mean Std. Deviation N Tindakan 1 .7333 .44978 30 Tindakan 2 .8333 .37905 30 Tindakan 3 .7667 .43018 30 Tindakan 4 .7000 .46609 30 Tindakan 5 .7000 .46609 30 Tindakan 6 .4667 .50742 30 Tindakan 7 .8000 .40684 30 Tindakan 8 .6333 .49013 30 Tindakan 9 .7333 .44978 30 Tindakan 10 .5333 .50742 30

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

Tindakan 1 6.1667 6.557 .878 .801

Tindakan 2 6.0667 7.444 .578 .831

Tindakan 3 6.1333 7.016 .694 .820

Tindakan 4 6.2000 6.648 .798 .808

Tindakan 5 6.2000 6.717 .765 .812

Tindakan 6 6.4333 8.392 .045 .880

Tindakan 7 6.1000 7.541 .481 .838

Tindakan 8 6.2667 7.168 .524 .835

Tindakan 9 6.1667 6.557 .878 .801

Tindakan 10 6.3667 8.309 .074 .877

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items 6.9000 8.783 2.96357 10


(2)

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0 Excludeda 0 .0 Total 30 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items .919 8

Item Statistics

Mean Std. Deviation N Tindakan 1 .7333 .44978 30 Tindakan 2 .8333 .37905 30 Tindakan 3 .7667 .43018 30 Tindakan 4 .7000 .46609 30 Tindakan 5 .7000 .46609 30 Tindakan 7 .8000 .40684 30 Tindakan 8 .6333 .49013 30 Tindakan 9 .7333 .44978 30

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

Tindakan 1 5.1667 5.799 .934 .891

Tindakan 2 5.0667 6.823 .534 .922

Tindakan 3 5.1333 6.189 .771 .905

Tindakan 4 5.2000 6.028 .777 .904

Tindakan 5 5.2000 5.959 .812 .901

Tindakan 7 5.1000 6.714 .543 .922

Tindakan 8 5.2667 6.409 .554 .924

Tindakan 9 5.1667 5.799 .934 .891

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items 5.9000 8.024 2.83269 8


(3)

Lampiran 4

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Sampel Cabai yang di Cincang


(4)

Gambar 3. kromotografi Kolom Gravitas


(5)

Gambar 5. GLC (Gas Liquid Chromatography


(6)

Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani Penyemprot pada Penggunaan Pestisida di Desa Sugihen Kecamatan Dolat Rayat Tahun 2013

4 119 110

Pengetahuan, Sikap, Tindakan Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Aktifitas Cholinesterase Pada Darah Di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Tahun 2005

0 31 77

Pengaruh Penyuluhan Pestisida Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Petani Jeruk Dalam Menyemprot Pestisida Di Desa Serdang Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo Tahun 2011

8 62 102

Pengaruh Penyuluhan Pestisida Terhadap Pengetahuan dan Sikap Penyemprot Pestisida di Desa Perteguhen Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2009

1 42 94

Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Petani Dalam Penggunaan Pestisida

0 7 98

Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani Sayuran dalam Penggunaan Pestisida di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara

1 3 75

PENGARUH LUAS LAHAN, BIAYA PRODUKSI, DAN HARGA JUAL TERHADAP PENDAPATAN PETANI JERUK DI DESA SUKAMANDI KECAMATAN MEREK KABUPATEN KARO.

0 4 31

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Penggunaan Pestisida Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

0 5 12

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Penggunaan Pestisida Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

0 1 17

Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani Penyemprot pada Penggunaan Pestisida di Desa Sugihen Kecamatan Dolat Rayat Tahun 2013

0 0 12