Kesimpulan Perlindungan Hukum Kepada Tertanggung Dari Perusahaan Asuransi Yang Pailit

BAB V Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat penulis ambil dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Suatu Perusahaan Asuransi dapat dinyatakan pailit bilamana Perusahaan Asuransi tersebut dalam hal kedudukannya sebagai debitur memiliki sekurang – kurangnya 2 dua kreditur atau lebih, dimana salah satu utang dari Perusahaan Asuransi tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih, namun belum dapat dibayarkan juga. Sehingga apabila terjadi kasus demikian terhadap suatu Perusahaan Asuransi, proses permohonan pernyataan pailitnya tidaklah dapat dimohonkan oleh setiap orang yang mengaku sebagai krediturnya, melainkan harus melalui Menteri Keuangan. Hal ini disebabkan dalam menjalankan kegiatanya, Perusahaan Asuransi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk premi asuransi, sehingga perlu adanya pengawasan dari pihak pemerintah, dalam hal ini menteri keuangan. 2. Perusahaan Asuransi sebagai debitur yang telah dinyatakan pailit melalui suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, membawa akibat hukum bagi Perusahaan Asuransi itu sendiri. Akibat hukum dengan keluarnya pernyataan pailit bagi Perusahaan Asuransi Universitas Sumatera Utara itu ialah Perusahaan Asuransi tersebut kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya sendiri yang termasuk dalam budel pailit, Akibat hukum lainnya ialah untuk melindungi kepentingan kreditur, segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit, dapat dimintakan pembatalannya bila dianggap merugikan kepentingan kreditur. 3. Terdapat 2 dua hal pengaturan hukum yang berbeda yang mengatur masalah kepailitan di Indonesia, dimana dalam Undang – Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian telah mengatur secara tegas kedudukan kreditur tertanggung sebagai kreditur yang diutamakan preferen bila terjadi kepailitan terhadap perusahaan asuransi. Tetapi, dalam Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 kedudukan kreditur tertanggung tidak ditentukan secara tegas apakah sebagai kreditur yang diutamakan preferen ataukah sebagai kreditur yang bersaing konkuren. Untuk itu bila terjadi hal yang demikian, sebaiknya kita kembali kepada asas hukum, terutama asas Lex specialis derogate Lex generalis yaitu ketentuan yang lebih khusus mengenyampingkan ketentuan umum sebagai dasar dari peraturan perundang – undangan.

B. Saran