Peran Yayasan Annur Muhiyam dalam pemberdayaan ekonomi anak jalanan di bukit duri Jakarta Selatan

(1)

PEMERDAYAAN EKONOMI ANAK JALANAN

DI BUKIT DURI JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Di Susun Oleh :

YOZA MUHAMMAD ARIZANI NIM. 106054002059

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

Yoza Muhammad Arizani

Peran Yayasan Annur Muhiyam Dalam Pemberdayaan Ekonomi Anak Jalanan di Tebet Bukit Duri Jakarta Selatan.

Persoalan kemiskinan merupakan masalah yang terbesar yang dihadapi oleh umat manusia. Akibat dari kemiskinan banyak membawa dampak yang tidak baik bagi kehidupan manusia. Khususnya pada anak-anak jalanan. Anak-anak jalanan merupakan potret akibat dari kemiskinan. Banyaknya anak-anak jalanan membuat warga semakin resah dalam beraktifitas. Oleh karena itu perlu adanya pemberdayaan yang dapat membuat mereka semakin bisa menemukan masa depannya lebih baik.

Pemberdayaan merupakan salah satu bentuk upaya agar kehidupan mereka (anak-anak jalanan) semakin terarah dalam kehidupannya. Oleh karena itu perlu adanya bantuan pemerintah atau LSM yang ada, agar mereka bisa lebih berdaya. Dalam pemberdayaan peran pemerintah maupun LSM sangat berarti bagi kehidupan mereka. Karena dengan adanya bantuan tersebut mereka bisa lebih mengerti makna kehidupan yang sebenarnya. Maka dari itu perlulah diberi kesempatan agar mereka (anak jalanan) bisa merasakan kehidupan yang sama dengan anak-anak yang lain (anak-anak-anak-anak yang mampu).

Upaya pemberdayaan haruslah terkaitkan pada perekonomian mereka. Karena dengan adanya suatu pemberdayaan ekonomi, maka mereka akan semakin baik dan sejahtera dalam kebutuhan kehidupan sehari-harinya. Pemberdayaan ekonomi adalah salah satu bentuk upaya yang harus tetap diutamakan. Karena dengan adanya pemberdayaan ekonomi maka kelak mereka bisa lebih tercukupi kebutuhan sehari-harinya. Oleh karena itu perlu adanya lembaga yang memang mempunyai suatu pemberdayaan yang mengarah pada perekonomian anak-anak jalanan.

Adapun yang menarik dari penelitian ini adalah penulis bisa menampilkan adanya suatu peran yayasan yang memang bergerak dalam bidang pemberdayaan ekonomi anak jalanan yaitu yayasan Annur Muhiyam. Adapun dari bentuk pemberdayaannya adalah keterlibatan anak-anak jalanan (anak binaan) dalam beberapa program keterampilan yang ada yang dilaksanakan oleh yayasan tersebut. Dalam hal ini penulis hanya ingin mengetahui peran yang dilakukannya dalam memberdayakan anak-anak jalanan. Baik itu pada proses pelaksanannya sampai pada hasil proses pemberdayaannya.

Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis mengambil penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara maupun dokumen-dokumen yang ada. Karena dengan teknik pengumpulan data tersebut bisa diketahui bagaimana bentuk peran yayasan Annur muhiyam dalam memberdayakan ekonomi anak-anak jalanan di tebet bukit duri Jakarta selatan.


(4)

ii

ﻢﻴﺣﺮﻠﺍﻦﻤﺣﺮﻠﺍﷲﺍﻢﺴﺑ

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas karunia yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan tugas akhir ini. Shalawat beriring salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan seluruh umatnya jalan keselamatan dan kemulian dunia akhirat.

Tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini, begitu pun dengan skripsi ini. Banyak keterbatasan dan kekurangan yang masih butuh kesempurnaan dan perbaikan di berbagai aspek. Namun, terselesaikannya skripsi ini merupakan suatu hasil kerja keras penulis dan bantuan dari berbagai pihak yang sebenarnya tidak cukup penulis balas kebaikannya hanya dengan ucapan terima kasih.

Mengingat akan jasa baik yang telah diberikan oleh semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi, baik moril maupun materil, maka penulis menyampaikan terimakasih terutama kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA., sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., sebagai dosen pembimbing (dosen terbaikku) yang telah banyak meluangkan waktunya dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. “maaf ya bu saya agak lama membuat skripsinya”


(5)

iii

Islam yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam proses penyelesesaian skripsi ini.

