Nicco Erianto Hutapea : Diatesis Dalam Bahasa Batak Toba, 2008. USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang
Suku Batak merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia terdiri atas beberapa etnik, yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak,
Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Tiap etnik mempunyai bahasanya sendiri, yang disebut dengan bahasa Batak Toba, bahasa Batak Karo, bahasa Batak
Simalungun, bahasa Batak Pakpak, bahasa Batak Angkola, dan bahasa Batak
Mandailing.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang bilingualisme, selain menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasionalnya, setiap etnik memiliki
bahasa daerah. Bahasa daerah merupakan khasanah pengembangan bahasa nasional di Indonesia. Bahasa Batak Toba juga merupakan salah satu bahasa
daerah yang turut memperkaya khasanah bahasa nasional di Indonesia. Bahasa Batak Toba digunakan etnis Batak Toba sebagai alat komunikasi
antarsesamanya dan dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah bahasa Batak Toba berfungsi sebagai lambang identitas daerah. Selain itu, bahasa Batak Toba
juga dipakai untuk berkomunikasi dengan etnis lain apabila etnis tersebut mengerti bahasa Batak Toba.
Masyarakat Batak Toba mendiami daerah pinggiran Danau Toba, Pulau Samosir, dataran tinggi Toba, Asahan, Silindung, daerah antara Barus dan
Sibolga, serta daerah pegunungan Pahae dan Habinsaran. Dalam kehidupan dan
Nicco Erianto Hutapea : Diatesis Dalam Bahasa Batak Toba, 2008. USU Repository © 2008
pergaulan sehari-hari masyarakat Batak Toba mempergunakan logat Toba Koentjaraningrat 1998:95.
Pasal 36 Bab XV, Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan bahwa, di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya
dengan baik-baik misalnya bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Madura, dsb. bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara. Bahasa-bahasa
itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup. Salah satu upaya melestarikan eksistensi bahasa-bahasa daerah itu adalah dengan cara
melakukan kajian tentang bahasa-bahasa tersebut. Dengan berkembangnya bahasa-bahasa daerah, maka budaya etnis penutur tersebut akan dikenal dan
budaya masyarakat penutur bahasa tersebut akan lebih cepat berkembang. Pembinaan dan pengembangan bahasa-bahasa daerah sangat penting karena
disamping sebagai pemerkaya kebudayaan nasional, nilai-nilai kebudayaan tradisional juga diungkapkan di dalam bahasa-bahasa daerah. Konsep kebudayaan
tradisional hanya dapat dimengerti melalui ungkapan bahasa daerah masyarakatnya Sibarani 2003:1. Karenanya, bahasa daerah harus tetap
dipelihara, dibina agar tetap berkembang. Pasal 36 Bab XV, UUD 1945 menyatakan bahwa bahasa-bahasa daerah itu
akan tetap dihormati dan dipelihara. Salah satu upaya melestarikan eksistensi bahasa-bahasa daerah itu adalah dengan cara melakukan kajian tentang bahasa-
bahasa tersebut. Dengan berkembangnya bahasa-bahasa daerah, maka budaya etnis penutur tersebut akan dikenal dan kemungkinan pengkajian serta
pengembangan budaya masyarakat penutur bahasa tersebut akan lebih cepat dilakukan.
Nicco Erianto Hutapea : Diatesis Dalam Bahasa Batak Toba, 2008. USU Repository © 2008
Kajian tentang diatesis dalam tata bahasa menjadi pokok bahasan penting dan menantang untuk ditelaah. Secara teoritis, persoalan diatesis merupakan
interaksi antara tataran morfosintaksis dengan semantis. Sehubungan dengan itu, fenomena diatesis bukan hanya berkaitan dengan bentuk bahasa language form,
tetapi juga berkenaan dengan makna bahasa language meaning, yang pada beberapa bagiannya berhubungan dengan logika, penalaran, dan muatan abstrak
bahasa. Pertautan antara bentuk dengan makna bahasa memungkinkan bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi penting dalam kehidupan manusia. Bahasa
merupakan fenomena peorangan dan sekaligus merupakan fenomena sosial. Penelitian ini mencoba untuk mengungkapkan dan mengkaji secara tipologis
tentang diatesis bahasa Batak Toba yang meliputi diatesis aktif, pasif, dan medial. Pengkajian didasarkan pada kerangka teori tipologi linguistik, khususnya tipologi
gramatikal. Kajian tipologi linguistik berupaya secara sistematis menetapkan
pengelompokan bahasa-bahasa secara luas berdasarkan sejumlah fitur yang saling berhubungan. Mallinson dan Blake 1981 : 6-7 mengatakan bahwa penelitian
semesta lintas bahasa atau kesemestaan bahasa language universal dikenal luas sebagai bentuk kajian di belakang penelitian tipologi skala besar. Penelitian
kesemestaan bahasa menghendaki kajian tipologis yang dilakukan secara lintas bahasa seluas mungkin. Kajian tipologi linguistik dan kajian kesemestaan bahasa
dilakukan berdampingan dan saling memperkuat. Berdasarkan kerangka teoritis, tipologi linguistik, bahasa-bahasa dapat
dikelompokkan menjadi bahasa akusatif, bahasa ergatif, bahasa aktif, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan diatesis, bahasa akusatif mempunyai diatesis
Nicco Erianto Hutapea : Diatesis Dalam Bahasa Batak Toba, 2008. USU Repository © 2008
aktif diatesis konstruksi dasar dan pasif diatesis konstruksi turunan dan bahasa ergatif mengenal adanya diatesis ergatif diatesis konstruksi dasar dan diatesis
antipasif diatesis konstruksi turunan. Dengan kata lain, konstruksi klausa berdiatesis aktif pada bahasa akusatif dan yang berdiatesis ergatif pada bahasa
ergatif merupakan diatesis dasar, sementara itu, diatesis pasif pada bahasa akusatif dan diatesis antipasif pada bahasa ergatif adalah diatesis turunan
Artawa, 2002 : 15-26; Artawa, 2003 : 1-13. Pada umumnya, bahasa-bahasa di dunia ini mempunyai strategi diatesis
dasar; diatesis aktif-pasif. Pertentangan aktif-pasif merujuk ke pertentangan semantis. Pada diatesis, subjek bertindak atas yang lain atau mempengaruhi yang
lain, sementara dalam diatesis pasif, subjek dipengaruhi atau tempat jatuhnya perbuatan. Diatesis adalah kategori gramatikal yang menunjukkan hubungan
antara partisipansubjek dengan perbuatan yang dinyatakan oleh verba dalam klausa. Di Indonesia, istilah diatesis lebih dikenal pada istilah voice
Kridalaksana, 1993. Oleh karena itu, untuk dapat mengungkapkan hakikat bahasa, para
pemerhati, peneliti, dan ahli bahasa diharapkan dapat mencermati bahasa dari sisi bahasa itu sendiri dan dari sisi fungsinya. Para ahli tata bahasa, termasuk ahli
tipologi linguistik, berupaya mempelajari perihal bahasa dari sisi bahasa itu sendiri secara sistematis. Kajian seperti itu menjadi dasar bentuk pengkajian
kebahasaan yang seterusnya dapat dikembangkan sedemikian rupa ke kajian pemakaian, fungsi, dan fenomena bahasa secara lebih ”makro”.
Nicco Erianto Hutapea : Diatesis Dalam Bahasa Batak Toba, 2008. USU Repository © 2008
Penelitian terhadap diatesis sudah pernah dilakukan oleh Jufrizal 2004 dalam bentuk makalah. Pada penelitian ini Jufrizal membahas diatesis dalam
bahasa Minangkabau.
1.1.2
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah jenis dan macam diatesis dalam bahasa Batak Toba dewasa ini.
1.2
Batasan Masalah
Suatu penelitian harus mempunyai batasan masalah. Batasan ini sangat penting dalam suatu penelitian. Hal ini dimaksudkan agar penelitian tersebut
terarah dan tidak terjadi kesimpangsiuran masalah yang hendak diteliti, serta tujuan dari penelitian dapat tercapai. Oleh karena itu, sesuai dengan judul yang
telah dikemukakan, penelitian ini membatasi masalah pada jenis dan macam diatesis dalam bahasa Batak Toba .
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian