Defenisi Perjanjian Asuransi dan Tujuan Asuransi

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI

A. Defenisi Perjanjian Asuransi dan Tujuan Asuransi

1. Defenisi Perjanjian Asuransi Terdapat beberapa batasan dan perbedaan dari pengertian asuransi hal ini disebabkan dari sudut pandang mana orang – orang yang mendefenisikan asuransi itu melihatnya. Dari sudut pandang yuridisnya, Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro mendefenisikan asuransi atau verzekering sebagai suatu pertanggungan yang melibatkan dua pihak, satu pihak sanggup menanggung atau menjamin, dan pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin akan dideritanya sebagai akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya. 12 Purwosutjipto juga mendefenisikan asuransi sebagai suatu perjanjian timbal – balik dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkannya, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu onzeker voorval. 13 12 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia. Penerbit Intermasa, Jakarta, 1996, hlm.12 13 H.M.N. Purwosutjipto, Loc.Cit. Universitas Sumatera Utara Selain pendapat diatas, pengertian asuransi sebenarnya juga sudah diatur secara limitatif dalam peraturan perundang - undangan. Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Dagang disebutkan dalam Pasal 246 KUHD bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu. Selain defenisi dari asuransi yang diberikan oleh Kitab Undang – Undang Hukum Dagang, Undang - Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian juga memberikan defenisi dari asuransi. Dalam Ketentuan Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa: Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertangung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Dari defenisi asuransi yang diberikan oleh Kitab Undang – Undang Hukum Dagang dan Undang – Undang No. 2 Tahun 1992, terdapat perbedaan diantara keduanya dimana dalam Kitab Undang – Undang Hukum Dagang menyebutkan bahwa suatu perjanjian asuransi hanyalah perjanjian yang melibatkan 2 pihak saja yaitu penanggung perusahaan asuransi dan juga pihak tertanggung yang membayar premi asuransi. Selain itu, unsur penting dari Universitas Sumatera Utara perjanjian asuransi ini ialah hanya menunjuk kepada asuransi kerugian saja loss insurance yang objeknya hanya harta kekayaan saja. 14 Berbeda dengan Undang – Undang No. 2 Tahun 1992, Undang – Undang ini menyebutkan bahwa perjanjian asuransi tidak hanya melibatkan 2 pihak saja penanggung dan tertangung tetapi juga pihak ketiga yang dipertanggungkan serta unsur peristiwa dalam Undang – Undang ini tidak hanya merujuk kepada Asuransi Kerugian loss Insurance yang objeknya hanya harta kekayaan saja tetapi juga merujuk kepada Asuransi Jiwa life insurance. Hal ini bisa dibuktikan dari kalimat “memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seorang yang dipertanggungkan”. Jadi, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Undang – Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian memberikan defenisi asuransi yang lebih luas bila dibandingkan dengan defenisi asuransi yang diberikan oleh Pasal 246 KUHD. 15 Definisi yang lebih luas lagi dari asuaransi juga diberikan dalam Pasal 41 New York Insurance Law. Menurut ketentuan Pasal 41 New York insurance Law ini 16 The Insurance contract is any agreement or other transaction where by one party herein called the insurer, is obligated to confer benefit of precuniary value upon another party, herein called the isured of beneficiary, dependent up on the happening of a fortuitous event in which the insured or beneficiary has, or expected to have the time of such happening a material interest which will be adversely affected by the happening of such event. A lortuitous event is any occurance or failure to occur which is, or is assumed by the parties to be a : 14 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 9. 15 Ibid, hlm.11. 16 Pasal 41 New York Insurance Law. Universitas Sumatera Utara substantial extended beyond the control of either party. Perjanjian asuransi adalah suatu persetujuan atau transaksi dengan orang lain dimana satu orang didalam hal ini disebut penanggung, diwajibkan untuk memberikan perlindungan yang ada menfaatnya bagi pihak yang lainnya, inilah yang disebut dengan tertanggung atau penerima manfaat. Peristiwa apa yang secara kebetulan terjadi yang menimpa tertanggung atau penerima manfaat, atau merugikan harta benda yang diasuransikan yang menyebabkan kerugian dari peristiwa tersebut. Peristiwa atau kejadian tersebut terjadi di luar dari kehendak para pihak. Dalam definisi tersebut digunakan kata – kata to confer benefit of precuniary value, tidak digunakan kata – kata confer indemnity of precuniary value. Pengertian benefit tidak hanya meliputi ganti kerugian terhadap harta kekayaan, tetapi juga meliputi pengertian “yang ada manfaatnya” bagi tertanggung. Jadi, termasuk juga pembayaran sejumlah uang pada asuransi jiwa. Defenisi dalam Pasal 41 New York Insurance Law meliputi asuransi kerugian Schade Verzekering dan asuransi sejumlah uang Sommen Verzekering. Rumusan tersebut juga lebih luas daripada rumusan Pasal 246 KUHD. 17 Perasuransian adalah istilah hukum legal term yang dipakai dalam perundang – undangan dan Perusahaan Perasuransian. Istilah perasuransian berasal dari kata “asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Apabila kata asuransi diberi imbuhan per – an, maka muncullah istilah perasuransian yang Selain istilah asuransi, juga dikenal istilah Perasuransian. Walaupun kedua kata tersebut hampir sama, namun keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Untuk dapat membedakan pengertian dari kedua istilah tersebut, maka perlu juga diuraikan pengertian dari perasuransian. 17 Abdulkadir Muhammad, Loc. Cit. Universitas Sumatera Utara berkenaan dengan usaha asuransi. 18 Usaha yang berkenaan dengan asuransi ada 2 jenis yaitu: 19 a. Usaha di bidang kegiatan asuransi disebut usaha asuransi insurance business. Perusahaan yang menjalankan kegiatan asuransi disebut Perusahaan Asuransi insurance company b. Usaha di bidang kegiatan penunjang usaha asuransi disebut usaha penunjang asuransi complementary insurance business. Perusahaan yang menjalankan usaha penunjang usaha asuransi disebut perusahaan penunjang asuransi complementary insurance company. Menurut Pasal 2 huruf a Undang – Undang No. 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dinyatakan bahwa usaha asuransi adalah usaha jasa keuangan yang menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang. Sementara itu, Perusahaan Penunjang Asuarnsi adalah jenis perusahaan yang menjalankan usaha penunjang usaha asuransi. Dalam Pasal 2 huruf b Undang- Undang No. 2 Tahun 1992 dikatakan bahwa usaha penunjang usaha asuransi adalah usaha yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, jasa penilaian kerugian asuransi dan jasa aktuaria. 2. Tujuan Asuransi Hidup tak ubahnya seperti permainan dari ketidakpastian. Secara awam, ketidakpastian itu diterjemahkan sebagai resiko. Sesuatu yang belum pasti terjadi, 18 Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek – Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Alumni, Bandung,1997, hlm. 13. 19 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 5. Universitas Sumatera Utara akibatnya tentu tidak dikehendaki juga. Misalnya resiko kecelakaan, kematian, kerugian dan lain sebagainya. Tak seorangpun mengetahui secara pasti kapan resiko itu akan terjadi. Berdasarkan uraian diatas, sejatinya yang menjadi fokus utama adalah resiko dibalik ketidakpastian yang umumnya tidak dikehendaki. 20 Berdasarkan uraian diatas, asuransi sebenarnya memiliki tujuan – tujuan utama yang hendak dicapai. Tujuan – tujuan tersebut antara lain: Namun, resiko itu dapat dialihkan kepada pihak lain perusahaan asuransi bila mereka menjadi anggota asuransi. 21 Dalam hal tidak terjadinya perstiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalahnya terhadap resiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam praktiknya tidak selamanya bahaya yang mengancam itu sungguh – sungguh akan terjadi. Ini merupakan kesempatan kepada penanggumg mengumpulkan premi dari tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. a. Teori Pengalihan Resiko Menurut teori pengalihan resiko, risk transfer theory, tertanggung menyadari bahwa ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika harta kekayaan atau jiwanya terancam, dia akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat raga. Untuk mengurangi atau menghilangkan beban resiko tersebut, pihak tertanggung berusaha mencari jalan bila ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban resiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut dengan premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan resiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi penanggung sejak saat itu resiko beralih kepada pihak penanggung. b. Pembayaran Ganti Kerugian 20 Menurut Agus Purwanto 1995 bahwa didalam industri asuransi, resiko diartikan sangat khusus dan sederhana. Secara operasional, resiko diartikan sebagai Uncertainty of financial loss atau kerugian yang tidak pasti. Jadi, resiko memiliki 2 dua unsur yaitu ketidakpastian dan kerugian uncertainty and loss. Oleh karena itu, apapun yang dapat menimbulkan kerugian disebut dengan resiko. Dalam Kun Wahyu Wardana, Hukum Asuransi, CV. Mandar Maju, Bandung, 2009, hlm. 15. 