Diatesis Resiprokal Bahasa Batak Toba

Nicco Erianto Hutapea : Diatesis Dalam Bahasa Batak Toba, 2008. USU Repository © 2008

2.5 Diatesis Resiprokal Bahasa Batak Toba

Bila diatesis aktif pada umumnya cenderung menuntut konstituen fungsional S berstatus argumen pelaku dan hanya kadang-kadang saja berstatus argumen penyebab dan diatesis pasif pada umumnya pula cenderung menuntut konstituen S berstatus argumen penderita dan hanya kadang-kadang saja berstatus argumen yang lain, maka diatesis resiprokal pada umumnya menuntut satu fungsi inti, yaitu S yang sekaligus diisi oleh sebuah konstituen yang berstatus argumen pelaku dan penderita. Dikatakan pada umumnya karena yang dituntut kadang-kadang bukan hanya S, dan argumen pun tidak selalu pelaku dan penderita. Mengenai argumen, hal ini sejalan dengan argumen pengisi S yang ada pada diatesis pasifnya meskipun tidak seluruh kemungkinan dapat terwujudkan, maksudnya, dapat pelaku dan penderita, pelaku dan penerima, dan sebagainya. Garis umum yang dapat ditarik mengenai diatesis resiprokal ini ialah pada satu fungsi yaitu S terdapat pada satu konstituen formal yang berstatus argumen ganda. Dalam hal ini kegandaan tidak langsung bersangkutan dengan wujud formalnya meskipun kadang-kadang memang demikian, tetapi bersangkutan dengan makna sintaksisnya. Bahwa kegandaan itu dapat terjadi, hal itu tentu saja bergantung pada perbuatan yang dicerminkan oleh kata kerjanya yaitu dilakukan berbalasan atau setidak-tidaknya dilakukan bergantian. Dengan pernyataan itu beberapa hal sudah diandaikan ada pula atau paling tidak dihipotesiskan ada. Pertama, konstituen yang berstatus argumen itu haruslah secara lingual insani atau diinsanikan karena hanya yang insanilah yang dapat bertindak sekaligus sebagai pelaku dan penderita. Nicco Erianto Hutapea : Diatesis Dalam Bahasa Batak Toba, 2008. USU Repository © 2008 Kedua, kata kerja yang yang bersangkutan selalu dapat dihubungkan dengan bentuk aktif atau pasif dan ini juga berarti bahwa jika berada dalam bentuk aktif, maka kadar keaktifannya itu penuh atau kuat, dan jika berada dalam bentuk pasif, maka kadar kepasifannya pun juga penuh atau kuat. Jadi, diatesis resiprokal itu berkaitan dengan aktif kuat dan pasif kuat. Ketiga, dengan demikian diatesis yang deklaratif itu memiliki pasangan imperatif pula, seperti halnya diatesis aktif yang berparafrase dengan diatesis pasif itu. Dalam hal ini, imperatifnya tidak harus bahkan jarang berbentuk resiprokal pula, dapat aktif dan dapat pula pasif. Keempat, karena pada satu fungsi terdapat satu konstituen berstatus argumen ganda, kata kerjanya haruslah memungkinkan adanya hal itu. Ini berarti bahwa secara leksikal kata kerja yang bersangkutan harus tidak memiliki komponen makna ‘objek tidak insani’ atau kalaupun memiliki, komponen makna ‘insani yang bukan pelaku’ harus juga ada. Jadi, kata seperti manaba ‘menebang’, mangukkar ‘menggali’, padalanton ‘menjalankanmengalirkan’ yang memiliki komponen makna ‘objek tidak insani’ tidak bersangkut paut dengan diatesis resiprokal itu, sedangkan kata gatti ‘ganti’, mamijjam ‘meminjam’, singir ‘hutang’ meskipun memiliki komponen makna ‘objek tidak insani’, tetapi karena mempunyai komponen makna ‘insani’ penerima atau penyerta, maka bersangkut paut dengan diatesis resiprokal. Adapun kata manolong ‘menolong’, mangkahaholongi ‘mengasihi’ jelas bersangkut paut karena memiliki komponen makna ‘insani penderita’ atau ‘insani penerima’ dan tidak ‘objek yang tidak insani’. Nicco Erianto Hutapea : Diatesis Dalam Bahasa Batak Toba, 2008. USU Repository © 2008 Sehubungan dengan keempat hal itu, satu hal kiranya perlu dicatat. Meskipun S itu dikatakan sebagai fungsi inti dan dituntut hadir, tetapi pada kenyataannya karena alasan yang bersifat wacana, S itu tidak dimunculkan. Pernyataan dituntut hadir itu hanya menyangkut dimensi sintaksis klausal. Selanjutnya, dipaparkan hasil penelitian yang diperoleh. Ditemukan bentuk-bentuk resiprokal dengan ciri- ciri tertentu, dan ciri itu agaknya menandai subjenisnya. Pertama, ciri mengenai P, yaitu P berwujud kata kerja dengan pola morfemik tertentu. Kedua, ciri yang mengenai struktur fungsional, yang kecuali melibatkan funsi inti S juga fungsi inti K, disamping kadang-kadang juga fungsi inti O. Gambaran umum mengenai hal tersebut dapat dilihat pada tabel V berikut ini: No . Bentuk Kata Kerja Pengisi P Jumlah Fungsi Struktur Fungsional Contoh 1. 2. 3. maN + Kobbur maN + Tukkar pakke maN + Kobbur 2 3 3 P – S P – O – S P – S – K Markobbur halak i. ‘Mereka lagi duduk omong-omong’ Dungi martukkar pakke abit ma dua dak-danak i. ‘Kedua anak-anak itu lalu bertukar pakai baju’ Markobbur bapa Nicco Erianto Hutapea : Diatesis Dalam Bahasa Batak Toba, 2008. USU Repository © 2008 4. 5. 6. maN + Tukkar pakke maN + si + Tusuk + an maN + Hubung + an 4 2 3 P – O – S - K P - S P – S – K dohot uma di tonga. ‘Ayah lagi duduk omong-omong dengan ibu di ruang tamu’ Martukkar pakke baju si Togar dohot si Poltak. ‘Togar lalu bertukar pakai baju dengan Poltak’ Marsitusukan halak i, lak gabe mate dua si. ‘Mereka saling tusuk, akhirnya mati bersama’ Porlu do marhubungan partiga-tiga dohot panuhor. ‘Pedagang perlu berhubungan dengan pembeli’ Nicco Erianto Hutapea : Diatesis Dalam Bahasa Batak Toba, 2008. USU Repository © 2008 7. 8. 9. 10. maN + si + Paitte + an maN + Barbada + i maN + si + ha + Holong + an maN + si + Sungkun + an 2 2 2 3 P - S P - S P - S P – S - K Marsipaittean halak i lak gabe tarlabbat dua si. ‘Mereka saling menanti akhirnya terlambat’ Holan na marbadai, boado haduan keluargam? ‘Bagaimana keluargamu nanti kalau hanya bertengkar saja?’ Ikkon marsihaholongan do na mangoluon. ‘Dalam kehidupan ini harus saling mengasihi’ Marsisungkunan roha si Togar dohot si Tiur nantoari. ‘Togar dan Tiur saling menanyakan Nicco Erianto Hutapea : Diatesis Dalam Bahasa Batak Toba, 2008. USU Repository © 2008 perasaan hatinya kemarin’ Dilihat dari bentuk pengisi P-nya terlihat bahwa untuk diatesis resiprokal akhiran –an sangat dominan adanya. Dari kesepuluh bentuk kata kerja pengisi P, terlihat paling tidak lima bentuk mengandung akhiran itu, yaitu bentuk tipe marsitusukan maN + si + tusuk + an , marhubungan maN + hubung + an, marsipaittean maN + si + paitte + an, marsihaholongan maN + si + ha + holong + an , dan marsisungkunan maN + si + sungkun + an. Adanya akhiran –an itu, hanya menunjukkan bahwa S bukan sekadar pelaku tetapi juga penerima. Kelihatan bahwa S dalam diatesis resiprokal ini berstatus argumen ganda. Menyinggung perbuatan yang dilakukan dalam diatesis resiprokal ini, dilakukan secara bergantian, berhadapan, dan berbarengan. Hal itu masih dapat ditambah lagi satu yaitu berbalasan yang dicerminkan oleh bentuk dasar kata kerjanya. Markobbur ‘ duduk omong-omong’, perbuatan itu haruslah bergantian. Bukan bergantian duduknya, melainkan omongnya. Demikian halnya dengan martukkar pakke, bentuk ini juga menyatakan bergantian. Hanya, kebergantiannya mengenai sesuatu, yaitu argumen penderita abit ‘baju’ dan yang dikenai itu dimanfaatkan oleh lawan-pelakunya. Adapun dengan marsitusukan ‘saling tusuk’ dan marsihaholongan ‘saling mengasihi’ pernyataan berbalas itu lebih menonjol, dan dengan marsipaittean ‘saling Nicco Erianto Hutapea : Diatesis Dalam Bahasa Batak Toba, 2008. USU Repository © 2008 menantimenunggu’ keberbarengannyalah yang lebih menonjol. Adapun dengan marhubungan ‘berhubungan’ keberhadapannya yang lebih menonjol. Dalam hubungannya dengan diatesis aktif dan pasif, dapat satu hal dipertanyakan. Apabila dalam diatesis aktif dan diatesis pasif masing-masing ada yang kuat dan ada yang lemah berdasarkan pada kadar keaktifan dan kepasifannya, apakah dalam diatesis resiprokal terdapat hal seperti itu? Jawabnya ada, yaitu jika K muncul. Kemunculan K akan mengubah keresiprokalan yang kuat menjadi lemah. Jadi, kalimat Dungi martukkar pakke abit ma dua dak-danak i yang berstruktur P-O-S P = martukkar pakke; O = abit; S = dua dak-danak i lebih kuat kadar keresiprokalannya daripada kalimat Martukkar pakke baju si Togar dohot si Poltak yang berstruktur P – O – S – K . Dikatakan yang P-O-S lebih menonjol daripada yang P-O-S-K karena dengan pola P-O-S itu argumen pada S lebih menonjol sifat kepelakuannya, sedangkan argumen pada K lebih menonjol sifat kepenggunaannya. Deskripsi lebih seksama pada struktur P-O-S ialah : argumen S pelaku-penggunapengguna-pelaku; dan pada struktur P-O-S-K ialah : argumen S pelaku-pengguna, argumen K pengguna- pelaku.

2.6 Diatesis Refleksif Bahasa Batak Toba