Menolak Mereka Sebagai Pemimpin
C. Menolak Mereka Sebagai Pemimpin
Jika dalam hubungannya dengan kehidupan sosial kemasyarakatan orang- orang mukmin tidak boleh dan harus menolak orang-orang kafir menjadi teman dekat dalam bergaul. Maka dalam hubungannya dengan kehidupan politikpun orang-orang mukmin sudah tentu dilarang dan harus menolak untuk memilih dan menjadikan mereka (orang-orang munafik) sebagai pemimpin. Logika ini seharusnya telah ditangkap baik dan difahami oleh orang-orang mukmin setelah sebelumnya Jika dalam hubungannya dengan kehidupan sosial kemasyarakatan orang- orang mukmin tidak boleh dan harus menolak orang-orang kafir menjadi teman dekat dalam bergaul. Maka dalam hubungannya dengan kehidupan politikpun orang-orang mukmin sudah tentu dilarang dan harus menolak untuk memilih dan menjadikan mereka (orang-orang munafik) sebagai pemimpin. Logika ini seharusnya telah ditangkap baik dan difahami oleh orang-orang mukmin setelah sebelumnya
Namun demikian, al-Qur`an ternyata juga dengan tegas menyampaikan larangan tentang ini. Sebagaimana firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. (Qs. Al-Mâ`idah/5: 57)
Beberapa ahli tafsir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang sebelum kaum yang telah diberi kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Dan yang dimaksud dengan orang-orang kafir adalah orang-orang musyrik dan
orang-orang munafik. 56 Berdasarkan pada riwayat dari Ibn ’Abbâs, ayat ini turun berkaitan dengan sikap orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik yang
mentertawakan orang-orang muslim sewaktu mereka sujud dalam shalat. 57 Dimasukkannya orang-orang munafik ke dalam golongan orang-orang kafir
karena pada dasarnya karakter dan sikap mereka dalam memusuhi orang-orang mukmin adalah sama. Pada ayat di atas, kesamaan orang-orang kafir dengan orang-
56 Lihat Abî ‘Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Anshârî al-Qurthubî, Al-Jâmi ’ Li Ahkâm al- Qur`ân , (Kairo: Al-Maktabah al- Taufîqiyyah, tt), Juz VI, h. 195; Al-Shâbûnî, Shafwah al-Tafâsîr, Juz
I, h. 324; Abî Bakr Jâbir al-Jazâirî, Aisar al-Tafâsîr li-Kalâm al- ’ Aliy al-Kabîr , (Al-Madînah al- Munawwarah: Maktabah al-’Ulûm wa al-Hikam, 1422 H/ 2002 M), Cet. ke-5, Juz I, h. 301
57 Al-Qurthubî, Al-Jâmi ’ Li-Ahkâm... , Juz VI, h. 195 57 Al-Qurthubî, Al-Jâmi ’ Li-Ahkâm... , Juz VI, h. 195
kelompok orang-orang kafir yang disebut dalam ayat tersebut. 58 Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan tentang karakteristik orang
munafik pada bab II, orang munafik yang dimaksud pada ayat di atas adalah orang
munafik yang perilakunya telah sampai pada tingkat nifâq besar (Akidah). Orang munafik pada tingkat ini ditegaskan sangat oleh Allah agar tidak dipilih sebagai pemimpin. Adapun orang munafik pada tingkat nifâq kecil, bukan serta merta boleh dipilih untuk menjadi pemimpin. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi kaum mukmin karena perilaku nifâq kecil pun pada diri seseorang pemimpin dapat membahayakan kehidupan masyarakat dan bernegara. Sehingga orang mukmin perlu berlaku cermat dalam hal ini, karena kepemimpinan sangat menentukan nasib kehidupan dalam bermasyarakat dan bernegara.
Ayat ini merupakan pemberitahuan kepada orang-orang mukmin agar tidak berwali kepada musuh-musuh Islam yang menjadikan syari’at Islam yang suci, yang mengandung hikmah dan mencakup seluruh kebaikan dunia dan akhirat sebagai bahan ejekan. Dimana pikiran mereka (musuh-musuh Islam) yang kacau
memandangnya sebagai suatu jenis permainan. 59
58 Pendapat mereka ini berdasarkan pada dalil al-Qur`an surat al-Baqarah /2 ayat 14. (Lihat ibid .). Kesamaan karakteristik mereka juga terlihat dari sifat-sifat mereka sebagaimana yang telah
diuraikan pada pembahasan terdahulu. 59 Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur`ân..., Juz III, h. 85
Janganlah orang-orang mukmin menjadikan musuh-musuh agama, yaitu mereka yang menghina dan memperolok-olok agama Islam untuk (dipilih/diangkat) menjadi pemimpin, yakni mereka itu adalah orang-orang Yahudi, Nasrani dan orang- orang kafir seluruhnya (termasuk orang-orang munafik). Orang-orang mukmin senang dan mencintai mereka padahal mereka musuh orang-orang mukmin. Barang siapa yang menghina dan merendahkan agama, mereka tidak dapat dibenarkan untuk
menjadi pemimpin. Bahkan wajib bagi orang-orang mukmin murka dan memusuhi mereka. 60
Orang-orang mukmin tidak dibenarkan mempunyai hubungan yang akrab dengan orang-orang yang menjadikan agama sebagai permainan. Walaupun mereka mungkin menyenangkan orang-orang mukmin atau dapat memberikan dorongan semangat, tetapi bekerjasama dengan mereka akan melemahkan semangat iman dan
membuat orang-orang mukmin sinis serta ragu terhadap agama Islam 61 Dari uraian di atas, semakin jelas bahwa orang-orang mukmin harus memiliki
sikap penolakan terhadap kepemimpinan orang-orang munafik. Ini merupakan salah satu strategi Qur`ani dalam menghadapi orang-orang munafik untuk mencegah kehancuran kehidupan bermasyarakat bernegara akibat kemudharatan yang mereka lakukan.
Orang-orang munafik tidak boleh dipilih menjadi pemimpin. Karena hal ini akan membahayakan, karena mereka sesungguhnya adalah musuh yang paling sengit,
60 Al-Shâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, Juz I, h. 324 61 Abdullah Yusuf Ali, The Glorious Qur`ân; Translation and Commentary, (Beirut: Dâr al-
Fikr, tt), h. 261 Fikr, tt), h. 261
hati orang-orang kafir. 62 Sebagaimana Allah Swt. berfirman:
: ٤ / ﺀﺂﺴﻨﻟﺍ ) .( ١٤٠ ) ﺎﻌﻴِﻤﺟ ﻢﻨﻬﺟ ﻲِﻓ ﻦﻳِﺮِﻓﺎﹶﻜﹾﻟﺍﻭ ﲔِﻘِﻓﺎﻨﻤﹾﻟﺍ ﻊِﻣﺎﺟ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﱠﻥِﺇ ﻢﻬﹸﻠﹾﺜِﻣ ﺍﹰﺫِﺇ ﻢﹸﻜﻧِﺇ ( ١٤٠ - ١٣٨
Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,(138) (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.(139) Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang- orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam. (140) (Qs. Al-Nisâ`/4: 138-140)
Orang-orang munafik adalah duri dalam daging umat Islam, merupakan musuh di dalam barisan Islam, yang menampakkan kecintaan kepada orang-orang mukmin, padahal mereka adalah para penolong orang-orang kafir untuk menghantam
Islam dan kaum muslimin. 63 Karenanya Allah Swt. memperingatkan orang-orang
62 Al-Shâbûnî, Cahaya Al-Qur`ân…, Jilid I, h. 234 63 Ibid ., h. 235 62 Al-Shâbûnî, Cahaya Al-Qur`ân…, Jilid I, h. 234 63 Ibid ., h. 235
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)? (Qs. Al-Nisâ`/4: 144)
Ayat ini memperingatkan orang-orang mukmin agar tidak menjadi penolong bagi musuh-musuh agama, seperti terhadap golongan munafik. Menolong musuh- musuh Allah termasuk sifat orang-orang munafik dan bukan sifat orang-orang mukmin. Itu berarti siapa saja yang menolong musuh-musuh Allah, ia telah berhujjah
terhadap Allah bahwa ia adalah orang munafik. 64 Dalam keadaan seperti itu, berarti ia telah memposisikan dirinya menjadi orang yang tidak hanya tidak pantas, tetapi juga
tidak boleh untuk dijadikan teman dekat dan menjadi wakil sebagai pemimpin negara.
Sikap seperti itu harus ditunjukkan oleh orang-orang mukmin –sebagaimana bimbingan al-Qur`an- agar perbuatan merusak dan tindakan destruktif orang-orang munafik dapat dibatasi pergerakan dan perluasannya.
64 Ibid ., h. 236-237
Keberadaan orang-orang munafik yang oportunis itu akan menempatkan suatu negara berada dalam keadaan bahaya. Sebab mereka pandai berpura-pura untuk mencintai dan membela rakyat, kemudian dalam kondisi tertentu mereka tidak segan- segan untuk berkhianat dan membocorkan rahasia negara untuk kepentingan musuh.
Inilah yang terjadi di berbagai negara yang penduduknya beragama Islam. 65 Allah Swt. berfirman:
Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa. (Qs. Al-Nisâ`/4: 107) Ayat ini turun berkaitan dengan Bani Ubairiq, dimana di antara mereka ada
seorang munafik bernama Bisyir. Dia berkhianat dan menghujat Nabi. 66 Sifat khianat orang munafik inilah yang merupakan pangkal kehancuran apabila ia dipilih menjadi
seorang pemimpin, bahkan ketika ia dianggap sebagai tokoh atau pemimpin pun, bahayanya sudah terlihat. Karena dengan itu ia lebih leluasa untuk menancapkan pengaruhnya dalam menyebarkan tipu daya demi memenuhi ambisi dan kepentingannya.
65 Ahzami Sami’un Jazuli, Fiqh Al-Qur`an; Kajian Atas Tema-tema Penting dalam Al-Qur`an, (Jakarta: Kilau Intan, 1426 H/ 2005 M), Cet. Ke-1, h. 153
66 Lihat Ibn Katsir, Tafsîr al-Qur`ân…, Juz II, h. 247
Fenomena pengkhianatan seperti itu kerapkali dapat disaksikan dalam panggung sejarah perpolitikan di Indonesia saat ini. Dimana sudah tidak menjadi rahasia publik lagi, bila runtuh dan hancurnya perekonomian yang terjadi di Indonesia yang kemudian merambat ke sektor-sektor lainnya dalam kehidupan bernegara adalah akibat pengkhianatan yang dilakukan oleh para pemimpin yang telah dipilih dan diberi amanat oleh rakyat yang notabene mayoritas orang-orang
Islam. Mereka melakukan kecurangan dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pemimpin atau pejabat negara dengan melakukan tindak korupsi atau penyelewengan di luar batas hak dan kewenangannya.
Padahal merekalah yang dahulu berkampanye menarik simpatik rakyat dengan janji-janji manis untuk membawa negeri ini pada keadilan dan kemakmuran. Namun sewaktu mereka telah berhasil memperoleh suara untuk duduk di kursi-kursi wakil rakyat (DPR/MPR) dan pejabat-pejabat atau pemimpin-pemimpin lainnya di lembaga Eksekutif, Legislatif maupun Judikatif, tidak sedikit di antara mereka yang berkhianat dengan melakukan penyelewengan dalam menjalankan tugasnya itu dengan melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Janji untuk membawa negeri ini bangkit dari kejatuhan ekonomi menuju kehidupan yang adil dan makmur, akhirnya berubah arah pada keterpurukan yang semakin parah.
Ini seharusnya menjadi pelajaran bagi orang-orang mukmin di Indonesia untuk benar-benar memperhatikan dan selektif dalam menentukan pilihan mereka untuk menjadikan seseorang pemimpin yang merupakan wakil mereka dalam mengurus pemerintahan di negara yang mereka cintai ini. Karena salah dalam Ini seharusnya menjadi pelajaran bagi orang-orang mukmin di Indonesia untuk benar-benar memperhatikan dan selektif dalam menentukan pilihan mereka untuk menjadikan seseorang pemimpin yang merupakan wakil mereka dalam mengurus pemerintahan di negara yang mereka cintai ini. Karena salah dalam
Pada aspek dakwah, keberadaan orang-orang munafik dalam barisan umat
Islam bisa menghalangi manusia untuk memeluk Islam yang pada gilirannya membahayakan bangunan dakwah. Apalagi jika seorang munafik dianggap sebagai tokoh atau pemimpin. Sebab, di antara perkara yang menarik manusia untuk memeluk Islam adalah akhlak dan amal saleh pengikutnya. Karena itu murka Allah
sangat dahsyat kepada mereka yang berkata tapi tidak berbuat. 67 Allah Swt. berfirman: Qs. 61: 2-3
ﺎﹶﻟ ﺎﻣ ﺍﻮﹸﻟﻮﹸﻘﺗ ﹾﻥﹶﺃ ِﻪﱠﻠﻟﺍ ﺪﻨِﻋ ﺎﺘﹾﻘﻣ ﺮﺒﹶﻛ ( ٢ ) ﹶﻥﻮﹸﻠﻌﹾﻔﺗ ﺎﹶﻟ ﺎﻣ ﹶﻥﻮﹸﻟﻮﹸﻘﺗ ﻢِﻟ ﺍﻮﻨﻣﺍَﺀ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺃﺎﻳ ( ٣ - ٢ : ٦١ / ﻒ ﺼ ﻟﺍ ). ( ٣ ) ﹶﻥﻮﹸﻠﻌﹾﻔﺗ
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?(2) Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.( 3) (Qs. Al-Shaff/61: 2-3)
Berdasarkan ini pula dapat dikatakan, bukanlah karakter orang mukmin yang apabila ia mengatakan sesuatu yang ia sendiri tidak mengamalkannya dalam
67 Ahzami Sami’un Jazuli, Fiqh Al-Qur ’ an; ..., h. 153-154 67 Ahzami Sami’un Jazuli, Fiqh Al-Qur ’ an; ..., h. 153-154
Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu). (Qs. Âli 'Imrân/3: 28)
Demikian selektifnya al-Qur`an membimbing kaum muslimin dalam memilih pemimpin. Bahkan terhadap saudara-saudara dekat sekalipun, orang-orang mukmin harus menolak kepemimpinan mereka apabila mereka lebih cenderung berpihak pada orang-orang kafir. Atau dengan kata lain, apabila kebijakannya selalu berseberangan dengan Islam dan sebaliknya mendukung kekufuran. Maka orang seperti ini tidak boleh dipilih untuk menjadi pemimpin. Allah Swt berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu
pemimpin-pemimpinmu,
jika
mereka lebih mereka lebih
Ayat ini semakin menegaskan kuatnya kedudukan larangan memilih orang- orang yang bukan mukmin untuk dipilih dan diangkat menjadi pemimpin. Karena, jangankan terhadap orang yang jelas-jelas kafir atau munafik, terhadap mereka yang walaupun menyatakan keimanannya –bahkan saudara/keluarga dekat sendiripun- apabila lebih condong pemikiran, hati dan perilakunya dalam membela kekufuran, mereka tidak boleh dan harus ditolak menjadi pemimpin. Ini merupakan manhaj Ilahi yang tegas untuk menyelamatkan orang-orang mukmin dari akibat kemudharatan yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin yang dikhawatirkan akan berbuat fasiq dan bisa merobohkan struktur bangunan kehidupan berbangsa dan bernegara menuju kehidupan yang baik sesuai cita-cita Islam.
Manhaj ini merupakan cara dan strategi yang sangat cocok diarahkan dalam menghadapi orang-orang munafik, karena memperhatikan sifat-sifat dan karakter buruk mereka yang tidak mungkin untuk diharapkan dapat menciptakan perbaikan dalam kehidupan. Sebab, berbuat perbaikan merupakan kebalikan dari karakter dasar mereka, yaitu senantiasa suka berbuat kerusakan sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan terdahulu.
Orang-orang mukmin harus bersungguh-sungguh dan benar-benar mau menyadari untuk memperhatikan hal ini. Karena kemunafikan adalah penyakit Orang-orang mukmin harus bersungguh-sungguh dan benar-benar mau menyadari untuk memperhatikan hal ini. Karena kemunafikan adalah penyakit
Orang-orang mukmin jangan sampai terpengaruh untuk berpihak kepada mereka hanya karena harta benda dan hubungan dengan keluarga mereka. 69
Menjadikan mereka sebagai pemimpin berarti menyeret orang-orang mukmin pada situasi yang sangat riskan bagi upaya pembinaan kelangsungan kehidupan
peradaban Ilahiyah di muka bumi. Orang-orang mukmin dipastikan akan terus mengalami tantangan dan hambatan yang hebat dari para pemimpin yang berkuasa dan yang berpengaruh itu. Benturan-benturan negatif akan terus berlangsung selama orang-orang mukmin tidak mau mematuhi segala perintah pimpinan yang notabene bertentangan dengan prinsip hidup mukmin yang berdasarkan pada perintah Allah dan Rasul-Nya. Ini akan berlaku terus menerus sepanjang zaman, sepanjang sejarah hidup umat manusia.
Oleh karenanya al-Qur`an menyerukan kepada orang-orang mukmin dengan mengingatkan mereka agar tidak mematuhi para pemimpin semacam itu. Sebab mereka ini para pemimpin kejahatan dan orang-orang yang menyeru ke api neraka. Karena itu, orang-orang mukmin harus melepaskan diri dari apa yang mereka perbuat dan ajukan. Bahwa mereka kelak akan menyesal tidak mentaati Allah dan Rasul-Nya dan mengapa mereka menaati para tokoh dan pemimpin semacam itu. Al-Qur`an juga menyeru mereka dengan menjelaskan, bahwa kecintaan, persahabatan dan kesetiaan
68 Muhammad al-Ghazâlî, Nahw TafsîrMawdhû'î Lisuwar al-Qur`ân al-Karîm, (Kairo: Dâr al-Syurûq, 1420 H/2000 M), Cet, ke-4, h. 151
69 Lihat Qs. Al-Tawbah/9: 55 69 Lihat Qs. Al-Tawbah/9: 55
kepada orang-orang mukmin untuk bersikap tegas terhadap orang-orang munafik dengan menolak mereka sebagai pemimpin.
Sebaliknya, al-Qur`an mengajarkan supaya kaum mukmin menempati posisi yang dipilih Allah baginya, yaitu posisi sebagai penentu dan pemimpin. Sebab,
mereka telah dilahirkan sebagai umat terbaik untuk manusia. Allah Swt berfirman:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang- orang yang fasik. (Qs. Âli 'Imrân/3: 110)
Ini merupakan permasalahan yang harus difahami oleh orang-orang Islam yang beriman, agar mereka mengetahui hakikat diri dan nilainya, dan mengerti bahwa mereka itu dilahirkan untuk maju ke garis depan dan memegang kendali kepemimpinan, karena mereka adalah umat terbaik. Allah Swt. menghendaki agar kepemimpinan di muka bumi ini untuk kebaikan, bukan untuk keburukan dan
70 Lihat Abdurrahman Nashir as-Sa’di, 70 Kaidah Penafsiran…, h. 30 70 Lihat Abdurrahman Nashir as-Sa’di, 70 Kaidah Penafsiran…, h. 30
memiliki konsekwensi-konsekwensi karena hal ini bukan sekadar pengakuan hingga tidak boleh diserahkan kecuali kepada yang berkompeten. Mereka, dengan persepsi
akidah dan sistem sosialnya, layak mendapatkan posisi kepemimpinan itu. 71 Konsekwensi-konsekwensi yang harus mereka pikul untuk mempertahankan
identitas mereka sebagai umat terbaik adalah sebagai berikut:
1. Beriman kepada Allah
2. Menyuruh berbuat kebaikan (amar ma’rûf), termasuk di dalamnya menegakkan syari’at Allah, menjadi teladan untuk orang lain dalam menegakkan kebenaran dan berbuat baik, serta berusaha mendapatkan kekuasaan guna memenangkan kebenaran itu.
3. Melarang perbuatan munkar (nahy munkar), termasuk di dalamnya menjauhkan kejahatan dan menjadi teladan untuk orang lain dalam menegakkan nahy munkar itu. 72
71 Sayyid Quthb, Fî Zhilâl al-Qur`ân, Jilid I, h. 447 72 Ibid ., Muhammad ‘Alî al-Shâbûnî, Shafwah al-Tafâsîr, Juz I, h. 201-202, ‘Abdullâh Yûsuf
‘Alî, The Glorious…, h. 151
Penegasan untuk melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan kewajiban yang sangat penting dan harus dilaksanakan. Sebab hal ini tidak hanya berkaitan dengan identitasnya sebagai umat terbaik, tetapi juga sangat menentukan eksistensinya sebagai mukmin. Rasulullah saw. bersabda:
Dari Abî Sa’îd ra. telah berkata: ” Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: ” Barangsiapa melihat suatu kemungkaran, hendaklah mencegahnya dengan kekuatan tangannya. Apabila tidak kuasa, maka dengan lisannya. Apabila tidak kuasa, maka hendaklah mencegah dengan hatinya. Yang demikian adalah selemah-lemah iman.”
Amar ma’rûf dan nahy munkar sebagai sosial kontrol bukan sekedar hak setiap warga negara, tetapi menurut Islam bahkan merupakan kewajiban yang harus ditunaikan. Kewajiban amar ma’rûf dan nahy munkar yang dimiliki oleh setiap orang muslim memang bukan hanya ditujukan kepada penguasa kafir tetapi juga ditujukan kepada penguasa-penguasa muslim. Tetapi yang jelas kewajiban setiap warga negara
73 HR. Muslim dalam Kitâb al-Îmân No. 70; juga diriwayatkan oleh al-Tirmidzî dalam Kitâb al-Fitan No. 2098; al-Nasâ`î dalam Kitâb al-Imân wa Syarâi'ih No. 4922 & 4923; Abu Dâwud dalam
Kitâb al-Shalâh No. 963 dan Kitâb al-Malâhim No. 3777; Ibn Mâjah dalam Kitâb Iqâmah al-Shalâh wa al-Sunnah fîhâ No. 1260 dan Kitâb al-Fitan No. 4003.
muslim untuk melaksanakan amar ma’rûf dan nahy munkar harus dilakukan di mana pun mereka berada, baik di negeri-negeri kafir maupun di negeri-negeri Islam. 74
Dengan demikian dapat difahami bahwa penolakan orang-orang mukmin terhadap kepemimpinan orang-orang munafik dan juga orang-orang kafir lainnya tidak bertujuan untuk menghina atau merendahkan agama lain, tetapi untuk memelihara identitas kaum muslim. Ayat-ayat yang telah dibahas di atas adalah
seruan untuk mewujudkan afiliasi total terhadap Islam. Buktinya Islam tidak melarang interaksi dengan mereka seperti telah dijelaskan sebelumnya. Selama interaksi yang dilakukan itu bukan dalam rangka berbuat kerusakan, tapi sebaliknya harus bernilai perbaikan.
Jadi, toleransi dan kasih sayang terhadap mereka itu harus, tapi hal ini tidak boleh membuat identitas dan afiliasi orang-orang muslim pada agamanya luntur. Disini perlu diperhatikan bahwa ada perbedaan antara penghormatan, antara kerjasama yang positif, kasih sayang, dan toleransi dengan larut dalam identitas orang
lain dan kehilangan identitas diri sendiri. 75 Hal ini bahkan harus menjadi ciri khas yang terus hidup pada sisi kepribadian mukmin dalam hubungan interaksinya dengan
nonmukmin, selain juga sebagai manhaj dakwah Islamiah yang harus diterapkan dalam gerakannya. 76
74 Abdul Qadir Djaelani, Jihad Fi Sabilillah…, h. 328 75 Amru Khalid, Pesona Al-Qur`an dalam Matarantai Surah dan Ayat, terj. Ahmad Fadhil,
(Jakarta: Sahara Publishers, 1426 H/ 2005 M), Cet. ke-1, h. 112 76 Dakwah Islamiah itu diawali dengan amar ma ’ ruf dan nahy munkar, yang tidak ada
penafsiran logisnya kecuali bermakna mengesakan Allah secara sempurna, yakni mengesakan pada zat sifat-Nya. Bahwa Dialah Sang Maha Pencipta segala sesuatu, Dialah yang patut disembah, sedangkan mengabdi kepada selain-Nya merupakan kezaliman yang amat jauh, dan merupakan hawa nafsu serta
Berdasarkan itu pergaulan antara orang-orang mukmin dan orang-orang munafik, harus menempatkan orang-orang mukmin sebagai pihak yang lebih aktif untuk mempengaruhi mereka, membawanya pada kebaikan-kebaikan. Bukan sebaliknya, orang-orang munafik yang lebih berperan menjalankan misinya. Untuk itu cara terbaik yang sangat efektif untuk mendukungnya adalah menjadikan orang mukmin sebagai pemimpin dan menolak orang-orang munafik untuk menduduki
posisi itu. Kedudukan pemimpin dalam kehidupan umat memiliki peran dan fungsi yang sangat urgen, yang jika diibaratkan dengan tubuh manusia, maka pemimpin berfungsi
sebagai jantung. 77 Itu berarti baik dan buruknya, bahkan hidup dan matinya umat sangat bergantung pada pemimpinnya.
Dari sini, sangat logis kalau al-Qur`an melarang orang-orang mukmin menjadikan orang-orang munafik sebagai pemimpin. Karena kepemimpinan orang- orang munafik akan sangat dipengaruhi dengan karakteristik mereka yang sangat buruk sebagaimana telah dijelaskan. Sehingga ini akan membawa konsekwensi yang buruk pula pada kehidupan umat.
Pelarangan untuk memilih dan menjadikan orang-orang munafik dan orang- orang kafir lainnya sebagai pemimpin sebagaimana yang telah ditegaskan oleh ayat- ayat al-Qur`an terdahulu adalah sejalan dengan kriteria yang diberikan oleh al-Qur`an tentang pemimpin yang ideal.
angan-angan yang menghukumi rasio. (Abu Zahrah, Dakwah Islamiah, terj. Ahmad Subandi dan Ahmad Sumpeno, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), Cet. ke-1, h. 32
77 Ahzami Sami’un Jazuli, Fiqh Al-Qur`an…, h. 193
Al-Qur`an memberikan kriteria pemimpin yang ideal sebagai manifestasi dari misi al-Qur`an sebagai petunjuk untuk kehidupan manusia, termasuk dalam dimensi
kemasyarakatan dan kenegaraan. 78 Allah Swt berfirman:
Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah. (Qs. Al-Anbiyâ`/21: 73)
Berdasarkan ayat ini, kriteria pemimpin ideal yang harus ditaati dan diikuti adalah: 79
1. Menyeru ke jalan Allah Menurut Ibn Katsîr makna yahdîna bi amrinâ adalah mereka menyeru kepada
Allah dengan izin-Nya. 80 Kaum muslimin adalah umat terbaik yang ditampilkan untuk masyarakat.
Untuk membuktikannya, umat Islam dituntut untuk senantiasa menjaga kehidupan ini dari kejahatan dan kerusakan. Untuk menjalankan tugas mulia dan sekaligus tugas yang berat, seorang pemimpin yang merupakan bagian
78 Ibid ., 79 Lihat Ibid., h. 194-199 80 Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur`ân…, Juz V, h. 206 78 Ibid ., 79 Lihat Ibid., h. 194-199 80 Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur`ân…, Juz V, h. 206
2. Produktif dalam kebajikan Kepemimpinan adalah amanat Allah yang harus merefleksikan sebuah tanggung jawab yang besar, sebagai konsekwensi logis dari keimanan seorang
pemimpin yang benar dan jauh dari sifat khianat. Untuk merealisasikan tanggung jawab besar tersebut, seorang pemimpin dituntut untuk banyak memberikan kontribusi dan produktifitasnya dalam kebajikan. Dengan demikian, seorang pemimpin dalam perspektif al-Qur`an dituntut untuk banyak berkarya dalam kebajikan, penuh dengan inovatif, sehingga perhatian dan kesibukannya adalah berbuat untuk mencerdaskan bangsanya, menegakkan keadilan, berakhlak mulia dan memberikan pelayanan kepada masyarakatnya dengan tersedianya banyak fasilitas kehidupan yang bermanfaat, bukan sibuk dengan kepentingan pribadi atau sibuk dengan memikirkan dan berupaya untuk melanggengkan jabatan atau kekuasaannya.