21 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit. hlm. 12. Universitas Sumatera Utara Jika suatu ketika peristiwa itu sungguh – sungguh terjadi, yang menimbulkan kerugian, maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransi. Dengan demikian, tertangung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang dideritanya. c. Pembayaran Santunan Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas sukarela antara penanggung dengan tertanggung voluntary insurance. Akan tetapi, undang – undang mengatur asuransi yang bersifat wajib compulsory insurance, artinya, tertanggung terikat dengan penanggung karena undang – undang, bukan karena perjanjian. Asuransi jenis ini disebut dengan jenis asuransi sosial social security insurance. Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh. Tertanggung yang telah membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang terikat pada suatu hubungan hukum tertentu yang ditetapkan undang – undang, misalnya hubungan kerja, penumpang angkutan umum. Apabila mereka mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaannya atau selama angkutan berlangsung, mereka atau ahli warisnya akan memperoleh pembayaran santunan dari penanggung BUMN, yang jumlahnya telah ditetapkan oleh undang – undang. Jadi, tujuan mengadakan asuransi sosial menurut pembentuk undang – undang adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena musibah diberi santunan sejumlah uang. d. Kesejahteraan Anggota Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi iuran kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung. Sedangkan anggota pekumpulan bertindak sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota tertanggung, perkumpulan akan membayarkan sejumlah unag kepada anggota tertanggung yang bersangkutan. Wirjono Prodjodikoro menyebut asuransi seperti ini mirip dengan “perkumpulan koperasi”. Asuransi ini merupakan asuransi yang saling menanggung onderlinge verzekering atau asuransi usaha bersama mutual insurance yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan angota. 22 Setelah ditelaah dengan seksama, asuransi saling menanggung tidak dapat digolongkan ke dalam asuransi murni, tetapi hanya mempunyai unsur – unsur yang mirip dengan asuransi kerugian atau sejumlah uang. 22 Wirjono Prodjodikoro, Loc. Cit. Universitas Sumatera Utara Penyetoran uang iuran oleh anggota perkumpulan seperti premi oleh tertanggung merupakan pengumpulan dana untuk kesejahteraan anggotanya atau untuk mengurus kepentingan anggotanya. B. Pihak – pihak yang Terlibat dalam Perjanjian Asuransi Serta Unsur – unsur Penting Asuransi 1. Pihak – pihak yang terlibat dalam perjanjian asuransi Untuk mengetahui siapa – siapa saja pihak yang terlibat dalam perjajian asuransi, maka perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dari subjek hukum itu sendiri sebab perjanjian asuransi juga sama halnya dengan perjanjian lainnya dimana salah satu sahnya perjanjian tersebut harus dibuat oleh pihak – pihak yang memenuhi kriteria sebagai subjek hukum. Subjek hukum itu sendiri adalah segala sesuatu pendukung hak dan kewajiban yang terdiri dari manusia dan badan hukum. Jadi, sebagai subjek hukum, baik manusia maupun badan hukum mempunyai hak – hak dan kewajiban– kewajiban untuk melakukan tindakan hukum dimana mereka dapat mengadakan persetujuan – persetujuan. Pada dasarnya, manusia dikatakan sebagai subjek hukum pada saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia. Bahkan seorang anak yang masih berada dalam kandungan ibunya dapat dikatakan sebagai subjek hukum bilamana kepentingannya mengkehendaki. 23 Walaupun hukum menentukan bahwa setiap orang tanpa terkecuali memiliki hak -hak, akan tetapi pada dasarnya tidaklah semua orang diperbolehkan bertindak sendiri dalam melaksanakan hak – hak tersebut. 23 Lihat Pasal 2 kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Universitas Sumatera Utara Dalam hal ini ada beberapa golongan orang yang oleh hukum dinyatakan “tidak cakap” atau “kurang cakap” untuk bertindak sendiri melakukan perbuatan hukum tetapi mereka harus dibantu atau diwakilkan oleh orang lain. Mereka yang oleh hukum telah dinyatakan untuk melakukan sendiri perbuatan hukum adalah: 24 a. Orang yang masih dibawah umur, yaitu belum mencapai usia 21 tahun atau belum dewasa. b. Orang – orang yang tidak sehat pikirannya gila, pemabuk dan pemboros, yaitu mereka yang ditaruh dibawah pengampuan curatele. Demikian juga halnya dalam perjanjian selalu ada 2 dua macam subjek hukum yaitu disatu pihak seseorang atau suatu badan hukum yang mendapat beban kewajiban untuk sesuatu, dan dilain pihak ada sesorang atau suatu badan hukum yang mendapat hak atau pelaksanaan kewajiban itu. Oleh karena itu dalam suatu perjanjian ada pihak yang berkewajiban dan ada pihak yang berhak. 