Melakukan Jihad
D. Melakukan Jihad
Menurut bahasa, kata jihad diambil dari bahasa Arab yang berasal dari akar kata jahd yang artinya kepayahan atau kesulitan. Atau dari kata juhd yang artinya
kesungguhan dan kekuatan. 85 Jihad yang berasal dari kata juhd dalam al-Qur`an juga berarti kemampuan. 86
Ini berarti menuntut mujâhid (orang yang melakukan jihad) mengeluarkan segala daya dan kemampuannya demi mencapai tujuan. Karena itu jihad adalah pengorbanan, dan dengan demikian mujâhid tidak menuntut atau mengambil, tetapi
85 Ibn Manzhûr, Lisân al- ‘ Arab , (Kairo: Dâr al-Ma’ârif, tt), Jilid I, h. 708 86 Lihat Qs. Al-Tawbah/9: 79. Muhammad Fu’âd Abd al-Bâqî, Mu ’ jam Gharîb al-Qur`ân;
Mustakhrijân min Shahîh al-Bukhârî , (Beirut: Dâr al-Fikr, 1422 H/ 2002 M), h. 58 Mustakhrijân min Shahîh al-Bukhârî , (Beirut: Dâr al-Fikr, 1422 H/ 2002 M), h. 58
Adapun menurut istilah, Al-Râghib al-Ashfahânî menyatakan bahwa jihad adalah mengerahkan segenap tenaga untuk mengalahkan musuh. Dalam hal ini jihad terbagi tiga macam, yakni jihad menghadapi musuh yang nyata, jihad menghadapi setan, dan jihad menghadapi hawa nafsu. Dan jihad ini dilakukan dengan tangan dan
88 lisan.
Al-Jurjânî mendefinisikan jihad adalah menyeru kepada agama yang haq (benar). 89 Berdasarkan pengertian ini sasaran pokok jihad adalah menyeru manusia
kepada jalan Islam, yaitu agar manusia mengabdi kepada Allah semata dan mengeluarkan mereka dari sistem pengabdian kepada sesama manusia menuju pengabdian kepada Rabbul ’Ibâd (Rabb yang pantas diabdi), serta menyingkirkan para penentang hukum Allah (thawaghut) di muka bumi dan menghilangkan dari
dunia ini segala bentuk tindak kerusakan. 90 Ini merupakan sasaran jihad Islam yang terbesar, yaitu mengembalikan
manusia kepada pokok pangkalnya, fitrahnya yang hanîf, 91 yang mengharuskan mereka tunduk patuh kepada Allah Swt. 92
87 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur`an; Tafsir Maudhu ’ i atas Pelbagai Persoalan Umat , (Bandung: Mizan, 1416 H/ 1996 M), Cet. ke-3, h. 502
88 Al-Râghib al-Ashfahânî, Mu ’ jam Mufradât Alfâzh al-Qur`ân , (Beirut: Dâr al-Fikr, tt), h. 99 89 Abî al-Hasan ‘Alî bin Muhammad bin ‘Alî al-Husainî al-Jurjânî, Al-Ta ’ rîfât , (Beirut: Dâr
al-Kutub al-’Ilmiyyah, 1424 H/ 2003 M), Cet. ke-2, h. 84 90 Ali bin Nafayyi al-Ayani, Tujuan dan Sasaran Jihad, terj. Abu Fahmi dan Ibnu Marjan,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1414 H/ 1993 M), Cet. ke-2, h. 24 91 Hanîf , secara harfiah berarti cenderung pada kebenaran, keadilan dan keindahan. Manusia
sebagai makhluk yang fitrahnya hanîf mengandung pengertian bahwa ia diciptakan-Nya dengan asal
Dalam rangka menjalankan misi ini sudah tentu akan berhadapan dengan musuh yang tidak suka terhadap Islam, setan yang senantiasa menggoda, dan hawa nafsu yang cenderung mengganggu perjuangan. Sehingga seluruh kekuatan dan kemampuan yang ada harus dikerahkan untuk menghadapi semuanya harus dilakukan dengan sungguh-sungguh agar tujuan yang hendak dicapai dapat terwujud. Dalam konsekwensinya bisa dilakukan melalui kekuatan fisik (peperangan), dakwah billisân
dan cara lainnya sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Demikian itulah makna jihad secara luas, yakni kesungguhan dalam melakukan segala hal untuk mencapai tujuan mulia yang diridhoi oleh Allah Swt. dalam rangka memenangkan agama-Nya yang haq (baca: Islam) dengan mengikuti manhaj yang termaktub dalam al-Qur`an dan al-Sunnah.
Hal ini penting, karena pemahaman yang utuh tentang jihad hanya akan ditemukan selama dikembalikan kepada sumbernya yaitu al-Qur`an dan al-Sunnah. Jika tidak, maka akan menghasilkan pemahaman rancu sehingga sangat
membahayakan umat dan dapat menodai ajaran Islam yang mulia. 93 Dalam al-Qur`an kata jihad dengan berbagai bentuknya terulang sebanyak 47
kali yang tersebar dalam 19 surat. 94 Jika diperhatikan ayat-ayat tersebut, pada umumnya tidak menyebutkan objek yang harus dihadapi. Yang secara tegas
kejadian yang selalu cenderung dan cinta pada kebenaran, keadilan dan keindahan. (Didin Hafidhuddin, Membangun Pribadi Qur`ani; Di bawah Bimbingan Syari ’ ah , (Jakarta: Penerbit Harakah, 1423 H/ 2002 M), Cet. ke-1, h. 95) 92 Ibid . 93 Ahzami Sami’un Jazuli, Fiqh Al-Qur`an; …, h. 43 94 Muhammad Fu’âd Abd al-Bâqî, Al-Mu ’ jam al-Mufahras li Alfâzh al-Qur`ân al-Karîm ,
(Beirut: Dâr al-Fikr, 1412 H/ 1992 M), Cet. Ke-3, h. 232-233 (Beirut: Dâr al-Fikr, 1412 H/ 1992 M), Cet. Ke-3, h. 232-233
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya. (Qs. Al-Tawbah/9: 73)
Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad saw. –yang berarti juga berlaku atas umatnya- untuk berjihad melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Berdasarkan dari beberapa riwayat, para ahli tafsir menjelaskan bahwa melakukan jihad terhadap orang-orang kafir adalah memerangi mereka dengan senjata. Sedangkan berjihad terhadap orang-orang munafik adalah melalui lisan yaitu melakukan dialog dengan hujjah (argumentasi) dan penjelasan yang kuat untuk
mengalahkan mereka. 96
95 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur`an;…, h. 507. Dengan hanya disebutkan orang kafir dan munafik sebagai objek yang jelas bagi jihad, bukan berarti bahwa hanya kedua objek itu yang
harus dihadapi dengan jihad, karena dalam ayat-ayat lain disebutkan musuh-musuh yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam kejahatan, yaitu setan dan nafsu manusia sendiri. Keduanya pun harus dihadapi dengan perjuangan (jihâd). Lihat Ibid.
96 Lihat Al-Thabarî, Jâmi ’ al-Bayân …, Jilid VI, h. 419-420; Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur`ân…, Juz IV, h. 105. Al-Qurthubî, Al-Jâmi ’ Li Ahkâm …, Juz VIII, h. 178-179, Al-Marâghî, Tafsîr al-
Marâghî , Juz X, h. 163, al-Shâbûnî, Shafwah al-Tafâsir, Juz I, h. 510
Sesuai dengan tuntutan ayat tersebut, sikap keras terhadap orang-orang kafir dan munafik yang Nabi saw. jalankan itu merupakan suatu siasat yang tinggi yang diatur oleh Allah dan kenyataannya berhasil, karena dengan perlakuan seperti itu banyak orang-orang yang kafir dan munafik bertaubat dan kembali beriman. Tetapi orang-orang yang masih belum sadar karena hanyut dan tenggelam dalam kemunafikan atau kekufuran, tempat mereka adalah neraka jahannam untuk selama-
lamanya, yang berarti mereka mendapat tempat paling buruk di akhirat. Uraian berikut akan membahas tentang jihad terhadap orang-orang munafik sebagai strategi Qur`ani yang harus dijalankan oleh orang-orang mukmin dalam menghadapi mereka sebagaimana yang menjadi topik sub pokok bahasan di atas. Dimana pada intinya orang-orang mukmin dituntut untuk bersungguh-sungguh mengerahkan segala kekuatan dan kemampuan yang mereka miliki dalam menghadapi orang-orang munafik agar terhindar dari tipu daya mereka yang membahayakan.
Berkenaan dengan hal ini, terdapat perbedaan pendapat tentang jihad dan sikap keras terhadap orang-orang munafik itu. Apakah dengan pedang (senjata) seperti yang diriwayatkan oleh Alî bin Abî Thâlib ra., yang dipilih oleh Ibn Jarîr, atas sikap keras itu diterapkan dalam pergaulan dengan mereka dan menyingkap rahasia- rahasia kebusukan mereka untuk diketahui oleh masyarakat umum, seperti yang
97 Tim Penyusun Depag RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 1991), Jilid IV, h. 189 97 Tim Penyusun Depag RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 1991), Jilid IV, h. 189
Menurut penulis, keduanya bisa saja berlaku dan harus diterapkan terhadap orang-orang munafik. Tergantung dengan sikap yang diperlihatkan oleh orang-orang munafik itu. Melakukan jihad dengan hujjah (argumentasi) terhadap mereka merupakan tuntunan dan tuntutan al-Qur`an dalam banyak ayat. Namun pada suatu
waktu berjihad dengan makna berperang untuk membunuh mereka bisa saja dilakukan ketika sikap mereka benar-benar telah melampaui batas, sebagaimana yang dijelaskan pula oleh al-Qur`an. Dengan kata lain melakukan jihad melalui hujjah lebih diutamakan dan didahulukan untuk menghadapi orang-orang munafik. Adapun melakukan jihad dengan berperang membunuh mereka adalah tindakan alternatif akhir atau bahkan menjadi kewajiban yang harus dijalankan apabila syarat-syarat untuk melakukan itu telah terpenuhi sesuai petunjuk al-Qur`an yang akan dijelaskan berikut.
1. Melakukan Dialog (Hujjah/Argumentasi)
Melakukan jihad terhadap orang-orang munafik melalui hujjah berarti melakukan dialog dengan mengemukakan argumen-argumen yang dapat menjatuhkan dan melemahkan argumen yang mereka ajukan. Yang dengan hal itu kebohongan yang mereka lakukan akan terbongkar dan keburukan-keburukan yang mereka berusaha untuk menyembunyikannya akan terungkap pula.
98 Sayyid Quthb, Fî Zhilâl al-Qur`ân, Jilid III, h. 1677
Strategi ini sangat sesuai dan penting untuk dilakukan dalam menghadapi konspirasi yang mereka lakukan melalui gazw al-fikr (perang pemikiran), yang pada saat ini sangat gencar mereka lakukan, baik lewat pembicaraan di forum-forum diskusi dan seminar, maupun lewat tulisan-tulisan di media cetak dan elektronik lainnya. Mereka cenderung menyebarkan pendapat-pendapat yang berusaha untuk melemahkan ajaran Islam dan memojokkan kaum muslim.
Tindakan mereka itu tidak boleh dibiarkan dengan tidak mengambil sikap atasnya. Sebagaimana al-Qur`an dalam banyak ayat telah mengajarkan Rasul-Nya Muhammad saw. dan para sahabatnya untuk membantah setiap perkataan mereka dengan perkataan yang memiliki argumen yang benar dan lebih kuat untuk mengalahkan mereka, sehingga terbongkarlah konspirasi dan niat buruk mereka. Atau bahkan dengan itu diharapkan mereka mau bertobat dan menerima kebenaran Islam dengan sepenuhnya.
Berikut ini akan diuraikan beberapa contoh dialog dan perdebatan antara Rasulullah saw dan para sahabat dengan orang-orang munafik yang terdapat dalam al-Qur`an sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Muhammad Sayyid Thanthâwî. Yang menurut beliau di dalamnya mengandung pembahasan tentang bimbingan yang diajarkan Allah Swt. kepada Rasul-Nya untuk menyingkap kebohongan orang-orang munafik. Dalam hal ini perkataan orang-orang munafik diungkapkan al-Qur`an
dengan kata qâlû, dan kata qul sebagai jawaban rasul buat mereka. 99
99 Muhammad Sayyid Thanthâwi, Cara Berdebat dengan Orang Munafik, terj. Zuhairi Misrawi dan Zamroni Kamali, (Jakarta: Penerbit Azan, 1422 H/ 2001 M), h. 80
Firman Allah Swt. dalam al-Qur`an surat Âli ‘Imrân/3 ayat 166-168:
ﺍﻮﹸﻘﹶﻓﺎﻧ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ﻢﹶﻠﻌﻴِﻟﻭ ( ١٦٦ ) ﲔِﻨِﻣﺆﻤﹾﻟﺍ ﻢﹶﻠﻌﻴِﻟﻭ ِﻪﱠﻠﻟﺍ ِﻥﹾﺫِﺈِﺒﹶﻓ ِﻥﺎﻌﻤﺠﹾﻟﺍ ﻰﹶﻘﺘﹾﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﻢﹸﻜﺑﺎﺻﹶﺃ ﺎ �� ِﺮﹾﻔﹸﻜ ﹾﻠِﻟ ﻢﻫ ﻢﹸﻛﺎﻨﻌﺒﺗﺎﹶﻟ ﺎﹰﻟﺎﺘِﻗ ﻢﹶﻠﻌﻧ ﻮﹶﻟ ﺍﻮﹸﻟﺎﹶﻗ ﺍﻮﻌﹶﻓﺩﺍ ِﻭﹶﺃ ِﻪﱠﻠﻟﺍ ِﻞﻴِﺒﺳ ﻲِﻓ ﺍﻮﹸﻠِﺗﺎﹶﻗ ﺍﻮﹶﻟﺎﻌﺗ ﻢﻬﹶﻟ ﹶﻞﻴِﻗﻭ ﺎﻤِﺑ ﻢﹶﻠﻋﹶﺃ ﻪﱠﻠﻟﺍﻭ ﻢِﻬِﺑﻮﹸﻠﹸﻗ ﻲِﻓ ﺲﻴﹶﻟ ﺎﻣ ﻢِﻬِﻫﺍﻮﹾﻓﹶﺄِﺑ ﹶﻥﻮﹸﻟﻮﹸﻘﻳ ِﻥﺎﳝِﺈﹾﻠِﻟ ﻢﻬﻨِﻣ ﺏﺮﹾﻗﹶﺃ ٍﺬِﺌﻣﻮﻳ ﻢﹸﻜِﺴﹸﻔﻧﹶﺃ ﻦﻋ ﺍﻭُﺀﺭﺩﺎﹶﻓ ﹾﻞﹸﻗ ﺍﻮﹸﻠِﺘﹸﻗ ﺎﻣ ﺎﻧﻮﻋﺎﹶﻃﹶﺃ ﻮﹶﻟ ﺍﻭﺪﻌﹶﻗﻭ ﻢِﻬِﻧﺍﻮﺧِﺈِﻟ ﺍﻮﹸﻟﺎﹶﻗ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ( ١٦٧ ) ﹶﻥﻮﻤﺘﹾﻜﻳ ( ١٦٨ - ١٦٦ : ٣ / ﻥﺍﺮﻤﻋ ﻝﺁ ) .( ١٦٨ ) ﲔِﻗِﺩﺎﺻ ﻢﺘﻨﹸﻛ ﹾﻥِﺇ ﺕﻮﻤ ﹾﻟﺍ
Dan apa yang menimpa kamu pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman.(166) dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan: "Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)". Mereka berkata: "Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu". Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.(167) Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang: "Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh". Katakanlah: "Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar." (Qs. Âli 'Imrân/3: 166-168)
Ayat ini diturunkan untuk menghibur kaum muslim ketika mereka menderita kekalahan dalam perang Uhud. Dimana Allah menjelaskan bahwa kekalahan itu merupakan kehendak Allah yang padanya mengandung hikmah yang dapat diambil. Di antaranya, Allah menampakkan ilmu dan kekuasaan-Nya melalui peristiwa itu, supaya kaum muslim dapat membedakan orang-orang yang kuat dan orang-orang yang lemah imannya. Disamping itu perang uhud ini berfungsi untuk membedakan Ayat ini diturunkan untuk menghibur kaum muslim ketika mereka menderita kekalahan dalam perang Uhud. Dimana Allah menjelaskan bahwa kekalahan itu merupakan kehendak Allah yang padanya mengandung hikmah yang dapat diambil. Di antaranya, Allah menampakkan ilmu dan kekuasaan-Nya melalui peristiwa itu, supaya kaum muslim dapat membedakan orang-orang yang kuat dan orang-orang yang lemah imannya. Disamping itu perang uhud ini berfungsi untuk membedakan
Orang-orang munafik mengatakan bahwa seandainya para syâhid yang gugur di perang uhud menuruti nasehat untuk tidak pergi berperang, niscaya mereka tidak akan mati terbunuh. Pernyataan yang tidak beralasan ini telah dibantah Rasulullah saw dengan jawaban melalui hujjah yang menambah keimanan orang-orang mukmin
dan menjelaskan perbuatan keji yang telah mereka lakukan. Perkataan kaum munafik ini membuktikan bahwa mereka tidak mampu memahami kekuasaan dan kehendak Allah. Mereka merasa senang atas musibah yang menimpa kaum muslim. Kemudian Allah membimbing Rasul-Nya saw. untuk membantah perkataan mereka dengan perintah-Nya untuk mengatakan ”Tolaklah kematian itu dari dirimu jika kamu orang-orang yang benar.” Jawaban ini berisi sindiran bagi orang-orang munafik yang sombong dengan perkataannya. Jika perkataan mereka benar, maka mampukah mereka menolak kematian? Sungguh,
mereka akan mati, meskipun mereka bersembunyi dalam benteng yang kokoh. 102 Ayat 168 surat Âli 'Imrân/3 tersebut membantah perkataan orang-orang
munafik dengan sesuatu yang dapat dirasa panca indera. Ia menerangkan bahwa dengan meninggalkan jihad, seseorang tidak dapat memperpanjang umurnya. Sebaliknya, lari dari medan perang tidak akan menunda ajal (kematian). Berapa banyak mujâhid yang mengikuti pertempuran namun ia dapat kembali ke rumahnya
100 Ibid ., h. 81 101 Sayyid Thanthâwî, Cara berdebat…, h. 80 102 Ibid. , h. 83.Lihat Qs. Al-Nisâ/4: 78 100 Ibid ., h. 81 101 Sayyid Thanthâwî, Cara berdebat…, h. 80 102 Ibid. , h. 83.Lihat Qs. Al-Nisâ/4: 78
keliru, karena mereka tidak mampu menolak kematian, jika Allah menghendaki. 103 Demikianlah cara dialog menurut al-Qur`an. Dia mengajarkan pada
pengikutnya untuk menjawab pernyataan para musuh dengan argumentasi (hujjah) yang mampu menghinakan mereka dan menolong orang-orang yang berbuat
kebajikan. Ini merupakan manhaj Qur`ani yang diajarkan Allah kepada orang- orang mukmin untuk menghadapi orang-orang munafik, yang berlaku sepanjang perkataan dan pernyataan orang-orang munafik itu tidak sesuai dengan pemahaman Islam yang sebenarnya. Dan dengan manhaj ini sekaligus melarang dan memperingatkan orang-orang mukmin agar tidak berbuat seperti orang-orang munafik yang telah mengecoh umat Islam. Firman Allah Swt.:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang- orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang: "Kalau mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh." Akibat (dari perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat di dalam hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan. (Qs. Âli- 'Imrân/3: 156)
103 Ibid., h. 83-84 104 Ibid. , h. 84
Contoh dialog lainnya dalam al-Qur`an adalah sebagaimana terkandung pada surat al-Nisâ/4 ayat 77-82 sebagai berikut:
ﹶﻝﻮﺳﺮﻟﺍ ِﻊِﻄﻳ ﻦﻣ ( ٧٩ ) ﺍﺪﻴِﻬﺷ ِﻪﱠﻠﻟﺎِﺑ ﻰﹶﻔﹶﻛﻭ ﺎﹰﻟﻮﺳﺭ ِﺱﺎﻨﻠِﻟ ﻙﺎﻨﹾﻠﺳﺭﹶﺃﻭ ﻚِﺴﹾﻔﻧ ﻦِﻤﹶﻓ ٍﺔﹶﺌﻴﺳ ﻦِﻣ ﻦِﻣ ﺍﻭ ﺯﺮﺑ ﺍﹶﺫِﺈﹶﻓ ﹲﺔﻋﺎﹶﻃ ﹶﻥﻮﹸﻟﻮﹸﻘﻳﻭ ( ٨٠ ) ﺎﹰﻈﻴِﻔﺣ ﻢِﻬﻴﹶﻠﻋ ﻙﺎﻨﹾﻠﺳﺭﹶﺃ ﺎﻤﹶﻓ ﻰﱠﻟﻮﺗ ﻦﻣﻭ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻉﺎﹶﻃﹶﺃ ﺪﹶﻘﹶﻓ ﻰﹶﻠﻋ ﹾﻞﱠﻛﻮﺗﻭ ﻢﻬﻨﻋ ﺽِﺮﻋﹶﺄﹶﻓ ﹶﻥﻮﺘﻴﺒﻳ ﺎﻣ ﺐﺘﹾﻜﻳ ﻪﱠﻠﻟﺍﻭ ﹸﻝﻮﹸﻘﺗ ﻱِﺬﱠﻟﺍ ﺮﻴﹶﻏ ﻢﻬﻨِﻣ ﹲﺔﹶﻔِﺋﺎﹶﻃ ﺖﻴﺑ ﻙِﺪﻨِﻋ ِﻪﻴِﻓ ﺍﻭﺪﺟﻮﹶﻟ ِﻪﱠﻠﻟﺍ ِﺮﻴﹶﻏ ِﺪﻨِﻋ ﻦِﻣ ﹶﻥﺎﹶﻛ ﻮﹶﻟﻭ ﹶﻥﺍَﺀﺮﹸﻘﹾﻟﺍ ﹶﻥﻭﺮﺑﺪﺘﻳ ﺎﹶﻠﹶﻓﹶﺃ ( ٨١ ) ﺎﹰﻠﻴِﻛﻭ ِﻪﱠﻠﻟﺎِﺑ ﻰﹶﻔﹶﻛﻭ ِﻪﱠﻠﻟﺍ ( ٨٢ - ٧٧ : ٤ / ﺀﺂﺴﻨﻟﺍ ) .( ٨٢ ) ﺍﲑِﺜﹶﻛ ﺎﹰﻓﺎﹶﻠِﺘﺧﺍ
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.(77) Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang- orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.(77) Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang- orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan
Pada ayat ini dialog terjadi diawali oleh perkataan orang-orang munafik yang merasa takut mati sehingga mereka menolak untuk ikut berperang bersama Nabi saw. Mereka berkata, "Mengapa Allah mewajibkan berperang kepada kami? Mengapa Dia tidak membiarkan kami menemui ajal tanpa harus berperang? Sungguh, ini adalah
beban berat dan menakutkan". 105 Perkataan mereka ini sekaligus menunjukkan sikap orang-orang yang lemah
imannya sebagaimana digambarkan al-Qur`an secara sempurna melalui ayat tersebut. Mereka itu adalah orang munafik yang tidak taat kepada Allah, penakut dan cinta
kehidupan dunia. 106 Menyikapi perkataan mereka itu Allah Swt. mengajarkan kepada Nabi
Muhammad saw. dengan perintah-Nya untuk menjawab perkataan mereka dengan berkata, memberi penjelasan dan hujjah bahwa dunia dan semua kenikmatan yang
105 Ibid., h. 88 106 Ibid., h. 88-89 105 Ibid., h. 88 106 Ibid., h. 88-89
melarikan diri. Ayat selanjutnya menggambarkan bahwa orang-orang munafik yang pengecut dan penakut itu telah mempunyai persepsi yang salah tentang kematian. Ketakutan berperang tidak akan mampu menyelamatkan mereka dari kematian, karena ia pasti akan datang, meski mereka bersembunyi dalam benteng yang kuat dan bangunan yang kokoh. Disini dijelaskan pula bahwa kematian itu bagaikan "sesuatu yang hidup" yang selalu membuntuti manusia, dimanapun mereka berada. Mereka tidak
akan mampu menghindar darinya. 108 Kemudian, orang-orang munafik mulai saling berselisih dan bersilat lidah.
Mereka memalsukan kebatilan dan kebohongan diri mereka. Mereka dan pengikutnya sudah mencapai puncak kejahatan. Jika mereka mendapat kenikmatan, harta dan kemenangan, mereka mengatakan bahwa itu semua berasal dari Allah. Tetapi jika mereka ditimpa musibah, kehancuran dan kekalahan, mereka menganggapnya berasal
107 Ibid ., h. 89-90 108 Ibid ., h. 90. Lihat dalam ayat lainnya pada Qs. Al-Ahzâb/33: 16 107 Ibid ., h. 89-90 108 Ibid ., h. 90. Lihat dalam ayat lainnya pada Qs. Al-Ahzâb/33: 16
Al-Qurthubî menjelaskan bahwa ayat ini (Qs. Al-Nisâ/4: 77) turun berkenaan dengan orang-orang Yahudi dan munafik. Ketika Rasulullah saw. sampai di Madinah, mereka berkata, "Kami merasa buah-buahan dan hasil pertanian kami berkurang
semenjak kedatangan Muhammad dan para pengikutnya". 111 Kemudian Allah
memerintahkan Rasul-Nya saw. membantah tuduhan mereka yang batil ini dengan menjelaskan "Semuanya berasal dari sisi Allah". Semua nikmat dan musibah berasal dari Allah, bukan dari Muhammad atau manusia yang lain. Berikutnya Allah mengungkapkan kebodohan dan ketololan orang-orang munafik itu dengan ungkapan "Maka mengapa orang-orang munafik itu hampir-hampir tidak memahami
pembicaraan sedikitpun". 112 Pada ayat berikutnya kembali Allah Swt. menegaskan bahwa Allah lah yang
memberi nikmat kebaikan kepada mereka. Adapun bencana yang menimpa manusia pada hakekatnya juga merupakan ketentuan Allah, tetapi itu terjadi akibat kesalahan manusia sendiri. Itulah sunnah Allah yang Dia izinkan untuk terjadi berdasarkan hukum kausalitas (sebab-akibat) yang Dia tetapkan.
Selanjutnya Allah Swt. menjelaskan kedudukan agung Rasul-Nya Muhammad saw. disisi-Nya dan membantah anggapan salah orang-orang munafik
109 Ibid ., h. 91 110 Lihat Qs. Al-A'râf/7: 131 111 Lihat al-Qurthubî, Al-Jâmi' Li Ahkâm…, Juz V, h. 246-247 112 Sayyid Thanthâwî, Cara Berdebat…, h. 92 109 Ibid ., h. 91 110 Lihat Qs. Al-A'râf/7: 131 111 Lihat al-Qurthubî, Al-Jâmi' Li Ahkâm…, Juz V, h. 246-247 112 Sayyid Thanthâwî, Cara Berdebat…, h. 92
Nya. 113 Pada ayat berikutnya Allah Swt. menceritakan sisi lain dari kejahatan orang-
orang munafik yang selalu mengatakan taat di hadapan Rasulullah saw. Tetapi jika mereka berpisah darinya, para pemimpin mereka berkumpul untuk mengatur siasat
dan tipu daya. Mereka benar-benar menentang semua nasehat Rasul saw., untuk itu Allah Swt. mencatat semua perbuatan mereka dan akan menimpakan azab yang sangat pedih. Dan kemudian Allah memerintahkan Rasul-Nya Muhammad saw. untuk jangan mempedulikan tuduhan bohong mereka dan menyerahkan urusan itu kepada Allah. Cukuplah Dia saja yang menjadi penolong yang akan memberikan
pertolongan dan pelindung bagi orang-orang yang beriman dan bertawakkal. 114 Akhirnya Allah Swt. mencela orang-orang munafik yang tidak mau
merenungi kandungan al-Qur`an dan menjalankan semua hidayah-Nya. Allah telah menggagalkan semua usaha kaum munafik dan menyingkap semua rahasia yang mereka sembunyikan, hingga mereka menyaksikan semua kebohongan mereka
sendiri. 115 Dari uraian di atas, dapat dilihat bagaimana Allah Swt. menjelaskan perkataan
orang-orang munafik dan memerintahkan Rasul-Nya untuk membantah semua
113 Lihat Ibid., h. 97 114 Ibid ., h. 98 115 Ibid ., h. 98-99 113 Lihat Ibid., h. 97 114 Ibid ., h. 98 115 Ibid ., h. 98-99
Contoh berikutnya tentang dialog dengan orang-orang munafik adalah seperti diungkap Allah dalam al-Qur`an pada surat al-Tawbah/9 ayat 49-52, yaitu tentang seorang munafik yang meminta izin untuk tidak berperang, sebagai berikut:
ﹲﺔـﹶﻄﻴِﺤﻤﹶﻟ ﻢﻨـﻬﺟ ﱠﻥِﺇﻭ ﺍﻮﹸﻄﹶﻘـﺳ ِﺔـﻨﺘِﻔﹾﻟﺍ ﻲـِﻓ ﺎـﹶﻟﹶﺃ ﻲﻨِﺘﹾﻔﺗ ﺎﹶﻟﻭ ﻲِﻟ ﹾﻥﹶﺬﹾﺋﺍ ﹸﻝﻮﹸﻘﻳ ﻦﻣ ﻢﻬﻨِﻣﻭ ﹸﻞﺒﹶﻗ ﻦِﻣ ﺎﻧﺮﻣﹶﺃ ﺎﻧﹾﺬﺧﹶﺃ ﺪﹶﻗ ﺍﻮﹸﻟﻮﹸﻘﻳ ﹲﺔﺒﻴِﺼﻣ ﻚﺒِﺼﺗ ﹾﻥِﺇﻭ ﻢﻫﺆﺴﺗ ﹲﺔﻨﺴﺣ ﻚﺒِﺼﺗ ﹾﻥِﺇ ( ٤٩ ) ﻦﻳِﺮِﻓﺎﹶﻜﹾﻟﺎِﺑ ِﻞﱠﻛﻮﺘﻴﹾﻠﹶﻓ ِﻪﱠﻠﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋﻭ ﺎﻧﺎﹶﻟﻮﻣ ﻮﻫ ﺎﻨﹶﻟ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﺐﺘﹶﻛ ﺎﻣ ﺎﱠﻟِﺇ ﺎﻨﺒﻴِﺼﻳ ﻦﹶﻟ ﹾﻞﹸﻗ ( ٥٠ ) ﹶﻥﻮﺣِﺮﹶﻓ ﻢﻫ ﻭ ﺍﻮﱠﻟﻮﺘﻳﻭ ﻢﹸﻜﺒﻴِﺼـﻳ ﹾﻥﹶﺃ ﻢﹸﻜِﺑ ﺺﺑﺮﺘﻧ ﻦﺤﻧﻭ ِﻦﻴﻴﻨﺴﺤﹾﻟﺍ ﻯﺪﺣِﺇ ﺎﱠﻟِﺇ ﺎﻨِﺑ ﹶﻥﻮﺼﺑﺮﺗ ﹾﻞﻫ ﹾﻞﹸﻗ ( ٥١ ) ﹶﻥﻮﻨِﻣﺆﻤﹾﻟﺍ ( ٥٢ - ٤٩ : ٩ / ﺔﺑﻮﺘﻟﺍ ) .( ٥٢ ) ﹶﻥﻮﺼﺑﺮﺘﻣ ﻢﹸﻜﻌﻣ ﺎﻧِﺇ ﺍﻮﺼﺑﺮﺘﹶﻓ ﺎﻨﻳِﺪﻳﹶﺄِﺑ ﻭﹶﺃ ِﻩِﺪﻨِﻋ ﻦِﻣ ٍﺏﺍﹶﺬ ﻌِﺑ ﻪﱠﻠﻟﺍ
Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah". Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.(49) Jika kamu mendapat sesuatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata: "Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi berperang)" dan mereka berpaling dengan rasa gembira.(50) Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal."(51) Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal."(52) . (Qs. Al- Tawbah/9: 49-52)
116 Ibid ., h. 99
Melalui dialog sebagaimana yang terkandung pada ayat ini Allah Swt. mengungkap kejahatan orang-orang munafik dan upaya kotor mereka untuk menghalangi dakwah Islam. Semua ini diungkap dengan bahasa yang baik, sopan dan jelas. Ia memaparkan bahwa klaim orang-orang munafik tidak memiliki dasar argumentasi yang kuat. Dengan demikian, kebenaran yang mutlak berada dipihak
orang-orang mukmin. 117
Pada rangkaian ayat-ayat ini satu perkataan orang munafik dibantah dengan dua jawaban yang penuh dengan argumentasi untuk melemahkan perkataan mereka. Ini memberikan pelajaran kepada orang-orang mukmin untuk lebih banyak mengajukan hujjah (argumentasi) atas orang-orang munafik, hingga mereka tidak mampu lagi mendatangkan argumen yang lain.
Allah Swt. pada ayat lainnya juga membantah orang-orang munafik yang menuduh Rasulullah saw. tidak berlaku adil dalam pembagian harta (zakat). Hal ini tersebut dalam firman-Nya:
ﻢـﻫ ﺍﹶﺫِﺇ ﺎـﻬﻨِﻣ ﺍﻮـﹶﻄﻌﻳ ﻢﹶﻟ ﹾﻥِﺇﻭ ﺍﻮﺿﺭ ﺎﻬﻨِﻣ ﺍﻮﹸﻄﻋﹸﺃ ﹾﻥِﺈﹶﻓ ِﺕﺎﹶﻗﺪ ﺼﻟﺍ ﻲِﻓ ﻙﺰِﻤﹾﻠﻳ ﻦﻣ ﻢﻬﻨِﻣﻭ ﻦِﻣ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﺎﻨﻴِﺗﺆﻴﺳ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﺎﻨﺒﺴﺣ ﺍﻮﹸﻟﺎﹶﻗﻭ ﻪﹸﻟﻮﺳﺭﻭ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻢﻫﺎﺗﺍَﺀ ﺎﻣ ﺍﻮﺿﺭ ﻢﻬﻧﹶﺃ ﻮﹶﻟﻭ ( ٥٨ ) ﹶﻥﻮﹸﻄﺨﺴﻳ ( ٥٩ - ٥٨ : ٩ / ﺔﺑﻮﺘﻟﺍ ) .( ٥٩ ) ﹶﻥﻮﺒِﻏ ﺍﺭ ِﻪﱠﻠﻟﺍ ﻰﹶﻟِﺇ ﺎﻧِﺇ ﻪﹸﻟﻮﺳﺭﻭ ِﻪِﻠﻀﹶﻓ
Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat; jika mereka diberi sebahagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.(58) Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian
117 Lihat Ibid., h. 100-108 117 Lihat Ibid., h. 100-108
Apa yang dilakukan oleh orang-orang munafik sebagaimana terkandung pada ayat ini adalah suatu perbuatan buruk mereka yang diungkap oleh Allah. Padahal apabila mereka berkata seperti yang disebutkan pada ayat 59 tersebut, hal ini akan menunjukkan kebenaran Iman dan kebersihan hati mereka. Tetapi mereka berkata
bohong dan berlaku tidak sopan di hadapan Rasulullah saw. Bahkan, mereka meragukan keadilan beliau dalam pembagian zakat. Lantas Allah membantah semua tuduhan melalui hujjah yang tegas bahwa mereka adalah orang-orang zalim dan
mengingkari diri sendiri. 118 Pada ayat 61 surat al-Taubah/9 diceritakan bahwa sebagian orang munafik
menunjukkan sikap yang buruk dengan berkata, "Kita katakan kepadanya sesuka hati kita, kemudian kita pergi kepadanya dan bersumpah kepadanya bahwa kita tidak mengatakan demikian, maka ia menerima apa yang kita katakan". Mereka memanfaatkan adab Rasulullah dan kebenciannya untuk berdebat, hingga hal itu
menjadi sasaran cemoohan mereka. 119 Untuk itu, Allah memerintahkan Rasul-Nya saw. untuk membantah perkataan mereka, sebagaimana terekam pada ayat tersebut
sebagai berikut:
118 Ibid ., h. 108-112 119 Muhammad al-Ghazâlî, Nahw Tafsîr Mawdhû'î…, h. 152
Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: "Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya". Katakanlah: "Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mu'min, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu". Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih . (Qs. Al-Tawbah/9: 61)
Melalui dialog dalam ayat ini Allah Swt. mengajarkan kepada Nabi saw. untuk membantah tuduhan orang-orang munafik tersebut dengan mengatakan, "Kami
telah menerima tuduhan kamu bahwa kami banyak mendengar dan mempercayai apa yang dikatakan kepada kami. Tetapi itu kami lakukan bukan untuk kejahatan,
melainkan untuk kebaikan, sesuai dengan syariat Allah Swt.". 120 Kemudian Allah mengancam orang-orang munafik yang menyakiti Nabi saw. dengan azab yang pedih.
Dengan demikian, ayat tersebut telah membantah segala tuduhan orang-orang munafik dengan membongkar kebodohan dan etika buruk mereka. Ayat ini menjadikan mereka objek celaan orang-orang berakal. Semua bantahan pada ayat ini adalah perpaduan antara targhîb dan tarhîb (janji dan ancaman), yang menjadi saksi
kebenaran risalah Muhammad saw. 121 Berdasarkan ini, Allah Swt. telah mengajarkan satu metode dalam
menyampaikan hujjah, yaitu dengan memasukkan unsur-unsur targhîb dan tarhîb, janji untuk memperoleh kebaikan apabila mengikuti dan ancaman buruk yang akan diterima apabila mengingkarinya. Suatu metode yang sangat manusiawi, karena
120 Sayyid Thanthâwî, Cara Berdebat…, h. 114 121 Ibid ., h. 115 120 Sayyid Thanthâwî, Cara Berdebat…, h. 114 121 Ibid ., h. 115
Contoh berikutnya adalah orang-orang munafik yang mengejek Rasulullah dan para sahabat, tetapi mereka tidak mengakui perbuatan itu. Bahkan ketika ditanya, mereka mengatakan, "Kami hanya bermain-main dan bersendau gurau". Kemudian al-Qur`an membantah dan membuka kedok kejahatan mereka. Hal ini terungkap
dalam firman-Nya:
ﺝِﺮﺨﻣ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﱠﻥِﺇ ﺍﻮﹸﺋِﺰﻬﺘﺳﺍ ِﻞﹸﻗ ﻢِﻬِﺑﻮﹸﻠﹸﻗ ﻲِﻓ ﺎﻤِﺑ ﻢﻬﹸﺌﺒﻨﺗ ﹲﺓﺭﻮﺳ ﻢِﻬﻴﹶﻠﻋ ﹶﻝﺰﻨﺗ ﹾﻥﹶﺃ ﹶﻥﻮﹸﻘِﻓﺎﻨﻤﹾﻟﺍ ﺭﹶﺬﺤﻳ ِﻪِﻟﻮﺳﺭﻭ ِﻪِﺗﺎﻳﺍَﺀﻭ ِﻪﱠﻠﻟﺎِﺑﹶﺃ ﹾﻞﹸﻗ ﺐﻌﹾﻠﻧﻭ ﺽﻮﺨﻧ ﺎﻨﹸﻛ ﺎﻤﻧِﺇ ﻦﹸﻟﻮﹸﻘﻴﹶﻟ ﻢﻬﺘﹾﻟﹶﺄﺳ ﻦِﺌﹶﻟﻭ ( ٦٤ ) ﹶﻥﻭﺭﹶﺬﺤﺗ ﺎﻣ ﺏﱢﺬﻌﻧ ﻢﹸﻜﻨِﻣ ٍﺔﹶﻔِﺋﺎﹶﻃ ﻦﻋ ﻒﻌﻧ ﹾﻥِﺇ ﻢﹸﻜِﻧﺎﳝِﺇ ﺪﻌﺑ ﻢﺗﺮﹶﻔﹶﻛ ﺪﹶﻗ ﺍﻭﺭِﺬﺘﻌﺗ ﺎﹶﻟ ( ٦٥ ) ﹶﻥﻮﹸﺋِﺰﻬﺘﺴﺗ ﻢﺘﻨﹸﻛ ( ٦٦ - ٦٤ : ٩ / ﺔﺑﻮﺘﻟﺍ ) .( ٦٦ ) ﲔِﻣِﺮﺠﻣ ﺍﻮﻧﺎﹶﻛ ﻢﻬﻧﹶﺄِﺑ ﹰﺔﹶﻔِﺋﺎﹶﻃ
Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: "Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya)". Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu.(64) Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"(65) Tidak usah kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema`afkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang- orang yang selalu berbuat dosa.(66). (Qs. Al-Tawbah/9: 64-66)
Ayat-ayat di atas telah memaparkan niat buruk dan kebimbangan orang-orang munafik, sehingga tampak jelas kebohongan yang sengaja mereka rekayasa. Allah memerintahkan Nabi-Nya saw. untuk membantah mereka dengan hujjah dan bahkan Ayat-ayat di atas telah memaparkan niat buruk dan kebimbangan orang-orang munafik, sehingga tampak jelas kebohongan yang sengaja mereka rekayasa. Allah memerintahkan Nabi-Nya saw. untuk membantah mereka dengan hujjah dan bahkan
Al-Qur`an juga menceritakan kisah orang-orang munafik yang menghasut kaum muslim agar tidak ikut berjihad. Kisah ini dijelaskan dengan dialog yang terjadi antara orang-orang munafik dengan Rasulullah saw. sebagaimana tersebut dalam surat al-Tawbah/9 ayat 81-84 sebagai berikut:
���� ﹾﻥِﺈﹶﻓ ( ٨٢ ) ﹶﻥﻮﺒِﺴﹾﻜﻳ ﺍﻮﻧﺎﹶﻛ ﺎﻤِﺑ ًﺀﺍﺰﺟ ﺍﲑِﺜﹶﻛ ﺍﻮﹸﻜﺒﻴﹾﻟﻭ ﺎﹰﻠﻴِﻠﹶﻗ ﺍﻮ ﹸﻜﺤﻀﻴﹾﻠﹶﻓ ( ٨١ ) ﹶﻥﻮﻬﹶﻘﹾﻔﻳ ﺍﻭﺪﻋ ﻲِﻌﻣ ﺍﻮﹸﻠِﺗﺎﹶﻘﺗ ﻦﹶﻟﻭ ﺍﺪﺑﹶﺃ ﻲِﻌﻣ ﺍﻮﺟﺮﺨﺗ ﻦﹶﻟ ﹾﻞﹸﻘﹶﻓ ِﺝﻭﺮﺨﹾﻠِﻟ ﻙﻮﻧﹶﺫﹾﺄﺘﺳﺎﹶﻓ ﻢﻬﻨِﻣ ٍﺔﹶﻔِﺋﺎﹶﻃ ﻰﹶﻟِﺇ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﺕﺎـﻣ ﻢﻬﻨِﻣ ٍﺪﺣﹶﺃ ﻰﹶﻠﻋ ﱢﻞﺼﺗ ﺎﹶﻟﻭ ( ٨٣ ) ﲔِﻔِﻟﺎﺨﹾﻟﺍ �� ﺍﻭﺪﻌﹾﻗﺎﹶﻓ ٍﺓﺮﻣ ﹶﻝﻭﹶﺃ ِﺩﻮﻌﹸﻘﹾﻟﺎِﺑ ﻢﺘﻴِﺿﺭ ﻢﹸﻜﻧِﺇ : ٩ / ﺔـﺑﻮﺘﻟﺍ ) .( ٨٤ ) ﹶﻥﻮﹸﻘِﺳﺎﹶﻓ ﻢﻫﻭ ﺍﻮﺗﺎﻣﻭ ِﻪِﻟﻮﺳﺭﻭ ِﻪﱠﻠﻟﺎِﺑ ﺍﻭﺮﹶﻔﹶﻛ ﻢﻬﻧِﺇ ِﻩِﺮﺒﹶﻗ ﻰﹶﻠﻋ ﻢﹸﻘﺗ ﺎﹶﻟﻭ ﺍﺪﺑﹶﺃ ( ٨٤ - ٨١
Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas (nya)", jikalau mereka mengetahui.(81) Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.(82) Maka jika Allah mengembalikanmu kepada satu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk ke luar (pergi berperang), maka katakanlah: "Kamu tidak boleh ke luar bersamaku selama- lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu duduklah (tinggallah) bersama orang-orang yang tidak ikut berperang"(83) Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati
122 Lihat Ibid., h. 115-120 122 Lihat Ibid., h. 115-120
Dari ayat-ayat ini didapati dialog bijak dan bantahan efektif yang menghapus kegembiraan orang-orang munafik yang tidak ikut berjihad. Sekaligus menetapkan hukum yang tegas, melarang Rasulullah Muhammad saw menshalatkan, mendo'akan dan memintakan ampun bagi orang munafik.
Dialog lainnya juga dicontohkan dalam al-Qur`an berkenaan dengan orang- orang munafik menuduh Allah ingkar janji. Tuduhan ini telah disitir pada surat al- Ahzâb/33 ayat 12-17:
Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: "Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya".(12) Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata: "Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu". Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata: "Sesungguhnya rumah- rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)". Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari.(13) Kalau (Yatsrib) Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: "Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya".(12) Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata: "Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu". Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata: "Sesungguhnya rumah- rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)". Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari.(13) Kalau (Yatsrib)
Ayat ini mengingatkan orang-orang mukmin pada sikap buruk orang-orang munafik dalam peperangan Ahzâb yang terjadi pada tahun 5 H. Dimana pada kondisi yang menegangkan ketika kaum muslimin bekerja keras mempersiapkan diri untuk menghadapi musuh yang akan menyerang kota Madinah, tiba-tiba orang-orang munafik menyebarkan berita bohong bahwa janji kemenangan dari Allah hanyalah tipu daya, tidak sesuai dengan kenyataan. Bahkan lebih dari itu mereka menyuruh orang-orang yang berada di samping khandaq (parit) pulang ke rumah masing- masing, dengan dalih para musuh akan menyerang dan menghancurkan rumah
mereka. 123 Melalui dialog sebagaimana yang digambarkan pada ayat-ayat di atas
mengisahkan sikap pengecut dan perilaku buruk orang-orang munafik terhadap Allah Swt. dan Rasul-Nya Muhammad saw. Ayat tersebut juga mengisahkan permintaan izin dan ingkar janji mereka. Karena itu, melalui hujjah yang disampaikan dua kali, Rasulullah saw diperintahkan untuk memberitahu mereka bahwa lari dari kematian
123 Ibid ., h. 132 123 Ibid ., h. 132
ini menjadikan orang-orang munafik menjadi semakin lemah posisinya dalam pergerakan bersama orang-orang mukmin.
Dari dialog-dialog yang telah diuraikan di atas, dapat diambil beberapa pelajaran berhubungan dengan sikap orang-orang mukmin terhadap orang-orang
munafik dalam melakukan dialog. Jika diperhatikan ayat-ayat yang berisi dialog sebagaimana telah dibahas di atas, tidak ada satupun pernyataan yang dilontarkan oleh orang-orang munafik yang tidak mendapat tanggapan atau bantahan dengan hujjah . Bahkan ada kesan bantahan-bantahan dengan hujjah-hujjah yang disampaikan melebihi kuantitas pernyataan orang-orang munafik. Seperti telah dipaparkan di atas, pernyataan orang-orang munafik yang mereka lontarkan sebanyak satu kali, dibantah dengan jawaban dua kali bahkan lebih.
Berdasarkan itu, orang-orang mukmin dituntut untuk lebih agresif dalam menanggapi setiap pernyataan yang muncul dari orang-orang munafik bilamana pernyataan-pernyataan itu bertujuan melemahkan dan apalagi bila menyesatkan pemahaman Islam yang sebenarnya. Sikap ini harus dibangun dikalangan kaum mukmin. Upaya-upaya dialog perlu terus dilakukan untuk menghadapi setiap konspirasi yang dilakukan oleh kaum munafik. Namun perlu ditegaskan, bahwa dialog yang dilakukan itu harus dengan hujjah yang kuat sesuai prinsip al-Qur`an.
124 Ibid ., h. 137
Hujjah itu harus mampu melawan setiap kebatilan dan kekafiran serta menjelaskan kekeliruannya.
Al-Qur`an mengajarkan bahwa hujjah harus dihantam dengan hujjah, argumentasi dengan argumentasi. Banyak ayat telah mencontohkan manhaj ini. Banyak ayat yang telah menghina mimpi-mimpi kaum kafir dan munafik, menyerang keyakinan mereka, menjelaskan kekeliruannya serta membuktikan kebatilannya, baik
dari aspek asas maupun cabang-cabangnya. Al-Qur`an tidak hanya mengkritik secara global terhadap orang yang tidak beriman, dan tidak hanya menggunakan aspek- aspek umum, atau pemikiran yang menyeluruh saja, tetapi juga memberi perhatian pada bagian-bagiannya. Ayat-ayat al-Qur`an mengkritisi apa yang dikemukakan oleh tiap sekte/kelompok. Artinya al-Qur`an tidak hanya menyerang kekufuran, karena
semata-mata kufur, tetapi ia juga menyerang semua bentuk kekufuran. 125 Bentuk- bentuk kekufuran itu bisa saja berkaitan dengan aqidah maupun perilaku yang
muncul.sesuai dengan kandungan ayat-ayat al-Qur`an yang telah dibahas, dialog yang dilakukan dengan orang-orang munafik harus bertumpu pada logika akal dan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan, dan dapat membuktikan bahwa
pengikut Islam berada di atas kebenaran. 126 Oleh karenanya orang-orang mukmin harus lebih dahulu membekali dirinya dengan pemahaman yang syâmil
(lengkap/sempurna) tentang dîn al-Islâm (agama Islam) yang bersumber pada al-
125 Hâfizh Shâlih, Metode Dakwah Al-Qur`an, terj. Siti Rafida, (Bogor: Al-Azhar Press, 1423 H/2003 M), Cet. ke-1, h. 94
126 Sayyid Thanthâwî, Cara Berdebat…, h. 158
Qur`an dan al-Hadis. Disamping itu juga harus dapat memahami dan sekaligus mengamalkan etika berdialog dalam Islam sesuai manhaj Qur`ani.
Adapun etika yang mesti dipegang oleh seorang mukmin dalam melakukan dialog, diantaranya adalah: 127
a. Ucapan yang baik dan bertujuan untuk menolong, menampakkan kebenaran serta membantah kebatilan. 128
b. Berbicara dengan kebenaran dan bersandarkan kepada bukti serta dalil.
c. Dalam menjelaskan dan menjabarkan menghargai (sesuai dengan) akal lawan dialog. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis, ”Ucapan Nabi saw rinci,
dipahami oleh semua orang yang mendengarnya”. 130
d. Mengembalikan berbagai pendapat kepada al-Qur`an dan al-Sunnah, dengan keduanyalah segala sesuatu dipertimbangkan. 131
e. Konsisten dengan akhlak berdialog, tidak marah, tidak ngawur, tidak menggunjing dan tidak berburuk sangka. 132
f. Terjaganya keamanan hingga dialog berjalan dengan kondusif, tidak ada intimidasi dan ancaman. 133
g. Jauh dari pemaksaan dan tekanan serta membeli tanggungan. 134
127 Hamad Hasan Ruqaith, Problematika Kontemporer…, h. 129-133 128 Lihat Qs. Ibrâhîm/14: 24-26; al-Furqân/25: 72; al-Baqarah/2: 83 129 Lihat Qs. Al-Isrâ`/17: 36 130 HR. Abû Dâwud 131 Lihat Qs. Al-Hujurât/49: 1; al-Nisâ`/4: 59 132 Lihat Qs. Âli ‘Imrân/3: 159; al-Nahl/16: 125 133 Lihat Qs. Al-Taubah/9: 6 134 Lihat Qs. Al-Ghasyiyah/88: 22; al-Baqarah/2: 256 127 Hamad Hasan Ruqaith, Problematika Kontemporer…, h. 129-133 128 Lihat Qs. Ibrâhîm/14: 24-26; al-Furqân/25: 72; al-Baqarah/2: 83 129 Lihat Qs. Al-Isrâ`/17: 36 130 HR. Abû Dâwud 131 Lihat Qs. Al-Hujurât/49: 1; al-Nisâ`/4: 59 132 Lihat Qs. Âli ‘Imrân/3: 159; al-Nahl/16: 125 133 Lihat Qs. Al-Taubah/9: 6 134 Lihat Qs. Al-Ghasyiyah/88: 22; al-Baqarah/2: 256
”Barangsiapa yang membuat suatu perkara baru dalam agama kami yang tidak terdapat di dalamnya, maka hal itu merupakan suatu bantahan”. 135
i. Meninggalkan perdebatan yang hanya mengantarkan kepada permusuhan, karena sabda Rasulullah saw., ”Suatu kaum tidak akan tersesat setelah
mendapatkan petunjuk, kecuali (jika) mereka menyukai perdebatan”. 136
Apabila orang-orang mukmin memiliki komitmen dan secara konsisten berpegang pada adab-adab di atas, ditambah dengan hujjah-hujjah yang kuat sesuai logika akal dan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan, maka orang-orang mukmin akan dapat mengalahkan orang-orang munafik dengan menjatuhkan argumentasi yang mereka ajukan. Dengan strategi ini kemudian Islam dan umat Islam akan dapat tegak, sebaliknya orang-orang munafik akan terseret pada kehinaan, terbongkarnya kejahatan-kejahatan mereka dan gagalnya konspirasi yang mereka rancang. Pada gilirannya, melalui strategi Qur`ani ini diupayakan agar orang-orang munafik bertaubat dan kembali pada keimanan yang benar dalam Islam yang kâffah.
135 HR. Bukhârî 136 HR. Tirmidzî
Dengan demikian, melakukan jihad terhadap orang-orang munafik melalui hujjah yang kuat dalam melakukan dialog sebagaimana tuntutan al-Qur`an bagi orang-orang mukmin tidak hanya sekedar untuk mengalahkan argumentasi orang- orang munafik yang cenderung berusaha membuat pernyataan-pernyataan yang mengacaubalaukan pemikiran dan pemahaman Islam. Tetapi strategi ini juga sebagai tuntutan dakwah yang harus dijalankan oleh orang-orang mukmin untuk
menumbuhkembangkan Islam di tengah-tengah kehidupan. Pada sisi lain, manhaj Qur`ani ini tidak hanya ditujukan terhadap orang-orang munafik. Tetapi dialog juga dapat diterapkan terhadap sesama mukmin sebagai metode pendidikan dalam membina kepribadian generasi-generasi Islam.
2. Memerangi Mereka
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa melakukan jihad melawan orang-orang munafik tidak menutup kemungkinan melalui perang mengangkat senjata, menangkap mereka, menawannya, bahkan membunuhnya. Cara ini dilakukan tentunya tidak serta merta tanpa alasan, namun dengan memperhatikan sikap dan perlakuan mereka terhadap orang-orang mukmin.
Menurut al-Qur`an, cara seperti itu boleh dilakukan, bahkan diperintahkan sebagaimana terkandung pada ayat-ayat berikut:
ﺎﻨﹾﻠﻌﺟ ﻢﹸﻜِﺌﹶﻟﻭﹸﺃﻭ ﻢﻫﻮﻤ ﺘﹾﻔِﻘﹶﺛ ﹸﺚﻴﺣ ﻢﻫﻮﹸﻠﺘﹾﻗﺍﻭ ﻢﻫﻭﹸﺬﺨﹶﻓ ﻢﻬﻳِﺪﻳﹶﺃ ﺍﻮﱡﻔﹸﻜﻳﻭ ﻢﹶﻠﺴﻟﺍ ﻢﹸﻜﻴﹶﻟِﺇ ﺍﻮﹸﻘﹾﻠﻳﻭ ( ٩١ - ٨٩ : ٤ / ﺀﺂﺴﻨﻟﺍ ) .( ٩١ ) ﺎﻨﻴِﺒﻣ ﺎﻧﺎﹶﻄﹾﻠﺳ ﻢِﻬﻴﹶﻠﻋ ﻢﹸﻜﹶﻟ
Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong (mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong,(89) kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.(90) Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman daripada kamu dan aman (pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), merekapun terjun ke dalamnya. Karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dimana saja kamu menemui mereka, dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka. (91) (Qs. Al-Nisâ`/4: 89-91)
Setelah melarang orang-orang mukmin menjadikan orang-orang munafik sebagai teman dekat/kepercayaan –sebagaimana telah diuraikan di atas-, ayat 89 surat al-Nisa`/4 ini melanjutkan pengajarannya kepada orang-orang mukmin dalam Setelah melarang orang-orang mukmin menjadikan orang-orang munafik sebagai teman dekat/kepercayaan –sebagaimana telah diuraikan di atas-, ayat 89 surat al-Nisa`/4 ini melanjutkan pengajarannya kepada orang-orang mukmin dalam
Orang-orang munafik yang harus diperangi dengan menawan dan membunuh mereka adalah orang munafik yang perilaku kekufurannya sudah sangat hebat, mereka menunjukkan rasa permusuhan terhadap orang-orang mukmin secara terang- terangan, menampakkan kekufuran mereka dan berusaha kuat untuk menjadikan
orang-orang mukmin menjadi kufur seperti mereka, sehingga meninggalkan perintah Allah yang seharusnya dijalankan sebagai bukti keimanan. 137
Namun tidak serta merta orang-orang munafik itu harus diperangi dengan menawan dan membunuhnya. Ayat berikutnya menjelaskan batasan tentang boleh tidaknya memerangi orang-orang munafik dengan menetapkan dua syarat bagi mereka yang tidak boleh diperangi, ditawan dan dibunuh. Yaitu pertama, mereka membiarkan orang-orang mukmin dan tidak memeranginya. Kedua, mereka
menawarkan perdamaian kepada orang-orang mukmin. 138 Mereka tunduk dan patuh kepada ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat muslim, dan mereka tidak
menjadi penggerak kekacauan dan penyebab kesusahan. 139 Persyaratan-persyaratan di atas menjunjung tinggi nilai keadilan, dan tidak
diperbolehkan melakukan tindakan yang merugikan mereka, selama mereka
137 Lihat Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur`ân…, Juz II, h. 225; al-Qurthubî, Al-Jâmi ’ Li Ahkâm …, Juz V, h. 270
138 Ibid . 139 Muhammad al-Madani, Masyarakat Ideal dalam Perspektif Surah An-Nisa`, terj.
Kamaluddin Sa’adiyatulharamain, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), Cet. kle-1, h. 210 Kamaluddin Sa’adiyatulharamain, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), Cet. kle-1, h. 210
Demikian itulah manhaj Qur`ani mendidik orang-orang mukmin untuk
bersikap adil terhadap siapapun, termasuk kalangan nonmukmin sekalipun. Menzalimi mereka yang tidak bersalah, berarti telah menzalimi diri sendiri yang berarti telah berbuat dosa dan kejahatan yang dimurkai oleh Allah Swt.
