STRATEGI MENGHADAPI ORANG MUNAFIK MENURUT AL-QUR`AN
MENURUT AL-QUR`AN
(Kajian Tafsir Tematik)
TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Agama (MA)
Dalam Konsentrasi Tafsir Hadits
Oleh:
IRWAN S
NIM: 03.2.00.1.05.01.0014
PROGRAM PASCASARJANA (S2) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1427 H/2006 M
STRATEGI MENGHADAPI ORANG MUNAFIK
MENURUT AL-QUR`AN
(Kajian Tafsir Tematik)
TESIS
Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Dalam Konsentrasi Tafsir Hadits
Oleh:
IRWAN S
NIM: 03.2.00.1.05.01.0014
Pembimbing
Prof. Dr. H. AHMAD THIB RAYA, MA Dr. H. ABDUL CHAIR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1427 H/2006 M
U ntuk :
I striku tercinta (Neny Liswani, S.Ag)
A nak-anakku tersayang (Abid, Asa & Adib) Jangan pernah kompromi dengan kemunaf ikan!
I ngat kan selalu suamimu dan ayah kalian agar t erhindar dari kemunaf ikan.
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis dengan judul “Strategi Menghadapi Orang Munafik Menurut Al-Qur`an (Kajian Tafsir Tematik) ” yang ditulis oleh saudara Irwan S dengan No. Induk 03.2.00.1.05.01.0014 konsentrasi Tafsir Hadits, telah direvisi dan disetujui sesuai dengan ketentuan dalam ujian sidang Munaqasyah pada tanggal 12 Juli 2006.
TIM PENGUJI Tertanda,
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA Dr. H. Abdul Chair
Tgl ……………………… Tgl …………………..
Penguji Penguji
Prof. Dr. Badri Yatim, MA Dr. Yusuf Rahman, MA
Tgl …………………….. Tgl ………………….
Ketua Sidang
Dr. Fuad Jabali, MA
Tgl ………………...
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt. yang dengan Hidayah dan pertolongan-Nya penulis bersyukur dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Strategi Menghadapi Orang Munafik Menurut Al-Qur`an (Kajian Tafsir Tematik) ini. Shalawat dan salam senantiasa penulis ucapkan pula atas Nabi Muhammad saw. beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya.
Tesis ini membahas tentang eksistensi orang munafik dalam al-Qur`an, mengungkap sifat-sifat mereka, membongkar keburukan dan bahaya yang ditimbulkannya serta memaparkan cara-cara untuk menghadapi mereka sesuai petunjuk al-Qur`an.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Direktur dan para Dosen beserta seluruh civitas akademika Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa dan memberikan fasilitas serta pelayanan dalam menempuh studi S2 pada kosentrasi Tafsir Hadits. Khususnya kepada Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA dan Bapak Dr. H. Abdul Chair yang telah mengoreksi dan memberikan pengarahan selaku pembimbing dalam penulisan tesis ini. Begitu juga kepada Bapak Prof. Dr. H. M. Quraish Shihab, MA yang telah mengizinkan penulis menggunakan perpustakaannya di Pusat Studi Al-Qur`an yang beliau pimpin.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Rektor IAIN Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah–tempat penulis bertugas- yang telah memberikan rekomendasi izin belajar dan motivasi bagi penulis dalam melanjutkan studi ini. Juga kepada teman-teman para Dosen dan seluruh civitas akademika IAIN Sumatera Utara di Medan, khususnya Fakultas Tarbiyah.
Studi dan tesis ini terasa tak mungkin dapat diselesaikan tanpa dorongan,
perhatian dan kasih sayang dari orang-orang terdekat penulis. Teristimewa isteri tercinta penulis, Neny Liswani, S.Ag yang disaat dalam kesusahan sedang mengandung anak ketiga kami, masih menyanggupkan diri untuk menggerakkan jari- jemari tangannya menekan keybord di depan komputer membantu dalam pengetikan dan pengeditan naskah tesis ini. Terima kasih dan penghargaan khusus dan istimewa penulis sampaikan kepadanya, juga kepada ketiga permata hati kami (Abid Dhiyauddin Alfani Irsyah, Taqiyah Anasa Irsyah dan sikecil Adib Bahauddin Faiz Irsyah yang lahir menjelang tesis ini selesai ditulis). Mereka semua ini telah mengorbankan kemapanan hidup dan senantiasa menahan kerinduan akan keluarga dan tempat kelahiran yang harus ditinggalkan demi menemani suami dan ayahnya yang sedang berjuang menuntut ilmu. Terutama ananda kami, Abid dan Asa, yang telah mengorbankan masa kecilnya untuk tidak bersama orang-orang yang sangat menyayangi mereka di tempat kelahirannya.
Secara khusus dan tidak akan penulis lupakan adalah kedua orang tua penulis, emak dan bapak (Karmi dan Sandiman [Allâhu yarham]). Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan atas emak, dan mengampuni keduanya serta menerima amal Secara khusus dan tidak akan penulis lupakan adalah kedua orang tua penulis, emak dan bapak (Karmi dan Sandiman [Allâhu yarham]). Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan atas emak, dan mengampuni keduanya serta menerima amal
inilah, karya ini didedikasikan. Seluruh keluarga, sahabat dan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik yang berada di kota Medan maupun di kota Jakarta serta tempat-tempat lainnya, telah turut berjasa atas terlaksananya studi ini. Kepada mereka semua penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan atas segala bantuan baik materil maupun moril.
Akhirnya kepada Allah Swt. sajalah penulis serahkan segala urusan. Semoga Dia membalasi dengan balasan yang berlipat ganda. Mudah-mudahan tesis ini dapat memberikan manfaat dan menjadi sumbangan penulis bagi khazanah pengetahuan, khususnya dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur`an.
Jakarta, 01 Jum.Tsani 1427 H
27 Juni 2006 M
Penulis,
Irwan S
PEDOMAN TRANSLITERASI
أ ( ء ) ` (apostrop)
th
zh
‘ (petik satu)
ah; at (waqaf; mudlaf)
dh لا
al- ( ta ’ rif, kata sambung )
Vokal Pendek
Vokal Pangjang (Mad)
Diftong
Arab Latin
Arab Latin ــ = a َــ ـ
Arab
Latin
ا …. = â (a panjang)
= aw
= uw ـــُـــ = u
ـ = i ِـ ْي …=
î (i panjang)
û (u panjang)
ay
Untuk syaddah atau tasydid ( ـّــ ) transliterasinya = double huruf latin.
Contoh: ﺎﻨﺑﺭ ( rabbanâ), ﹶﻝﺰﻧ (nazzala), ﺮ ﹶﺍﹾﻟِﺒ (al-birru), ﺞ ﺤ ﹶﺍﹾﻟ (al-hajju).
SINGKATAN-SINGKATAN
Singkatan Kepanjangan
Swt.
ﻰﹶﻟﺎﻌﺗﻭ ﻪﻧﺎﺤﺒﺳ
saw.
ﻢﱠﻠﺳﻭ ِﻪﻴﹶﻠﻋ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻰﱠﻠﺻ
ra.
ﻪ ﻋﻨ ُ ﷲﺍ ﻲ ِﺿ ﺭ ( untuk laki-laki ) ﺎ ﻨﻬ ُ ﻋ ﷲﺍ ﻲ ِﺿ ﺭ
( untuk perempuan )
Qs. al-Qur`an surat Ibid
Ibidem
terj. terjemahan Ttp
Tanpa tempat penerbit tt
tanpa tahun
H Hijriyah
h. halaman
No.
Nomor
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur`an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah Swt. sebagai pedoman bagi manusia dalam menjalankan aktivitas kehidupannya. Aktivitas tersebut dapat berupa interaksi antara manusia dengan Allah Swt., antara manusia dengan manusia lainnya, atau lebih luas lagi antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya. Dalam rangka itu, melalui tuntunan yang terkandung di dalamnya, al-
1 Qur`an berfungsi sebagai petunjuk (hudâ) 2 , sumber informasi (bayân) dan pembeda (furqân) 3 antara yang benar (haq) dan yang salah (bâthil) bagi manusia.
Sebagai pemberi petunjuk (hudâ), al-Qur`an bertujuan memberi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara pribadi maupun kelompok, dan karena itu ditemukan petunjuk-petunjuk bagi manusia dalam kedua bentuk tersebut. Rasulullah saw. yang dalam hal ini bertindak sebagai penerima al-Qur`an, bertugas untuk
menyampaikan petunjuk-petunjuk tersebut, menyucikan dan mengajarkan manusia. 4 Menyucikan dapat diidentikkan dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak lain
kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika serta fisika, dan tujuan yang ingin dicapai dari hal tersebut adalah
1 Lihat Qs. Al-Baqarah/2: 2, 97, 185; Âli ‘Imrân/3: 138; al-Mâ`idah/5: 46 2 Lihat Qs. Âli ‘Imrân/3: 138 3 Lihat Qs. Al-Baqarah/2: 185; Âli ‘Imrân/3: 4; al-Furqân/25: 1 4 Qs. Al-Jumu’ah/67: 2 1 Lihat Qs. Al-Baqarah/2: 2, 97, 185; Âli ‘Imrân/3: 138; al-Mâ`idah/5: 46 2 Lihat Qs. Âli ‘Imrân/3: 138 3 Lihat Qs. Al-Baqarah/2: 185; Âli ‘Imrân/3: 4; al-Furqân/25: 1 4 Qs. Al-Jumu’ah/67: 2
Sebagai sumber informasi (bayân), al-Qur`an mengajarkan banyak hal kepada manusia; dari persoalan keyakinan, moral, prinsip-prinsip ibadah dan mu’amalah sampai kepada asas-asas ilmu pengetahuan. Mengenai ilmu pengetahuan, al-Qur`an memberikan wawasan dan motivasi kepada manusia untuk memperhatikan dan
meneliti alam sebagai manifestasi kekuasaan Allah. Hasil pengkajian dan penelitian fenomena alam kemudian melahirkan ilmu pengetahuan. Berdasarkan pemahaman ini, al-Qur`an berperan sebagai motivator dan inspirator bagi para pembaca, pengkaji
dan pengamalnya. 6 Melalui petunjuk (hudâ) dan informasi itu pulalah al-Qur`an mempertegas
perbedaan antara yang benar (haq) dan yang salah (bâthil). Menjelaskan tentang hakekat kebenaran yang akan berakibat pada kebaikan yang akan diperoleh oleh siapa saja yang berjalan pada kebenaran itu. Demikian juga sebaliknya, ia menjelaskan tentang hakekat kebathilan yang akan berakibat pada keburukan dan kesengsaraan yang akan diperoleh oleh siapa saja yang berjalan pada kebathilan itu. Dengan demikian itulah al-Qur`an mengintroduksikan dirinya sebagai pembeda (furqân)
5 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat , (Bandung: Mizan, 1995), Cet. ke-9, h. 172
6 Said Agil Husin Al-Munawar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur`ani dalam Sistem Pendidikan Islam , (Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 4 6 Said Agil Husin Al-Munawar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur`ani dalam Sistem Pendidikan Islam , (Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 4
Dengan kedudukan dan fungsi sebagaimana disebutkan di atas, al-Qur`an mempunyai misi –sebagaimana misi risalah Rasulullah Muhammad saw.- mewujudkan kehidupan dunia yang harmonis dan seimbang dalam keridhoan Allah Swt. Termasuk di dalamnya memelihara kehidupan manusia dan alam sekitarnya dari
kerusakan dan kehancuran dengan terwujudnya interaksi yang sehat di antara sesama manusia dalam menjalani kehidupannya.
Menelusuri realita interaksi kehidupan manusia dengan Penciptanya dan dengan makhluk sesamanya akan selalu dihadapkan dengan berbagai karakter yang di satu sisi telah menjadi identitas khas dalam mengenal pribadi seseorang. Namun di sisi lain akan semakin mengaburkan pengenalan (ta’aruf) terhadap sosok pribadi tersebut.
Hal itu dimungkinkan oleh karena memang dinamika kehidupan manusia ditinjau dari sifat-sifat yang dimilikinya terus akan mengalami perkembangan sesuai dengan fenomena dan eksistensi subyek-subyek lain di dalam diri maupun di lingkungan sekitarnya yang turut mempengaruhi pembentukan karakternya dari
7 Lihat Qs. al-Baqarah/2: 185. Banyak ayat-ayat al-Qur`an yang menegaskan tentang ini. Terkadang al-Qur`an juga mengintroduksikan dirinya sebagai pemberi petunjuk dan sebagai kabar
gembira bagi orang-orang mukmin (lihat misalnya pada Qs. al-Naml/27: 2), sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan (lihat misalnya pada Qs. Luqmân/31: 3), atau sebagai petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin (lihat misalnya pada Qs. Fushshilat/41: 44). Semua itu menunjukkan bahwa al-Qur`an mempunyai misi untuk terciptanya kebaikan bagi kehidupan manusia, khususnya bagi orang-orang yang beriman dan beramal Qur`ani sebagaimana tuntutan dan tuntunan yang terkandung di dalam al-Qur`an itu sendiri.
potensi dasar yang telah dimilikinya sejak lahir. Sampai kemudian ada yang terakumulasi menjadi karakter khas atau kebiasaan yang selalu muncul setiap kali ia melakukan interaksi antar sesamanya.
Karakter diri seseorang dalam hal ini secara lahiriah dapat diketahui –salah satunya yang paling umum- dari sifat bicaranya. Yaitu dengan memperhatikan kesesuaian antara apa yang diucapkannya dangan apa yang dilakukannya. Atau lebih
mendalam lagi, apakah ada kesesuaian antara apa yang diucapkannya dengan apa yang ia yakini dalam hatinya. Kemudian dengan memperhatikan konsistensi dari sifat bicaranya tersebut bila dihadapkan pada situasi atau orang yang berbeda dengan pertama kali waktu ia mengucapkannya.
Dalam realita sehari-hari sering dijumpai ada orang yang begitu mudah mengucapkan perkataan yang ia sendiri dalam hati mengingkarinya. Di tempat lain ia berkata setuju, tetapi di tempat lain pula ia berkata tidak begitu. Atau pada satu waktu ia berjanji, namun pada waktu yang lain ia mengingkarinya. Dan biasanya hal itu dilakukannya untuk suatu kepentingan yang hendak dicapai. Karakter seperti tersebut kerapkali dapat disaksikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahkan kemudian ada yang saling tuding satu dengan lainnya dengan
8 Dalam al-Qur`an potensi dasar manusia itu disebut dengan fithrah yang disebutkan pada surat al-Rûm/30 ayat 30. Dalam hal ini penafsiran kata fithrah pada ayat tersebut diterjemahkan dan
didefinisikan oleh banyak pakar dengan makna yang bermacam-macam. Diantara arti-arti yang dimaksud adalah : thuhr (suci), Islâm (agama Islam), tauhîd (mengakui keesaan Allah), ikhlâsh (murni), al-Gharîzah (insting), kecenderungan manusia untuk menerima dan berbuat kebenaran, potensi dasar untuk mengabdi kepada Allah dan fithrah juga berarti ketetapan atas manusia baik kebahagiaan maupun kesengsaraan, dan sebagainya. (Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam , (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 7) didefinisikan oleh banyak pakar dengan makna yang bermacam-macam. Diantara arti-arti yang dimaksud adalah : thuhr (suci), Islâm (agama Islam), tauhîd (mengakui keesaan Allah), ikhlâsh (murni), al-Gharîzah (insting), kecenderungan manusia untuk menerima dan berbuat kebenaran, potensi dasar untuk mengabdi kepada Allah dan fithrah juga berarti ketetapan atas manusia baik kebahagiaan maupun kesengsaraan, dan sebagainya. (Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam , (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 7)
Keadaan tersebut tentunya sangat tidak menguntungkan bagi kelangsungan hidup suatu masyarakat atau negara. Apalagi jika sosok-sosok pribadi seperti itu memiliki kedudukan dan pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat
atau suatu negara, tentunya hal itu akan lebih berbahaya lagi dan perlu untuk disikapi dengan cara-cara yang benar. Sehingga dengan demikian akibat dari kemunafikan itu dapat dihindari dan diantisipasi sebelumnya. Bahkan yang lebih penting kemudian adalah mengupayakan agar karakter-karakter tersebut tidak muncul dan berkembang subur di masyarakat.
Dalam kehidupan demokrasi di suatu negara, seperti contohnya di Indonesia. Karakter-karakter demikian biasanya selalu muncul, apalagi disaat-saat menjelang akan diadakannya pemilihan umum, baik untuk memilih wakil rakyat atau untuk memilih pemimpin negara. Masa-masa seperti itu akan sangat mudah untuk mendengar perkataan berupa janji-janji atau komitmen yang akan ditegakkan bila seseorang terpilih menjadi anggota legislatif atau Presiden dan Wakil Presiden di masa datang. Namun kemudian, jangankan ketika ia terpilih , bahkan di saat pada masa kampanyepun tidak sedikit di antara mereka yang tidak dapat dipercaya lagi
9 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata munafik diartikan: berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya kepada agama dan sebagainya tetapi sebenarnya dalam hati tidak; atau suka
(selalu) menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya; atau bermuka dua. (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Ed. 2, Cet. ke-4, h. 599) (selalu) menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya; atau bermuka dua. (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Ed. 2, Cet. ke-4, h. 599)
Satu hal yang sangat memprihatinkan adalah bahwa di antara mereka itu – sebagian besar- adalah orang yang mengaku beriman (baca: beragama Islam) yang memiliki kitab suci al-Qur`an sebagai kitab petunjuk yang senantiasa mengajak manusia untuk berlaku jujur dalam berbuat kebajikan demi terciptanya kehidupan harmonis yang adil, aman, tenang dan tentram, bahagia di dunia dan di akhirat.
Menghadapi kenyataan di atas, saatnyalah al-Qur`an melalui ayat-ayatnya senantiasa dikaji ulang, untuk kemudian dibuktikan dengan amal nyata sesuai dengan fungsinya dalam menyikapi dinamika kehidupan masyarakat yang terdiri dari banyak individu dengan karakteristik yang beragam. Khususnya dalam menghadapi orang- orang munafik dengan berbagai usaha mereka untuk menciptakan kerusakan di muka bumi ini. Hal ini, di samping sebagai tugas dakwah seorang mukmin, juga sebagai usaha untuk mengantisipasi dan menghadapi bahaya-bahaya yang akan ditimbulkannya bagi kelangsungan hidup manusia.
Al-Qur`an menggambarkan sosok orang munafik sebagai orang yang memiliki kepribadian terpecah, bermuka dua, tidak adanya kesesuaian antara yang diperlihatkannya dengan apa yang sebenarnya di dalam batinnya. Karakter yang Al-Qur`an menggambarkan sosok orang munafik sebagai orang yang memiliki kepribadian terpecah, bermuka dua, tidak adanya kesesuaian antara yang diperlihatkannya dengan apa yang sebenarnya di dalam batinnya. Karakter yang
sakit. Intinya, orang munafik adalah orang yang keadaan lahiriahnya berlawanan dengan batiniahnya baik dari aspek perkataan maupun perbuatannya.
Keberadaan orang munafik sangat membahayakan bagi kehidupan. Mereka senantiasa terus ada pada setiap tempat dan zaman sepanjang kehidupan umat manusia. Bahaya yang ditimbulkan olehnya meliputi seluruh aspek kehidupan, baik secara individu maupun masyarakat, menyangkut persoalan keagamaan (iman dan peribadatan) maupun persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemunafikan merupakan virus yang dapat menyebar dan merusak sendi-sendi kehidupan itu.
Berhubungan dengan itulah, kalau diteliti dan didalami dengan seksama, bahwa ayat-ayat al-Qur`an, baik secara jelas dan tegas, maupun melalui isyarat- isyarat yang dikandungnya akan dijumpai petunjuk maupun penjelasan yang berkenaan dengan cara atau upaya yang harus dilakukan oleh orang-orang mukmin dalam menghadapi orang munafik tersebut. Cara-cara atau strategi yang diajarkan al- Qur`an tidak hanya terfokus pada satu cara saja. Ini dapat dilihat dari adanya beberapa ayat al-Qur`an yang membicarakan tentang masalah ini dengan berbagai cara yang diajarkannya. Berbagai ragam strategi itu tentu memiliki nilai pendidikan Berhubungan dengan itulah, kalau diteliti dan didalami dengan seksama, bahwa ayat-ayat al-Qur`an, baik secara jelas dan tegas, maupun melalui isyarat- isyarat yang dikandungnya akan dijumpai petunjuk maupun penjelasan yang berkenaan dengan cara atau upaya yang harus dilakukan oleh orang-orang mukmin dalam menghadapi orang munafik tersebut. Cara-cara atau strategi yang diajarkan al- Qur`an tidak hanya terfokus pada satu cara saja. Ini dapat dilihat dari adanya beberapa ayat al-Qur`an yang membicarakan tentang masalah ini dengan berbagai cara yang diajarkannya. Berbagai ragam strategi itu tentu memiliki nilai pendidikan
Hal ini sekaligus menegaskan betapa pentingnya upaya atau aktivitas manusia dalam membina diri dan kehidupannya untuk mencapai kebahagiaan yang diidamkan, yang mana kebahagiaan yang hendak diraih itu tidak hanya semata kebahagiaan yang diperoleh oleh hanya terpenuhinya kebutuhan materi saja, tetapi juga terpenuhinya
kebutuhan moril sprituilnya. Adapun salah satu sarana untuk mewujudkan hal tersebut adalah melalui
aktivitas pendidikan 10 yang oleh al-Qur`an juga mendapatkan perhatian yang tidak sedikit. Bahkan dapat dikatakan bahwa seluruh ayat al-Qur`an, bila ditinjau dari
berbagai aspeknya mengandung unsur-unsur pendidikan. Termasuk di dalamnya menjelaskan betapa pentingnya pendidikan bagi kelangsungan kehidupan di bumi ciptaan Allah ini. 11
Bila diteliti lebih lanjut berdasarkan ayat-ayat al-Qur`an sebagaimana dijelaskan di atas dapatlah dikatakan bahwa tujuan pendidikan al-Qur`an adalah
10 Menurut Muhammad ‘Athiyah al-Abrâsyî, pendidikan ialah “ suatu proses mempersiapkan seseorang (anak didik) agar ia dapat hidup dengan sempurna, bahagia, cinta kepada tanah airnya,
kuat jasmaninya, sempurna akhlaknya, sistematik pemikirannya, halus perasaannya, cakap dalam karyanya, bekerjasama dengan orang lain, indah ungkapannya dalam tulisan dan lisannya, dan tangannya melakukan pekerjaannya dengan terampil ” . (Muhammad ‘Athiyah al-Abrâsyî, Rûh al- Tarbiyyah wa al-Ta ’ lîm , (Kairo: ‘Isâ al-Bâbi al-Halabî, tt), h. 5-6)
11 Tentang urgensi pendidikan dalam perspektif al-Qur`an dapat difahami dari ayat-ayat al- Qur`an yang berbicara tentang kedudukan ilmu pengetahuan, kedudukan akal, dan pentingnya
pembinaan generasi muda. Setidaknya melalui pembahasan (penafsiran) ayat-ayat al-Qur`an tentang tiga segi tersebut akan dapat menjelaskan urgensi pendidikan dimaksud. Lihat Qs. al-Mujâdalah/59: 11; al-Zumar/39: 9; Thâhâ/20: 114; al-Nahl/16: 43 dan 78; al-Tawbah/9: 122; al-‘Alaq/96: 1-5; Âli ‘Imrân/3: 79, 190, 191; al-A’râf/7: 179; al-Isrâ`/17: 36; al-Nisâ`/4: 9; al-Tahrîm/66: 6
“membina manusia menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah”. 12
Dalam pada itu, salah satu prinsip ajaran al-Qur`an di antaranya adalah penjelasan dan petunjuk secara universal (menyeluruh), namun bersifat global (umum) baik dalam masalah ibadah maupun dalam masalah kemasyarakatan atau masalah-masalah tertentu. Dan untuk pembahasan masalah-masalah tersebut terdapat
dalam berbagai ayat dan surat, yang kebanyakan dalam membahas satu topik permasalahan misalnya, tidak selalu terdapat pada satu kelompok surat atau satu kelompok bagian dari ayat-ayat al-Qur`an yang tersusun secara sistematis dan bersambung urutannya dalam Mushhaf (al-Qur`an).
Untuk itulah diperlukan pembahasan yang dapat mengantarkan satu tema pokok permasalahan atau kajian dalam satu kerangka yang sistematis, integral dan fungsional, sehingga dapat memberikan pemahaman yang komprehensif dan memiliki efek dalam mengambil sikap berikutnya dalam menjalani aktivitas kehidupan sesuai dengan tuntutan al-Qur`an.
Dalam rangka itulah penelitian ini diarahkan pada upaya mengeksplorasi ayat- ayat al-Qur`an yang berhubungan dengan eksistensi orang munafik, khususnya tentang strategi menghadapi orang munafik melalui pendekatan tafsir tematik (mawdhû’i). Sehingga dari uraian-uraian pembahasan ayat-ayat al-Qur`an yang memiliki hubungan langsung maupun tidak langsung dengan tema yang dibahas berikut akan diperoleh kesimpulan bagaimana sesungguhnya perspektif al-Qur`an
12 Muhammad Quthb, Manhaj al-Tarbiyyah al-Islâmiyyah, (Kairo: Dâr al-Syurûq, tt), h. 15-16 12 Muhammad Quthb, Manhaj al-Tarbiyyah al-Islâmiyyah, (Kairo: Dâr al-Syurûq, tt), h. 15-16
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan pada pokok-pokok pemikiran yang menjadi latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang dibahas pada penelitian ini dibatasi pada
penelitian ayat-ayat al-Qur`an yang membicarakan tentang orang munafik, yang puncak kajiannya membahas ayat-ayat al-Qur`an yang membicarakan tentang strategi menghadapi orang munafik. Oleh karena itu, masalah pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah, bagaimana petunjuk-petunjuk al-Qur`an tentang cara-cara menghadapi orang munafik.
