Latar belakang dan wujud kerja sama RI dan PNG dalam bidang pendidikan di Distrik Sota

B. Latar belakang dan wujud kerja sama RI dan PNG dalam bidang pendidikan di Distrik Sota

Kerja sama pendidikan kedua negara pada dasarnya untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakatnya masing­masing dengan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan masyarakatnya. Terutama karena, kedua negara merupakan negara tetangga, maka melalui kerja sama pendidikan akan mempengaruhi kedaulatan dan keamaanan dalam hubungan internasional. Kerja sama RI dan PNG yang dilakukan oleh pertama dapat kita lihat dari dimensi bilateral yaitu hubungan kerja sama pendidikan antara negara yang berbatasan dalam tujuanya meminimalisasir terjadinya masalah di perbatasan sehingga terjadi hubungan antarnegara berbatasan negara saling menghormati kedaulatan wilayah.

1. Kerja sama RI dan PNG dalam bidang pendidikan

Kerja sama kedua negara dalam bidang pendidikan dapat dilihat sebagai dimensi bilateral yaitu hubungan kerja sama antara negara yang berbatasan dalam mencegah dan menangani permasalahan permasalahan yang terjadi perbatasan

sehingga terjadi hubungan antar negara berbatasan negara saling menghormati kedaulatan wilayah. Hubungan bilateral antara kedua negara pada dasarnya memiliki prinsip saling menguntungkan dan saling menghormati integritas teritorial. Sesuai kesepakatan bersama telah melembagakan forum bilateral yang teknis yang diwadai oleh Joint Working Group on Cooperation in Education and Culture. Lembaga ini untuk menunjang kinerja lembaga JBC yaitu sebuah kerja sama komisi setingkat menteri dan BLM kerja sama teknis setingkat Provinsi dan Kabupaten/kota yang secara teknis dilakukan oleh pejabat perbatasan kedua negara. Bagi Indonesia lembaga yang melakukan kerja sama RI dan PNG dalam bidang pendidikan yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menjadi Focal point dalam Joint Working Group tersebut. Forum ini diketuai oleh Menteri dalam negeri yang bertanggung jawab kepada Presiden. Melalui forum ini akan memberi keputusan­keputusan atas berbagai kegiatan pendidikan antara kedua negara, mulai dari upaya mendorong kerja sama pendidikan, proses dan implementasinya. Setiap kerja sama ekonomi, sosial budaya termasuk kerja sama pendidikan yang dilakukan oleh daerah dengan pihak asing termasuk kerja sama perbatasan oleh Pemerintah Daerah yang berbatasan langsung dengan wilayah asing (border crossing, border trade and transportation) dilakukan tetap dalam

arahan JBC dan tidak sesuai panduan Kementerian Luar Negeri. 71 Hal itu disebabkan karena Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berjalan dalam koridor “one door policy” dalam hubungan dan kerja sama luar negeri Indonesia dan untuk mencegah timbul permasalahan yang dilakukan oleh Pemerintah

71 Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah, (Jakarta, 2006), hlm. 19.

dengan pihak asing. Kebijakan tersebut tercermin dalam peraturan Republik Indonesia, dalam rangka memenuhi amanat UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang kemudian dituangkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 26 tahun 2007 tentang kerja sama dengan pihak luar negeri harus didasarkan pada prinsip kesetaraan, saling menghormati, dan saling menguntungkan; memperhatikan baik hukum nasional maupun hukum internasional; dan tidak mengganggu kebijakan pembangunan bangsa dan negara, pertahanan, dan keamanan nasional. Kerja sama dapat meliputi pengelolaan perguruan tinggi, pendidikan, penelitian, dan/atau pengabdian kepada masyarakat. 72

Kelompok Kerja Bersama (Joint Working Group) mempunyai agenda untuk mengadakan pertemuan paling sedikit satu kali dalam setahun yang diselenggarakan secara reciprocal and balance. Bagi pihak RI dibentuk berdasarkan Keppres RI Nomor 2 tahun 1983, yang kemudian dirubah lagi menjadi Keppres RI Nomor 10 tahun 1985 dan terakhir menjadi Keppres RI Nomor 57 tahun 1985. Sampai pada tahun 2006, komisi ini sudah mengadakan pertemuan 10 kali dalam membicarakan isu­isu kerja sama pendidikan yang secara umum menindaklanjuti hasil kerja sama pendidikan yang telah disepakati tahun 1997.

Kerja sama pendidikan RI dan PNG pertama kali ditandatani pada tahun 1997. Kedua negara menyepakati sebuah nota kesepakatan yang disebut Memorandum of Understanding between Republic Indonesia and Papua New

72 Kementerian Pendidikan dan kebudayaan, Hiba Kerjasama Internasional, Diakses melalui: http://dikti.go.id/pengelola­pt/hibah­institus/hibah­kerjasama­internasional/, pada tanggal

20 Juli 2015 | pukul 12: 45 WIB.

Guinea on Education and Culture Cooperation. Kerja sama ini didasari oleh saling menghormati, persahabatan, dan kedua negara yang awalnya

ditandatangani pada 27 Oktober 1988. Kerja sama bilateral dalam bidang pendidikan karena memperhatikan lokasi geografis serta latar belakang dan warisan budaya Melanesia yang dimiliki oleh kedua negara.

Dalam Nota Kesepakatan Kerja sama di bidang pendidikan, Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua Nugini selanjutnya secara invidual disebut Pihak dan secara olektif disebut “para Pihak”. Kedua negara berkeinginan untuk memperluas kerja sama di bidang pendidikan, secara khususnya pengembangan dan peningkatan pendidikan antara kedua negara.

Tujuan kesepakatan ini adalah untuk mengembangkan kerja sama pendidikan atas dasar kualitas, timbal balik dan saling menguntungkan, dan untuk mempromosikan hubungan dan saling pengertian antara para pihak. Sesuai dengan undang­undang dan peraturan yang berlaku di negara masing­masing serta prosedur dan kebijakan tentang kerja sama pendidikan dan kebudayaan. Parah pihak menyetujui MoU sebagai berikut:

Pasal 1. Parah Pihak wajib mendorong dan memfasilitasi pengembangan kontak dan kerja sama antara lembaga pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi dan entitas lain dari Indonesia dan Papua Nugini; Para Pihak wajib mendorong hubungan individual antara sekolah, pendidikan kejuruan, pelatihan lembaga perguruan tinggi pendidikan, organisasi budaya, termasuk pengaturan sister school; Masing­masing pihak wajib mendorong pertukaran ahli, staf lembaga dan non­pemerintah yang relevan serta dosen dan mahasiswa atas dasar

timbal balik. Masing­masing pihak wajib mendorong pendidikan formal dan non­ formal di semua tingkat. Pertukaran materi pengajaran dan kurikulum serta informasi peluang pendidikan dan pelatihan. Kerja sama dalam pengembangan kurikulum, pengembangan program bersama, dan publikasi. Pertukaran informasi dan publikasi ilmiah di masing­masing negara; Masing­masing pihak wajib mendorong kerja sama budaya kerja sama budaya, pembekalam informasi semua aspek budaya dari setiap negara untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Memfasilitasi pertukaran budaya bertujuan untuk memperkaya dan memperkuat identitas budaya dan nilai kedua negara.

Pasal 2, Beberapa bidang kegiatan yang telah diidentifikasi kedua negara, yang menjadi prioritas utama yang meliputi:

1. Pendidikan kejuruan dan pelatihan

2. Pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi

3. Pendidikan khusus

4. Pendidikan jarak jauh

5. Pertukaran guru, siswa dan pendidikan personal, termasuk pemuda dan olahraga

6. Pelatihan bahasa Indonesia dan Tokpisin

7. Pertukaran kajian budaya dan kegiatan budaya dan

8. Bidang lain yang disepakati bersama oleh Para Pihak. Pasal 3, Masing­masing pihak wajib kepada pihak yang lainnya, menugaskan staf dan personil yang memenuhi kualifikasi sehubungan dengan pelaksanaan program dan proyek di bawah nota kesepakatanini; Para Pihak wajib,

sesuai dengan hukum dan peraturan perundang­undangan yang berlaku, saling memberikan bantuan administratif yang diperlukan kepada personil, termasuk untuk izin masuk, izin tinggal, dan izin keluar serta penyediaan bahan­bahan yang akan digunakan, sehubungan dengan pelaksanaan program dan proyek di bawah nota kesepakatan ini. Pasal 4, Pelaksanaan kegiatan program dan proyek di bawah nota kesepakatan ini disesuaikan dengan ketersediaan dana dan personil; Untuk memfasilitasi, memantau dan mengkaji pelaksanaan nota kesepakatan ini, Para Pihak sepakat untuk membentuk kelompok kerja bersama yang akan diketuai oleh:

1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan keikutsertaan instansi terkait lainnya.

2. Kementerian Pendidikan Papua Nugini dengan keikutsertaan instansi terkait lainnya. Pasal 5, Dalam rangka memfasilitasi pelaksanaan nota kesepakatan ini, Parah pihak dapat menyusun pengaturan untuk kerja sama lebih spesifikasi yang meliputi kesepakatan pendanaan program dan proyek dalam nota kesepakatan ini.

Pasal 6, Setiap perbedaan yang timbul timbul tentang penafsiran dan/atau pelaksanaan nota kesepakatan ini wajib diselesaikan secara bersahabat melalui negosiasi dan/atau konsultasi antara Parah Pihak; Pasal 7, Nota kesepakatan ini dapat diubah jika dipandang perlu oleh perjanjian tertulis antara pihak­pihak. Pasal 8, nota kesepakatan ini mulai berlaku pada tanggal penandatanganan ini dan tetap berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang secara otomatis untuk periode berikutnya dari 2 (dua) tahun. Nota kesepakatan ini dapat

diakhiri oleh salah satu pihak dengan memberikan enam bulan pemberitahuan tertulis kepada pihak lainnya; Pengaakhiran nota kesepakatan ini tidak mempengaruhi keabsahan dan masa berlaku pengaturan, program, kegiatan atau proyek samapai selesainya pengaturan, program, kegiatan atau proyek tersebut kecuali parah pihak menentukan lain. Dibuat dalam rangkap dua di Jakarta pada hari ke­2 bulan Mei tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh tujuh dalam bahasa inggris. Kerja sama pendidikan ditandatangani oleh Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dan Prof. Dr. Jhon Waiko, MP, Menteri Pendidikan PNG.

Dalam rangka untuk menindaklanjuti dan merevitalisasi kerja sama kedua negara dalam bidang pendidikan yang disepakati pada 1997, Presiden RI dan PNG pada tanggal 3­4 Agustus 2010 menyelenggarakan pertemuan ke­2 Joint Ministerial Commission (JMC) di Jakarta. Sebelumnya JMC ke­1 dilaksanakan pada Juni 2003 di Port Moresby.

Kerja sama pendidikan kedua negara diperbaharui pada tahun 2013, dalam pertemuan bilateral Kemitraan komprenship antara Indonesia dan Papua Nugini (Comprehensive Partnership between Republik of Indonesia and Papua New Gunea). Kerja sama kedua negara ditandatangani oleh Mohmmad Nuh sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Robink Pato, OBE, LBB, MP sebagai Menteri Luar Negeri dan Keimigrasian PNG. Dalam konteks kemitraan yang komprensehensif ini, pemerintah pusat menempatkan Provinsi Papua, sebagai ujung tombak di dalam kerja sama di seluruh bidang pembangunan. Salah satu bidang yang dikembangkan adalah pendidikan seperti menyediakan beasiswa Kerja sama pendidikan kedua negara diperbaharui pada tahun 2013, dalam pertemuan bilateral Kemitraan komprenship antara Indonesia dan Papua Nugini (Comprehensive Partnership between Republik of Indonesia and Papua New Gunea). Kerja sama kedua negara ditandatangani oleh Mohmmad Nuh sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Robink Pato, OBE, LBB, MP sebagai Menteri Luar Negeri dan Keimigrasian PNG. Dalam konteks kemitraan yang komprensehensif ini, pemerintah pusat menempatkan Provinsi Papua, sebagai ujung tombak di dalam kerja sama di seluruh bidang pembangunan. Salah satu bidang yang dikembangkan adalah pendidikan seperti menyediakan beasiswa

Kerja sama pendidikan RI dan PNG terus ditingkatkan pada pertemuan bilateral pada 27 Februari 2015 di Port Moresby. Dalam rangka peringatan 40 tahun hubungan diplomatik kedua negara lebih dekat dan intensif lagi. Dalam bidang sosial budaya, kedua pemimpin sepakat untuk terus mengintensifkan hubungan antarmasyarakat. Kerja sama konkret di bidang pendidikan dengan pemberian beasiswa oleh kedua negara akan diintensifkan, seperti pertukaran pelajar dan tenaga pengajar serta kerja sama di bidang olah raga. Kedua negara menyepakati untuk “bahasa indonesia” akan sebagai mata pelajaran di sekolah­ sekolah Papua Nugini terutama di beberapa sekolah dasar dan menengah yang berada di perbatasan Papua. Kesepakatan ini, sebagai rencana pengajaran bahasa

Indonesia sebagai pilot project. 73 Selain itu, kedua negara sepakat untuk mengintensifkan hubungan antarmasyarakat. Kerja sama yang dimaksudkan yakni

73 Bahasa Indonesia Akan Diajarkan di Sekolah Papua Nugini. Diakses melalui: http://nasional. tempo.co/ read/ news/2015/08/06/079689707/bahasa­indonesia­akan­diajarkan­di­

sekolah­papua­nugini, pada tanggal 06 Agustus 2015 | 15:08 WIB sekolah­papua­nugini, pada tanggal 06 Agustus 2015 | 15:08 WIB

2. Kerja sama pendidikan antara Distrik Sota dan Mohed

Kebijakan kedua belah pihak di perbatasan dapat dilihat sebagai dimensi unilateral yaitu, di mana setiap penentu dalam pengambilan keputusan di kawasan perbatasan adalah program kebijakan negara RI maupun PNG yang dilakukan oleh dua pihak di perbatasan. Kebijakan tersebut sejalan dengan program desentralisasi yang dilakukan oleh pemerintah RI yang menghasilkan produk otonomi daerah Provinsi Papua termasuk pengambilan kebijakan di daerah perbatasan. Berbagai kegiatan lintas negara sesuai bidang masing­masing di bawah koordinasi Badan Pengelola Perbatasan dan Kerja sama Luar Negeri Provinsi maupun Badan Pengelola Kawasan Perbatasan Kabupaten sebagai lembaga pemerintah daerah yang berwenang dalam melakukan kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan. 75

Adanya kebijakan di perbatasan merupakan bagian dari pertimbangan para pengambil keputusan dan salah satu jawaban dari tekanan yang berasal dari kejadian­kejadian eksternal dan desakkan internal. Oleh sebab itu, otonomi daerah ini membawa peluang yang sangat besar bagi pemerintah Provinsi Papua untuk

74 Ibid. 75 Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 13 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Papua.

melakukan kerja sama dengan lingkungan eksternal yakni dunia internasional, dalam meningkatkan kesejateraan di perbatasan kedua negara.

Undang­undang No. 21 Tahun 2002 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Pasal 4 ayat (6) berbunyi: 76 Perjanjian internasional yang dibuat oleh pemerintah yang hanya terkait dengan kepentingan Provinsi Papua dilaksanakan setelah mendapat pertimbangan Gubernur dan sesuai dengan peraturan perundang­undangan. Dan ayat (7), di mana Provinsi Papua dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga atau badan di luar negeri yang diatur dengan keputusan bersama sesuai dengan peraturan perundang­ undangan.

Hasil otonomi daerah provinsi Papua membawa dampak positif bagi Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten yang berada di perbatasan negara dalam melakukan kerja sama dengan pihak asing melalui lembaga yang berwenang. Dalam hal kerja sama pendidikan sesuai tugas dan fungsi dilakukan oleh Dinas pendidikan baik tingkat provinsi maupun daerah yang harus fasilitasi oleh Badan Pengelola Perbatasan dan Kerja sama Luar Negeri (BPPKLN) dan bertanggung jawab kepada pimpinan daerah. Pembicaraan mengenai kerja sama pendidikan di RI dan PNG di perbatasan melalui forum Border Liasion Meeting (BLM). Landasan hukum forum BLM bagi Indonesia adalah UU Nomor 21 Tahun 2001.

Atas dasar pelimpahan hak kepada daerah, maka Distrik Sota dapat melakukan kerja sama pendidikan dengan Mohed. Kedua pihak melakukan Perjanjian Jabatan Tangan (Handshake Agreement). Perjanjian ini dicirikan oleh

76 Direktur Jendral Hukum dan Perjanjian Internasional Departemen Luar Negeri, Panduan Umum Tata Cara Hubungan Internasional oleh Pemerintah Daerah, Cetakan III, Jakart, 2006),

hlm. 11.

tidak adanya dokumen perjanjian kerja sama pendidikan yang formal (nota kesepakatan). Kerja sama pendidikan ini didasarkan pada komitmen dan kepercayaan secara politis antardaerah yang terkait. Hal tersebut yang dimaksudkan adalah Nota kesepakatan yang telah disepakati Kementerian kedua negara dalam bidang pendidikan. Selain itu, secara politik kedua pihak memiliki historis kerja sama dalam berbagai bidang yang dimuat dalam perjanjian khusus (special arrangements) RI dan PNG.

Berdirinya SMK N 1 sota pada tahun 2004 menjadi salah satu pembicaraan kerja sama RI dan PNG dalam bidang pendidikan di tingkat pemerintah daerah dalam forum BLM. Forum ini memberi keputusan untuk SMK Negeri 1 Sota mengambil langkah dalam mendorong kerja sama pendidikan dengan Distrik Mohed. Pertimbangan kerja sama ini dilihat dari adanya keingina kedua belah pihak untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi masyarakatnya masing­masing negara di wilayah perbatasan.

Kerja sama pendidikan antara Distrik Sota dan Mohed dimulai dari tahun 2006, yang diawalai dengan perekrutan oleh delegasi Pemerintah Kabupaten Merauke khususnya Distrik Sota yang dipimpin oleh Kalvin Saya. Kerja sama pendidikan tersebut terlihat sedikit berbeda yang biasanya terjadi pertukaran pelajar antara negara yang menyepakati nota kesepakatan tetapi dalam konteks kerja sama ini terlihat berpusat di Distrik Sota. Adanya kerja sama tersebut dapat dilihat dari beberapa faktor yakni geografis, kebudayaan dan ekonomi.

a. Geografis

Dalam berbicara perbatasan negara, tidak akan lepas dari persoalan­ persoalan pengelolaan perbatasan oleh kebijakan negara masing­masing. Dalam ilmu pengetahuan kita kenal dengan istilah geografi. Perbatasan yang menyangkut dengan wilayah kebijakan suatu negara merupakan masalah yang tidak akan pernah berhenti, demikian masalah yang dialami kedua negara yang sama­sama memiliki cara pandang dan aturan yang berbeda untuk mempertahankan kebijakan negara, yang dapat mempengaruhi kedaulatan negara RI dan PNG.

Pertama­tama adalah konsep geografi­spasial menjadi konsep sosial ketika kita berbicara tentang masyarakat yang menghuni atau melintas perbatasan, sebagai konsep geografis masalah telah diselesaikan ketika negara RI dan PNG yang memiliki perbatasan telah menyepakati batas­batas wilayah, namun permasalah akan muncul ketika perbatasan dilihat sebagai persepktif sosial karena pada saat itulah perbatasan yang sifatnya konvensial, perbatasan memperoleh makna yang baru sebagai konstruksi sosial dan kultur yang tidak lagi terkait pada pengertian yang bersifat teritorial. 77

Batas geografis RI dan PNG memiliki pengaruh pada aktivitas lintas batas masyarakat yang lebih condong dengan pengaruh kedekatan pos lintas masing­ masing negara. Pembangunan pos lintas batas karena dengan pertimbangan wilayah­wilayah yang tinggi dengan aktivitas lintas batas. Pos­pos tersebut terlihat dalam tabel di bawa ini:

Tabel 3. Pos Lintas Batas RI dan PNG

77 Perbatasan Sebaiknya di Kelola Dengan Pendekatan Non Tradisonal, diakses melalui: www.http.//bintang papua.com, pada 29 Juni 2009 pukul 16.00 WIT

Republik Indonesia Papua New Gunea

Green river

Lake Murray

Sumber: Badan Pengelola Perbatasan dan Kerja sama

Luar Negeri Provinsi Papua Tahun 2014

Sesuai dengan standar internasional bahwa, pos pemeriksaan lintas batas (PPLB) adalah tempat pemerinksaan Bea Cukai, Keimigrasian, Karantina, dan Keamanan (TNI/POLRI). Adanya pos lintas sangat diperlukan dalam menjaga kedaulatan kedua negara masing­masing di wilayah perbatasan tersebut. Hal itu, Sesuai dengan standar internasional bahwa, pos pemeriksaan lintas batas (PPLB) adalah tempat pemerinksaan Bea Cukai, Keimigrasian, Karantina, dan Keamanan (TNI/POLRI). Adanya pos lintas sangat diperlukan dalam menjaga kedaulatan kedua negara masing­masing di wilayah perbatasan tersebut. Hal itu,

Kawasan perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan. Khusus bagi Provinsi Papua adalah Distrik. 78

Perjanjian batas wilayah antara Belanda dan Inggris dalam dua klarifikasi yaitu batas yang terjadi karena buatan manusia maupun batas yang sudah secara alam. Perjanjian­perjanjian yang dilakukan oleh kedua negara mengenai perbatasan adalah produk dari sejarah koloni konsep arificial boundaries biasanya di tandai dengan adanya tanda seperti tembok, tugu, mercu suar dan pagar, sedangkan konsep natural bounderies seperti sungai, gunung dan batas­batas

kultural yang bersifat abstrak namun mempunyai makna yang nyata. 79 Perbedaan pemahaman terhadap konsep garis batas tersebut membuat membuat persoalan masyarakat Sota beranggapan sungai Torasi masuk dalam wilayah tanah adat orang sota, namun menurut garis batas negara sungai Torasi masuk negara PNG, karena perbatasan yang telah disepakati tidak bisa merubah perbatasan tradisional oleh penduduk yang berada di kawasan RI dan PNG. Dalam mengatasi persoalan tanah adat, pemerintah menyediakan solusi bagi pelintas batas tradisional yakni:

78 Undangan­Undang Nomor 43 Tahun 2008 ,Tentang Wilayah Negara, Diakses melalui: http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2008_43.pdf

79 Erniaty J., Herry Yogaswara, Hubungan Sosial Budaya Penduduk Perbatasan RI dan PNG: Kekerabatan, Ekonomi dan Mobilitas, (Bandung: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,

1997), hlm. 306.

kedua negara tetap mengakui dan mengijinkan pergerakan dilakukan oleh penduduk tradisional dan warga perbatasan yang merupakan warga negara masing­masing negara Terutama karena kelahiran atau perkawinan tinggal di kawasan perbatasan untuk melintas perbatasan yang terkait dengan kegiatan­ kegiatan tradisional di dalam kawasan perbatasan seperti hubungan sosial dan upacara­upacara termasuk perkawinan, berkebun, berburu, pengumpulan dan penggunaan perdagangan tradisional di perbatasan, olah raga dan aktivitas­ aktivitas kebudayaan. Hal­hal tersebut merupakan hak­hak tradisional untuk menggunakan tanah dan air namun bukan merupakan hak kepemilikan atas benda­ benda tersebut. Pelintas batas tradisional untuk melakukan perjalanan lintas batas dengan disepakati menggunakan Kartu Lintas Batas berlaku di seluruh perbatasan RI dan PNG.

Dalam kenyataan di lapangan di wilayah perbatasan Distrik Sota, terdapat pos lintas batas darat, petugasnya adalah TNI­AD, Brimob, Karantina, Bea Cukai, Polri dan Kopassus. Terlihat penempatan pos­pos tersebut tidak sesuai dengan standar internsional. Pos lintas batas sebagai pihak yang memfasilitas pelintas batas dari Weam dan Mohed dalam melakukan aktivitas ekonomi, kunjungan kekeluargaan, kunjungan kebudayaan, aktivitas olahraga dan pendidikan. Sesuai kesepakatan RI dan PNG dalam sebuah perjanjian khusus terkait masalah lintas orang, barang dan jasa di wilayah perbatasa Provinsi Papua yaitu (Special Arrangement for Traditional and Customary Border Crossings Between The Government of The Republic of Indonesia and The Government of Papua New Guinea).

Sebuah kemajuan di kawasan perbatasan Distrik Sota pada tahun 2006, karena terbukanya sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Sota sebagai bagian terbukanyan akses bagi penduduk kawasan perbatasan untuk mendapatkan bagian dari dunia globalisai, pos perbatasan yang ramai setiap tahun menjadikan sekolah ini dalam mendidik dua bangsa dan menjadi pusat pendidikan di kawasan perbatasan Distrik Sota dan Mohed. Dalam proses administrasi di pos lintas batas tersebut berdasarkan pada Perjanjian Khusus (Basic Arrangement), pelintas batas dalam menggunakan Kartu Lintas Batas (KLB) sebagai pengganti pasport dan visa. Pada prinsipnya kegiatan pendidikan tersebut sesuai kesepakatan merupakan sebagai kepentingan tradisional dan kebiasaan bagi penduduk tradisional dan warga perbatasan.

Suatu kemudahan yang dirasakan oleh masyarakat lokal dari Weam dan Mohed karena melihat kondisi geografis yang susah dijangkau ke ibu kota negara Port Moresby untuk mendapatkan akses pendidikan. Hal lain yang dapat berpengaruh terhadap kemudahan, adalah terkait dengan lintas batas kendaraan antara Sota dengan beberapa daerah di PNG. Untuk sementara ini, terbukanya transportasi darat kedua negara dapat berpengaruh terhadap arus lintas barang dari Sota ke wilayah PNG.

Banyaknya pelajar setiap tahun di wilayah Distrik Sota, secara tidak langsung RI melihat kawasan tersebut sebagai kawasan politik yang merupakan wajah RI yang bertetangga dengan PNG yang sebagai top leader bagi negara kawasan pasifik lainnya. Point penting bagi Indonesia dapat membuat citra baik Indonesia di dunia internasional. Secara tidak langsung SMK Sota membuka Banyaknya pelajar setiap tahun di wilayah Distrik Sota, secara tidak langsung RI melihat kawasan tersebut sebagai kawasan politik yang merupakan wajah RI yang bertetangga dengan PNG yang sebagai top leader bagi negara kawasan pasifik lainnya. Point penting bagi Indonesia dapat membuat citra baik Indonesia di dunia internasional. Secara tidak langsung SMK Sota membuka

b. Kebudayaan

Masyarakat sota dan Weam secara spesifik merupakan suku kanume yang masuk dalam rumpun Ras Melanesia sehingga penduduk memiliki kesamaan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dari fisik yakni rambut keriting pada umumnya, bola mata hitam, kulit coklat dan sawo matang, umumnya berbadan tinggi dan besar, face muka yang hampir sama yakni memiliki rahang yang lebar dan umumnya penduduk yang tinggal semakin jauh dari tepi pantai akan membentuk tubuh semakin pendek sama halnya penduduk yang berada di PNG.

Perbatasan RI dan PNG yang awalnya tidak penting namun sekarang menjadi perhatian pemerintah karena kawasan perbatasan merupakan suku bangsa di sota terutama menjadi halaman depan NKRI di Provinsi Papua. Distrik Sota yang memiliki perbatasan darat secara umum terdapat dua suku yang mendiami sepanjang garis di wilayah perbatasan Distrik Sota bagian selatan Kanume dan Yeinan.

Kawasan perbatasan Merauke lebih dikenal karena keberadaan Distrik Sota yang langsung berbatasan dengan Weam dan Mohed memiliki wilayah­wilayah adat di Weam yang memiliki perbatasan darat dengan Distrik Sota. Dapat dilihat keluarga Ndimar dari sota mempunyai tanah adat/ulayat bernama kumber, yakur,

kepreyawar, ngatimbar, yarwasu, wah dan wapok di Weam. Secara struktur masyarakat dari kampun Sota, Yanggandur dan Rawa (RI) dan kampung Weam­ Mohed (PNG) yang mengikuti garis keturunan ayah (Patrilineal). Menurut sktruktur adat pimpinan kampung­kampung, memiliki satu ondoafi untuk suku kanume antara beberapa kampung Distrik Sota dan Weam. Marga utama yang berada di wilayah Distrik Sota Ndimar, Ndiken, Mbanggu, Sanggra, Mayawa, Yapau dan bikanes. Marga tersebut sebaliknya ada di wilayah Weam. Ondoafi memiliki peran dalam mengawasi, mengatur dan memutuskan segala hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat kedua kampung.

Secara umum orang Papua adalah kelompok masyarakat yang sangat menghargai adat­istiadat dan kebudayaan, menjadi aturan atau norma­norma dalam kehidupan masyarakat sosial yang terlihat jelas keturunan Papua pada umumnya memiliki identias dengan sebutan Klen atau Marga dalam antropologi. Sehingga dapat dikatakan Klen dan Marga adalah identitas diri bagi orang Papua maupun PNG di daerah perbatasan RI dan PNG terutama masyarakat yang satu suku dan adat istiadat. Masyarakat Kanume di wilayah Sota dan masyarakat di wilayah Weam dan Mohed memiliki hubungan kekerabatan yang selalu terjalin baik.

Bahasa menjadi faktor penting karena satu suku bangsa dibedakan dengan bahasa yang digunakan oleh suku bangsa tertentu sehingga bahasa juga menjadi faktor penting dalam memahami dan membedakan sesuatu suku bangsa. Selain bahasa, hak ulayat tanah juga yang sering muncul di kawasan darat. Kepemilikan tanah secara tradisional ada aturannya yang sudah ditetapkan oleh masyarakat Bahasa menjadi faktor penting karena satu suku bangsa dibedakan dengan bahasa yang digunakan oleh suku bangsa tertentu sehingga bahasa juga menjadi faktor penting dalam memahami dan membedakan sesuatu suku bangsa. Selain bahasa, hak ulayat tanah juga yang sering muncul di kawasan darat. Kepemilikan tanah secara tradisional ada aturannya yang sudah ditetapkan oleh masyarakat

Kepemilikan hal ulayat tanah ini memberikan alasan bagi pelintas batas tradisional dengan mudah akses wilayah perbatasan untuk kepentingan pendidikan anak­anaknya. Sistem kekerabatan dan persamaan ras, suku, dan bahasa, walaupun sudah ada pemisah batas­batas hukum dan administrasi negara, akan tetapi kegiatan saling berkunjung anggota kerabat di PNG masih dilakukan sebagai jaringan sosial antarwarga RI dan PNG. Dengan memiliki hubungan kekeluargaan dan memiliki hak ulayat tanah di perbatasan Sota memberi alasan bagi pelajar asal PNG dengan mudah mengakses ke Sota, karena memiliki kerabat yang menetap di Distrik Sota.

c. Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, era globalisasi dan keterbukaan komunikasi akan sangat berpengaruh terhadap hubungan ekonomi antarnegara. Pemenuhan kebutuhan pokok, pemasaran produk daerah maupun jasa dan lain­lain akan menjadi isu­isu yang akan mewarnai kondisi perbatasan. Meningkatnya kualitas masyarakat di kawasan perbatasan sebagai dampak pembangunan kedua wilayah, berpengaruh terhadap adanya pergeseran­pergeseran kebutuhan. Semakin bervariasinya kebutuhan masyarakat di kawasan perbatasan berdampak pada pergerseran­pergeseran kondisi perdagangan lintas batas, barang­barang yang Dalam bidang ekonomi, era globalisasi dan keterbukaan komunikasi akan sangat berpengaruh terhadap hubungan ekonomi antarnegara. Pemenuhan kebutuhan pokok, pemasaran produk daerah maupun jasa dan lain­lain akan menjadi isu­isu yang akan mewarnai kondisi perbatasan. Meningkatnya kualitas masyarakat di kawasan perbatasan sebagai dampak pembangunan kedua wilayah, berpengaruh terhadap adanya pergeseran­pergeseran kebutuhan. Semakin bervariasinya kebutuhan masyarakat di kawasan perbatasan berdampak pada pergerseran­pergeseran kondisi perdagangan lintas batas, barang­barang yang

Demikian juga dengan pelaku ekonomi, seperti yang ada di kawasan Pos Lintas Batas Sota, bukan lagi hanya pedagang tradisonal dan kebiasaan, namun penduduk dari luar daerah perbatasan. Demikian perdagangan di kawasan perbatasan Sota bukan lagi terbatas pada perdagangan tradisional dan kebiasaan, tetapi sudah mengarah pada perdagangan umum.

Berkembangnya wilayah perbatasan Sota, berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian di kawasan perbatasan kedua negara, akibat fasilitas yang lebih baik, harga yang murah, regulasi yang lebih mudah mengakibatkan tingginya pergerakan orang dari wilayah Weam dan Mohed. Perkembangan dalam perdagangan di Kawasan Pos Lintas Batas (PLB) Sota, berpengaruh terhadap stablitas ekonomi Weam dan Mohed. Dengan berkembangnya, arus barang dari wilayah perbatasan Sota akan relatif tinggi. Hal tersebut terutama disebabkan harga yang relatif rendah dibandingkan dengan Weam dan Mohed.

Pada umumnya alat tukar yang dipergunakan dalam perdagangan di kawasan perbatasan Sota adalah uang Kina, namun sebaliknya untuk wilayah perbatasan Weam dan Mohed yang digunakan adalah Rupiah. Telihat uniknya berbelanja di wilayah Distrik tersebut, bisa menggunakan dua jenis mata uang, yaitu Rupiah dan Kina. Mata uang Rupiah maupun Kina bisa digunakan untuk membeli semua kebutuhan di wilayah perbatasan Sota. Wilayah perbatasan Sota

dan Mohed ini adalah tidak terdapat tempat penukaran uang yang resmi dan bertanggung jawab, ketika para pembisnis hendak melakukan perjalanan ke Kota Merauke harus menukar mata uang Kina dengan Rupiah, maka akan ditukar kepada para pedagang yang berjualan di lokasi perbatasan Sota yang umumnya dari suku Jawa, NTT dan Bugis serta Papua yang bukan masyarakat lokal tersebut. Satu Kina dapat ditukar menjadi Rp 5.000,00. Tingginya mata uang Kina buat Rupiah dapat memberi keuntungan bagi pedagang di wilayah perbatasan Sota terutama para pedagang RI dapat melayani tranksaksi pembelian menggunakan Kina dan Rupiah. Tentunya daapat memudahkan pelajar asal PNG dalam memenuhi kebutuhan mereka.