3. Mendirikan shalat Diantara perwujudan jati diri seorang mukmin adalah mendirikan shalat. Bagi seorang pemimpin, ketika dia mendirikan dan memelihara shalatnya berarti dia telah menjaga eksistensi dan legalitas kepemimpinannya. Sebab, seorang pemimpin dalam perspektif Islam haruslah orang Islam yang teguh dengan
81 Lihat Qs. Al-Anfâl/8: 27 81 Lihat Qs. Al-Anfâl/8: 27
sekalipun, shalat jamaah harus tetap dikerjakan. 82
4. Menunaikan zakat
Salah satu bukti keimanan seseorang adalah menunaikan zakat, maka bagi pemimpin zakat adalah pusat perhatian yang sangat serius untuk dikelola, khususnya dalam menghadapi krisis ekonomi. Pemberdayaan zakat sebagai solusi mengatasi kesenjangan sosial ekonomi seharusnya menjadi suatu keniscayaan. Membiarkan orang yang tidak sekedar membangkang membayar zakat, tetapi juga merampok kekayaan negara berarti membiarkan negara ini semakin bangkrut dan hanya menjadi permainan perampok yang pada gilirannya mendorong negara ini ke dalam jurang kehancuran. Karena itu,
redaksi al-Qur`an tentang menunaikan zakat menggunakan kata khudz 83 yang mengandung makna instruksi dengan menggunakan kekuatan, agar
pembangkang-pembangkang zakat tidak senantiasa tenggelam dalam ketidakpeduliannya terhadap kewajiban Allah dalam aspek sosial ini.
82 Lihat Qs. Al-Nisâ`/4: 102 83 Lihat Qs. Al-Taubah/9: 103
5. Hanya mengabdi kepada Allah Legalitas yang diberikan dan diamanahkan kepada pemimpin, tidak boleh mengubahnya dari statusnya sebagai ”alat”. Dia tidak akan berubah menjadi Tuhan yang tidak pernah salah. Karena itu seluruh aktifitas dan kebijakan yang diambil pemimpin, harus semata-mata merupakan manifestasi dari pengabdiannya kepada Allah atau bernilai ibadah. Sehingga, dia tidak berhak
menentukan undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang Rabbnya yang memberi amanah kepemimpinan. Begitu mendasarnya pemahaman tentang pengabdian ini, al-Qur`an menyebutkan adat al-hasr (media pembatas atau pengkhususan) yaitu, wa kânû lanâ ’âbidîn bukan wa kânû ’âbidîna lanâ . Dalam ayat lain Allah Swt berfirman, ”Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” 84
Memperhatikan uraian tentang kriteria pemimpin ideal menurut al-Qur`ân ini, semakin memperjelas tertutupnya peluang orang-orang munafik untuk dapat menjadi pemimpin yang didambakan. Karena dari lima kriteria yang diuraikan tersebut, tidak satupun yang dapat disandarkan kepada mereka. Bahkan kriteria yang mereka miliki adalah kebalikan dari lima kriteria dimaksud.
Dengan demikian adalah sangat konsisten bila kemudian pada ayat-ayatnya yang lain –sebagaimana telah dibahas- al-Qur`ân melarang orang-orang mukmin untuk menjadikan mereka sebagai pemimpin. Bahkan dengan tegas orang-orang
84 Lihat Qs. Al-Dzâriyât/51: 56 84 Lihat Qs. Al-Dzâriyât/51: 56
mereka pada kebenaran atau suatu ketika bisa saja digunakan untuk memberantas keberadaan mereka secara paksa –lewat kekuasaan yang dimiliki orang-orang mukmin- apabila mereka (orang-orang munafik) melakukan tindakan destruktif yang telah melampaui batas yang tidak dapat ditolerir lagi.