25 Berbeda halnya dalam perjanjian asuransi, yang merupakan perjanjian timbal balik, dimana satu pihak tidak selalu menjadi pihak yang berhak, melainkan dari sudut lain mempunyai beban kewajiban juga terhadap pihak lain, yang dengan demikian tidak selalu menjadi pihak yang berkewajiban melainkan 24 Lihat Pasal 1330 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. 25 Djanius Djamin dan Syamsul Arifin, Op. Cit., hlm. 30. Universitas Sumatera Utara menjadi pihak yang berhak terhadap kewajiban dari pihak pertama yang harus dilaksanakan. 26 Jadi, dalam setiap mengadakan perjanjian asuransi, haruslah sekurang – kurangnya ada 2 dua pihak dimana pihak yang satu disebut penanggung dan pihak lain disebut tertanggung. Dalam hal ini, pihak penanggung adalah pihak terhadapnya resiko tersebut dialihkan, yang seharusnya dipikul sendiri oleh tertanggung karena menderita suatu kerugian atas suatu peristiwa yang tidak tentu. Resiko ini hanya dialihkan kepada penanggung bila adanya premi yang diberikan oleh tertanggung. Jadi, dengan adanya premi ini, pihak penanggung mengikatkan dirinya untu menanggung resiko yang seharusnya ditanggung oleh pihak tertanggung. 27 Sedangkan pihak tertanggung sebagai orang – orang yang berkepentingan mengadakan perjanjian asuransi adalah sebagai pihak yang berkewajiban untuk membayar premi kepada penanggung, sekaligus atau berangsur – angsur, dengan tujuan akan mendapat penggantian atas kerugian yang mungkin akan dideritanya akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi. 28 2. Unsur – Unsur Penting Asuransi Bila dilihat dari defenisi asuransi yang terdapat dalam Kitab Undang – Undang Hukum Dagang, Pasal 246 disebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung 26 Ibid., hlm. 31 27 Ibid. 28 Ibid. Universitas Sumatera Utara mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang munkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 1 Undang – Undang No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian disebutkan bahwa: Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertangung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang dihapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Berdasarkan 2 dua defenisi asuransi yang disebutkan diatas, maka asuransi itu sendiri memiliki unsur – unsur yang terkandung didalamnya. Unsur – unsur itu yaitu: 29 a. Pihak – Pihak Subjek asuransi adalah pihak – pihak dalam asuransi, yaitu penanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi. Penanggung dan tertanggung adalah pendukung hak dan kewajiban. Penanggung wajib menerima resiko yang dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh premi. Sedangkan tertanggung wajib membayar premi dan berhak memperoleh penggantian kepadanya bila peristiwa yang tidak pasti tersebut terjadi kepadanya. b. Status Para Pihak Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum dapat berbentuk Perseroan Terbatas PT, Perusahaan Perseroan Persero atau Koperasi. Tertanggung berstatus sebagai orang pribadi atau badan hukum atau pihak berkepentingan atas harta yang diasuransikan. c. Objek Asuransi Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda, dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi tersebut, ada tujuan – tujuan yang ingin dicapai oleh para pihak. Penanggung bertujuan memperoleh sejumlah premi dan 29 Wirjono Prodjodikoro, Loc. Cit. Universitas Sumatera Utara tertanggung bertujuan bebas dari resiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian pada dirinya. d. Peristiwa Asuransi Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum legal act dapat berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti evenemen mengancam benda asuransi dan syarat – syarat yang berlaku dalam asuransi. e. Hubungan Asuransi Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung adalah keterikatan legally bound yang timbul karena persetujuan atau kesepakatan bebas. Artinya sejak tercapainya kesepakatan asuransi, tertanggung terikat dan wajib membayar premi asuransi kepada penanggung dan saat itu pula penanggung menerima pengalihan resiko.

C. Prinsip – prinsip Umum dalam Perjanjian Asuransi