Penerimaan Pajak HASIL DAN PEMBAHASAN

pendapat yang menjelaskan mengapa pengaruh krisis moneter sedemikian buruk pengaruhnya bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat terpukul oleh krisis moneter karena selama ini pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh investasi tidak langsung, bukan Investasi langsung sehingga ketika para investor merasa bahwa investasinya sudah tidak menguntungkan lagi, dengan mudah mereka menarik investasi tersebut. Pada periode 1999-2007 adalah periode menuju pemulihan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi pada periode ini cenderung meningkat dan sudah mencapai rata-rata 4,62 pertahun. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dari scatter diagram berikut ini: Gambar 4.2. Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 1980 s.d 2007 dalam Persen

4.2. Penerimaan Pajak

Pendapatan negara merupakan komponen yang sangat penting dan strategis dalam struktur APBN mengingat peranannya dalam meningkatkan kapasitas fiskal, Universitas Sumatera Utara menekan defisit, dan pembiayaan belanja negara. Pendapatan negara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 terdiri dari penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak PNBP, dan hibah. Dalam struktur APBN, penerimaan negara terdiri dari penerimaan dalam negeri dan hibah. Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan perpajakan dan PNBP. Penerimaan perpajakan meliputi pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Pajak dalam negeri berupa Pajak Penghasilan PPh, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPN dan PPnBM, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan PBB dan BPHTB, Cukai, dan Pajak lainnya. Ketentuan yang mengatur pemungutan pajak dalam negeri pajak-pajak pusat adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007. Kemudian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, dan sekarang sedang dalam pembahasan atas usulan perubahannya di DPR. Di samping itu, ketentuan lainnya adalah Undang- Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Undang- Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Universitas Sumatera Utara BPHTB sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan PBB sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. Ketentuan yang mengatur pemungutan cukai diatur dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Saat ini amandemen terhadap Undang-Undang Cukai telah disahkan oleh DPR. Pajak lainnya adalah Bea Materai yang ketentuan pemungutannya menggunakan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Pajak perdagangan internasional terdiri atas bea masuk dan bea keluar. Ketentuan yang mengatur pemungutan pajak perdagangan internasional adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. Rangkaian kebijaksanaan fiskal yang sangat mendukung APBN adalah pembaharuan sistem perpajakan yang mulai diberlakukan sejak Tahun Anggaran 19841985, yang telah berhasil menempatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan utama di luar migas. Perbandingan penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto tax ratio sejak adanya reformasi perpajakan tersebut telah semakin meningkat, yaitu dari 6,8 persen dalam tahun 198485 diperkirakan menjadi sekitar 14 persen dalam Tahun Anggaran 2010. Meningkatnya peranan sektor perpajakan merupakan suatu langkah kemajuan dalam pengelolaan APBN, mengingat sumber penerimaan tersebut tidak secara langsung dipengaruhi oleh gejolak perekonomian dunia. Dengan tetap dilandasi pada prinsip anggaran yang berimbang dan dinamis, peningkatan peranan penerimaan Universitas Sumatera Utara di luar migas tersebut telah memperkuat ketahanan ekonomi dan mempertinggi kemampuan untuk membangun. Sejalan dengan hal itu, pelaksanaan proyek-proyek pembangunan tetap diselaraskan dengan kemampuan penyediaan sumber dana terutama di luar migas, dan dengan pemilihan prioritas yang lebih dipertajam. Kesemua hal ini tetap mengacu pada Trilogi Pembangunan, yaitu untuk mencapai tingkat kemajuan pembangunan yang merata ke seluruh wilayah tanah air. Melalui langkah-langkah kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi di bidang perpajakan, maka rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB tax ratio cenderung meningkat, dari sekitar 11,8 persen dalam tahun 2000 menjadi 12,8 persen dalam tahun 2001, dan naik menjadi 13,1 persen dalam realisasi tahun 2002. Sekalipun demikian, mengingat rasio penerimaan bukan pajak terhadap PDB, khususnya penerimaan sumber daya alam SDA, dalam periode tersebut cenderung menurun, maka rasio pendapatan negara dan hibah terhadap Produk Domestik Bruto PDB menjadi lebih rendah, yakni dari 20,8 persen dalam tahun 2000 dan 2001 menjadi 18,6 persen dalam APBN tahun 2002. Hal ini terutama disebabkan oleh turunnya harga minyak mentah Indonesia dari rata-rata US29,40 per barel dalam tahun anggaran 2000, US24,60 per barel dalam tahun 2001, dan US24,09 per barel dalam realisasi tahun 2002. Komponen perpajakan dalam suatu perekonomian merupakan penyumbang pendapatan negara yang terpenting. Secara keseluruhan, dalam tiga tahun terakhir total penerimaan perpajakan menyumbang rata-rata 68,6 persen dari total penerimaan negara. Adapun komponen terbesar dalam total penerimaan perpajakan berasal dari Universitas Sumatera Utara pajak dalam negeri yang menyumbang sekitar 66,0 persen, selebihnya berasal dari pajak perdagangan internasional. Berdasarkan PDB dengan basis cakupan perhitungan tahun 2000, tax ratio tahun 2005 mencapai 12,5 persen, namun angka rasio tersebut mengalami sedikit penurunan dalam tahun 2006 yang mencapai 12,3 persen. Apabila dihitung atas basis cakupan perhitungan PDB tahun sebelumnya, tax ratio tahun 2005 mencapai 13,7 persen, angka rasio tersebut juga mengalami sedikit penurunan dalam tahun 2006 menjadi 13,5 persen. Penurunan tersebut disebabkan oleh lebih rendahnya tingkat realisasi penerimaan perpajakan dari besaran yang ditargetkan dalam APBN-P tahun 2006 terkait dengan perlambatan kinerja perekonomian nasional. Meskipun demikian, secara nominal, dalam dua tahun terakhir penerimaan perpajakan mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu mencapai rata-rata 18,8 persen per tahun. Bila dalam tahun 2005, total penerimaan perpajakan mencapai sebesar Rp. 347,0 triliun, dalam tahun 2006 meningkat menjadi Rp. 425,053 triliun, atau meningkat sebesar 17,9 persen. Dalam tahun 2007, penerimaan perpajakan mencapai sebesar Rp. 509,462 triliun, atau mengalami peningkatan sebesar 19,7 persen. Perkembangan penerimaan perpajakan periode tahun 1980-2007 dapat dilihat dalam gambar berikut ini: Universitas Sumatera Utara Gambar 4.3. Penerimaan Pajak di Indonesia Periode 1980 s.d 2007 dalam Milyar Rupiah

4.3. Pengeluaran Pemerintah