Prinsip – prinsip Umum dalam Perjanjian Asuransi

tertanggung bertujuan bebas dari resiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian pada dirinya. d. Peristiwa Asuransi Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum legal act dapat berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti evenemen mengancam benda asuransi dan syarat – syarat yang berlaku dalam asuransi. e. Hubungan Asuransi Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung adalah keterikatan legally bound yang timbul karena persetujuan atau kesepakatan bebas. Artinya sejak tercapainya kesepakatan asuransi, tertanggung terikat dan wajib membayar premi asuransi kepada penanggung dan saat itu pula penanggung menerima pengalihan resiko.

C. Prinsip – prinsip Umum dalam Perjanjian Asuransi

Dalam asuransi dikenal beberapa prinsip yang menjadi pedoman dalam mengadakan perjanjian asuransi. Prinsip – Prinsip tersebut yaitu: 30 1. Prinsip Kepentingan yang Dapat Diasuransikan Insurable Interest Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan Inrusable Interest merupakan syarat mutlak untuk mengadakan perjanjian asuransi. Apabila pihak tertanggung atau pihak yang dipertanggungkan tidak memiliki kepentingan pada saat mengadakan perjanjian auransi, dapat menyebabkan perjanjian tersebut menjadi tidak sah atau batal demi hukum 31 Diharuskannya ada prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan insurable interest dalam perjanjian asuransi dengan maksud untuk mencegah agar asuransi tidak menjadi permainan dan perjudian. Hal itu disebabkan, apabila sesorang yang tidak mempunyai kepentingan atas suatu objek tersebut, maka akibatnya tanpa menderita kerugian orang Prinsip kepentingan yang diasuransikan ini diatur dalam pasal 250 KUHD yang berbunyi: “Apabila seseorang yang telah mengadakan asuransi untuk diri sendiri, atau apabila seseorang yang untuknya telah diadakan asuransi, pada saat diadakannya asuransi itu tidak mempunyai kepentingan terhadap barang yang diasuransikan itu, maka penanggung tidak diwajibkan memberi ganti rugi”. 30 Kun Wahyu Wardana, Hukum Asuransi, CV. Mandar Maju, Bandung, 2009. hlm. 84 31 Ibid, hlm 31 Universitas Sumatera Utara tersebut akan mendapat ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang tidak dikehendaki menimpa objek dimaksud. 32 Sri Rejeki Hartono, memberikan metode bagaimana mendeteksi apakah seseorang memiliki kepentingan atau tidak dalam asuransi dengan menggunakan indikator sebagai berikut: 33 a. Seberapa jauh keterkaitan tertanggung terhadap bendaobjek perjanjian asuransi terhadap terjadinya peristiwa yang diperjanjikan; b. Apakah peristiwa yang terjadi menyebabkan kerugian atau tidak terhadap tertanggung; 2. Prinsip Itikad Baik yang Sempurna Utmost Goodfaith Dalam Kontrak asuransi, itikad baik saja belum cukup tetapi dituntut yang terbaik dari itikad baik dari calon tertanggung. Hal ini dikarenakan tertanggung yang dinilai lebih memahami tentang objek yang akan dipertanggungkan, maka tertanggung harus mengungkapkan seluruh fakta material yang berkaitan objek pertanggungan tersebut secara akurat dan lengkap kepada Underwriter. 34 Prinsip itikad baik yang sempurna Utmost Good Faith menyangkut kewajiban yang harus dipenuhi para pihak sebelum kontrak ditutup dan bukan dipenuhi dalam rangka pelaksanaan kontrak yang sudah ditutup seperti itikad baik yang dimaksud Pasal 1338 KUH Perdata. 35 32 Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek – Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, PT Alumni Bandung,1997, hlm. 16 33 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta 2001, hlm. 12 34 Underwriter adalah sebutan yang diberikan kepada orang yang bertanggung jawab dalam perusahaan asuransi untuk menilai resiko yang akan dipertanggungkan, menentukan apakah menerima atau menolak resiko, atau menerima sebagian. Dan mengkalkulasi besaran premium yang wajar untuk suatu resiko yang dipertanggungkan. Dalam Kun Wahyu Wardana, Op. Cit., hlm. 34 35 H. Gunanto, Asuransi Kebakaran di Indonesia, Logos Wacana Ilmu, Tanggerang, 2003, hlm. 12 Prinsip itikad baik yang sempurna ini juga diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Dagang. Dalam Pasal 251 KUHD disebutkan: Universitas Sumatera Utara Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal – hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat – syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan. Mengenai kapan saja masa berlakunya prinsip itikad baik yang sempurna ini yang harus dimiliki oleh para pihak dalam perjanjian asuransi terutama tertanggung, AM. Hasan Ali, memiliki pendapatnya sendiri bahwa kewajiban untuk memberikan fakta – fakta penting tersebut berlaku: 36 a. Sejak perjanjian mengenai perjanjian asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi selesai dibuat, yaitu pada saat para pihak menyetujui kontrak tersebut. b. Pada saat perpanjangan kontrak tersebut c. Pada saat terjadi perubahan kontrak asuransi dan mengenai hal – hal yang ada kaitannya dengan perubahan – perubahan itu. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan prinsip itikad baik yang sempurna Utmost Good Faith atau kejujuran yang sempurna harus selalu ada dari tertanggung untuk mengungkapkan seluruh fakta material yang dinilai akan berpengaruh terhadap keputusan seorang Underwriter. Jadi, itikad baik yang sempurna dalam suatu perjanjian merupakan suatu sikap yang dilandasi oleh kejujuran, tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk yang dapat merugikan pihak lain yang harus dilakukan oleh para pihak yang membuat perjanjian. 36 AM. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam; Suatu Tinjauan Analiis Historis, Teoritis dan Praktis, Prenada Media, Jakarat, 2004, hlm. 20. Universitas Sumatera Utara 3. Prinsip Keseimbangan Indemnity Principle Merupakan salah satu prinsip dalam perjanjian asuransi yang menyatakan bahwa besarnya penggantian kerugian dari penanggung harus seimbang dengan kerugian yang sungguh – sungguh diderita oleh tertanggung. Penerapan prinsip keseimbangan Indemnity Principle dalam asuransi ini, sekaligus menjadi pembeda bahwa asuransi tidak sama dengan perjudian. Dalam perjudian tidak dikenal ganti rugi bagi yang kalah. Kerugian akibat kekalahan yang diderita dalam perjudian merupakan konsekuensi yang harus diterima. 37 Sedangkan dalam asuransi, ganti rugi merupakan suatu tujuan bahwa asuransi merupakan risk transfer mechanism. Mengalihkan atau membagi resiko yang kemungkinan akan diderita atau dihadapi tertanggung atas suatu peristiwa yang tidak dikehendaki dan belum pasti terjadi. Namun, satu hal yang perlu diketahui dalam prinsip keseimbangan Indemnity Principle ini, bahwa tertanggung tidak diperkenankan untuk memperoleh keuntungan dari ganti rugi yang diberikan oleh penanggung. Besarnya ganti rugi yang diterima oleh tertanggung harus seimbang atau sama dengan kerugian yang dideritanya. Untuk menciptakan keseimbangan antara kerugian dengan ganti rugi harus terlebih dahulu diketahui berapa nilai atau harga dari objek yang diasuransikan. Sedangkan dalam asuransi jiwa yang tidak dapat diukur secara finansial kerugian yang diderita, maka prinsip kepentingan ini tidak berlaku. Jadi, besarnya ganti rugi yang dibayarkan kepada tertanggung ditentukan oleh berapa nilai pertanggungan manfaat yang dikehendaki dan kesanggupan dari tertanggung dalam membayar preminya. Semakin besar nilai pertanggungan yang dikehendaki, maka semakin besar pula nilai premi yang harus dibayarkan. 38 4. Prinsip Subrogasi. Subrogasi merupakan peralihan hak dari tertanggung kepada penanggung untuk menuntut ganti rugi kepada pihak lain yang mengakibatkan timbulnya kerugian terhadap objek pertanggungan dari tertanggung sesaat setelah penanggung membayar ganti rugi tersebut kepada tertanggung sesuai jaminan polis. Tapi, suatu hal yang pelu diketahui, bahwa subrogasi hanya berlaku untuk contract of indemnity karena subrogasi mencegah tertanggung untuk mendapatkan penggantian lebih dari kerugian yang dideritanya. 39 37 Kun Wahyu Wardana, Op. Cit. hlm. 38 38 Ibid., hlm. 39 39 Ibid, hlm. 42. Pemahaman prinsip subrogasi ini juga diatur dalam ketentuan pasal 284 KUHD yang mengatur subrogasi sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang diasuransikan, menggantikan tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang – orang ketiga berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut dan tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak penanggung terhadap orang – orang ketiga itu. Prinsip subrogasi ini timbul karena dalam hukum berlaku Pasal 1365 KUH Perdata yang mengharuskan pihak yang menyebabkan kerugian tersebut bertanggung jawab dengan mengganti kerugian tersebut kepada pihak yang dirugikan. Dalam bahasa lain, pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepda pihak yang menyebabkan kerugian. Oleh karena itu, untuk menghindari tertanggung mendapatkan keuntungan atas pemberlakuan pasal tersebut, yang memungkinkan tertanggung mendapatkan pemenuhan kembali kerugian dari perusahaan asuransi sebagai penanggung dan pihak ketiga yang manjadi penyebab kerugian, maka subrogasi menjadi prinsip yang menyertai prinsip keseimbangan. 40

D. Polis Asuransi dan Premi Asuransi.