BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengah- tengah masyarakat, khususnya di Negara-negara berkembang. Kemiskinan
senantiasa menarik perhatian berbagai kalangan, baik para akademisi maupun para praktisi. Berbagai teori, konsep dan pendekatan pun terus menerus
dikembangkan untuk menyibak tirai dan misteri kemiskinan ini. Oleh karena itu, kemiskinan merupakan masalah rumit yang harus terus dikaji dalam mencari jalan
keluarnya. Di Indonesia, masalah kemiskinan merupakan masalah sosial yang
senantiasa relevan untuk dikaji terus menerus. Ini bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama dan masih hadir di tengah-tengah kita saat ini,
melainkan pula
karena gejalanya
meningkat sejalan
dengan krisis
multidimensional yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia. Setelah dalam kurun waktu 1976-1996 tingkat kemiskinan menurun secara
spektakuler dari 40,1 persen menjadi 11,3 persen, jumlah orang miskin meningkat kembali dengan tajam, terutama selama krisis ekonomi. Studi yang dilakukan oleh
BPS Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada periode 1996-1998, meningkat dengan tajam dari 22,5 juta jiwa 11,3 menjadi
49,5 juta jiwa 24,2 atau bertambah sebanyak 27,0 juta jiwa BPS,1999. Sementara itu, International Labour Organization ILO memperkirakan jumlah
orang miskin di Indonesia pada akhir tahun mencapai 129,6 juta atau sekitar 66,3 dari seluruh jumlah penduduk BPS, 1999.1
Meningkatnya jumlah penduduk miskin terutama di daerah perkotaan yang ditandai dengan fenomena anak jalanan, yang tiap tahun makin bertambah
jumlahnya. Pada tahun 2002 berdasarkan data Dinas Bina Mental dan Kesejahteraan Sosial pemprov DKI Jakarta, jumlah anak jalanan mencapai 8.158
jiwa, terdiri atas 1.795 anak di Jakarta Barat, 1.883 anak di Jakarta Pusat, 1.532 di Jakarta Selatan, 2.296 di Jakarta Timur, dan 652 di Jakarta Utara.2
Sementara itu pada tahun 2004, jumlah anak jalanan di Indonesia berdasarkan data yang dikumpulkan oleh BPS Badan Pusat Statistik, tercatat 154.861 anak.
Padahal sebelum krisis berdasarkan beberapa sumber LSM dan Depkesos diperkirakan jumlahnya hanya berkisar sebanyak kurang lebih 50.000 orang.3
Permasalahan sosial ekonomi tersebut saling berpengaruh yang tidak hanya menjadi kesulitan bagi orang–orang dewasa, tetapi juga berdampak pada
anak-anak mereka dengan ikut menanggung penderitaan untuk sekedar mencari makan.
Pendidikan dan perlindungan anak merupakan tanggung jawab orang tua, namun karena kemiskinan mereka, maka mereka tidak lagi sanggup memenuhi
fungsi sosialnya dengan baik dalam mendidik, melindungi dan mengembangkan
1 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Bandung: PT Refika
Aditama, 2005, h. 136. 2
“
Pada Hari Ini Mari Dengar Suara Anak Jalanan ,” artikel ini diakses tanggal 12
januari 2009 dari http:www.kompas.comkompas_cetak030723utama. 3
Sander Diki Zulkarnaen. “Pemberdayaan Keluarga Sebagai Basis Utama Dalam Pembinaan
Anak Jalanan,”
artikel ini
diakses tanggal
12 januari
2009 dari
http:www.kpai.go.iddockeluarga
basis utama.doc.
anak-anak mereka.4 Sehingga mereka tidak bisa melanjutkan sekolah misalnya. Banyak sekali di jalanan Ibu Kota kita jumpai anak-anak yang bekerja dengan
cara mengamen atau menjadi pemulung, bahkan mereka harus hidup di jalanan. Padahal untuk usia anak-anak, tidaklah ada yang paling penting selain pendidikan
untuk masa depan mereka agar mampu hidup di tengah tantangan perkembangan zaman. Pendidikan mereka terlantar demi memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Orang tua mereka tentu saja tidak mampu untuk membiayai pendidikan mereka. Padahal dengan bekal pendidikan yang baik diharapkan anak tersebut dapat
memperbaiki taraf hidupnya sehingga tidak terus menerus hidup dalam kemiskinan.
Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan mewujudkan cita-cita bangsa. Oleh karena itu, anak perlu mendapatkan perlindungan, seperti tercantum
dalam UU RI No.4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak Bab II, pasal 2 bahwa: “Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan
berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarga maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.” 5
Masa kanak-kanak merupakan salah satu masa terpenting dalam kehidupan manusia, Keberadaannya adalah tumpuan bagi masa selanjutnya. Pada
masa ini terletak pokok pertumbuhan kepintaran anak, bertunasnya pembawaan- pembawaan, kecenderungan minat bakatnya, perkembangan pengetahuannya,
penampakan akar-akar kemampuannya, pemilahan kecenderungannya yang baik
4 Kusmana,ed., Bunga Rampai Islam dan Kesejahteraan Sosial Jakarta: IAIN Indonesia
Social Equity Project, 2006, h. 122. 5
UU RI No.41979 Tentang Kesejahteraan Anak. Surabaya: Media Center, 2006,h. 48.
maupun yang buruk. Pada masa ini juga terletak cikal bakal sosok kepribadian anak dalam proses pencapaian selanjutnya.6
Keberadaan anak jalanan sering dianggap mengganggu keamanan dan ketertiban serta meresahkan masyarakat. Penilaian seperti ini ada benarnya,
karena secara rasional dapat dimengerti bahwa anak yang hidup di jalanan cenderung hidupnya tidak teratur dan karena kerasnya kehidupan mereka, maka
anak tersebut lebih mudah untuk berbuat sesuatu yang mengganggu ketertiban dan keamanan. Misalkan berkelahi, mencuri, dan sebagainya. Sehingga dengan
seringnya melakukan tindakan tersebut, maka stigma negatif untuk anak jalanan sulit dilepaskan. Kendati begitupun, ini tidak berarti bahwa semua anak jalanan
melakukan perbuatan yang meresahkan masyarakat. Setidaknya ada tiga kategori resiko dari keterpaksaan yang dialami oleh
anak-anak jalanan, yaitu penderitaan mental, penderitaan kesehatan fisik dan terganggunya masa depan pendidikan mereka.7 Tidak jarang kita jumpai anak
jalanan harus terlibat dalam berbagai pekerjaan yang beresiko tinggi dan berbahaya. Situasi yang rentan dan rawan terhadap berbagai tindakan kejahatan.
Tentu saja hal ini berdampak negatif terhadap sikap moral dan mental mereka. Selain itu juga dari segi kesehatan dan keselamatan mereka rawan terhadap
kecelakaan yang dapat mengakibatkan kecacatan fisik bahkan tidak sedikit yang mengalami kematian. Keprihatinan lainnya tentu saja dalam hal kelangsungan
pendidikan mereka.
6 Hasan Baryagis. Wahai Ummi Selamatkan Anakmu Jakarta: Penerbit Arina, 2005, h.
5. 7
Pungki Purnomo, Nasib Pekerja Anak dan Kepedulian Kita dalam jurnal Islam dan Lingkungan Hidup Jakarta: PSKLH IAIN, 2001, h.39.
Banyak latar belakang yang menyebabkan anak turun ke jalan, Tetapi kemiskinan bukanlah satu-satunya yang menyebabkan anak-anak hidup dan
mencari nafkah di jalan.8 Menurut Heru Prasadja, anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas mereka berada di jalanan memang tidak dapat disamaratakan.
Dilihat dari sebab, sangat dimungkinkan tidak semua anak jalanan berada di jalan karena tekanan ekonomi, boleh jadi karena pergaulan, pelarian, tekanan orang tua,
atau atas dasar pilihannya sendiri.9 Untuk mengatasi masalah kemiskinan dan anak-anak kurang mampu,
pemerintah sudah berusaha mencari solusinya dengan berbagai program. Namun upaya-upaya yang dilakukan pemerintah masih belum seluruhnya dapat
mengurangi kemiskinan dan meningkatkan sumber daya manusia yang lebih baik bagi masyarakat kurang mampu. Akibat dari ketidakmampuan ekonomi orang tua,
anak-anak tidak dapat melanjutkan pendidikan. Ironisnya anak yang seharusnya dinafkahi oleh orang tuanya, ia terpaksa mencari nafkah dengan cara mengamen,
memulung, atau berjualan di jalanan dan sebagainya. Dengan demikian tujuan nasional yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia belum berhasil dengan baik.10
Ketidakmampuan ekonomi merupakan masalah yang bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja akan tetapi juga merupakan tanggung jawab
bersama termasuk masyarakat sebagai komponen bangsa. Allah dan Rasulullah memerintahkan agar manusia memperdulikan nasib
8 Irwanto, Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di Indonesia Jakarta: PKPM
Unika Atma Jaya, 1999, h.112. 9 Heru Prasadja dan Murni Ati Agustian, Anak Jalanan dan Kekerasan Jakarta: PKPM
Unika Atma Jaya, 2000, h.1. 10
Ary H. Gunawan, Kebijakan-Kebijakan Pendidikan Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999, cet. Ke-2, h.121.
mereka yang kebanyakan tergolong dhuafa dan terlantar. Dengan melaksanakan aktivitas penyantunan sosial dalam masyarakat. Dalam Islam ditegaskan bahwa
anak yang kurang mampu karena orang tuanya miskin, atau yatim piatu, merupakan kewajiban umat Islam untuk membantunya, bila tidak mau membantu,
mereka dicap sebagai pendusta agama, sebagaimana dalam surat al-Ma’un ayat 1- 7 yang artinya: “1 tahukah kamu orang yang mendustakan agama? 2 itulah
orang yang menghardik anak yatim, 3 dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, 4 maka celakalah bagi orang-orang yang sholat, 5 yaitu orang-
orang yang lalai dari shalatnya, 6 orang-orang yang berbuat riya, 7 dan enggan menolong dengan barang berguna.”
Dalam keadaan kehidupan mereka yang miskin, wajarlah jika anak jalanan memerlukan perhatian dan kasih sayang orang lain yang peduli dengan nasib
mereka. Perhatian dan kasih sayang yang mereka perlukan tidak sebatas pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Untuk itulah anak-anak jalanan membutuhkan
kepedulian, yaitu orang-orang yang mengikhlaskan dan mengorbankan diri termasuk harta untuk membantu penderitaan mereka.
Bebagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi keberadaan anak jalanan ini. Namun masalah ini tidak hanya dapat diatasi sendiri oleh satu pihak. Perlu
kerja sama berbagai pihak yang melibatkan kalangan profesional dari berbagai disiplin ilmu di dalamnya agar menghasilkan pola penanganan yang
komprehensif. Menghadapi masalah anak jalanan, telah banyak berdiri lembaga-lembaga
sosial dan pemerintah untuk membantu persoalan yang dihadapi anak jalanan
tersebut. Lembaga Swadaya Masyarakat LSM pemerhati anak telah lebih dahulu menyuarakan hak-hak mereka sebagai seorang anak. Strategi dan cara atau
pendekatan yang ditempuh oleh masing-masing LSM dalam mengatasi masalah anak jalanan berbeda-beda.
Namun secara garis besar, kegiatan-kegiatan yang umumnya dilakukan oleh para aktivitas LSM itu sendiri berkisar pada bimbingan sosial, pendidikan
jalanan, ekonomi jalanan, bimbingan keluarga dan kegiatan agama. Selain LSM lembaga yang banyak berdiri adalah rumah singgah.
Keberadaan rumah singgah sedikit banyak telah membantu mengurangi masalah anak jalanan. Para anak jalanan dididik menjadi anak yang lebih disiplin, serta
dibekali dengan ketrampilan-ketrampilan untuk masa depan mereka, agar mereka mampu mengatasi kemiskinan yang mereka alami.
Oleh karena itu, berdasarkan pesan-pesan yang dibawa dalam al-Qur’an tersebut, maka penulis di sini ingin melakukan penelitian terhadap Yayasan Bina
Anak Pertiwi yang sudah lama berkecimpung dalam membina anak-anak jalanan. Ada beberapa alasan mengapa penulis ingin mengangkat tentang fenomena anak
jalanan. Pertama, karena fenomena kemiskinan dan anak jalanan merupakan
masalah yang rumit untuk dipecahkan dan senantiasa menjadi fenomena yang aktual dalam membicarakannya.
Kedua, penulis belum melihat maksimalnya pemerintah dalam menangani permasalahan yang terjadi di masyarakat khususnya anak-anak jalanan, karena
pada kenyataannya anak jalanan sampai saat ini masih sangat mudah dijumpai.
Ketiga, penulis ingin mengetahui program-program pembinaan yang digunakan
sebuah yayasan yang konsen menangani masalah anak-anak jalanan dengan mengembangkan potensi diri mereka secara optimal melalui kreativitas atau
wirausaha dan lainnya. Selain itu yang lebih penting lagi adalah masalah bimbingan yang dapat
mengembangkan potensi kecerdasan spiritual terhadap nilai-nilai akidah dan ibadah sehingga anak-anak jalanan itu dapat mengenal dirinya dan mengenal
Tuhannya dengan baik. Karena anak-anak merupakan generasi masa depan yang menjadi harapan bangsa,
maka sebagai aset yang berharga dan mahal, anak-anak harus dipelihara dan dijaga dengan sebaik-baiknya. Oleh sebab itu, segala urusan dan permasalahan
yang terkait dengan mereka harus senantiasa diperhatikan dengan sungguh- sungguh. Karena ditangan generasi muda itulah, perjalanan bangsa, masyarakat,
Negara, dan peradaban umat manusia ditentukan. Demikian pula dengan maju dan mundurnya masyarakat, serta keterpurukan yang dialami oleh sebuah bangsa,
ditangan generasi mudalah, pembangunan peradaban dilakukan. Dari pemikiran di
atas, maka penulis tertarik untuk memilih judul “Peran Yayasan Bina Anak Pertiwi dalam Pengentasan Kemiskinan Studi Kasus pada Anak Jalanan di
Daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah