KERJASAMA INDONESIA DAN PAPUA NUGINI DAL (1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia (RI) dan Papua Nugini (PNG) untuk selanjutnya disingkat RI dan PNG merupakan negara yang bertetangga darat dan laut yang letak perbatasannya berada di Provinsi Papua di kawasan wilayah Indonesia Timur. Hubungan bilateral RI dan PNG pada awalnya mengalami sejarah yang cukup panjang yang dimulai dengan pembukaan Konsulat Jendral antarkedua negara pada tahun 1972.

Hubungan RI dan PNG mengalami peningkatan menjadi hubungan diplomatik ditandai ketika PNG mendapatkan kemerdekaan dari Australia pada 16 September 1975. Sejak itu kedua negara sepakat untuk membangun bilateral yang ditandai dengan yang disepakati persetujuan dasar yaitu pengaturan kerja sama penanganan perbatasan di kawasan Provinsi Papua, yang dulunya disebut Irian Jaya. Kesepakatan itu disebut Persetujuan Dasar antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua Nugini mengenai pengaturan­pengaturan perbatasan (Basic Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Independent State of Papua New Guinea on

Border Arrangements yang ditandatangani tahun 1975. 1 Kesepakatan ini yang menjadi cikal bakal hubungan kerja sama RI dan PNG dalam beberapa bidang yakni pendidikan, kesehatan, politik, keamanan, dan ekonomi dengan tujuan membangun masyarakat di kawasan kedua negara.

1 Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, Basic Agreement: between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Independent

State of Papua New Guinea on Border Arrangements, (Jakarta, 2014), hlm.1.

Kawasan perbatasan negara merupakan manifestasi utama dan memiliki peran penting dalam penentu batas wilayah perbatasan, pemanfaatan sumber daya alam, keamanaan dan keutuhan wilayah. Kawasan perbatasan memiliki persoalan sosial, ekonomi, pertahanan keamanaan menjadi kompleks karena bersinggungan dengan kedaulatan negara lain. 2 Kerja sama di perbatasan dalam pembentukan maupun pelaksanaan hubungan baik antarnegara tetangga sangat diperlukan langkah­langkah untuk mencegah timbulnya konflik di antara kedua negara yang berbatasan. Tentunya dengan memperhatikan peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan dan optimalisasi potensi yang disertai pengembangan kerja sama dengan negara tetangga juga berakibat dapat meminimalisir terjadinya masalah. Mengingat kawasan perbatasan sebagai sentral ekonomi yang berbasis pada karakteristik kawasan perbatasan mempunyai itensitas yang tinggi dalam arus lalu lintas orang dan barang. Kondisi tersebut akan berdampak positif maupun negatif bagi kedua negara.

Seiring dengan perkembangan masyarakat RI dan PNG di perbatasan Provinsi Papua, kerja sama bilateral ini terus diupayakan paralel dengan kepentingan nasional kedua negara. Oleh sebab itu, memasuki dekade ini, kedua negara sepakat untuk menjadikan masalah lintas batas orang, barang dan jasa di wilayah perbatasan diatur bersama dalam sebuah perjanjian khusus (special arrangements for traditional and customary border crossing between RI and PNG). Mengingat masyarakat Papua dengan PNG memiliki karakter khas dan khusus dengan membagi kesamaan sosial, budaya, dan bahasa yang disebut ras

2 Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, Profil Potensi Perbatasan Negara RI di Provinsi Papua, (Jakarta, 2009), hlm. 3.

Melanesia, 3 namun dipisahkan oleh memiliki pemerintahan yang berbeda. Kesamaan itu terlihat dari ciri­ciri fisik yaitu warna kulit yang sawo matang dan

hitam, rambut keriting dan berwarna hitam, warna bola mata hitam, budaya dan adat istiadat serta kearifan lokal yang sama. 4 Persamaan­persamaan yang terlihat

dari penduduk Papua dan PNG tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kedekatan wilayah yang saling berdekatan dan sekaligus juga menjadi permasalahan yang kompleks bagi RI dan PNG. Hal tersebut menyebabkan Provinsi Papua sebagai kawasan yang mendapat perhatian khusus dari pemerintah RI. Papua juga sebagai pintu gerbang RI di wilayah timur Indonesia yang bertetangga langsung dengan PNG yang tentunya berpengaruh pada berbagai persoalan ideologi, sosial, kebudayaan dan ekonomi.

Upaya pemerintah RI menjadikan sebagai kawasan perbatasan sebagai prioritas pembangunan ialah dalam penanganan masalah­masalah perbatasan maupun pengelolaan kawasan perbatasan. Penanganan perbatasan ialah dengan mengedepankan paradigma outward looking yang awalnya cenderung dengan paradigma inward looking. 5 Pada era orde baru pendekatan dalam menangani perbatasan masih mengutamakan pendekatan militer (military approach) yang berpengaruh terhadap penyusunan substansi persetujuan dasar. Pendekatan ini

3 Rumpun Melanesia yang bersama­sama rumpun micronesia dan polynesia mendiami kawasan pasifik selatan seperti Fiji, Vanuatu, Solomon Island, Papua New Guinea. Rumpun ini

mempunyai wadah yang disebut Melanesian Spearhead Group (MSG) dan Front de Liberation Nationale Kanak et Socialiste (FLKS) of New Caledonia yang dibentuk atas prinsip solidaritas antar ras Melanesia.

4 Ivon Dengah, Uncen Usulkan Penelitian Hak Ulayat Tanah, (Jayapura: Fisip Universitas Cenderawasih, 2009), hlm. 5.

5 Wangke Humpherey, Pengelolaan Perbatasan RI­PNG: Perspektif Keamanan Ekonomi, Kajian, (Vol. 13 No. 3, Setjen DPRRI, 2008), hlm.1.

masih belum memberiakan ruang dalam pengembangan kerja sama yang lebih luas. Oleh sebab itu, diperlukan paradigma baru (outward looking) untuk penanganan perbatasan yang mengarah pada pendekatan kesejahteraan yang bersifat lintas sektoral dan pendekatan militer.

Pananganan kawasan dalam perbatasan juga menuntut pemerintah daerah untuk mengelola kawasan tersebut seiring dengan berlakunya desentralisasi dan otonomi daerah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kesempatan daerah untuk mengembangkan kawasan perbatasan dan dapat menjalankan hubungan luar

negeri dengan pihak asing. Provinsi Papua juga merupakan daerah otonomi khusus yang dapat melakukan kerja sama luar negeri dengan pihak asing. Hal itu tertuang dalam Undang­Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, yakni Perjanjian Internasional yang dibuat oleh Pemerintah yang terkait dengan kepentingan Provinsi Papua dilaksanakan setelah mendapat pertimbangan Gubernur dan sesuai dengan peraturan perundang­undangan. 6

Perbatasan Provinsi Papua merupakan kawasan yang strategis dan vital dalam konstelasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dikatakan strategis, karena secara geografis kawasan perbatasan memiliki potensi sumber daya alam dan peluang pasar karena kedekatan jarak dengan negara tetangga. Sementara disebut vital karena, secara politis kawasan perbatasan berkaitan

6 Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis­garis Besar Haluan 35 Negara Tahun 1999­2004 Bab IV huruf (g) angka 2, Dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000

tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, yang antara lain menekankan tentang pentingnya segera merealisasikan Otonomi Khusus tersebut melalui penetapan suatu undang­undang otonomi khusus bagi Provinsi Irian Jaya dengan memperhatikan aspirasi masyarakat, Diakses melalui http://www.kemitraan.or.id/sites/default/files/ Kebijakan %20 Otonomi %20Khusus%20Di%20Indonesia.pdf, pada tanggal 10 Agustus 2015 pukul 11:50 WIB.

dengan aspek kedaulatan negara, pertahanan dan keamanaan, rasa kebangsaan, ideologi, ekonomi, sosial dan kebudayaa. 7 Secara geografis, letak Papua berada

di sebelah Barat PNG dan di Utara Australia. Wilayah perbatasan Papua dan PNG membentang dari Utara yaitu Kabupaten dan Kota Jayapura, Kabupaten Kerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven Digul hingga Merauke di Selatan dengan jarak ± 770 km. Sepanjang perbatasan tersebut terdapat di dalamnya 32 kecamatan/distrik yang berbatasan langsung dengan PNG.

Pemantapan peran kawasan perbatasan tercermin di dalamnya arah kebijakan nasional dengan menetapkan kawasan perbatasan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional dan sebagai pintu gerbang NKRI di Timur. Peningkatan kualitas masyarakat di kawasan perbatasan merupakan manifestasi utama dan memiliki peran penting dan strategis dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, keamanan dan keutuhan wilayah. Kawasan perbatasan memiliki persoalan yang kompleks tentang sosial, politik, ekonomi dan pertahanan keamanan. Persoalan tersebut menjadi kompleks, karena bersinggungan dengan kedaulatan negara lain. 8 Selain itu, perlu dilakukan pengelolaan secara khusus untuk memberikan kepastian hukum mengenai ruang

7 Irwan Lahnisafitra, Kajian Pengembangan Wilayah Pada Kawasan Perbatasan Kalimantan Barat­Serawak, (Tesis Master –S2 Pada Program pasca sarjana Institute Teknologi

Bandung, 2005), hlm. 1. 8 Letjen TNI Moeldoko, Kompleksitas Perbatasan Tujuan Dari Perspektif Kebijakan

Pengelolaan Perbatasan RI Tahun 2011, Diakses melalui http://idu.ac. id/index.php?option= com_dotman&;task=cat_view&;gid=166&;Itemi=30, pada tanggal 24 Juli 2015 pukul 12:00 WIB.

lingkup wilayah negara, kewenangan pengelolaan wilayah negara, dan hak­hak berdaulat.

Kawasan perbatasan RI dan PNG walaupun sering terdengar adannya ancaman konflik, namun sesungguhnya tidak menghadapi konflik perbatasan yang serius berupa bentrokan senjata. Akan tetapi kawasan tersebut, masih terjadi sejumblah insiden pelanggaran perbatasan, baik di wilayah perbatasan laut maupun darat. Kondisi tersebut terjadi ketika pelintas melakukan lintas batas tidak menggunakan surat pas jalan dari pos perbatasan baik untuk tujuan memenuhi kebutuhan ekonomi maupun untuk menjalankan hubungan kekeluargaan dan kebudayaan diantara masyarakat RI dan PNG yang berada di masing­masing kawasan.

Adanya berbagai permasalahan di kawasan perbatasan menjadi kendala untuk dapat dikembangkannya. Permasalahan itu berupa kordinasi antarinstansi, sehingga akan sulit membagun kerja sama antarpelaksana yang berwenang mengelola perbatasan. Selain itu, minimnya infrastruktur dan kapasitas hukum sebagai tantangan dalam upaya pengembangan kawasan perbatasaan terutama

dalam mengembangkan kerja sama dengan negara tetangga. Mengingat kondisi yang ada di kawasan perbatasan akan saling pengaruh­mempengaruhi antarnegara yang berbatasan. Oleh sebab itu, diperlukan kerja sama perbatasan sebagai sarana diplomasi perbatasan (border diplomacy) dalam mencegah terjadinya konflik di

wilayah perbatasan. Border diplomacy atau diplomasi perbatasan merupakan pelaksanaan politik luar negeri RI dalam rangka penanganan masalah perbatasan yang mencakup penetapan batas wilayah negara serta pengelolaan wilayah wilayah perbatasan. Border diplomacy atau diplomasi perbatasan merupakan pelaksanaan politik luar negeri RI dalam rangka penanganan masalah perbatasan yang mencakup penetapan batas wilayah negara serta pengelolaan wilayah

seluruh pemangku kepentingan dapat turut aktif mendukung dan mengusahakan tercapainya kepentingan nasional di wilayah perbatasan tersebut. Pemanfaatan forum kerja sama internasional perbatasan yang lebih efektif juga diperlukan untuk meminimalisasi insiden­insiden yang dapat mempengaruhi hubungan dengan negara tetangga.

Upaya pemerintah dalam rangka pengelolaan perbatasan ini tentu saja tidak hanya dapat dilihat dari segi hukum dan keamanaan, melainkan harus dilihat dari segi sosial dan ekonomi. Hal ini perlu dilakukan karena konflik yang muncul di­ wilayah perbatasan bahkan pada perbatasan yang sudah jelas status hukumnya biasanya dipicu oleh persoalan sosial dan ekenomi. Karena itu, diperlukan diplomasi soft power dalam rangka mendukung diplomasi perbatasan.

Sementara perkembangan permasalahan kebijakan di wilayah perbatasan pada saat ini mempresentasikan program dan komitmen yang mengarah pada demokrasi global. Komitmen terhadap demokrasi global tersebut pada realitanya menghadapi kondisi yang kompleks, karena unsur ideologi dan kultural yang spesifik di wilayah perbatasan. 10 Kondisi kawasan perbatasan Pemerintah Provinsi Papua mengenai kewilayahan maupun aspek­aspek sosial­budaya kemasyarakatan turut mewarnai hubungan kedua negara, terutama dalam pengaturan perlintasan

9 Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional (HPI) Kementerian Luar Negeri, Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Diplomasi Perbatasan dengan Negara­ Negara Tetangga,

Diakses melalui http://pustakahpi.kemlu.go.id/content. php?Content=file_Kegiatan detail&id=18&jenis=Seminar, pada tanggal 12 Agustustus 2015. pukul 15: 28 WIB

10 K J. Holsti, International Politics, A Framework for Analysis, (New Jersey: Prentice­ Hall,1992), hlm. 96.

orang, barang dan jasa yang selalu diubah/direvisi dalam persetujuan dasar (basic agreement) setiap sepuluh tahun. Perundingan dan pembahasan masalah perubahan tersebut, biasa berlangsung dalam kurung waktu yang lama sementara tuntutan kebutuhan­kebutuhan masyarakat yang hidup di kawasan perbatasan RI

dan PNG harus secepatnya dipenuhi, karena kondisi kawasan perbatasan telah mengalami banyak perubahan, baik mengenai kewilayahan maupun aspek­aspek sosial kemasyarakatan. Selain itu, perkembangan masyarakat maupun komunikasi mengakibatkan pergeseran­pergeseran kebutuhan masyarakat di kawasan perbatasan.

Permasalahan di atas terjadi pada perbatasan Provinsi Papua, terlihat secara umum pelajar dari beberapa kampung di PNG yang telah melakukan akses pendidikan di sekolah­sekolah di perbatasan Papua­Indonesia. Adanya kegiatan pendidikan tersebut, sesuai dengan kesepakatan kedua negara termasuk dalam pengaturan khusus (special arrangements) merupakan bagian dari kegiatan

tradisional dan 11 kebiasaan bagi pelintas batas tradisional. Walaupun demikian, kegiatan tersebut sebatas tradisional karena memiliki hubungan sosial­budaya

dengan masyarakat PNG, dalam realitasnya mengalami perkembangan ditandai dengan adanya kesepakatan antara Distrik Sota dan Mohed untuk meningkatkan kerja sama Pendidikan di wilayah perbatasan Sota. Kesepakatan tersebut, ketika Mr. Tauhare mengunjungi SMK Negeri 1 Sota dengan tujuan membicarakan perjanjian kerja sama pendidikan oleh kedua pihak dalam bidang pendidikan khususnya pengiriman pelajar asal PNG untuk bersekolah di sekolah tersebut.

11 Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, Peraturan Khusus Kegiatan lintas Batas Tradisional dan Kebiasaan Antara Republik Indonesia dan Papua

New Guinea, (Jakarta, 2014), hlm. 2.

Kesepakatan kedua pihak tanpa adanya dokumen resmi atau nota kesepakatan. Sebuah perjanjian antara dua daerah tanpa ada nota kesepakatan termasuk dalam kategori kerja sama sister city/province yang bertipe Handshake Agreement.

Adanya upaya­upaya kerja sama kedua pihak dalam bidang pendidikan tersebut karena sebelumnya kedua negara pernah menyepakati persetujuan mengenai kerja sama teknik yang ditandatangani di Port Moresby pada tanggal 5 Juni 1979. Persetujuan tersebut direvisi lagi untuk tetap menjaga hubungan kedua negara yang pernah disepakati. Perjanjian itu dibuat untuk meningkatkan sikap saling menghormati dan bekerja sama antara Pemerintah RI dan PNG yang ditandatangani pada 27 Oktober 1989.

Pelajar PNG yang mengikuti pendidikan di perbatasan Papua menjadi tantangan dan masalah bagi Pemerintah RI dan PNG. Isu pendidikan kemudian mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah Indonesia dan PNG, terutama mengenai kerja sama pendidikan yang dibahas dalam forum BLOM (Border Liaison Officers Meeting). Forum ini membicarakan agenda kerja sama perbatasan yang secara teknis dilakukan oleh perwakilan pejabat perbatasan kedua negara, dengan melembagakan forum kerja sama bilateral yang diwadahi dalam bentuk kelembagaan yaitu Border Liaison Meeting (BLM). BLM adalah sebuah kerja sama teknis setingkat provinsi dan kabupaten/kota. Selain itu, Joint Border Committee (JBC) adalah sebuah kerja sama komisi setingkat menteri. Di samping itu, kerangka kelembagaan yang ditujukan untuk menunjang kinerja JBC kedua negara telah disepakati satu turunan kelembagaan teknis yaitu Joit Worker Group (JWG) untuk menangani kerja sama pendidikan.

Tahun 1997 merupakan tahun emas bagi kedua negara. Dikatakan demikian, karena pada tahun itu dilakukan kerja sama pendidikan antara RI dan PNG dalam sebuah lembaga JWG yang disepakati oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan Departemen Pendidikan PNG yang disebut (Memorandum of Understanding Between The Department of Education of The Independent State of Papua New Guinea and The Ministry of Education and Culture of The Republic of Indonesia on Education and Cultural Cooperation) di Jakarta, pada tanggal 2 Mei 1997.

Pengaturan khusus (special arrangements) dan Memorandum of Understanding (MoU) menjadi dasar bagi setiap daerah di perbatasan RI dan PNG untuk melakukan kerja sama pendidikan. Salah satu wilayah perbatasan yang selalu didatangi pelajar asal PNG ialah Distrik Sota, mulai dari sekolah tingkat dasar hingga menengah atas. Distrik Sota merupakan salah satu pintu gerbang perbatasan RI dan PNG yang mempunyai pos perbatasan resmi. Hal ini akan mempermudah proses kerja sama pendidikan di perbatasan kedua negara.

Salah satu sekolah yang menjadi target dan diupayakan untuk mendorong kerja sama bilateral dalam bidang pendidikan antara pihak Sota dan Mohed (PNG) adalah SMK N 1 Sota. Hal itu ditandai dengan delegasi RI dari Sota yang dipimpin oleh Kalvin Saya, sebagai kepala sekolah SMK N 1 Sota pada tahun 2006 melakukan perekrutan pelajar asal PNG dari beberapa kampung di Distrik Mohed. Kerja sama bilateral kedua belah pihak tersebut dipusatkan di Distrik Sota.

Kondisi geografis dan hubungan sosial masyarakat di perbatasan kedua negara juga berpengaruh positif terhadap pelayanan pendidikan di kawasan perbatasan kedua negara tersebut. Terlihat adanya saling ketergantungan antara masyarakat PNG dan Papua di perbatasan terhadap pelayanan. Hal demikian dapat kita lihat pada konsep keterkaitan dan saling ketergantungan (linkages and dependency) dalam masyarakat internasional berpengaruh pada kondisi geografis, demografis, ideologi, politik, sosial budaya maupun pertahanan keamanan (Hankam). 12 Wilayah perbatasan Distrik Sota ini memiliki nilai yang strategis sebagai bagian dari pintu gerbang (border gate) NKRI yang memiliki pos lintas batas yang resmi. Kepala Sekolah SMK N 1 Sota telah mengambil langkah dalam menjalankan kerja sama pendidikan dengan pemerintah PNG. Hal ini menunjukan keterlibatan figure dalam melakukan aktivitas diplomasi dalam ranah internasional akhir dekade ini. Seperti yang disampaikan oleh Nurul Isnaeni dalam Konvensi Nasional AIHII­V bahwa bukan hanya walikota (the major) yang dapat mempresentasikan kota, tetapi siapa pun aparat pemerintah kota maupun kelompok masyarakat warga kota yang mewakili kepentingan kota dapat disebut dengan aktor diplomasi kota. 13

Kerja sama pendidikan RI dan PNG sebagai langkah saling menguntungkan masyarakat kedua negara terutama memfasilitasi kebutuhan masyarakat masing­ masing kedua negara. Bagi pihak Indonesia khususnya Pemerintah Distrik Sota, kebijakan merekrut pelajar PNG untuk disekolahkan di SMK tersebut sebagai

12 Direktur Jendral Strategi Pertahanan Direktorat Wilayah Perbatasan, Optimalisasi Wilayah Perbatasan Maritim RI­PNG Dalam Kerangka Menjaga Keutuhan NKRI, (Jakarta, 2007), hlm. 1.

13 Nurul Isnaeni, Meletakan Peran Kota Dalam Strategi Diplomasi Pro­Rakyat Pemerintah Jokowi­JK, (Jakarta: AIHII Universitas Budi Luhur, 2014), hlm. 10.

langka dalam mencegah konflik di perbatasan serta meningkatkan citra yang baik tentang Indonesia di mata negara kawasan Pasifik. Upaya tersebut merupakan bagian dari diplomasi pendidikan di perbatasan, seperti yang sampaikan oleh Sartika Soesilowati bahwa:

Dalam memperkuat posisi RI di kanca internasional melalui diplomasi soft power, salah satunya implementasi dari diplomasi soft power melalui pendidikan dan kebudayaan. Diplomasi soft power melalui pendidikan dan kebudayaan menjadi cara yang paling strategi dan berkelanjutan dalam upaya mencapai tujuan nasional. Menurutnya keberhasilan diplomasi ini sekaligus juga akan berdampak tidak hanya pada penguatan dimensi soft power itu sendiri juga pada penguatan hard power Indonesia yang lain semisal ekonomi, pertahanan keamanan wilayah 14

Wilayah perbatasan Distrik Sota memiliki dimensi manusia dan pengalaman di dalamnya, hal tersebut menandakan dimensi penting tentang identitas komunitas yang berujung pada manajemen dan regulasi khusus masyarakat yang berada di kawasan perbatasan. Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh negara seharusnya lebih intensif pada kawasan perbatasan, meskipun mungkin secara geografis berada pada wilayah yang terpencil (remote area) dan berada di tapal batas kewenangan teritorial. Secara tradisional, perbatasan memiliki aspek dinamis dari sebuah negara, termasuk manusia dan pengalamannya, serta sebagai indikator dalam mengukur kekuatan sebuah negara.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai ‘kerja sama Indonesia dan Papua Nugini dalam bidang pendidikan

di wilayah perbatasan sebagai diplomasi soft power: studi kasus Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua.’

B. Rumusan Masalah

14 Sartika Soesilowati, Dalam Memperkuat Posisi RI di Kancah Internasional Melalui Diplomasi Soft Power,( Jakarta: AIHII Universitas Budi Luhur 2014), hlm.1.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis mengajukan beberapa pertanyaan dasar yang menjadi acuan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa latar belakang dan wujud kerja sama pendidikan antara Indonesia dan PNG di perbatasan Sota?

2. Bagaimana proses kerja sama pendidikan di Sota?

3. Sejauh mana peranan kerja sama pendidikan di perbatasan Sota ?

C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian yang dilakukan tentu harus mempunyai tujuan dan manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian. Merumuskan tujuan penelitian, penulis berpegang pada masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui gambaran umum perbatasan Sota dan SMK N 1.

2. Mengetahui dan mengkaji latar belakang dan wujud kerja sama pendidikan di Sota

3. Mengetahui dan mengkaji bagaimana proses pelaksanaan kerja sama pendidikan di Sota

4. Mengetahui dan mengkaji peranan kerja sama pendidikan sebagai diplomasi soft power di perbatasan Sota.

D. Manfaat Penelitian

Tiap penelitian harus mempunyai kegunaan bagi pemecahan masalah yang diteliti. Untuk itu suatu penelitian setidaknya mampun memberikan manfaat praktis pada kehidupan masyarakat. Kegunaan penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi yang saling berkaitan yakni dari segi teoritis dan segi praktis. Dengan Tiap penelitian harus mempunyai kegunaan bagi pemecahan masalah yang diteliti. Untuk itu suatu penelitian setidaknya mampun memberikan manfaat praktis pada kehidupan masyarakat. Kegunaan penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi yang saling berkaitan yakni dari segi teoritis dan segi praktis. Dengan

1. Manfaat Akademis

a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapat dalam

perkuliahan dan membandingkannya dengan praktik di lapangan.

b. Sebagai wahana untuk mengembangkan wacana dan pemikiran bagi peneliti.

c. Untuk mengetahui secara mendalam mengenai pendidikan antara Pemerintah RI­PNG di perbatasan Distrik Sota.

d. Menambah literatur atau bahan­bahan informasi ilmiah yang dapat digunakan untuk melakukan kajian dan penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam hubungan internasional pada umumnya dan pada khususnya tentang proses pelaksanan Indonesia dan Papua Nugini dalam bidang pendidikan di Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua.

b. Untuk memberikan masukan dan informasi bagi Pemerintah Kabupaten Merauke terkait pendidikan antara RI dan PNG di Sota

c. Hasil penelitian ini sebagai bahan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis, khususnya Indonesia dan Papua Nugini dalam bidang pendidikan di wilayah perbatasan Distrik Sota.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tambahan interview. Selain itu juga, penulis melakukan observasi di lapangan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab, seperti berikut: Bab I: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II: Tinjauan Pustaka memuat tentang definisi­definisi dari landasan teori dan konsep yang mendukung penulisan peneliti. Landasan tersebut terdiri dari teori geopolitik, konsep wilayah perbatasan, teori perjanjian internasional yang meliputi dua konsep yakni kerja sama bilateral dan konsep kerja sama sister city/province, dan konsep diplomasi soft power. Di samping itu, bab ini juga memuat analisis dan hipotesis. Bab III: Metodologi Penelitian memuat pendekatan penelitian, jenis penelitian, lokasi penelitian, waktu penelitian, sumber data, metode pengumpulan data penelitian, dan metode analisis data. Bab IV: Analisis dan Temuan

Bab ini memuat analisis kerja sama Indonesia dan PNG di wilayah perbatasan Distrik Sota yang terdiri dari kondisi umum wilayah perbatasan Sota dan SMK N 1 Sota, latar belakang dan wujud kerja sama pendidikan RI dan PNG Bab ini memuat analisis kerja sama Indonesia dan PNG di wilayah perbatasan Distrik Sota yang terdiri dari kondisi umum wilayah perbatasan Sota dan SMK N 1 Sota, latar belakang dan wujud kerja sama pendidikan RI dan PNG

Bab terakhir ini memuat penarikan kesimpulan dari penulisan secara singkat, padat dan jelas. Selain itu, ada saran sebagai rekomendasi peneliti untuk bahan pertimbangan dalam kerja sama bilateral kedua negara dalam bidang pendidikan di wilayah perbatasan Sota.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ada beberapa teori dan konsep yang digunakan sebagai dasar untuk menganalisis kerja sama Indonesia dan Papua Nugini dalam bidang pendidikan di wilayah perbatasan secara khususnya di Distrik Sota. Adapun beberapa teori dan konsep tersebut yang digunakan sebagai berikut:

A. Landasan Teori dan Konsep

1. Teori Geopolitik

Menurut Preston E. James geopolitik berasal dari dua kata, yaitu “geo” dan “politik”. Maka, membicarakan pengertian geopolitik, tidak terlepas dari pembahasan mengenai masalah geografi dan politik. “Geo” artinya bumi/planet

bumi. Geografi mempersoalkan tata ruang, yaitu sistem dalam hal menempati suatu ruang di permukaan bumi. Dengan demikian, geografi bersangkut­paut dengan interrelasi antara manusia dengan lingkungan tempat hidupnya. Sedangkan politik,

selalu berhubungan dengan kekuasaan atau pemerintahan. 15

Dalam studi Hubungan Internasional, geopolitik merupakan suatu kajian yang melihat masalah/hubungan internasional dari sudut pandang ruang atau geosentrik. Dalam konteks teritorial, hubungan itu terjadi bervariasi dalam fungsi wilayah dalam interaksi, lingkup wilayah, dan hierarki aktor: dari nasional, internasional, sampai benua­kawasan, juga provinsi atau lokal. 16

Berdasarkan pengertian­pengertian di atas, pengertian geopolitik dapat lebih disederhanakan lagi. Geopolitik adalah suatu studi yang mengkaji masalah­ masalah geografi, sejarah dan ilmu sosial, dengan merujuk kepada politik

15 Harsawaskita A., Great Power Politics di Asia Tengah Suatu Pandangan Geopolitik dalam Transformasi Studi Hubungan Internasional, (Bandung: Graha Ilmu, 2007), hlm. 12.

16 Ibid.

internasional. Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah geografi, yang mencakup lokasi, luas, serta sumber daya alam wilayah tersebut. Geopolitik mempunyai empat unsur pembangun, yaitu keadaan geografis, politik dan strategi, hubungan timbal balik antara geografi dan politik, serta unsur

kebijaksanaan. 17 Dalam pemanfaatan letak geografis untuk tujuan politik dapat dikatakan secara spesifik yaitu geostrategis. Geostrategi adalah suatu strategi memanfaatkan kondisi geografis suatu negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, sarana untuk mencapai tujuan (pemanfaatan kondisi lingkungan dalam mewujudkan tujuan politik).

Geopolitik bangsa Indonesia terumuskan dalam konsepsi wawasan nusantara. Bagi bangsa Indonesia, geopolitik merupakan pandangan baru dalam mempertimbangkan faktor­faktor geografis wilyah negara untuk mencapai tujuan nasionalnya. Bagi Indonesia, geopolitik adalah kebijakan dalam rangka mencapai tujuan nasional dengan memanfaatkan keuntungan letak geografis negara berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang kondisi geografis tersebut. Hal ini dijelaskan oleh Robert D. Kaplan:

Kebijakan geopolitik suatu negara ditentukan oleh geografis negaranya yang memiliki indikator seperti idiologi, kependudukan (demografi) dan bukan ditentukan oleh kepala negara. Pertama, posisi geografi suatu negara dapat dijadikan dasar di dalam penentuan kebijakan geopolitik suatu negara. Kedua, bahwa pentingnya memahami geografi suatu negara dapat mengetahui kelemahan,

kekuatan, dan kelebihan, serta ancaman bagi negara. 18

17 Ibid. 18 Robert D. Kaplan , The Revenge of Geography, (Materi Perkuliahan Geopolitik Sumber

Daya Alam, 2009), hlm. 12.

Berdasarkan konsepsi hukum internasional, cakupan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah seluruh wilayah yang diwarisi dari jajahan Belanda, sesuai dengan prinsip hukum Uti Possidetis Juris, yang artinya bahwa suatu negara mewarisi wilayah penguasa penjajahnya. Di dalam hukum nasional, cakupan wilayah Indonesia tercantum di dalam berbagai peraturan perundang­undangan. Dalam Pasal 25A UUD 1945 dinyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas­batas dan haknya ditetapkan dengan undang­undang. 19 Ketentuan UUD 1945 ini sejalan dengan UNCLOS 1982 yang berlaku sejak 16 November 1994 dan telah diratifikasi oleh Indonesia dengan UU Nomor 17 tahun 1985 menegaskan pengakuan dunia internasional terhadap konsepsi negara kepulauan (archipelagic state) yang diperjuangkan oleh bangsa Indonesia sejak Deklarasi Juanda tahun 1957.

Sebagai negara kepulauan, secara geografis Indonesia terletak pada lokasi yang strategis yaitu di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia, dan dua samudera, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Letak tersebut, Indonesia memiliki posisi yang strategis dalam geopolitik dan geoekonomi regional dan global. Posisi ini di satu sisi memberikan peluang yang besar bagi Indonesia karena berbatasan langsung dengan negara tetangga, namun di sisi lain juga memberikan berbagai tantangan dan ancaman.

Diakses melalui: http://www.academia.edu/8508501/Pasal25A_Undang­Undang_Dasar­Tentang_Wilayah_Negara.

19 Undang­Undang

Dasar

Pasal

25 Tahun

Secara umum batas negara Indonesia dengan negara tetangga yang terdiri batas darat dan batas laut. Seperti gambar (1) di bawah ini menunjukkan posisi Indonesia yang berbatasan dengan sepuluh negara tetangga.

Gambar 1. Perbatasan RI dengan 10 Negara Tetangga (Darat dan Laut)

Sumber: Badan Nasional Pengelola Perbatasan Republik Indonesia

Batas darat wilayah Indonesia berbatasan langsung dengan negara Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Wilayah laut Indonesia berbatasan dengan sepuluh negara, yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Papua Nugini (PNG), Timor Leste dan Australia.

Dalam konteks penelitian ini adalah kawasan perbatasan RI dan PNG. Kawasan perbatasan darat berada di Papua sepanjang ±770 KM dan perbatasan Laut RI meliputi juga delapan pulau kecil terluar di Provinsi Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua. Posisi geografis Papua berbatasan darat dan laut sangat menentukan keamanan dan kedaulatan di wilayah perbatasan sebagai pintu gerbang suatu negara. Dalam menjaga hubungan baik kedua negara, perlu adanya kerja sama yang saling menguntungkan. Hal itu bertujuan untuk mengindari Dalam konteks penelitian ini adalah kawasan perbatasan RI dan PNG. Kawasan perbatasan darat berada di Papua sepanjang ±770 KM dan perbatasan Laut RI meliputi juga delapan pulau kecil terluar di Provinsi Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua. Posisi geografis Papua berbatasan darat dan laut sangat menentukan keamanan dan kedaulatan di wilayah perbatasan sebagai pintu gerbang suatu negara. Dalam menjaga hubungan baik kedua negara, perlu adanya kerja sama yang saling menguntungkan. Hal itu bertujuan untuk mengindari

Faktor geopolitik Indonesia dan PNG dipandang sangat strategis dalam relasi antarnegara dalam menentukan arah politik multilateral di Pasifik baik Pasifik Barat Daya maupun Pasifik Selatan. Posisi dan pandangan politik PNG diperhitungkan di Pacific Island Forum (PIF), Melanesian Spearhead Group (MSG), South Pacific Dialogue, dan forum­forum konsultasi lain di kawasan Pasifik. Karena itu, Indonesia menempatkan PNG tidak hanya tetangga dan sahabat di timur Indonesia, melainkan juga sebagai mitra kerja sama dan mitra dialog dalam menjaga perdamaian dan stabilitas dalam tatanan regional Asia­ Pasifik. Selain itu, PNG juga merumuskan orientasi baru politik luar negerinya, yakni look to north policy. 20 Konsekuensinya, kebijakan kerja sama luar negeri PNG terus dikembangkan dengan Indonesia, China, dan negara­negara di kawasan Asia. Bagi PNG, Indonesia adalah an emerging country dengan modal budaya yang relatif sama, memberikan harapan baru. 21

20 RI­Papua Nugini Genjot Perbatasan, Diakses melalui: http://dunia. rmol.co/ read/2015/ 05/14 /202579/RI­Papua­Nugini­Genjot­Kerja­Sama­Perbatasan, pada tanggal 14 Mei 2015 |

pukul 06:30 WIB 21 Ibid.

B. Konsep Wilayah Perbatasan

1. Wilayah perbatasan Konsep yuridis Romawi mengenai wilayah perbatasan, sesuai dengan isu

yang berkembang pada saat itu sudah mencirikan adanya penetapan wilayah dan konsep kerja sama sesuai dengan peraturan dan pemerintahan yang berkuasa. Konsep kerja sama dan penetapan batas ditentukan oleh kedua pihak yang bertetangga seperti yang dikatakan oleh Aelenei, bahwa definisi dari perbatasan adalah sebagai berikut:

A definition of the border; a method of setting, delimiting and marking it; the papers drawn up by the neighbouring states stipulating the border line; the manner the state referred to regards the issue of bilateral border regime; the internal legislation regarding the border juridical regime. 22

Dalam perkembangannya, perbatasan tersebut dibentuk untuk melaksanakan kebijakan pemerintah yang meliputi:

a. Mengelola dan mengawasi teritorial status quo;

b. Mengawasi teritorial kekuasaan dengan peraturan yang dipengaruhi wilayah lainnya.

Pengertian border seringkali diartikan sebagai batas dari teritorial politik dan ruang tempat tinggal. Pada beberapa kasus, border memiliki arti yang lebih luas bagi kondisi politik dan ekonomi geografis dengan kasus tertentu untuk membagi kekuasaan atas wilayah yang berbatasan. Border area atau dengan sinonim cross­border area secara luas berkaitan dengan heterogenitas spasial

22 Aelenei,V., Dreptul Frontierei De State, (Bucharest, Vol. I, Pro Transilvania Publishing House, 2001), hlm. 112.

dalam istilah struktur ekonomi dan politik dengan terdiri dari dua atau lebih kekuasaan.

Menurut Guo, batas wilayah tersebut urgensinya terhadap kepentingan pertahanan yang seringkali dianggap sebagai batas politik. Batas wilayah dapat dibagi menjadi beberapa pendekatan:

1) Natural Border, yaitu wilayah dibatasi oleh batas alam seperti gunung, sungai, danau, laut, pantai, atau selat. Karena urgensinya terhadap kepentingan pertahanan batas tersebut seringkali dianggap sebagai batas politik.

2) Artificial Border, yaitu batas wilayah yang dapat terdiri dari batas buatan (batu, dinding), batas geometris (menggunakan batas koordinat bumi), dan batas cultural/budaya (perbedaan budaya, etnis, ideologi). 23

Wilayah perbatasan seringkali didefinisikan sebagai periphery dari sebuah negara. Model yang dimodifikasi oleh Prescott 24 menunjukan juga perbedaan yang

jelas antara pusat negara dengan pusat provinsi yang berperan dan terkait dengan wilayah perbatasan. Perbatasan, dapat berperan penting dalam kebijakan lebih luas.

Dari pengertian diatas, kawasan perbatasan dicirikan oleh adanya batas­ batas yang jelas berdasarkan adanya kesamaan unsur pengikat, yaitu batas wilayah negara. Dalam hal ini, batas diartikan sebagai tanda pemisah antara satu wilayah

23 Guo, R. Cross Border Resource Management, Theory and Practice, (Amsterdam: Elsevier, 2005), hlm. 5.

24 Ibid.

dengan wilayah yang lain, baik berupa tanda alamiah maupun buatan. Tanda alamiah bisa berupa sungai, gunung, bukit dan sebagainya, sedangkan tanda buatan bisa berupa patok atau tugu. Dari sejarahnya, perbatasan sebuah negara (state’s border) mulai diperkenalkan bersamaan dengan munculnya konsep negara modern di Eropa sejak abad 18. Perbatasan sebuah negara dipahami sebagai sebuah ruang geografis yang sejak awal telah menjadi perebutan kekuasaan antarnegara, yang ditandai oleh adanya perseteruan untuk memperluas wilayah kekuasaan. Riwayat lahirnya kawasan perbatasan sangat terkait dengan sejarah kelahiran sebuah negara­bangsa (nation­state) sebagai bentuk negara modern yang berkembang seiring dengan munculnya nasionalisme bangsa (ethnic nationalism) dan identitas nasional (national identity). Oleh karena itu, luas kawasan perbatasan sangat ditentukan oleh luas wilayah suatu negara. Seperti yang dikatakan Djalal bahwa:

Perubahan luas wilayah suatu negara dapat terjadi melalui perubahan alami (accretion), penjualan atau pembelian wilayah (purhaces), peperangan (conquest), penemuan (discoveries), bubarnya negara (succession) dan penggabungan negara (federation/integration). Semua itu bisa terjadi karena pengaruh adanya perkembangan hukum internasional (eksternal) atau perkembangan kondisi politis, ekonomi dan sosio­kultural (internal). 25

Pertama kali munculnya sebuah negara bangsa, lebih banyak dipengaruhi oleh kesamaan identitas sebagai negara etnis. Namun, perkembangan selanjutnya

25 Djalal Hasjim, Pengelolaan Batas Maritim dan Kawasan Perbatasan: Menentukan Batas Negara Guna Meningkatkan Pengawasan, Penegakan Hukum dan Kedaulatan NKRI,2008,

Diases melalui idu.ac.id/index.php/publikasi//artikeljurnal?download=7:hasyimdj File Format: PDF/Adobe Acrobat.

menunjukkan sebuah kesamaan cita­cita. Hal ini lebih kuat sebagai dasar dari eksistensi sebuah negara. Tak jarang berbagai etnis bergabung dalam sebuah negara­bangsa karena mempunyai kesamaan cita­cita (contohnya Indonesia). Dalam konteks ini, batas sebuah negara memperlihatkan kompleksitas yaitu bahwa batas negara tidak hanya membelah etnisitas yang berbeda. Batas sebuah negara bahkan membagi etnis yang sama karena terjadinya perjalanan sejarah bangsa yang berbeda yang dialami oleh warga etnis yang sama. Keberadaan kawasan perbatasan mempunyai posisi yang strategis dan sensitif di dalam dinamika hubungan antarnegara dan juga proses pembangunan suatu negara. Hubungan antarnegara selalu diwarnai dinamika positif dan negatif. Dinamika positif telah terbangun sebagai akibat adanya hubungan etnis dan kekerabatan. Dinamika negatif bisa muncul karena tidak adanya kesepakatan batas wilayah negara. Penetapan batas wilayah antarnegara perlu diatur dengan jelas dan supaya jangan memunculkan konflik. Bila dikaitkan dengan perspektif ruang, maka salah satu penyebab utama dari munculnya sengketa tersebut adalah kebutuhan ruang dalam proses pembangunan. Ruang­ruang tertentu yang meliputi wilayah dan kawasan akan selalu dibutuhkan manusia dalam proses pembangunan. Selain bertempat tinggal di suatu ruang, manusia akan selalu berusaha memanfaatkan potensi­potensi sumber daya alam dan lingkungan di ruang tersebut yang bisa

dipergunakan manusia untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Isu dan permasalahan yang seringkali muncul dan terjadi dengan negara yang berbatasan secara bilateral didominasi oleh permasalahan dalam menetapkan garis perbatasan antar negara, baik darat maupun lautan.

2. Penetapan Kriteria Wilayah Perbatasan Kawasan perbatasan Indonesia yang mempunyai bentang alam yang luas di daratan dan lautan, perlu ditetapkan adanya batas­batas wilayah negara yang jelas. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan keberadaannya terkait dengan kedaulatan suatu negara dalam pergaulan hubungan internasional antarnegara. Suatu negara akan diakui kedaulatannya oleh dunia internasional karena mempunyai wilayah negara, baik wilayah daratan dan atau wilayah lautan. Peraturan perundangan telah menetapkan batasan pengertian dari kawasan perbatasan. Sebagai contoh, Undang­Undang Nomor 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang telah menetapkan kawasan perbatasan termasuk pulau­pulau kecil terluar sebagai kawasan strategis nasional dari sudut pandang pertahanan dan keamanan, sehingga penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan, dan keamanan negara. 26

Selanjutnya pengertian tersebut diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) bahwa yang dimaksud dengan kawasan perbatasan negara adalah 27 : Wilayah kabupaten/kota yang secara geografis dan demografis berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas. Kawasan perbatasan negara meliputi kawasan perbatasan darat dan kawasan perbatasan laut termasuk pulau­pulau kecil terluar. 28

26 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

27 Ibid. 28 Ibid.

Pengertian kawasan perbatasan makin dipertajam lagi dalam Undang­Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang memberikan ruang lingkup pengertian yang lebih spesifik. Hal tersebut bahwa 29 bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain. Dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di Kecamatan.