Selanjutnya untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan yang diteliti pada masalah di atas dan agar tidak menimbulkan persepsi yang berbeda dengan apa yang peneliti maksud, maka secara terperinci permasalahannya dirumuskan melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa pengertian munafik secara etimologi dan terminologi menurut al-Qur`an?
2. Bagaimana karakteristik orang munafik dalam perspektif al-Qur`an?
3. Bahaya apa saja yang akan ditimbulkan oleh orang munafik dalam kehidupan?
4. Bagaimana cara-cara menghadapi orang munafik menurut al-Qur`an?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Sebagaimana rumusan masalah di atas, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk merumuskan konsep tentang orang munafik menurut al-Qur`an. Secara khusus, tujuan penelitian ini dapat diperinci sebagai berikut :
1. Menjelaskan pengertian munafik sesuai dengan kandungan ayat-ayat al- Qur`an.
2. Mengungkap ciri-ciri orang munafik sebagaimana yang disebutkan oleh ayat- ayat al-Qur`an.
3. Mendeskripsikan bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan oleh orang munafik bagi dirinya sendiri maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
4. Menganalisis strategi yang ditunjukkan al-Qur`an dalam menghadapi orang munafik.
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini nantinya diharapkan :
1. Dapat menambah wawasan pengetahuan bagi peneliti khususnya dan menambah literatur kepustakaan ilmu-ilmu agama, khususnya bidang kajian tafsir al-Qur`an.
2. Menjadi sumber informasi dan motivator bagi siapa saja yang ingin mensucikan diri (tadzkiyyah al-nafs) dari sifat-sifat munafik yang sangat dicela oleh agama Islam (baca: Allah Swt.) dan siapa saja yang mencintai kebenaran.
3. Menjadi bahan kajian/pemikiran yang berguna bagi peneliti-peneliti selanjutnya dan siapa saja yang berminat untuk mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas pada penelitian ini. Sehingga pada gilirannya dapat pula bermanfaat bagi dinamika kehidupan masyarakat di masa depan.
D. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan pada pengetahuan dan pencarian yang peneliti lakukan hingga saat ini belum ada penelitian ilmiah yang mengkaji secara khusus dan komprehensip tentang strategi menghadapi orang munafik dalam al-Qur`an.
Adapun kajian tentang orang munafik secara umum, penulis ada menemukan pada sebuah Disertasi yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku yang berjudul “Konsep Kufr Dalam Al-Qur`an; Suatu Kajian Theologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik” yang merupakan hasil penelitian Harifuddin Cawidu. Di dalam salah satu sub bahasannya term nifaq dikaji dalam kaitannya dengan konsep kufr dengan sebutan kufr al-nifâq. Dimana kemunafikan dalam pembahasan tersebut dimasukkan
dalam kategori kufr. 13 Kemudian pada uraian berikutnya dijelaskan tentang pengertian term nifâq
dan orang munafik, serta karakteristiknya sebagaimana disebutkan oleh ayat-ayat al-
13 Lihat Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al-Qur`an; Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik , (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h.124. Buku ini merupakan disertasi
Program Doktor (S3) pada Fakultas Pascasarajana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 27 Maret 1989.
Qur`an yang menjadi sumber utama. Jadi penelitian tentang orang munafik hanya sampai sebatas kajian di atas dan tidak ada menyinggung tentang karakteristik orang munafik secara detail dan sistematis, serta bagaimana sesungguhnya eksistensi orang munafik tersebut dan bagaimana pula strategi untuk menghadapinya, sebagaimana yang diuraikan dalam pembahasan penelitian ini. Lagi pula menurut penulis kajian tentang hal tersebut di atas juga belum sepenuhnya dikembangkan secara luas dan
komprehensif. Hal ini karena memang kajian tentang munafik pada pembahasan buku tersebut hanya merupakan sub pokok bahasan untuk mendukung dan memperjelas konsep kufr yang menjadi tema pokok tulisan tersebut.
Kalaupun kemudian pada penelitian ini juga membahas tentang pengertian munafik dan karakteristiknya sebagaimana pada disertasi yang telah dibukukan di atas. Pembahasan tentang hal tersebut dalam penelitian ini jelas sangat berbeda. Karena pada penelitian disertasi tersebut tinjauan yang digunakan hanya sebatas pada tinjauan teologis yang berkaitan dengan konsep kufr yang menjadi pokok bahasannya, sedangkan pada penelitian ini nantinya lebih dikembangkan lagi dengan menggunakan analisis yang berhubungan dengan realita kehidupan manusia dalam bermasyarakat dan bernegara ditinjau dari perilakunya dalam melakukan interaksi antar sesama.
Dengan demikian dapat dikatakan penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian dalam rangka mengeksplorasi ayat-ayat al-Qur`an yang berkaitan dengan konsep munafik secara utuh dan terperinci yang dikaji dari berbagai segi. Yang
14 Ibid ., h. 124-135 14 Ibid ., h. 124-135
Secara lebih khusus lagi tentang orang munafik dalam al-Qur’an pernah dibahas oleh Ahmad Haekal dalam tesisnya yang berjudul Perspektif al-Qur’an tentang Munafik 15 . Namun dalam tesis ini kajian tentang strategi menghadapi orang munafik, bahkan sedikitpun tidak disinggung. Jadi dapat dikatakan bahwa kajian
pokok dalam tesis penulis ini sangat berbeda dengan apa yang menjadi pokok bahasan tesis tersebut. Dalam tesis ini penulis memfokuskan kajian pada strategi menghadapi orang munafik menurut al-Qur`an yang tidak ada dibahas pada tesis tersebut.
Sementara itu, Muhammad Musa Nasr juga ada menulis buku yang berjudul Al-Munâfiqûn fi al-Kitâb wa al-Sunnah wa Atsâr al-Salaf al-Shâlih 16 . Dalam bukunya
ini beliau membahas tentang makna, jenis, sifat-sifat munafik dan eksistensinya di zaman Rasulullah saw. Di dalam buku ini pun tidak ditemukan kajian tentang strategi menghadapi orang munafik.
Abû Bakr Al-Firyâbî juga ada menulis buku yang berjudul Shifah al-Nifâq wa Dzamm al-Munâfiqîn. 17 Namun buku ini hanya berisi kumpulan hadits-hadits
Rasulullah saw. dan atsar para sahabat tentang sifat munafik dan celaan terhadap
15 Tesis pada PPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta thn 2004. Tesis ini kemudian dicetak menjadi sebuah buku yang berjudul ”Bahaya Sifat Munafik”, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2004)
16 Buku ini telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Nabhani Idris dengan judul Munafik Menurut Al-Qur`an dan As-Sunnah , (Jakarta: Darus Sunnah, 2004).
17 Abû Bakr Al-Firyâbî, Shifah al-Nifâq wa Dzamm al-Munâfiqin, Tahqîq: Muhammad 'Abd al-Qâdir 'Athâ, Beirut: Dâr al-Kutub 'Ilmiyyah, 1408 H/1987 M, Cet. ke-2 17 Abû Bakr Al-Firyâbî, Shifah al-Nifâq wa Dzamm al-Munâfiqin, Tahqîq: Muhammad 'Abd al-Qâdir 'Athâ, Beirut: Dâr al-Kutub 'Ilmiyyah, 1408 H/1987 M, Cet. ke-2
’Â`idh 'Abdullâh Al-Qarnî juga menulis tentang tema kemunafikan dalam bukunya Al-Islâm wa Qadhayâ al-’Ashr. 18 tetapi di dalamnya juga tidak dibahas
tentang bagaimana strategi untuk menghadapi orang munafik. Dalam bukunya tersebut ia lebih banyak memaparkan tentang karakteristik orang munafik secara
global dan singkat menurut al-Qur`an serta memaparkan bahaya yang ditimbulkannya dengan melihat realita yang terjadi pada saat sekarang ini.
Kajian tentang strategi menghadapi orang munafik ada dibahas oleh Muhammad Sayyid Thanthâwî dalam bukunya Adab al-Hiwar fi al-Islâm. 19 Namun
buku ini hanya membahas satu aspek saja dari strategi menghadapi orang munafik, yaitu dengan cara melakukan dialog dengan orang munafik berdasarkan petunjuk al- Qur`an. Jadi belum mencakup keseluruhan strategi yang diajarkan sebagaimana yang terkandung di dalam al-Qur`an.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penelitian tentang strategi menghadapi orang munafik menurut al-Qur`an ini -sepanjang yang penulis ketahui- secara fokus dan mendalam belum pernah dilakukan.
18 Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan judul Bahaya Kemunafikan Di Tengah Kita, terj. Nandang Burhanuddin, Jakarta: Qisthi Press, 1421 H/2001 M, Cet. ke-1
19 Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Zuhairi Misrawi dan Zamroni Kamali menjadi tiga jilid yang salah satunya diberi judul Cara Berdebat dengan Orang Munafik,
Jakarta: Penerbit Azan, 1422 H/ 2001 M
E. Metodologi Penelitian
Penelitian ini memusatkan pembahasan dengan menggunakan pendekatan library research (penelitian kepustakaan) karena semua sumber datanya berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan topik yang dibahas. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka yang menjadi sumber utama adalah al-Qur`an. Dari sumber utama tersebut dihimpun ayat-ayat yang berkenaan
dengan term nifâq dan munafik. Kemudian dicari sumber dari Hadis-hadis Nabi saw. yang berkaitan dengan topik pembahasan tersebut sebagai penjelas dari ayat-ayat al- Qur`an untuk kesempurnaan kajian dalam pembahasan penelitian ini.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam membahas ayat-ayat al-Qur`an pada penelitian ini adalah dengan pendekatan metode tafsir tematik (tafsîr
mawdhû’î 20 ). Metode ini digunakan karena yang menjadi obyek pembahasan penelitian ini adalah ayat-ayat al-Qur`an yang terdapat di berbagai surat dan terfokus pada sebuah tema.
Secara operasionalnya, metode ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menetapkan masalah yang akan dibahas (tema). Dalam hal ini adalah tentang orang munafik yang lebih difokuskan pada strategi menghadapinya;
2. Menghimpun ayat-ayat al-Qur`an yang berkaitan dengan masalah tersebut;
20 Yang dimaksud dengan metode tafsir tematik (tafsîr mawdhû ’ i ) adalah membahas ayat-ayat al-Qur`an sesuai dengan tema yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dengan tema tersebut
dikumpulkan. Kemudian dikaji secara komprehensif dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbâb al-nuzûl, makna kosa kata (mufradât), dan sebagainya. Semua dijelaskan secara terperinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen itu berasal dari al-Qur`an, Hadis, maupun pemikiran rasional. (‘Abd al-Hayy al-Farmâwî, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Mawdhû ’ î; Dirâsât Manhajiyyah Mawdhû ’ iyyah , (Mesir: Mathba’at al-Hadhrat al-‘Arabiyyah, 1977), Cet. 2, h. 52)
3. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai dengan pengetahuan tentang asbâb al-nuzûlnya;
4. Memahami korelasi (munâsabah) ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing- masing;
5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline);
6. Melengkapi pembahasan dengan Hadis-hadis yang relevan dengan pokok
bahasan;
7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat yang mempunyai pengertian yang sama atau mengkompromikan ayat lain yang ‘am (umum),dan yang khash (khusus), muthlaq dan muqayyad (terikat), atau yang pada lahirnya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.
Untuk itu, sesuai dengan masalah pokok yang dibahas, sumber yang dijadikan rujukan utama adalah kitab-kitab tafsir al-Qur`an, diantaranya : Jâmi’ al-Bayân fî Tafsîr al-Qur`ân karangan Muhammad Ibn Jarîr al-Thabarî, Tafsîr al-Qur`ân al- ‘Azhîm karangan Ibn Katsîr, Fî Zhilâl al-Qur`ân karangan Sayyid Quthb, Al-Mîzân fî Tafsîr al-Qur`ân karangan Muhammad Husain al-Thabâthabâ’i, Tafsîr al-Marâghî karangan Ahmad Mushthafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Munîr fî al-‘Aqîdah wa al-Syarî’ah wa al-Manhaj karangan Wahbah al-Zuhailî, serta kitab-kitab tafsir lainnya.
Alasan menjadikan kitab-kitab tafsir sebagaimana tersebut di atas sebagai sumber rujukan utama adalah karena selain kitab-kitab tersebut dianggap populer Alasan menjadikan kitab-kitab tafsir sebagaimana tersebut di atas sebagai sumber rujukan utama adalah karena selain kitab-kitab tersebut dianggap populer
Selain kitab-kitab tafsir tersebut di atas, dipergunakan pula kitab-kitab atau
buku-buku yang memiliki relevansi untuk dapat memperjelas dan memperoleh pemahaman dalam pembahasan penelitian ini. Yaitu berupa data-data tambahan yang diambil dari berbagai literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti, antara lain dari buku-buku ilmu tafsir atau ‘Ulûm al-Qur`ân, Hadis, serta buku-buku lainnya –termasuk buku-buku populer- yang berhubungan dan mendukung untuk mengkaji permasalahan dimaksud, terutama dalam memberikan kontribusi dalam pembahasan yang berhubungan dengan realita kekinian.
Sebagai dasar rujukan untuk mencari ayat-ayat al-Qur`an yang berhubungan dengan topik pembahasan penelitian ini digunakan Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâzh al-Qur`ân al-Karîm yang disusun oleh Muhammad Fu’ad Abd al-Bâqî. Dan untuk mengetahui maksud kata-kata dan istilah tertentu dari ayat-ayat al-Qur`an digunakan Mu’jam Mufradât Alfâzh al-Qur`ân dan Al-Mufradât fî al-Ghârîb al-Qur`ân, keduanya disusun oleh Abû al-Qasim al-Husain ibn Muhammad al-Râghib al- Ashfahânî. Selain itu digunakan pula kamus bahasa Arab Lisân al-‘Arab susunan Ibn Mandzûr al-Anshârî dan juga Al-Ta’rîfât susunan Al-Jurjânî. Dan bila diperlukan Sebagai dasar rujukan untuk mencari ayat-ayat al-Qur`an yang berhubungan dengan topik pembahasan penelitian ini digunakan Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâzh al-Qur`ân al-Karîm yang disusun oleh Muhammad Fu’ad Abd al-Bâqî. Dan untuk mengetahui maksud kata-kata dan istilah tertentu dari ayat-ayat al-Qur`an digunakan Mu’jam Mufradât Alfâzh al-Qur`ân dan Al-Mufradât fî al-Ghârîb al-Qur`ân, keduanya disusun oleh Abû al-Qasim al-Husain ibn Muhammad al-Râghib al- Ashfahânî. Selain itu digunakan pula kamus bahasa Arab Lisân al-‘Arab susunan Ibn Mandzûr al-Anshârî dan juga Al-Ta’rîfât susunan Al-Jurjânî. Dan bila diperlukan
Kemudian, dalam pemecahan masalah dan pembahasan dilakukan dengan cara deskriptif analisis, yaitu menggambarkan serta menganalisis data dengan menghubungkan konteks permasalahan yang sedang dibahas tersebut dengan realita yang ada dan dengan konsep-konsep kelilmuan lainnya yang memiliki kaitan
dengannya. Sehingga diharapkan hasil penelitian ini nantinya bermanfaat tidak hanya untuk kepentingan umum saja, tetapi juga diharapkan dapat memberikan kontribusi pada bidang-bidang ilmu yang berkaitan dengannya.
Mengenai teknik penulisan laporan penelitian ini, peneliti berpedoman pada buku “ Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitkan oleh UIN Jakarta press tahun 2002, sebagaimana yang terdapat juga pada “Buku Panduan Program Pascasarjana Tahun Akademik 2003/2004” Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Pembahasan
Penulisan laporan penelitian ini dibagi menjadi lima bab. Bab I adalah Pendahuluan yang terdiri dari sub-sub pembahasan yang menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan ini adalah bersifat ilmiah yang berdasarkan pada langkah- langkah penelitian ilmiah yang terdiri dari bahasan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan dan Batasan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kajian Pustaka, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
Bab II Pengertian Munafik dan Karakteristiknya Menurut al-Qur`an yang terdiri dari pembahasan tentang Arti Munafik Secara Etimologi dan Terminologi, Karakteristik Orang Munafik, dan Usaha-usaha Orang Munafik. Pembahasan tersebut penting sebagai pengantar untuk mengenal secara utuh profil atau sosok kepribadian orang munafik dan segala upayanya untuk merusak keharmonisan kehidupan manusia sebagaimana yang akan dibahas pada Bab selanjutnya.
Bab III Bahaya Orang Munafik dan Ancaman Bagi Mereka Menurut Al- Qur`an yang terdiri dari pembahasan tentang Bahaya Orang Munafik terhadap Keimanan, Bahaya Orang Munafik terhadap Peribadatan, Bahaya Orang Munafik terhadap Kehidupan Masyarakat, dan Ancaman Bagi Orang Munafik pada Kehidupan di Akhirat. Sub-sub bahasan pada Bab ini dikaji untuk lebih menjelaskan dan meyakinkan bahwa orang munafik dapat menimbulkan bahaya dalam kehidupan dan bahkan akan menjadi bahaya bagi dirinya sendiri pada kehidupan di akhirat, sehingga sangat urgen untuk dihadapi dan disikapi secara benar sesuai dengan kandungan ayat- ayat al-Qur`an yang akan menjadi pembahasan Bab berikutnya yang merupakan tema pokok dalam penelitian ini.
Bab IV merupakan pembahasan pokok yang menjadi tema utama penelitian ini, yaitu Cara-cara Menghadapi Orang Munafik Menurut Al-Qur`an yang terdiri dari sub-sub pokok bahasan tentang cara-cara menghadapi orang munafik sebagaimana yang ditunjukkan oleh al-Qur`an, yaitu: Memperkokoh Loyalitas sesama Mukmin, Menolak Mereka Sebagai Teman Dekat, Menolak Mereka Sebagai Pemimpin,
Melakukan Jihad melalui Hujjah (argumentasi) dan Qîtâl (perang) bila perlu, Membangun Kewaspadaan, dan Memperbanyak Do’a.
Bab V Kesimpulan dari hasil penelitian ini, dan sekaligus memberikan saran- saran konstruktif bagi dinamisasi dari respon hasil penelitian ini.
