Akibat Pailt Perlindungan Hukum Kepada Tertanggung Dari Perusahaan Asuransi Yang Pailit

lambat 3 tiga hari setelah tanggal putusan atas permohonan pernyataan pailit diucapkan. 87

E. Akibat Pailt

Seorang debitur dapat dikatakan pailit apabila setelah ditelaah dinyatakan secara tegas oleh majelis hakim atau pengadilan dengan suatu keputusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Putusan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum secara otomatis memberi akibat hukum sebagai berikut: 88 1. Seluruh harta kekayaan si pailit jatuh dalam keadaan penyitaan umum yang bersifat konservatoir; 2. Si pailit kehilangan hak untuk mengurus dan menguasi harta kekayaannya sendiri; 3. Harta kekayaan si pailit diurus dan dikuasai oleh Balai Harta Peninggalan BHP untuk kepentingan para kreditur; 4. Dalam putusan hakim tersebut ditunjukkan seorang hakim komisaris yang bertugas untuk memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan itu. Selain itu, ada beberapa akibat hukum dari kepailitan secara khusus, yaitu: 1. Akibat kepailitan terhadap debitur pailit dan hartanya Setelah dinyatakan pailit oleh majelis hakim dalam sidang terbuka untuk umum, hak dan kewajiban debitur pailit dalam mengurus dan menguasai harta pailitnya telah beralih kepada kurator dibawah pengawasan hakim pengawas, meskipun begitu debitur pailit tetap berhak untuk melakukan tindakan – tindakan atas harta kekayaanya, sepanjang tindakan itu memberikan keuntungan atau manfaat bagi hartanya. Sebaliknya, jika tindakannya tidak memberikan manfaat, maka tidak mengikat harta pailitnya. 87 Lihat Pasal 9 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. 88 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok – Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm. 170 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Pasal 21 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, ditentukan bahwa kepailitan adalah meliputi seluruh kekayaan debitur saat putusan pernyataan pailit diucapkan dan segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Jadi, kepailitan adalah terhadap seluruh harta kekayaan debitur, baik barang bergerak maupun tidak, berwujud atau tidak dan yang akan ada dikemudian hari yang natinya disebut sebagai harta pailit. Namun, ketentuan tersebut tidak meliputi kekayaan debitur antara lain seperti: 89 a. Benda, termasuk hewan yang benar – benar dibutuhkan oleh debitur sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat – alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 tiga puluh hari bagi debitur dan keluarganya, yang terdapat ditempat itu; b. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaanya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan usaha, sebagai upah, pension, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas; c. Uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut Undang – Undang. Dari ketentuan diatas, terlihat bahwa kepailitan debitur tidaklah meliputi seluruh harta kekayaan debitur secara mutlak, akan tetapi ada beberapa pengecualiannya sepanjang harta debitur tersebut jika dilakukan tindakan hukum terhadapnya dapat menambah harta pailit si debitur dengan meminta persetujuan dari hakim pengawas. 89 Lihat Pasal 22 Undang – Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Universitas Sumatera Utara 2. Akibat kepailitan terhadap eksekusi atas harta kekuasaan debitur pailit Pasal 31 Undang – Undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menentukan antara lain putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari harta kekayaan debitur yang telah ada sebelum pernyataan pailit diucapkan harus segera dihentikan dan sejak itu pula pelaksanaan hukuman apapun harus diakhiri termasuk penyanderaan ataupun penahanan debitur. Pelaksanaan hukuman eksekusi dimaksud adalah sebagai berikut: 90 a. Penyitaan eksekusi Tidak menutup kemungkinan bahwa sebelum debitur dijatuhi putusan pailit, ia telah berperkara dengan pihak lain yang karena wanprestasinya menyebabkan ia dijatuhi putusan oleh Pengadilan Negeri bahwa hartanya dijatuhi sita jaminan Conservatoir beslag atau sita eksekutorial executorial beslag. Dengan adanya putusan kepailitan, penyitaan – penyitaan dan upaya hukum akan gugur tidak mempunyai kekuatan lagi. Karena, dengan adanya putusan kepailitan, penyitaan – penyitaan diatas beralih menjadi penyitaan kepailitan umum yang pelaksanaanya akan ditangani oleh Balai Harta Peninggalan BHP. Selain itu, ada beberapa jenis penyitaan yang otomatis hapus dengan adanya putusan kepailitan tersebut, yakni: 1 Sita gadai yakni apabila sitaan itu menyangkut barang milik orang lain yang kebetulan si pailit sebagai pemegang gadai; 2 Sita Revindicatoir yakni sitaan yang diletakkan atas barang yang bukan milik si pailit. b. Paksaan badan Sandera Dengan adanya putusan kepailitan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka sipailit dibebaskan dari hukuman paksaan badan. c. Uang Paksa Apabila sebelum dijatuhkannya putusan pailit debitur dibebankan dengan uang paksa, maka uang paksa tersebut tidak harus 90 Jono, Op. Cit., hlm. 125. Universitas Sumatera Utara dibayar. 91 d. Penjualan barang untuk melunasi utang Akan tetapi, uang paksa itu bukan berarti dihapus, hanya ditunda pembayarannya sampai selesainya kepailitan. Terhadap penjualan barang – barang debitur baik barang bergerak maupun benda tetap sebelum adanya putusan kepailitan, Balai Harta Peninggalan BHP dapat meneruskan penjualan barang – barang tersebut dan hasil penjualannya dimasukkan kedalam harta pailit dengan izin hakim pengawas. 92 e. Pembalikan nama, Hipotik, Creditverband Untuk barang – barang tetap dan kapal milik debitur yang telah dijual atau dijaminkan dengan hipotik maupun creditverband oogstverband sebelum adanya putusan pailt. Tetapi balik nama atas barang – barang tersebut belum dilakukan sampai adanya putusan kepailitan, maka balik nama atau barang – barang itu tidak sah dan barang – barang itu masih milik debitur. 93 3. Akibat Kepailitan terhadap Perjanjian Timbal Balik Subekti menerjemahkan istilah overseenkomst dari Bahasa Belanda ke dalam bahasa Indonesia, yaitu “Perjanjian” Pasal 1131 KUH Perdata memberikan defenisi perjanjian, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. 94 91 Lihat Pasal 32 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. 92 Lihat Pasal 33 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. 93 Lihat pasal 34 Undang - Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. 94 Lihat R. Subekti dan R. Tjitrosudibio,Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2003, cet. Ke 33, psl. 1313 Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi debitur dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut kreditur. Masing – masing pihak tersebut dapat terdiri atas Universitas Sumatera Utara satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat terdiri atas satu atau lebih badan hukum. 95 Pasal 1314 KUH Perdata di atas, dapat diketahui bahwa dalam suatu perjanjian dapat bersifat sepihak dan perjanjian yang bersifat timbal balik. Perjanjian yang bersifat sepihak yaitu suatu perjanjian dimana hanya ada satu pihak yang mempunyai kewajiban atas prestasi terhadap pihak lain, contohnya perjanjian hibah. Adapun perjanjian yang bersifat timbal balik bilateral, selalu ada hak dan kewajiban di satu pihak yang saling berhadapan dengan hak dan kewajiban dipihak lain, Pasal 1314 KUH Perdata berbunyi: Suatu perjanjian dibuat dengan cuma – cuma atas suatu beban. Suatu perjanjian dengan cuma – cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan dengan pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Suatu perjanjian atas beban, adalah suatu perjanjian yang mewajibkan masing – masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. 96 Pasal 36 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menentukan bahwa dalam hal pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjain timbal balik yang belum atau sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitur dapat meminta contohnya: perjanjian jual – beli, perjanjian sewa – menyewa, perjanjian kerja, dan lain – lain. 95 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Rajawali Pers, Jakarta, 2003, hlm. 92. 96 Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas – Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung,1992, cet. Ketga, hlm. 239 Universitas Sumatera Utara kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan pihak tersebut. Dalam hal mengenai kesepakatan jangka waktu tersebut tidak tercapai, hakim pengawas menetapkan jangka waktu tersebut. 97 Apabila dalam jangka waktu tersebut kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka perjanjian berakhir dan pihak dalam perjanjian tersebut daapt menunutut ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai debitur konkuren. 98 Apabila kurator menyatakan kesanggupannya atas pelaksanaan perjanjian tersebut, kurator wajib memberikan jaminan atas kesanggupan untuk melaksanakan perjanjian tersebut 99 4. Akibat Kepailitan terhadap Kewenangan Berbuat Debitur Pailit dalam Bidang Hukum Harta Kekayaan . Pelaksaaan perjanjian tersebut tidak meliputi perjanjian yang prestasinya harus dilaksanakan sendiri oleh debitur. Putusan pailit oleh pengadilan tidak mengakibatkan debitur kehilangan kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya, tetapi hanya kehilangan keleluasaan atau kewenangannya untuk mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya saja. Dengan demikian debitur dapat melakukan perbuatan hukum berupa misalnya menikah atau membuat 97 Lihat Pasal 36 ayat 2 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. 98 Lihat pasal 36 ayat 3 Undang - Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. 99 Lihat Pasal 36 ayat 4 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Universitas Sumatera Utara perjanjian kawin atau menerima hibah, aatu bertindak menjadi kuasa atau mewakili pihak lain, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, akibat kepailitan hanyalah terhadap harta kekayaan debitur. Debitur tidaklah berada dibawah pengampuan. Debitur tidaklah kehilangan kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum yang menyangkut dirinya. Kecuali, apabila perbuatan hukum itu menyangkut pengurusan dan pengalihan harta bendanya yang telah ada. Tindakan pengurusan dan pengalihan harta bendanya berada pada kurator. Apabila menyangkut harta benda yang akan diperolehnya, debitur tetap dapat melakukan perbuatan hukum menerima harta benda yang akan diperolehnya itu. Namun, harta yang diperolehnya itu menjadi bagian dari harta pailit. 100 Ketentuan dalam Pasal 41 Undang – Undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dinyatakan secara tegas bahwa untuk kepentingan harta pailit, segala perbuatan hukum debitur yang telah Putusan pernyataan pailit adalah terhadap harta kekayaan debitur dan bukan terhadap debitur secara perseorangan pribadi. Dengan begitu, debitur tetap mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum, bahkan mengadakan perikatan dengan pihak lain jika perikatan tersebut dapat menambah atau menguntungkan harta pailit dan tidak menyebabkan kerugian bagi pihak kreditur maupun pihak dengan siapa debitur melakukan perikatan tersebut. 100 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hlm. 256 – 257. Universitas Sumatera Utara dinyatakan pailit, yang merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, dapat dimintai pembatalan kepada pengadilan. Ketentuan Pasal 41 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU diatas, maka terlihat bahwa pembatalan tersebut hanya terjadi apabila memenuhi 5 syarat, yaitu: 101 a. Si debitur haruslah telah melakukan suatu perbuatan, apakah perbuatan itu bersifat sepihak atau timbal - balik; b. Perbuatan itu harus dilakukan oleh debitur tanpa diwajibkan; c. Perbuatan itu harus betul – betul merugikan para kreditur, atau perbuatan itu mengakibatkan berkurangnya harta pailit; d. Pada waktu melakukan perbuatan itu, debitur harus mengetahui bahwa perbuatannya mengakibatkan ruginya para kreditur; e. Orang dengan siapa atau untuk kepentingan siapa perbuatan dilakukan, harus pada waktu perbuatan itu dilakukan dengan mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan merugikan krediturnya. Ketentuan Pasal 42 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU ditentukan apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditur dilakukan dalam jangka waktu 1 satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan debitur, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitur dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Perbuatan hukum yang dimaksud tersebut adalah: 101 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayran di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, cet. Kedua, hlm. 63 – 64. Universitas Sumatera Utara a. Merupakan perjanjian dimana kewajiban debitur jatuh melebihi kewajiban pihak dengan siapa perjanjian tersebut dibuat; b. Merupakan pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh tempo dan atau tidak dapat ditagih; c. Dilakukan oleh debitur perorangan untuk kepentingan; 1 Suami atau istrinya, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga; 2 Suatu badan hukum dimana debitur atau pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak tersebut, baik sendiri – sendiri maupun bersama – sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut lebih dari 50 lima puluh persen dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut. d. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum, dengan atau untuk kepentingan: 1 Anggota direksi atau pengurus dari debitur, suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau pengurus tersebut; 2 Perorangan, baik sendiri atau bersama – sama dengan suami atau istri, anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur Universitas Sumatera Utara lebih dari 50 lima puluh persen dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut; 3 Perorangan yang suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur lebih dari 50 lima puluh persen dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut; e. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau untuk kepentingan badan hukum lainnya, apabila: 1 Perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha tersebut adalah orang yang sama; 2 Suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan anggota direksi atau pengurus debitur yang juga merupakan anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya; 3 Perorangan anggota direksi atau pengurus , atau anggota badan pengawas pada debitur, atau suami atau istri atau anak angkat,atau keluarga sampai derajat ketiga, baik sendiri atau bersama – sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum lainnya lebih dari 50 lima puluh persen dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut, atau sebaliknya; Universitas Sumatera Utara 4 Debitur adalah anggota direktur atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya; 5 Badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama baik bersama atau tidak baik dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan keluarganya sampai derajat ketiga ikut serta secra langsung atau tidak langsung dalam kedua badan hukum tersebut paling kurang sebesar 50 lima puluh persen dari modal yang disetor; f. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan hukum lain dalam satu grup dimana debitur adalah anggotanya; g. Ketentuan dalam huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f berlaku mutatis mutandis dalam hal dilakukan oleh debitur atau untuk kepentingan: 1 Anggota pengurus dari suatu badan hukum, suami atau istri, anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota pengurus tersebut; 2 Perorangan, baik sendiri maupun bersama – sama dengan suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga yang ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam pengendalian badan hukum tersebut. Universitas Sumatera Utara Pasal 43 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU ditentukan bahwa hibah yang dilakukan oleh debitur dapat dimintakan pembatalan kepada pengadilan, apabila kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan debitur mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Pasal 45 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU pembayaran suatu utang yang sudah dapat ditagih hanya dapat dibatalkan apabila dibuktikan bahwa penerimaan pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit debitur sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran tersebut merupakan akibat dari persekongkolan antara debitur dan kreditur dengan maksud menguntungkan kreditur tersebut melebihi kreditur lainnya. 5. Akibat Kepailitan terhadap barang jaminan. Berdasarkan ketentuan Pasal 56 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, setiap kreditur pemegang gadai, jaminan, fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dapat mengeksekusi haknya seolah – olah tidak terjadi kepailitan. Dengan demikian pernyataan pailit tidaklah mempengaruhi hak dan pelaksanaan hak dari pemegang gadai, jaminan fidusia, hipotik, hak agunan atas kebendaan lainnya. Ketentuan dari pasal diatas sangat logis, karena di dalam praktik biasanya para kreditur yang pada waktu membuat perjanjian hipotik dengan Universitas Sumatera Utara debitur, dengan tegas meminta diperjanjikan bahwa jika debitur lalai melunasi utang pokok beserta bunganya, maka kreditur pemegang hipotik dapat menjual benda hipotik itu dengan cara pelelangan didepan umum. Hasil pelelangan benda hipotik itu akan diambil oleh kreditur untuk pelunasan piutangnya beserta bunganya dan biaya hasil penjualan itu. Hal ini merujuk pada Pasal 1131 KUH Perdata yang berbunyi: “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.” Apabila terdapat kelebihan dari hasil penjualan itu, maka kelebihannya harus dikembalikan menjadi harta pailit. Akan tetapi manakala hasil penjualan itu tidak mencukupi untuk melunasi piutang kreditur maka pemegang hak tersebut dapat mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut dari harta pailit sebagai debitur konkruen setelah pengajuan pencocokan utang. 102 102 Zainal Asikin, Op. Cit., hlm. 71. Hasil penjualan barang – barang jaminan tersebut oleh kreditur harus dilaporkan ke Balai Harta Peninggalan BHP atau ke kurator. Selain itu, BHP atau kurator dapat melakukan tindakan lain seperti melakukan penebusan terhadap barang – barang jaminan itu dan barang – barang tersebut dimasukkan menjadi harta pailit. Universitas Sumatera Utara Hak kreditur untuk mengeksekusi barang agunan dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitur yang pailit atau kurator ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 Sembilan puluh hari terhitung sejak tanggal putusan pailit diucapkan. Penangguhan ini tidak berlaku terhadap tagihan kreditur yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditur untuk memperjumpakan utang. 