Wilayah perbatasan memiliki dimensi manusia dan pengalaman di dalamnya, hal tersebut menandakan dimensi penting tentang identitas komunitas yang berujung pada manajemen dan regulasi khusus masyarakat yang berada di kawasan perbatasan. Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh negara seharusnya lebih intensif pada kawasan perbatasan, meskipun mungkin secara geografis berada pada wilayah yang terpencil (remote area) dan berada di tapal batas kewenangan teritorial. Secara tradisional, perbatasan memiliki aspek dinamis dari sebuah negara, termasuk manusia dan pengalamannya, serta sebagai indikator dalam mengukur kekuatan sebuah negara. 30

Perbatasan RI berada Papua merupakan salah satu provinsi di wilayah timur Indonesia yang berbatasan dengan PNG sebagai pintu masuk atau keluar NKRI. Untuk menandai batas negara darat antara RI dan PNG sepanjang ± 170 KM telah dibangun tanda batas negara yang berbentuk pilar batas atau tugu perbatasan yang disebut Meridian Monument (MM). Pilar batas tersebut sampai saat ini ada 52

29 Undang­Undang Nomor 4 Tahun 2008, Tentang Wilayah Negara Yang Memberikan Ruang Lingkup Pengertian Kawasan Perbatasan.

Giddens, A., The Nation­State and Violence, (Volume. 2 of Contemporary History of Historical Materialism, Cambridge: Polity Press, 1985), hlm. 49.

yang dibangun atas kesepakatan kedua negara. Perbatasan kedua negara tersebut disepakati dalam perjanjian antara Belanda dan Inggris di kota Haque/Den Haag Belanda pada tanggal 16 Mei 1895. Perjanjian itu disebut Convention Between

Great Britania and Netherland Defininng Boundaries in New Guinea. 31 . Dari tabel 1 berikut ini, akan diketahui beberapa kecamatan yang merupakan kawasan perbatasan darat RI dan PNG. Hal ini merupakan bagian ataupun unit terdepan yang menetapkan distrik sebagai wilayah pertahanan dalam pengelolaan perbatasan. Atas dasar itu pula, distrik sudah layak sebagai beranda Indonesia tersebut mendapatkan perhatian berupa pembangunan berbagai fasilitas lintas batas dan mendapatkan kapasitas dalam mengelola perbatasan atas rekomendasi dari pemerintah kota.

Penetapan wilayah perbatasan darat Provinsi Papua yang berada di perbatasan Indonesia dan Papua Nugini, dapat dilihat di bawah ini:

Tabel 1. Wilayah Distrik di perbatasan RI dan PNG No Distrik

Kabupaten

1). Jayapura Utara

Jayapura

2). Jayapura Selatan

4). Muara Tami

31 Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, Gambaran Umum Perbatasan antara Negara Kesatuan Republik Indonesia (Provinsi Papua) dan PNG,

(Jayapura, 2014), Hal. 3.

10). Oksibil Pegunungan Bintang 11). Iwur

Pegunungan Bintang 12). Kiwirok

Pegunungan Bintang 13). Kiwirok Timur

Pegunungan Bintang 14). Batom

Pegunungan Bintang 15). Okbibab

Pegunungan Bintang 16). Jair

Boven Digoel

17). Mindiptana

Boven Digoel

18). Waropko

Boven Digoel

Sumber: Data BPKD Provinsi Papua tahun 2010

Sedangkan, daerah di Provinsi Papua yang berbatasan laut dengan PNG adalah Jayapura dan Merauke.

3. Kebijakan pengelolaan wilayah perbatasan

Dalam rangka kebijakan pengelolaan wilayah perbatasan berdasarkan teori yang dikembangkan dari Theory of Boundary Making, Stephen B. Jones: A

Handbook for Statesmen, Treaty Editors and Boundary Commissioners; dibagi ke dalam empat ruang manajamen yaitu alokasi, delimitasi, demarkasi, dan administrasi/manajemen pembangunan. Alokasi sendiri adalah inventarisasi dasar dari kepemilikan wilayah NKRI yang didasarkan pada prinsip hukum internasional, prinsip Uti Posideti Juris. Sedangkan delimitasi adalah Penetapan Garis Batas antara dua negara yang sebagian wilayahnya overlaping. Lalu demarkasi adalah penegasan batas antarnegara di lapangan setelah dilakukan delimitasi selanjutnya. Administrasi sendiri adalah pengelolaan administrasi di wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga seperti pengelolaan penduduk dan sumber daya, pembagian kewenangan pusat dan daerah, pengelolaan CIQ dan lain sebagainya. 32

Pengembangan dan pengelolaan wilayah Indonesia secara umum merupakan kabijakan dari penyelenggaran desentralisasi yang berorientasi pada pemecahan masalah ketertinggalan dan ketertimpangan antarwilayah dalam tingkatan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan pembangunan yang terpusat telah berdampak pada kurang optimalisasinya sumber daya lokal dan kemandirian daerah. Era otonomi, daerah dituntut untuk mengelola dan mampu memberdayakan sumber daya yang ada secara mandiri, sehingga wilayah perbatasan mempunyai potensi yang sangat besar yang dapat dijadikan modal dalam membangun daerah.

Komitmen Indonesia di wilayah perbatasan yang selama ini cenderung berorientasi inwarld looking telah mengubah kawasan perbatasan menjadi

32 Stephen B. Jones, Theory of Boundary Making: A Handbook for Statesmen, (Treaty Editors and Boundary Commissioners, 1945), hlm. 20.

halaman depan suatu negara, dalam hal ini perubahan dan modernisasi di kawasan perbatasan menjadi outworld looking. Dalam Garis­garis Besar Haluan Negara (GBHN) mengamanatkan bahwa kawasan perbatasan merupakan kawasan

tertinggal yang harus mendapat prioritas pembangunan. 33 Amanat GBHN ini telah dijabarkan dalam Undang­Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000­2004 yang memuat program­program prioritas selama lima tahun. Kenyataannya, komitmen pemerintah melalui kedua produk hukum ini belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, karena beberapa faktor yang saling terkait seperti segi politik, hukum, kelembagaan, sumber daya, koordinasi, dan faktor lainnya.