Polis Asuransi dan Premi Asuransi.

Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang diasuransikan, menggantikan tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang – orang ketiga berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut dan tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak penanggung terhadap orang – orang ketiga itu. Prinsip subrogasi ini timbul karena dalam hukum berlaku Pasal 1365 KUH Perdata yang mengharuskan pihak yang menyebabkan kerugian tersebut bertanggung jawab dengan mengganti kerugian tersebut kepada pihak yang dirugikan. Dalam bahasa lain, pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepda pihak yang menyebabkan kerugian. Oleh karena itu, untuk menghindari tertanggung mendapatkan keuntungan atas pemberlakuan pasal tersebut, yang memungkinkan tertanggung mendapatkan pemenuhan kembali kerugian dari perusahaan asuransi sebagai penanggung dan pihak ketiga yang manjadi penyebab kerugian, maka subrogasi menjadi prinsip yang menyertai prinsip keseimbangan. 40

D. Polis Asuransi dan Premi Asuransi.

1. Polis Asuransi Dalam suatu perjanjian asuransi, biasanya dibuat dalam bentuk akte yang berisi perjanjian antara penanggung dengan tertanggung. Akte tesebutlah yang bernama polis asuransi. Menurut ketentuan Pasal 255 KUHD, perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis. Selanjutnya Pasal 19 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian menentukan: 40 Ibid, hlm. 43 Universitas Sumatera Utara Polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan nama apapun, berikut lampiran yang merupakan satu kesatuan dengannya, tidak boleh mengandung kata, kata – kata atau kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai resiko yang ditutup asuransinya, kewajiban penanggung dan kewajiban tertanggung, atau mempersulit tertanggung mengurus haknya. Berdasarkan ketentuan 2 dua pasal tersebut diatas, maka dapat dipahami bahwa polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian asuransi anatara tertanggung dan penanggung. Sebagai alat bukti tertulis, isi yang tercantum dalam polis harus jelas, tidak boleh mengandung kata– kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan penafsiran sehingga mempersulit tertanggung dan penanggung merealisasikan hak dan kewajiban mereka dalam pelaksanaan asuransi. Di samping itu, polis juga memuat kesepakatan mengenai syarat - syarat khusus dan janji – janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban untuk mencapai tujuan asuransi. Tetapi, yang perlu diketahui bahwa polis sebenarnya bukan merupakan hal mutlak yang harus ada dalam perjanjian asuransi akan tetapi sebagai alat pembuktian adanya perjanjian asuransi yang diadakan oleh pihak penanggung dengan tertanggung. Hal tersebut diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Dagang, dimana dalam Pasal 257 KUHD disebutkan bahwa Perjanjian pertanggungan diterbitkan seketika setelah ia ditutup, hak – hak dan kewajiban bertimbal balik dari si penanggung dan si tertanggung mulai berlaku semenjak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani. Ketentuan yang hampir senada juga dalam Pasal 258 KUHD yang berbunyi sebagai berikut: Untuk membuktikan hal ditutupnya perjanjian tersebut, diperlukan pembuktian dengan tulisan namun demikian bolehlah lain – lain alat Universitas Sumatera Utara pembuktian dipergunakan juga, manakala sudah ada suatu permulaan pembuktian dengan tulisan. Namun demikian bolehlah ketetapan – ketetapan dan syarat – syarat khusus apabila tentang itu timbul suatu perselisihan, dalam jangka waktu antara penutupan perjanjian dan penyerahan polisnya, dibuktikan dengan segala alat bukti tetapi dengan pengertian bahwa segala hal yang dalam beberapa macam pertanggungan oleh ketentuan - ketentuan undang – undang, atas ancaman – ancaman batal, diharuskan penyebutannya dengan tegas dalam polis, harus dibuktikan dengan tulisan. Dalam perjanjian asuransi sering dimuat janji – janji khusus yang dirumuskan dengan tegas dalam polis, yang lazim disebut klausula asuransi. Maksud klausula tersebut adalah untuk mengetahui batas tanggung jawab penanggung dalam pembayaran ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. 41 Sejatinya, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat syarat– syarat khusus sebagai berikut: 42 a. Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi; b. Nama tertanggung untuk diri sendiri atau untuk pihak ketiga; c. Uraian jelas mengenai benda yang diasuransikan; d. Jumlah yang diasuransikan; e. Bahaya – bahaya evenemen yang ditanggung oleh penanggung; f. Saat bahaya evenemen mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung; g. Premi asuransi; h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji - janji khusus yang diadakan para pihak. Apabila asuransi diadakan langsung antara tertanggung dan penanggung, maka polis harus ditandatangani dan diserahkan oleh penanggung dalam tempo 24 dua puluh empat jam setelah permintaan, kecuali apabila karena ketentuan 41 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit. hlm 59 42 Lihat Pasal 256 KUHD Universitas Sumatera Utara undang – undang ditentukan tenggang waktu yang lebih lama. 43 Berdasarkan ketentuan ini, maka pembuat polis adalah penanggung atas permintaan tertanggung. Penanggung menandatangani polis tersebut, setelah itu segera diserahkan kepada tertanggung. Pembuatan polis oleh penanggung sesuai dengan fungsi polis sebagai bukti tertulis bagi kepentingan tertanggung. Namun, asuransi tidak hanya dapat diadakan untuk kepentingan sendiri, tetapi juga untuk kepentingan pihak ketiga, baik berdasarkan kuasa umum atau kuasa khusus, bahkan tanpa pengetahuan pihak ketiga yang berkepentingan. 44 2. Premi Asuransi Apabila asuransi tersebut diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, maka menurut ketentuan Pasal 265 KUHD, hal itu ditegaskan dalam polis apakah terjadi berdasarkan pemberian kuasa atau tanpa pengetahuan pihak ketiga yang berkepentingan. Asuransi yang diadakan tanpa pemberian kuasa dan tanpa pengetahuan pihak ketiga yang berkepentingan, menurut ketentuan Pasal 266 KUHD adalah batal, apabila benda yang sama diasuransikan oleh yang berkepentingan atau oleh pihak ketiga atas perintahnya, sebelum diketahuinya asuransi yang diadakan tanpa pengetahuannya itu. Dalam perjanjian asuransi, terdapat salah satu unsur penting dalam asuransi karena merupakan kewajiban utama yang wajib dipenuhi oleh tertanggung kepada penanggung. Unsur penting yang harus dipenuhi oleh tertanggung tersebut dinamakan premi asuransi. Premi asuransi merupakan suatu 43 Pasal 259 KUHD. 44 Pasal 264 KUHD. Universitas Sumatera Utara pembayaran dari tertanggung kepada penanggung sebagai imbalan uang ganti rugi apabila terjadi peristiwa yang tidak diiginkan terjadi. Premi ini merupakan hal mutlak dalam asuransi, sebab semakin besar suatu resiko yang ditanggung, semakin besar pula pembayaran asuransinya. Premi asuransi diatur dalam Pasal 246 KUHD yang menyatakan …dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi…. Dalam hubungan hukum, penanggung menerima pengalihan resiko dari tertanggung dan tertanggung membayar sejumlah premi sebagai imbalannya. Apabila premi tidak dibayar, asuransi dapat dibatalkan atau setidaknya asuransi tidak berjalan. Premi harus dibayar lebih dahulu oleh tertanggung karena tertanggunglah pihak yang berkepentingan. 45 Sebagai perjanjian timbal balik, asuransi bersifat konsensual, artinya sejak terjadi kesepakatan timbullah kewajiban dan hak kedua belah pihak. Akan tetapi, asuransi baru berjalan jika kewajiban tertanggung membayar premi telah dipenuhi, dan sejak saat itulah resiko beralih kepada pihak penanggung. 46 Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dipahami bahwa premi dalam perjanjian asuransi merupakan unsur yang sangat penting dan syarat mutlak yang harus ada dalam perjanjian asuransi. Kriteria premi asuransi adalah sebagai berikut: 47 a. Dalam bentuk sejumlah uang; 45 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hlm. 103 46 Ibid, hlm. 104. 47 Ibid. Universitas Sumatera Utara b. Dibayar terlebih dahulu oleh tertanggung; c. Sebagai imbalan pengalihan resiko; d. Dihitung berdasarkan persentase terhadap nilai resiko yang dialihkan. Penetapan jumlah premi asuransi yang harus dibayarkan didasarkan atas penghitungan analisis resiko yang sehat dan juga atas dasar penilaian resiko yang akan dipikul oleh penanggung. Menurut ketentuan Pasal 20 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, premi harus ditetapkan pada tingkat yang mencukupi, tidak berlebihan dan tidak diterapkan secara diskriminatif. Pada ayat 2 dikatakan tingkat premi dinilai tidak mencukupi apabila: a. Sedemikian rendah sehingga tidak sebanding dengan manfaat yang diperjanjikan dalam polis asuransi yang bersangkutan; b. Penerapan tingkat premi secara berkelanjutan akan membahayakan tingkat solvabilitas perusahaan; c. Penerapan tingkat premi secara berkelanjutan akan dapat merusak iklim kompetisi yang sehat. Tingkat premi dinilai berlebihan apabila sedemikian tinggi, sehingga sangat tidak sebanding dengan manfaat yang diperjanjikan dalam polis asuransi yang bersangkutan. Penerapan tingkat premi dinilai bersifat diskriminatif apabila Universitas Sumatera Utara tertanggung dengan luas pengadaan yang sama serta dengan jenis tingkat resiko yang sama dikenakan tingkat premi yang berbeda. 48 48 Ibid, hlm. 106. Universitas Sumatera Utara BAB III PERUSAHAAN PAILIT

A. Pengertian Pailit