103 6. Akibat Kepailitan terhadap Harta Perkawinan Apabila suami atau istri dinyatakan pailit, maka suami atau istrinya berhak mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak yang merupakan harta bawaan dari istri atau suami dan harta yang diperoleh masing– masing sebagai hadiah atau warisan. Jika benda milik istri atau suami telah dijual oleh suami atau istri dan harganya belum dibayar atau uang hasil penjualan belum tercampur dalam harta pailit maka istri atau suami berhak mengambil alih uang hasil penjualan tersebut, untuk ditagih yang bersifat pribadi terhadap istri atau suami maka kreditur terhadap harta pailit adalah suami atau istri. 104 103 Lihat Pasal 56 ayat 1 dan 2 Undang – Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. 104 Lihat Pasal 62 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal 63 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menyebutkan: “Istri atau suami tidak berhak menuntut atas keuntungan yang diperjanjikan dalam perjanjain perkawinan kepada harta pailit suami atau istri yang dinyatakan pailit, demikian juga kreditur suami atau istri yang dinyatakan pailit tidak berhak menuntut keuntungan yang diperjanjikan dalam perjanjaian perkawinan kepada istri atau suami yang dinyatakan pailit”. Universitas Sumatera Utara Antara suami atau istri ini jika ada perjanjian persatuan harta perkawinan, maka kepailitan akan meliputi persatuan harta tersebut, yang disebut sebagai harta pailit dan para kreditur dapat meminta pembayaran dari harta persatuan tersebut. Jika ada benda – benda milik pribadi, baik milik istri atau suami yang tidak termasuk persatuan harta, maka benda – benda tersebut tidak dapat dimasukkan ke dalam harta pailit yang akan digunakan untuk membayar kreditur. Benda- benda tersebut hanya terbatas untuk membayar utang pribadi suami atau istri yang dinyatakan pailit. Universitas Sumatera Utara BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA TERTANGGUNG DARI PERUSAHAAN ASURANSI YANG PAILIT . A. Perlindungan Hukum Atas Hak – Hak dan Kedudukan Tertanggung Menurut Undang – Undang Kepailitan dan Undang – Undang Usaha Perasuransian. Perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain, perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. 105 105 www. my. opera.com, Definisi Perlindungan Hukum dalam http: my. opera. com prasko blog index.dml tag Definisi 20 perlindungan 2 Hukum, diakses pada tanggal 20 Mei 2011. Dalam kasus kepailitan terhadap perusahaan asuransi, subjek hukum yang sangat perlu untuk dilindungi hak – haknya adalah pihak tertanggung sebagai kreditur dari perusahaan asuransi, sebab tertanggung merupakan pihak yang memiliki kedudukan sangat penting untuk diperhatikan dalam perjanjian asuransi disamping kedudukan penanggung. Tertanggung memegang peranan penting dalam perjanjian asuransi sebab ia dapat menentukan kehendak secara bebas apakah akan melanjutkan perjanjian asuransi ataukah akan menghentikan perjanjian asuransi tersebut. Universitas Sumatera Utara Hak – hak dari tertanggung sangat penting untuk dilindungi sebab dalam perjanjian asuransi, tertanggunglah yang membayarkan premi asuransi kepada perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung untuk memberikan penggantian kepada tertanggung bila terjadi suatu peristiwa yang tidak diinginkan menimpa pihak tertanggung. Sehingga, dengan adanya kepercayaan dari tertanggung untuk memasukkan dana mereka kepada perusahaan asuransi dalam bentuk premi asuransi, hal ini dapat menyebabkan semakin berkembangnya industri asuransi tersebut. Sehingga untuk itulah perlu adanya suatu perlindungan hukum kepada tertanggung. Mengingat bahwa begitu besarnya peranan dari tertanggung dalam memajukan perkembangan industri asuransi oleh karena adanya kepercayaan yang diberikan oleh tertanggung kepada perusahaan asuransi, hal itu akan semakin ironis bila dilihat dari kedudukan tertanggung yang selalu lebih lemah bila dibandingkan dengan kedudukan perusahaan asuransi. Hal itu disebabkan oleh karena dalam suatu perjanjian asuransi, pada umumnya yang menentukan syarat – syarat dan isi dalam perjanjian polis asuransi berasal dari perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung. Sehingga perlunya ditentukan secara jelas apa saja yang dapat menjadi hak – hak dari tertanggung. Hak – hak dari tertanggung itu antara lain: 106 1. Hak untuk menunjuk orang yang akan menerima uang tanggungan; 2. Hak untuk merubah siapa – siapa saja yang akan menjadi tertunjuk dalam batas – batas tertentu; 3. Hak untuk menebus kembali polis; 4. Hak untuk mengubah polis menjadi bebas premi; 106 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm.78. Universitas Sumatera Utara 5. Hak untuk mengadakan pengawasan terhadap penanggung; 6. Hak untuk mangadakan polis. Dengan adanya Undang – Undang Kepailitan dan Undang – Undang Usaha Perasuransian, menjadi waktu yang tepat untuk memperkuat posisi dari tertanggung dengan segala kepentingannya apakah menjadi kreditur yang preferen kreditur yang diutamakan ataukah menjadi kreditur yang konkuren kreditur yang bersaing dengan kreditur lainnya. Pasal 2 ayat 5 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU disebutkan bahwa dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukaan oleh Menteri Keuangan. Bunyi pasal dalam Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU tersebut memang menyinggung tentang masalah kepailitan. Namun, dalam pasal tersebut hanya menyinggung tentang pihak yang memiliki hak untuk mengajukan permohonan pailit bagi perusahaan asuransi saja. Sedangkan bagaimana kedudukan tertanggung dalam Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU tersebut tidak diatur secara tegas apakah sebagai kreditur yang preferen kreditur yang diutamakan ataukah sebagai kreditur yang konkuren kreditur yang bersaing dengan kreditur lainnya. Materi Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU banyak menyinggung masalah pengembalian atau pembayaran utang – utang debitur kepada para krediturnya, tetapi dalam undang – undang ini tidak ada Universitas Sumatera Utara ditemukan satu pasal pun yang mengatur secara tegas kedudukan tertanggung sebagai kreditur preferen kreditur yang diutamakan ataukah sebagai kreditur konkuren kreditur yang bersaing. Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU tidak menempatkan tertanggung sebagai kreditur yang diutamakan preferen, bahkan tetap mempertahankan konsep perlindungan hukum yang dianut oleh Pasal 1133 KUH Perdata. 107 Dalam Pasal 1133 KUH Perdata, mengatur tentang kedudukan kreditur pemegang jaminan kebendaan seperti pemegang gadai, hipotik, termasuk hak tanggungan dan jaminan fidusia sebagai kreditur separatis yang pembayaran hak- haknya diutamakan. 108 Dimana, hak – hak tersebut baru dapat terwujud setelah melewati masa penundaan lebih kurang 90 hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. 109 Mengenai kedudukan tertanggung sebagai kreditur konkruen kreditur bersaing, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 55 ayat 2 dan Pasal 137 Undang – Dari penjelasan diatas, walaupun tidak dikatakan secara tegas kedudukan tertanggung, tetapi dapat dikatakan bahwa tertanggung masih merupakan kreditur yang konkuren kreditur yang bersaing dengan kreditur lainnya sebab ia masih harus bersaing dengan kreditur konkuren lainnya untuk mendapatkan pemenuhan hak tagihan setelah kurator menyelesaikan pembayaran kepada para kreditur yang tergolong istimewa privilege dan separatis. 107 Mulhadi, Kedudukan Tertanggung dalam Kepailitan Asuransi, Jurnal Hukum Equality, FH. USU, Volume 13, Nomor 2, Agustus 2008, hlm. 136. 108 Lihat Pasal 55 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004. 109 Lihat Pasal 56 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004. Universitas Sumatera Utara Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Dimana dalam Pasal 55 ayat 2 menyebutkan: 110 1. Piutang yang saat penagihannya belum jelas atau yang memberikan hak untuk memperoleh pembayaran secara berkala, wajib dicocokkan nilainya pada tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan; “Dalam hal penagihan suatu piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 dan Pasal 137 maka mereka hanya dapat berbuat demikian setelah dicocokkan penagihannya dan hanya untuk mengambil pelunasan dari jumlah yang diakui dari penagihan tersebut”. Sedangkan dalam Pasal 137 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menyebutkan: 2. Semua piutang yang dapat ditagih dalam waktu 1 satu tehun setelah tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, wajib diberlakukan sebagai piutang yang dapat ditagih pada tanggal tersebut; 3. Semua piutang yang dapat ditagih setelah lewat 1 satu tehun setelah tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, wajib dicocokkan untuk nilai yang belaku 1 satu tehun setelah tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Menurut ketentuan Pasal 55 ayat 2 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, piutang para tertanggung tidak bisa dieksekusi langsung seperti layaknya piutang para kreditur seperatis atau yang diistimewakan. Melainkan piutang tersebut baru dapat dibayarkan setelah melalui proses pencocokan utang – piutang yang batas waktunya ditentukan oleh hakim pengawas. Artinya, piutang para kreditur tertanggung baru dibayar setelah hak – 110 Mulhadi, Loc., Cit. Universitas Sumatera Utara hak dari kreditur yang diutamakan preferen dibayarkan oleh kurator atau Balai Harta Peninggalan. 