Definisi Operasional

H. Definisi Operasional

1. Dimensi bilateral yaitu hubungan kerja sama antara negara yang berbatasan dalam mencegah dan menangani permasalahan permasalahan yang terjadi 1. Dimensi bilateral yaitu hubungan kerja sama antara negara yang berbatasan dalam mencegah dan menangani permasalahan permasalahan yang terjadi

2. Dimensi unilateral yaitu setiap penentu dalam pengambilan keputusan di kawasan perbatasan adalah program kebijakan negara RI maupun PNG yang dilakukan oleh dua pihak di perbatasan.

3. Handshake Agreement adalah perjanjian yang dicirikan oleh tidak adanya dokumen perjanjian kerja sama yang formal. Kerja sama model ini didasarkan pada komitmen dan kepercayaan secara politis antardaerah yang terkait. Biasanya, bentuk kerja sama seperti ini dapat berjalan pada daerah­daerah yang secara historis memang sudah sering bekerja sama dalam berbagai bidang. Bentuk kerja sama ini cukup efisien dan lebih fleksibel dalam pelaksanaannya karena tidak ada kewajiban yang mengikat bagi masing­ masing pemerintah daerah. Meski begitu, kelemahan model ini adalah potensi munculnya kesalahpahaman, terutama pada masalah­masalah teknis, dan sustainability yang rendah, terutama apabila terjadi pergantian kepemimpinan daerah. Oleh karena itu, bentuk kerja sama ini sangat jarang ditemukan pada isu­isu strategis.

4. Otonomi khusus adalah salah satu bentuk pelimpahan hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah­ pemerintah daerah di tiap provinsi dan kota untuk mengelola daerahnya masing­masing dengan tetap berpegang teguh terhadap Undang­Undang Dasar Negara. Dalam pelaksanaan Otonomi Khusus di Indonesia pada tiga Provinsi yaitu: Provinsi Papua, Papua Barat dan Provinsi Aceh.

5. Tujuan otonomi khusus dalam UU Nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua: 1). Pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi Papua serta penerapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan; 2). Pengakuan dan penghormatan hak­hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar; 3). Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berciri: a. Partisipasi rakyat sebesar­besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan; b. Pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar­ besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada umumnya dengan berpegang teguh pada prinsip­prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan, berkeadilan, dan bermanfaat langsung bagi masyarakat; dan c. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat; dan 4). Pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan tertentu. Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan 5. Tujuan otonomi khusus dalam UU Nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua: 1). Pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi Papua serta penerapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan; 2). Pengakuan dan penghormatan hak­hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar; 3). Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berciri: a. Partisipasi rakyat sebesar­besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan; b. Pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar­ besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada umumnya dengan berpegang teguh pada prinsip­prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan, berkeadilan, dan bermanfaat langsung bagi masyarakat; dan c. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat; dan 4). Pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan tertentu. Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan

6. Wilayah perbatasan adalah suatu wilayah yang menempati posisi geografis tertentu yang berhadapan dan atau yang mempunyai areal geografis dengan batas tertentu dengan wilayah negara tetangga. Penduduk yang bermukim di wilayah tersebut disatukan melalui hubungan sosio­ekonomi dan sosio­budaya dalam cakupan wilayah administrasi tertentu setelah ada kesepakatan negara yang berbatasan.

7. Soft diplomacy adalah kegiatan diplomasi yang dilakukan dengan pendekatan soft power. Dalam hal ini pendidikan sebagai sarana soft diplomacy yang di modifikasi sebagai salah satu alat soft power untuk mempengaruhi negara lain dalam meningkatkan citra negara tersebut di mata dunia internasional.

8. Tujuan diplomasi adalah untuk mencapai kepentingan baik itu individu, kelompok, ataupun negara, serta tujuan persuasif untuk melakukan tukarmenukar informasi, memperoleh dukungan, dan mengubah tingkah laku dan persepsi lawan diplomasi.