BAB II PENGERTIAN MUNAFIK DAN KARAKTERISTIKNYA MENURUT AL-QUR`AN
A. Arti Munafik Secara Etimologi dan Terminologi
Secara etimologi, kata munafik dalam bahasa Arab diambil dari akar kata nafiqa (ﻖﻔﻧ) yang berarti lobang tikus. Dalam hal ini, antara lobang tikus dengan
kemunafikan memang ada kesejajaran sifat. Bagian atas (luar) dari liang tikus tertutup dengan tanah, sedangkan bagian bawahnya berlobang. Demikian pula dengan kemunafikan yang bagian luarnya adalah Islam tetapi bagian dalamnya merupakan
keingkaran serta penipuan. 1 Atau karena biasanya tikus selalu menampakkan jalan masuknya ke lobang, namun tidak menampakkan jalan keluarnya. Jadi, arti dasarnya
adalah menampakkan sesuatu dan menyembunyikan lawannya. 2 Kata munafik juga berasal dari kata nâfaqa-nifâqan ( ﺎًﻗﺎَﻔﻧِ - َﻖَﻓﺎﻧَ ) yang
mengandung arti mengadakan, mengambil bagian dalam membicarakan sesuatu yang dalam pandangan keagamaan, pengakuannya dari satu orang berbeda-beda dengan yang lainnya. 3 Al-Râghib al-Ashfahânî mengartikan nifâq dengan masuk ke dalam syara’ (agama) dari satu pintu dan keluar daripadanya melalui pintu lain. 4 Hal ini
didasarkan pada al-Qur`an Surat al-Tawbah/9 ayat 67 yang menyatakan bahwa orang-
1 Lihat Ahmad ‘Izz al-Dîn al-Bayânûnî, Al-Kufr wa al-Mukaffirât, (Halb: Maktabah al-Hudâ, 1979), h. 47
2 Ibrâhîm bin Muhammad bin 'Abdullâh al-Buraikan, Pengantar Studi Aqidah Islam, Penerjemah: Muhammad Anis Matta, (Ttp: Litbang Pusat Studi Islam Al-Manar, tt), h. 200
3 ‘Abdullâh 'Abbâs, Qâmûs al-Fâzh al-Qur`ân, (Beirut: Dâr al- Fikr, tt), h. 524 4 Al-Râghib al-Ashfahânî, Mu`jam Mufradât Alfâzh al-Qur`ân, (Beirut: Dâr al-Fikr, tt), h. 524 3 ‘Abdullâh 'Abbâs, Qâmûs al-Fâzh al-Qur`ân, (Beirut: Dâr al- Fikr, tt), h. 524 4 Al-Râghib al-Ashfahânî, Mu`jam Mufradât Alfâzh al-Qur`ân, (Beirut: Dâr al-Fikr, tt), h. 524
hati. 5 Dalam al-Qur`an kata nifâq dengan berbagai bentuknya yang mengandung
makna kemunafikan, disebut sebanyak 37 kali. Bila diklasifikasikan, ayat-ayat al- Qur`an yang membahas tema kemunafikan, kebanyakan diturunkan di Madinah
(Madaniyyah). Ini disebabkan karena fenomena kemunafikan kelihatan sangat kentara kemunculan dan perkembangannya pada periode Madinah.
Adapun secara terminologi syari’at Islam, munafik adalah orang yang menampakkan sesuatu yang sejalan dengan kebenaran di depan orang banyak, padahal kondisi batin atau perbuatannya yang sebenarnya tidak demikian.
Kepercayaan atau perbuatannya itu disebut nifâq. 7 Dalam istilah al-Qur`an, menurut al-Thabâthabâ’î, nifâq adalah menampakkan
iman dan menyembunyikan kekafiran. 8 Hal ini didasarkan pada Qs. al-Mâ’idah/5 ayat
41 yang berbunyi:
5 'Alî bin Muhammad bin ‘Alî al- Husainî al- Jurjânî, Al-Ta ’ rîfât , (Beirut: Dâr al- Kutub al- Ilmiyyah, 1424 H/2003 M), Cet. ke-2, h. 241
6 Muhammad Fu’ad Abd al- Bâqî, al- Mu ’ jam al- Mufahras Li Alfâzh al-Qur`ân al-Karîm , (Beirut: Dâr al- Fikr, 1417 H), h. 886-887
7 Ibrâhîm bin Muhammad bin 'Abdullâh al-Buraikan, Pengantar Studi … , h. 201 8 Muhammad Husain al- Thabâthabâ’î, al-Mîzân fî Tafsîr al-Qur`ân, (Teheran: Mu’assat Dâr
al-Kutub al- Islamiyyah, 1396 H), Jilid XIX, h. 323
Hai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: "Kami telah beriman", padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (Orang- orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat- tempatnya. Mereka mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah dirobah- robah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah" Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (Qs. Al-Maidah/5: 41)
Jadi orang-orang munafik itu melalui lidahnya mengaku beriman, tunduk dan patuh kepada Allah, padahal sesungguhnya tidaklah demikian, bahkan merekalah penentang yang sangat gigih yang di dalam hati mereka dikotori oleh kekafiran. Dengan demikian mereka sebenarnya dapat dikelompokkan dalam golongan orang- orang kafir.
Kemunafikan dimasukkan dalam kategori kekafiran karena pada hakikatnya, perilaku nifâq adalah kekafiran yang terselubung. Orang-orang munafik, pada dasarnya, adalah mereka yang ingkar kepada Allah, kepada Rasul-Nya dan ajaran-
ajaran yang dibawa rasul itu, kendatipun secara lahir mereka memakai baju mukmin. 9
9 Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al- Qur`an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 124
Dari pembahasan di atas, perilaku nifâq dapat dikelompokkan menjadi dua kategori. Yaitu, nifâq yang berhubugan dengan keimanan (aqîdah) dan nifâq yang
berhubungan dengan amal perbuatan (‘amali). 10 Nifâq aqîdah adalah menyembunyikan kekafiran dalam hati dan
menampakkan keimanan dalam lisan dan perbuatan. Orang-orang yang berperilaku demikian biasanya hanya akan dan sengaja menampakkan keimanannya melalui
pernyataan lisan dan perbuatan bila ia berhadapan atau berada di tengah-tengah orang beriman. Dalam hal ini, keyakinannya tentang hakekat Islam sesungguhnya sangat
bertentangan dengan pernyataan keimanan dan keislamannya tersebut. 11 Sedang nifâq ‘amali adalah menampakkan perbuatan yang berbeda dengan
apa yang diperintahkan syari’at Islam. Orang-orang yang berperilaku demikian memiliki akhlak orang-orang munafik dalam memberikan loyalitas kepada orang- orang kafir, berkasih sayang kepada mereka, mendukung perjuangan mereka, menyalahi janji, membiasakan berdusta, atau berkhianat dan curang, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari orang-orang seperti ini akan berusaha kelihatan bersikap manis dan lembut untuk mendapat simpatik dan kepercayaan dari orang di sekitarnya,
padahal di dalam hatinya berkecamuk kebencian dan tipu daya. 12
10 Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah menggunakan istilah lain untuk pembagian nifâq ini, yaitu Nifâq Akbar (Nifâq Besar) dan Nifâq Ashghar (Nifâq Kecil). Lihat Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah,
Madarijus Salikin; Pendakian Menuju Allahi , terj. Kathur Suhardi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), Cet. ke-1, h. 68. Sedangkan Sa'îd Hawwâ menyebutnya Nifâq Nazhari (konsepsional) dan Nifâq ‘ Amali . Lihat Sa'îd Hawwâ, Mensucikan Jiwa; Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu, terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamihid, (Jakarta: Rabbani Press, 1998), Cet. ke-1, h. 182
11 Lihat Ibid. 12 Ibid .
Dari beberapa pengertian tentang nifâq dan orang munafik yang diutarakan di atas dapat disimpulkan bahwa kemunafikan tidaklah semata berhubungan dengan persoalan keimanan yang menjurus pada masalah kebohongan dan pengkhianatan kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi munafik juga meliputi segala persoalan yang berhubungan dengan amal perbuatan manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya, yakni dengan berperilaku ganda atau bermuka dua dalam bersikap di hadapan orang,