111 Dalam Pasal 137 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, piutang tertanggung tersebut dapat dikelompokkan sebagai jenis piutang yang saat penagihannya belum jelas atau piutang yang memberikan hak untuk memperoleh pembayaran secara berkala. Seorang tertanggung yang polis asuransinya belum jatuh tempo atau evenemen-nya belum terjadi, ketika putusan pernyataan pailit diucapkan, maka piutangnya bisa dikelompokkan sebagai piutang yang saat penagihannya belum jelas. Oleh karena itu, Karena Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU khususnya Pasal 55 ayat 2 ini masih banyak menyinggung tentang kedudukan tertanggung sebagai kreditur yang masih harus melalui proses pencocokan piutang untuk mendapatkan pengembalian piutangnya dan juga masih harus bersaing dengan kreditur lainnya sehingga kedudukan tertanggung dapat dikatakan sebagai kreditur yang konkuren kreditur yang masih harus bersaing dengan kreditur yang lainnya. 112 Bila dalam Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU tidak ditentukan secara tegas bagaimana kedudukan tertanggung dalam kepailitan perusahaan asuransi apakah sebagai kreditur yang Preferen diutamakan ataukan sebagai kreditur yang konkruen bersaing, namun hal tersebut tidak demikian dalam Undang – Undang Usaha perasuransian. Sebab, dalam Pasal 20 ayat 2 Undang – Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha 111 Ibid, hlm 137. 112 Ibid. Universitas Sumatera Utara Perasuransian, meyebutkan bahwa kedudukan nasabah asuransi dalam perusahaan aruransi yang dinyatakan pailit merupakan kreditur yang diutamakan preferen. 113 Namun, untuk tertanggung yang dapat dikategorikan sebagai kreditur yang preferen diutamakan ada pendapat yang menyatakan bahwa untuk tertanggung yang pembayaran premi asuransinya telah jatuh tempo dan berhak atas pembayaran klaim asuransi, maka tertanggung yang bersangkutan menempati kedudukan sebagai kreditur yang diutamakan preferen, sedangkan bagi tertanggung yang belum berhak atas pembayaran klaim asuransi, baik karena polisnya belum jatuh tempo asuransi jumlah atau perisiwanya evenemen belum terjadi, maka kedudukannya adalah sebagai kreditur biasa konkuren. 114 Antara Undang – Undang No 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dengan Undang – Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU memang memiliki pengaturan tersendiri mengenai kedudukan kreditur yang dalam hal ini sebagai tertanggung bila terjadi kasus pemailitan perusahaan Pendapat tersebut dapat diterima bila dalam menyelesaikan perkara kepailitan asuransi atau pemberesan harta pailit perusahaan asuransi, Kurator atau Balai Harta Peninggalan selalu mengacu pada ketentuan dalam pasal 20 ayat 2 Undang – Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. 113 Ibid. 114 Kusumaningdiah, Perlindungan Hukum Kepada Tertanggung Sehubungan dengan Pernyataan Pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Tesis Abstrak, Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2004, dalam http:adln.lib.unair.ac.idgo.php?id=jiptunair-gdl-s2-2004- Kusumaningdiah2c11053pailitq=++kepailitanPHPSESSID=0629b7ba39f6f4430c9571ce837f5 5fa Universitas Sumatera Utara asuransi, dimana dalam Undang – Undang No. 2 tahun 1992 telah jelas ditentukan kedudukan kreditur tertanggung sebagai kreditur yang diutamakan preferen, namun, pada Undang – Undang No. 37 tahun 2004 kedudukan kreditur tertanggung tidak ada diatur secara tegas apakah sebagai kreditur yang diutamakan preferen ataukah sebagai kreditur yang bersaing konkuren. Terhadap perbedaan pengaturan ini, peraturan perundang – undangan mana yang akan digunakan bila terjadi kasus pemailitan asuransi, sebaiknya kita kembali kepada prinsip ataupun asas hukum yang merupakan sesuatu yang menjadi latar belakang dari peraturan yang sifatnya kongkret dan umum. Meskipun prinsip atau asas hukum terkadang dinyatakan secara tegas dalam peraturan perundang – undangan, namun pada umumnya prinsip hukum tersebut tidak ditegaskan dalam bentuk peraturan yang kongkret. 115 Bila memperhatikan salah satu bunyi asas hukum yang berbuyi Lex Superiori derogate Lex Inferiori, yang artinya ketentuan hukum yang lebih tinggi lebih diutamakan pelaksanaanya daripada ketentuan hukum yang lebih rendah, asas ini sepertinya tidak dapat diterapkan mengingat kedudukan antara Undang – Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dengan Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dalam hierarki peraturan perundang – undanga adalah sama. Namun, bila memperhatikan ketentuan asas hukum lainnya yang berbunyi Lex Posteriori derogate Lex priori yang artinya ketentuan hukum yang lebih baru mengeyampingkan ketentuan hukum yang lebih lama, dengan prinsip bahwa ketentuan hukum yang baru lebih 115 Man Suparman Sastrawidjaja, OP. Cit., hlm. 64. Universitas Sumatera Utara tinggi atau sederajat dengan ketentuan hukum yang lama, dan mengatur objek yang sama. 116 Bila memperhatikan salah satu bunyi asas hukum lainnya yang berbunyi Lex specialis derogate lex generalis, yang artinya ketentuan yang bersifat khusus dapat mengeyampingkan ketentuan yang bersifat umum, maka bunyi asas ini dapat diterapkan bila terjadinya kasus pemailitan perusahaan asuransi, apakah akan mengacu pada Undang – Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian ataukah berpedoman pada Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 Asas hukum ini mungkin saja diterapkan bilamana terjadinya kasus kepailitan perusahaan asuransi untuk menentukan kedudukan kreditur tertanggung mengingat antara Undang – Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dengan Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU memiliki kedudukan yang sama dalam hierarki peraturan perundang – undangan dimana Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 dapat saja mengenyampingkan Undang – Undang No. 2 Tahun 1992 untuk menentukan kedudukan kreditur. Namun, kelemahan dari penerapan asas ini adalah bahwa Undang – undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU hanya mengatur tentang kepailitan secara umum sedangkan bagaimana kedudukan kreditur tertanggung dalam kepailitan perusahaan asuransi tidak diatur secara tegas, sehingga muncullah penerapan asas hukum lainnya yaitu Lex specialis derogate Lex generalis. 116 Blogspot.com, Belajar Hukum Indonesia, Maret 2010. dalam http:belajarhukumindonesia. Blogspot.com 201003 Azas-Azas-perundang-undangan.html. diakses pada tanggal 25 April 2010. Universitas Sumatera Utara tentang Kepailitan dan PKPU. Bila dalam Undang – Undang Kepailitan dan PKPU walaupun tidak secara tegas dinyatakan bahwa kedudukan tertanggung adalah sebagai kreditur yang konkuren bersaing, begitu juga halnya dalam Pasal 1133 dan 1134 2 KUH Perdata, hal ini dapat dikesampingkan dengan adanya Undang – Undang Usaha Perasuransian yang mengatur kedudukan tertanggung sebagai kreditur yang preferen diutamakan dalam hal terjadinya pemailitan perusahaan asuransi. 117 Dalam Pasal 20 ayat 2 Undang – Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dapat diberlakukan sebagai ketentuan yang khusus yang harus diutamakan pelaksanaanya dengan cara mengenyampingkan ketentuan hukum umum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1133 dan 1134 KUH Perdata. Demikian juga halnya dengan Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang harus dikesampingkan oleh karena Undang – Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian sendiri juga secara khusus telah mengatur dan menempatkan kedudukan tertanggung sebagai kreditur yang diutamakan pembayaran hak – haknya preferen. 118 Kedudukan tertanggung yang dimaksud adalah sebagai kreditur yang preferen yang istimewa privilege, 119 117 Mulhadi, Op. Cit., hlm. 138. 118 Lihat Pasal 20 ayat 2 UU No. 2 Tahun 1992. 119 Menurut pasal 1134 KUH Perdata, hak istimewa privilege adalah suatu hak yang diberikan oleh undang – undang kepada seorang kreditur yang menyebabkan ia berkedudukan lebih tinggi daripada yang lainnya, semata – mata didasarkan sifat piutang itu. Namun demikian, tetap saja kedudukan kreditur separatis pemegang gadai, hipotik, fidusia, dan hak tanggungan lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali undang – undang secara tegas menentukan sebaliknya. bukan kreditur preferen yang separatis, Karena tertanggung bukan pemegang jaminan kebendaan seperti gadai, hipotik atau fidusia. Universitas Sumatera Utara Penerapan asas hukum Lex specialis derogate lex generalis kepada Undang– Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dalam hal terjadinya kepailitan perusahaan asuransi harus dilakukan oleh kurator atau Balai Harta peninggalan hal ini disebabkan karena kedua peraturan perundang – undangan tersebut berada pada satu tingkatan yang sama. Namun perlu diperhatikan hal – hal yang diatur dari masing - masing undang – undang tersebut, dimana yang satu mengatur hal yang bersifat umum Kepailitan pada umumnya dan yang lain mengatur hal yang bersifat khusus kepailitan asuransi. 120

B. Akibat Hukum Suatu Perjanjian Bila Perusahaan Asuransi dinyatakan Pailit.