Pada ayat selanjutnya dijelaskan pula kelompok munafik yang karakternya kelihatannya sama dengan kelompok yang dikecualikan tidak boleh diperangi sebagaimana tersebut pada ayat sebelumnya. Lahiriahnya mereka kelihatan sama, tetapi sesungguhnya ada perbedaan di antara mereka.
Berkenaan dengan itu Ibn Katsîr mengomentari ayat tersebut dengan mengatakan bahwa secara lahiriah mereka seperti orang-orang yang dikecualikan sebelumnya. Akan tetapi niat mereka berbeda dengan niat orang-orang munafik yang dikecualikan sebelumnya itu. Karena mereka itu termasuk orang-orang munafik, sehingga tidak segan-segan mereka menampakkan keislaman di hadapan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Hal itu mereka lakukan supaya jiwa, harta, dan keturunan mereka terjamin keamanannya. Padahal secara diam-diam mereka juga menjalin hubungan dengan orang-orang kafir, dimana mereka mengerjakan ibadah seperti
140 Ibid .
yang dikerjakan oleh orang-orang kafir (supaya mereka mendapat jaminan keamanan darinya). Bahkan di dalam batinnya, mereka itu sebenarnya lebih berpihak kepada orang-orang kafir. Hal ini dipertegas dalam ayat yang menyatakan, setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), mereka pun terjun ke dalamnya, yakni mereka
terlihat bersungguh-sungguh melakukannya. 141 Jadi dalam ayat tersebut diceritakan ada sekelompok orang munafik yang
pekerjaannya mencari keselamatan sendiri. Apalagi dalam situasi genting. Seperti terjadi di zaman Nabi saw, bahkan juga terjadi di zaman sekarang. Ada orang-orang yang bersikap begitu; hari ini bicaranya begini, besok begitu. Atau pagi ia bicara begini, sorenya lain lagi. Tergantung pada situasi dan kondisi. Sebab yang diutamakan adalah keselamatan pribadinya, bukan keselamatan/kepentingan bersama atau apalagi orang lain bahkan umat, tetapi prinsip dia yang penting bagaimana agar
ia selamat. 142 Untuk ini, bagi dia tidak masalah mau berganti-ganti akidah atau gonta- ganti keyakinan, atau tenggelam dalam hal-hal yang dilarang agama. 143
Perbedaan antara kelompok ini dengan kelompok sebelumnya adalah bahwa kelompok yang sebelumnya selalu menunjukkan sikap netralnya secara konsisten. Mereka tidak melakukan suatu tindakan yang merugikan, baik bagi orang-orang mukmin maupun bagi orang-orang kafir. Sedangkan kelompok yang terakhir menunjukkan sikap netralnya secara kondisional, baik di hadapan orang-orang
141 Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur`ân…, Juz II, h. 225-226 142 Didin Hafidhuddin, Tafsir Al-Hijri; Kajian Tafsir Al-Qur`an Surat An-Nisa`, (Jakarta:
Yayasan Kalimah Thayyibah, 1421 H/2000 M), Cet. ke-1, h. 94 143 Ibid .
mukmin maupun di hadapan musuh-musuh orang-orang mukmin. Mereka tidak pernah menunjukkan sikap netralnya secara konsisten sebagaimana ditunjukkan oleh
kelompok sebelumnya. 144 Hukum yang berlaku atas kelompok munafik terakhir ini adalah bersifat
kondisional pula. Yaitu jika mereka menghalangi dan mengganggu orang-orang mukmin dalam menjalankan agama dan tidak bersedia berdamai, maka orang-orang
mukmin harus menghadapi mereka dengan cara memeranginya, menawan dan membunuh mereka di mana saja mereka ditemukan. Akan tetapi jika mereka membiarkan dan tidak mengganggu orang-orang mukmin dalam menjalankan agama dan bersedia hidup berdampingan dengan penuh kedamaian, maka tidak ada alasan bagi orang-orang mukmin untuk memerangi mereka.
Jadi jelaslah, bahwa strategi al-Qur`an dalam melakukan jihad menghadapi orang-orang munafik sampai pada memerangi mereka adalah ketika mereka telah melakukan tindakan yang sangat membahayakan dan tidak ada cara lain, kecuali menghabisi jiwa mereka dengan membunuhnya.
Peluang untuk menerapkan cara atau strategi ini bahkan dapat berlaku selama mereka tidak berhenti menghalangi dan mengganggu orang-orang mukmin. Setelah sebelumnya, cara-cara lain –sebagaimana telah dijelaskan- dilakukan dalam menghadapi mereka.
Firman Allah Swt.:
144 Muhammad al-Madani, Masyarakat Ideal…, h. 212
( ٦٢ - ٦٠ : ٣٣ / ﺏﺍﺰﺣﻷﺍ ) .( ٦٢ ) ﺎﹰﻠﻳِﺪﺒﺗ ِﻪﱠﻠﻟﺍ ِﺔﻨﺴِﻟ ﺪِﺠﺗ ﻦﹶﻟﻭ ﹸﻞﺒﹶﻗ ﻦِﻣ ﺍﻮﹶﻠﺧ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ
Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar,(60) dalam keadaan terla`nat. Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya.(61) Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah.(62) (Qs. Al-Ahzâb/33: 60-62)
Ayat-ayat ini menegaskan ancaman Allah yang sangat kuat dan keras terhadap orang-orang munafik, orang-orang yang hatinya berpenyakit, orang-orang yang menjadi tukang fitnah dan orang-orang yang suka menyebarkan isu-isu yang menggoncangkan barisan kaum muslim. Yaitu, apabila mereka tidak menghentikan dan jera melakukan perbuatan mereka itu dan tidak berhenti mengganggu orang- orang mukmin serta seluruh komponen masyarakat Islam, maka Allah pasti akan memenangkan Nabi-Nya atas mereka sebagaimana Dia telah memenangkan dan memberikan kekuasaan kepadanya atas orang-orang Yahudi. Dan dalam hal ini pun Allah akan memberikan izin-Nya untuk mengusir orang-orang itu dan menghalalkan darah mereka sehingga mereka boleh ditangkap dan dibunuh di manapun mereka ditemukan. Inilah sunnah Allah yang diberlakukan terhadap orang-orang munafik, jika mereka bersikukuh dalam kemunafikan dan kekafiran mereka, yaitu mereka akan Ayat-ayat ini menegaskan ancaman Allah yang sangat kuat dan keras terhadap orang-orang munafik, orang-orang yang hatinya berpenyakit, orang-orang yang menjadi tukang fitnah dan orang-orang yang suka menyebarkan isu-isu yang menggoncangkan barisan kaum muslim. Yaitu, apabila mereka tidak menghentikan dan jera melakukan perbuatan mereka itu dan tidak berhenti mengganggu orang- orang mukmin serta seluruh komponen masyarakat Islam, maka Allah pasti akan memenangkan Nabi-Nya atas mereka sebagaimana Dia telah memenangkan dan memberikan kekuasaan kepadanya atas orang-orang Yahudi. Dan dalam hal ini pun Allah akan memberikan izin-Nya untuk mengusir orang-orang itu dan menghalalkan darah mereka sehingga mereka boleh ditangkap dan dibunuh di manapun mereka ditemukan. Inilah sunnah Allah yang diberlakukan terhadap orang-orang munafik, jika mereka bersikukuh dalam kemunafikan dan kekafiran mereka, yaitu mereka akan
Begitu pun, sepanjang sejarah kenabian –sebagaimana telah dijelaskan-, Rasulullah Muhammad saw tidak pernah membunuh orang-orang munafik. Namun berdasarkan hal ini, bukan berarti ketentuan itu tidak berlaku. Karena bisa saja pada zaman Rasul saw tingkat kejahatan dan perilaku orang-orang munafik belum sampai
pada taraf sebagaimana tersebut karakternya dalam ayat-ayat di atas. Dapat dikatakan bahwa memerangi orang-orang munafik merupakan puncak akhir cara atau strategi yang diajarkan al-Qur`an untuk diterapkan oleh orang-orang mukmin. Ini adalah cara terakhir yang harus dijalankan apabila perilaku orang-orang munafik sudah sampai pada batas kekufuran dan penentangan yang hebat. Karena dengan demikian, mereka sesungguhnya sama saja dengan orang-orang kafir yang harus diperangi dengan kekuatan apa saja yang dimiliki orang-orang mukmin untuk mengalahkannya.