Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
”Wah, saya tidak enak, Mas. Nanti saya dibilang mengajak-ajak sampeyan meninggalkan pekerjaan.”Hal. 17
Dari paragraf di atas dapat kita lihat bahwa orang Jawa memiliki sifat yang rendah hati. Tampak ketidakenakan ketika ada suatu hal yang dilakukan. Nilai-nilai
kesopanan terjaga pada masyarakat Jawa.
”Tanpa maksud membela sesama saudara sekampung, bukankah mereka tak bisa merugikan proyek tanpa kerja sama dengan orang dalam, bukan?”
”Ya. Tapi kan selama ini saya menganggap orang kampung lugu, bersih, tidak melik terhadap barang orang lain.”Hal. 19
Dari kut ipan di atas dapat kita lihat bahwa biasanya kalau dia berasal dari desa semasa dia hidup, masyarakat desa itu memiliki tingkat kejujuran yang baik.
Keluguan tampak pada karakter warga desa dan tidak banyak tingkah. Inilah yang menunjukkan budaya sikap masyarakat desa.
5.2 Nilai Politik
Politik adalah segala sesuatu yang bersangkutanm dengan cara-cara dan kebijaksanaan pemerintah dalam mengatur negara dan masyarakatnya di suatu
negara; taktik; siasat Santoso dan Al Hanif, 2005: 292. Novel Orang-Orang Proyek juga menggambarkan di dalamnya mengenai sistem pemerintahan negara Indonesia
yang penuh dengan tindakan-tindakan yang curang. Tindakan-tindakan curang yang tergambar di dalam novel Orang-Orang Proyek adalah tindakan korupsi di suatu
pengerjaan proyek jembatan.
Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Novel Orang-Orang Proyek ini juga memuat nilai politik di dalamnya, seperti:
He-he-he... itu dulu, Mas Kabul. Sekarang lain. Sekarang orang kampung menganggap, misalnya, mengambil aspal dari pinggir jalan adalah perkara biasa. Bila
ketahuan, ya mereka akan membelikan rokok buat pak pak mandor. Selesai. Atau, mereka takkan merasa bersalah karena menebang kayu jati di perkebunan negara,
karena mereka tahu banyak pagar makan tanaman. Jadi kalau kuli-kuli Anda mencuri semen dan orang kampung jadi penadahnya, apa aneh?”
”Taruhlah tidak aneh. Tapi pertanyaannya tetap. Mengapa hal itu menjadi tidak aneh?”
Pak Tarya terkekeh Hal. 19.
Dari kutipan di atas dapat kita lihat bahwa di dalam lingkungan pengerjaan suatu proyek banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang menimbulkan
kerugian bagi masyarakat luas. Ini mencerminkan suasana politik negara Indonesia pun sama halnya dengan situasi penyimpangan yang terjadi di dalam pengerjaan
proyek.
Tanpa terasa proyek sudah berjalan tiga bulan. Namun karena dimulai ketika hujan masih sering turun, volume pekerjaan yang dicapai berada di bawah target.
Menghadapi kenyataan ini, Kabul sering uring-uringan. Jengkel karena hambatan ini sesungguhnya bisa dihindari bila pemerintah sebagai pemilik proyek dan para
politikus tidak terlalu banyak campur tangan dalam tingkat pelaksanaan.
Dan campur tangan itu ternyata tidak terbatas pada penentuan awal perkerjaan yang menyalahi rekomendasi para perancang, tapi masuk juga ke hal-hal lain. Proyek
ini, yang dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri dan akan menjadi beban masyarakat, mereka anggap sebagai milik pribadi. Kabul tahu bagaimana bendahara
proyek wajib menegeluarkan dan untuk kegiatan parta golongan penguasa. Kendaraan-kendaraan proyek wajib ikut meramaikan perayaan HUT golongan itu.
Malah pernah terjadi pelaksana proyek diminta mengeraskan jalan yang menuju rumah ketua partai golongan karena tokoh itu akan punya hajat. Bukan hanya
mengeraskan jalan, melainkan juga memasang tarub. Belum lagi dengan oknum sipil maupun militer, juga oknum-oknum anggota DPRD yang suka minta uang saku
kepada bendahara proyek kalau mereka mau pelesir ke luar daerah Hal. 25-26.
Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Dari kutipan di atas tampak suatu kejadian tentang sistem politik mengambil alih suatu pengerjaan proyek. Perhitungan teknis dalam pembangunan jembatan
dikalahkan oleh perhitungan politik. Pembangunan jembatan di Sungai Cibawor dimanfaatkan nantinya untuk ajang salah satu partai politik milik penguasa. Akhirnya
mutu dari jembatan itu tidak terjaga. Karena di dalam proyek itu sendiri banyak terjadi tindak korupsi oleh oknum-oknum dalam maupun luar.
Kabul sering merenungkan seloroh Dalkijo ini. Ya, dengan pandangan dekat, seloroh itu ada benarnya juga. Negeri ini dihuni oleh masyarakat korup, terutama di
kalangan birokrat sipil maupun militer, juga orang awamnya. Malahan Kabul melihat jenis koripsi baru yang tersamar namun bisa sangat parah akibat yang ditimbulkan.
Yakni korupsi melalui manipulasi gelar kesarjanaan.
Seseorang yang tidak mencapai standar kecerdasan intelektual, apalagi kecerdasan emosional tingkat sarjana, bisa resmi mendapart gelar kesarjanaan atau
pascasarjana. Gelar itu bisa didapat dengan membeli, ikut kelas jauh, atau kuliah- kuliahan di kota kecil yang diselenggarakan oleh universitas gurem penjual ijazah.
Dengan gelar yang semestinya bukan hak itu dia memperoleh kenaikan tingkat kepegawaian, kenaikan gaji, dan fasilitas lain, bahkan pensiun kelak akan lebih besar.
Bila ribuan pegawai dari tingkat pusat sampai guru SD melakukan manipulasi rakyat akibat korupsi terselubung ini. Apalagi bila dihitung untuk jangka panjang.
Ya, kecurangan memang sudah menjadi barang biasa. Maka Dalkijo juga pernah bilang kepada Kabul, si jujur adalah orang yang menentang arus dan konyol.
Bloon. Mungkin. Namun bagi Kabul, kejujuran sebenarnya bukan suatu hal yang istimewa. Dialah yang seharusnya dianggap biasa Hal. 53-54.
Sistem birokrasi bangsa Indonesia sudah tercemar dengan banyaknya tindakan-tindakan korupsi yang terjadi di sistem pemerintahan kita ini. Tindakan
korupsi sudah menjadi tradisi atau kebiasaan para petinggi di sistem pemerintahan kita. Ini menunjukkan lemahnya perhatian pemerintah terhadap tindakan-tindakan
dan juga tidak diikuti oleh sumber manusia yang beriman dan bertakwa.
Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
... di tahun 1991 ini Kabul sering membaca kritikan pedas terhadap para anggota dan lembaga DPRD. Secara kelembagaan, DPRD sering dicap hanya
menjadi tukang stempel atau aksesoris Pemerintah Orde Baru. Rakyat jadi pemilih sangat naif yang hanya dipinjam namanya. Keterwakilan mereka di lembaga legislatif
sangat rendah. Amanat rakyat pemilih kurang tersalur dan lebih banyak menjadi bahan retorika para politikus.
Menurut para kritikus, dan Kabul sependapat, apabila secara kelembagaan DPRD sudah menyimpang dari khitahnya, dengan sendirinya para anggota demikian
pula. Mereka, para kritikus, sering mengatakan para anggota DPRD menikmati uang rakyat tanpa melaksanakan dengan semestinya amanat yangdipercayakan kepada
mereka. Dan Kabul merasa pahit ketika membayangkan, jangan-jangan sebagian uang rakyat itu kini ada di dompet Wati...Hal. 56.
Pada paragraf di atas menunjukkan suatu peristiwa tentang DPRD sudah dicap jelek oleh masyarakat kinerjanya. Kinerja para anggota DPRD dipertanyakan oleh
berbagai kalangan masyarakat. Tampak banyak anggota DPR yang terlibat kasus korupsi. Para anggota DPR dan DPRD banyak yang ingin memperkaya diri masing-
masing. Mereka bekerja bukan demi memperhatikan nasib rakyat yang banyak hidup dengan nasib yang kurang baik. Seharusnya inilah yang diperhatikan oleh anggota
dewan. Mereka dapat duduk di sana karena rakyatlah yang memilih mereka. Rakyat sudah percaya pada pilihannya. Apa yang rakyat pilih mudah-mudah dapat mengubah
kondisi bangsa dan negara Indonesia.
Memang ya. Karena, sistem kekuasaan di bawah Golongan Lestari Menang, GLM, menempatkan jajaran perangkat desa dan kelurahan seluruh Indonesia menjadi
onderbouw mereka. Jajaran perangkat desa adalah satu di antara tiga pilar penopang GLM. Dua pilar lain adalah birokrasi pegawai negeri dan ABRI. Maka, suka atau
tidak, kades sperti Basar sudah tercantum sebagai kader Golongan Lestari Menang. ....
Ya, dia merasa makin tertekan setelah menemukan dirinya jelas berada dalam, malah menjadi bagian, sistem kekuasaan yang dulu amat sering dikritiknya. Dulu,
ketika bersama Kabul masih giat sebagai aktivis kampus, Basar yakin Orde Baru banyak melakukan penyimpangan. Semangat republik demokrasi dibungkam,
sehingga rakyat sebagai pemilik sah kekuasaan masih jadi objek yang terinjak
Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
kekuasaan. Sebaliknya, feodalisme gaya baru yang menganggap kekuasaan adalah kewenangan istimewa yang dimiliki pemegangnya, telah melahirkan sistem yang
amat korup dan tak terkendali. Kini negeri ini adalah yang paling korup di Asia. Atau malah di dunia? Hal. 84
Pada paragraf di atas menerangkan keadaan pengaderan anggota partai politik pada zaman orde baru dengan cara siapa saja yang termasuk perangkat pemerintah
maka dia termasuk kader partai penguasa. Hal ini mematikan semangat republik demokrasi sehingga rakyat sebagai pemilik sah kekuasaan masih jadi objek yang
terinjak kekuasaan. Feodalisme gaya baru yang menganggap kekuasaan adalah kewenangan istimewa yang dimiliki pemegangnya, telah melahirkan sistem yang
amat korup dan tidak terkendali.
5.3 Nilai Percintaan