4. Bpk M. Hudri MA., sebagai Sekretaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam yang telah memberikan kemudahan administrasi.

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah menyampaikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat kepada penulis, serta masukan dan motivasinya selama perkuliahan.

6. Pengurus Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, khususnya kepada bapak Andi terimakasih karena telah membantu dan memberikan kemudahan bagi penulis dalam peminjaman buku.

7. Ketua Yayasan Annur Muhiyam (YAM) Bpk. Drs. Umar Sumardinata MM. yang telah meluangkan waktu dan memberikan data-data yang penulis butuhkan terkait dengan penulisan skripsi.

8. Jajaran pengelola Yayasan Annur Muhiyam mas Dedi, mas Jefri, mas Idham dan mas Novi mas Adit. Yang telah meluangkan waktunya untuk membantu skripsi saya. You are the best

9. K mursalih terbaikku (seniorku), yang telah mensuport saya dalam skripsi ini. “masa terima kasih coz saya bisa mendapatkan tempat penelitian ini”.

10. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Zainal Mufti dan Metti Mei Fitri, atas doa restunya serta dukungan yang diberikan baik moril maupun materil yang dengan ikhlas dan tidak pernah ada hentinya diberikan kepada penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan studi ini.


(6)

iv

yang tidak pernah henti-hentinya memberikan perhatian, dan dukungan yang dengan tulus ikhlas diberikan kepada penulis.

12.My First Love, Nurdiana Ratna Sari (Nana) yang tidak henti-hentinya sampai kapanpun terus memberikan semangat dan kasih sayang kepadaku. “Thank You duster”

13.Untuk semua keluarga besar jurusan PMI, teman-teman seperjuanganku selama di perkuliahan. Khususnya untuk para sahabat-sahabatku, putra vokalis terbaikku, ikhsan drumer, tofan, amir, lutfi, sarifuddin, kurnia aji, fauzi, Golthen, Minarti, maupun teman-teman KKN. Terimakasih atas support dan doa yang diberikan sehingga penulis bisa terus bersemangat walaupun dalam jatuh dan bangunnya penulis dalam penyusunan skripsi.

Akhirnya hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala jualah penulis berdoa, semoga mereka mendapatkan balasan yang mulia. Dengan segala kelemahan, kekurangan dan kelebihan yang ada semoga skripsi ini dapat bermanfaat begi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi setiap langkah kita, Amin Yaa Rabb al-‘Alamiin.

Jakarta, Maret 2011 Penulis


(7)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian Masalah ... 7

D. Manfaat Penelitian Masalah ... 8

E. Sistematika Penulisan Masalah ... 9

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Peran ... 12

B. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ... 15

C. Lembaga Swadaya Masyarakat ... 26

D. Ekonomi ... 34

E. Anak Jalanan ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 45

B. Waktu Penelitian ... 46

C. Model dan Desain Penelitian ... 46


(8)

vi

F. Teknik Pencatatan Data ... 52

G. Sumber Data ... 53

H. Fokus Penelitian ... 53

I. Analisa Data ... 54

J. Keabsahan Data... 56

BAB IV GAMBARAN UMUM A. Latar Belakang Objek Penelitian ... 58

B. Analisa Data Lapangan ... 73

C. Program Pemberdayaan Yayasan Annur Muhiyam ... 75

D. Daftar Jumlah Anak dalam Program Pemberdayaan Ekonomi .... 78

E. Kerja Sama Pihak Luar ... 81

F. Alokasi Dana ... 82

G. Penghasilan Anak Jalanan (Gaji) ... 85

BAB V TEMUAN DAN ANALISA LAPANGAN H. Tahap Akhir Program Pemberdayaan ... 88

I. Respon Masyarakat ... 88

J. Tahapan Pelaksanaan Porgram Pemberdayaan Ekonomi Anak Jalanan ... 89

K. Prodak yang Dihasilkan ... 91

L. Strategi Pemberdayaan Yayasan Annur Muhiyam ... 91

M. Faktor Pendukung dan Penghambat ... 93 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


(9)

vii

B. Saran Masalah ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98 LAMPIRAN


(10)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia. Dalam negara tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas.

Kemiskinan telah membatasi hak rakyat untuk: (1) memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; (2) Hak rakyat untuk memperoleh perlindungan hukum; (3) Hak rakyat untuk memperoleh rasa aman; (4) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau; (5) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan; (6) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan; (7) Hak rakyat untuk memperoleh keadilan; (8) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik dan pemerintahan; (9) Hak rakyat untuk berinovasi; (10) Hak rakyat menjalankan hubungan spiritualnya dengan Tuhan; dan (11) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan baik.1

Kemiskinan juga membawa kemunduran secara signifikan khususnya bagi anak. Kehidupan yang layak sukar untuk diraih pada kondisi miskin. Kemiskinan sering menjadi lingkaran setan yang serius bagi kelangsungan hidup anak. Bahkan, mereka pun akan kehilangan akses untuk mendapatkan penghidupan yang layak yang pada gilirannya akan semakin menambah beban ketergantungan kepada orang lain (Zill 1993, Duncan et al 1994,

1


(11)

Mc Lanahan & Sandefur 1994).2 Implikasinya, dengan tingginya tingkat deprivasi ekonomi yang dialami anak-anak akan menyebabkan lestarinya kemiskinan ketika mereka dewasa nantinya (bdk. Teddy Lesmana, 2008).3

Kemiskinan anak perlu mendapat perhatian serius. Negara ini tidak mempunyai data yang pasti mengenai populasi anak miskin. Namun jika prosentase penduduk miskin mencapai 39 persen atau sekitar 40 juta dari keseluruhan penduduk artinya jumlah anak-anak miskin akan lebih banyak lagi. Kemiskinan anak terpapar dalam informasi besarnya anak-anak terlantar, anak-anak-anak-anak gelandangan, putus sekolah, gizi buruk, prostitusi anak-anak, anak-anak diperdagangkan dan anak dipekerjakan.

Anak-anak yang dipaksa masuk ke dunia kerja, anak jalanan dan mereka yang diperdagangkan adalah potret telanjang anak-anak miskin. Celakanya, negara ini meski mempunyai Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan meratifkasi KHA pada tahun 1990 namun implementasinya cenderung memprihatinkan. Upaya pengentasan kemiskinan belum mampu menyentuh akar permasalahan kemiskinan sehingga anak ikut dibebaskan. Padahal dampak buruk yang diderita anak karena kemiskinan jauh lebih memprihatinkan.4

Berangkat dari masalah kemiskinan tidak luput pada masalah anak jalanan. Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat lainnya.5 Anak jalanan cenderung lepas dari pembinaan keluarga, sekolah dan pemerintah sebagai lembaga yang bertanggung jawab penuh terhadap pertumbuhan dan perkembangan mereka. Tanpa disadari munculnya anak jalanan menimbulkan masalah seperti:

2

Syamsudin.Sriwijaya Post - Senin, 26 Juli 2010 09:39 WIB. h, 1

3

Ibid. h, 1

4

Ibid. h, 1

5

J. Soetomo, Petunjuk Teknis: (Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan untuk Pembinaan Kesejahteraan Anak Jalanan di 12 Provinsi, (Jakarta: Dep Sos RI, 1999), h. iii


(12)

1. Menggangu keamanan dan ketertiban orang lain. 2. Dapat membahayakan keselamatan anak itu sendiri. 3. Memberi peluang untuk terjadinya tindak kekerasan.

4. Memberikan kesan yang kurang menguntungkan pada keberhasilan usaha pembangunan dibidang pada kesejahteraan sosial.6

Di jalanan mereka berinteraksi dengan nilai dan norma yang jauh berbeda dengan apa yang ada di lingkungan keluarga dan sekolah. Keberadaan yang tidak menentu tersebut pada akhirnya sangat potensial untuk melakukan tindakan kriminal, mengganggu lalu lintas, membuat bising penumpang, mengganggu pemandangan dan keindahan taman. Mereka bekerja apa saja asal menghasilkan uang, seperti pengamen jalanan, tukang koran, ojek payung sampai pada pemulung.

Dengan penghasilan jauh dari standar umum minimal, keberadaan mereka telah menimbulkan persoalan lain dalam bentuk tidak adanya tempat tinggal karena biaya kost rumah yang tidak mungkin mereka dapat untuk membayarnya, ini dikarenakan mereka tidak mempunyai skill atau keterampilan serta produktivitas kerja yang tinggi yang dapat diharapkan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak.

Oleh karenanya harus ada keinginan yang kuat untuk mengembangkan sisi positifnya yaitu mereka mempunyai semangat kerja yang tinggi untuk bekerja tetapi produktivitas mereka rendah, maka dengan pembinaan mental, spiritual dan skill atau keterampilan yang pada akhirnya mereka dapat hidup layak walaupun dengan tingkat pendidikan yang rendah tetapi mereka mempunyai motivasi dan produktivitas yang tinggi.

Sesuai dengan firman Allah yang dijelasakan dalam Al-Qur’an bahwa nasib seseorang hakikatnya tergantung pada orang itu sendiri (sesuai dengan do’a dan usahanya).

6

Makmur Sanusi, Anak Jalanan, Permasalahan dan Rencana Penanganannya, Dalam Majalah Penyuluhan Sosial, (Jakarta: Edisi Khusus Hari Anak Jalanan, 23 Juli 1997), h. 24


(13)

ﻡ ﺳﻓ ﺑ

ﱠﻳﻐﻳ ﱠﺗﺣﻡ ﻗﺑ ﱠﻳﻐﻳﻻﷲ ﱠ

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra’d: 11).7

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan merabah nasib atau keadaan maka setiap manusia diwajibkan untuk berusaha atau bekerja. Allah SWT telah memrintahkan kepada setiap hamba-Nya untuk selalu berusaha dan berdo’a, karena perubahan nasib seseorang tergantung dengan apa yang mereka usahakan. Motivasi kerja yang tinggi pada akhirnya akan menimbulkan produktivitas kerja yang tinggi adalah kebutuhan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam mempertajam, mempersiapkan dan mendorong kemauan manusia ini agar tercapai kebutuhan yang ingin dicapai manusia.

ﺓﺪ ﱠﺷ

ﻳﻐ ﻡ

ﱠﺪ ﺗﺳ

ﮫ ﺳ ﻡﻛ ﷲ

ﻳﺳﻓ

ﺗﻡﺗ ﺑﻡ ﱠﺑ ﻳﻓ

Artinya: Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. At-Taubah: 105).8

Dari ayat di atas dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam motivasi kerja kepada seluruh umat manusia, agar manusia dapat menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya karena hanya dengan produktivitas yang tinggi semua keinginan dapat diraih dan menghindari dari sifat bermalas-malasan dan berpangku tangan kepada uluran orang lain.

7

Al-Qur’an dan Terjemah (Ayat Pojok Bergaris), Departemen Agama Ri, Th. 1998 h.199

8


(14)

Dalam rangka merealisasikan keinginan di atas perlu adanya lembaga yang menangani dan mempunyai perhatian terhadap masalah tersebut. Dalam hal ini adanya lembaga–lembaga yang dapat menanganinya adalah lembaga swadaya masyarkat atau lebih dikenal dengan nama LSM. Pada umumnya LSM mempunyai konsep dalam hal pemberdayaan anak jalanan. Konsep tersebut secara tidak langsung adalah merupakan konsep pengembangan masyarakat yang pada prinsipnya adalah merupakan suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi aktif dan jika memungkinkan berdasarkan inisiatif masyarakat. Hal ini meliputi berbagai kegiatan pembangunan ditingkat distrik, baik dilakukan pemerintah atau lembaga-lembaga non pemerintah, pengembangan masyarakat harus dilakukan melalui gerakan-gerakan yang kooperatif dan harus berhubungan dengan pemerintah lokal terdekat.9

Dalam upaya pemberdayaan masyarakat dalam hal ini anak jalanan yang diarahkan pada produktivitas kerja Didik J Rachbini mengemukakan bahwa “dalam pandangan mengenai sumber daya manusia, konteks yang diberdayakan bukan soal kuantitatifnya”.10 Senada dengan hal tersebut, Honson dan Myers mengemukakan bahwa, pemberdayaan adalah suatu proses peningkatan pengetahuan manusia, keahlian dan keterampilan dan semua orang yang berada dalam lingkungan masyarakat.11

Berbicara masalah pemberdayaan anak jalanan, Yayasan Annur Muhiyam (YAM) adalah salah satu dari sekian banyak LSM atau lembaga sosial yang berperan mempunyai konsep atau orientasi program dalam hal pemberdayaan ekonomi anak jalanan, khususnya untuk meningkatkan produktifitas kerja yang mengarah pada peningkatan taraf ekonomi mereka. Hal tersebut dapat meringankan beban hidup mereka sehingga bisa hidup mandiri.

9

Isbandi Rukminto Adi, Pembangunan Masyarakat dan Intervensi Komunitas Pengantar Pada Pemikiran dan Pendidikan Praktis. (Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 2001), Cet ke 1, h. 135

10

Didik J. Rachbini, Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. Grafindo, 2001), Cet ke 1 h. 131

11

Soekidjo Noto Atmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998) cet ke 2 h. 1


(15)

Hal ini sejalan dengan GBHN 1988 yang menjelaskan bahwa pembangunan didaerah perlu didorong peningkatan partisipasi masyarakat, termasuk peranan LSM.12

Adapun yang menjadi alasan penulis memilih tempat ini untuk diteliti yaitu untuk mengetahui peran Yayasan Annur Muhiyam dalam pemberdayaan ekonomi anak jalanan, baik proses pelaksanaannya maupun hasil dari proses pemberdayaannya tersebut. Maka dari itu masalah yang akan dibahas pada pembahasan skripsi ini berjudul “Peran Yayasan Annur Muhiyam Dalam Pemberdayaan Ekonomi Anak Jalanan Di Jl. Kel. Bukit Duri Kec. Tebet Jakarta Selatan”.

12


(16)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dilihat dari pemberdayaan Yayasan Annur Muhiyam sangatlah luas pembahasannya. Oleh karena itu penulis hanya membatasi masalah pada peran Yayasan Annur Muhiyam dalam pemberdayaan ekonomi anak jalanan. Adapun perumusan masalahnya adalah :

1. Bagaimanakah peran Yayasan Annur Muhiyam dalam pemberdayaan ekonomi anak jalanan?

2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat peran Yayasan Annur Muhiyam dalam pemberdayaan ekonomi anak jalanan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembatasan dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran Yayasan Annur Muhiyam dalam pemberdayaan ekonomi anak jalanan? .

2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor apa saja yang mendukung dan penghambat peran Yayasan Annur Muhiyam dalam pemberdayaan ekonomi anak jalanan?


(17)

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi dan peningkatan wawasan akademis dalam bidang pengembangan masyarakat islam serta kesejahteraan social khususnya yang terkait dengan pemberdayaan anak jalanan.

2. Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan masukan bagi LSM ata Yayasan, khususnya Yayasan Annur Muhiyam dalam merancang dan melaksanakan program-program kesejahteran sosial anak dalam upaya peningkatan ekonomi anak jalanan yang sedang berjalan untuk kedepan yang lebih baik.

3. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat diketahui masyarakat umum, baik masyarakat yang ada di sekitar Yayasan Annur Muhiyam ataupun berbagai kalangan praktisi yang tertarik dan peduli terhadap anak jalanan guna memberikan kontribusi baik moril maupun materil guna terlaksananya program kesejahteraan sosial anak jalanan.

E. Tinjauan Pustaka

Untuk lebih memudahkan penulisan ini, penulis menggunakan teknik penulisan yang didasarkan pada buku ”Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi”, yang diterbitkan oleh CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, cetakan tahun 2007 dan 2009. Selain itu, penulis juga menggunakan buku ”Metodologi Penelitian Kualitatif” oleh Dr. Lexy J. Moleong, M. A, yang diterbitkan oleh PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000. Adapun penulis juga mempelajari skripsi tahun 2009 tentang Pendidikan Non Formal Dalam Upaya Peningkatan Ekonomi Anak Jalanan Oleh yayasan Pesantren Islami BSC Al- Futuwwah Di Daerah Cipete Utara. Mursalih Nim 101054022778. Adapun penulis mempelajari skripsi diatas hanya memahami tentang bagaimana upaya peningkatan perekonomian melalui Pendidikan Non Formal sedangkan skripsi yang dibahas penulis


(18)

adalah bagimana peran dan proses baik faktor pendukukng dan penghambat Yayasan dalam memberdayakan perekonomian anak-anak jalanan melalui program-programnya. Maka dalam skripsi ini tidak ada kesamaan antara skripsi penulis dengan skripsi yang lain.

F. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Kerangka teori yang menjelaskan tentang definisi peran dan definisi pemberdayaan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, ekonomi dan anak jalanan. Penjelasan tentang pemberdayaan meliputi pengertian pemberdayaan masyarakat, proses pemberdayaan, strategi pemberdayaan dan tujuan-tujuan pemberdayaan serta penjelasan analisis SWOT. Penjelasan tentang lembaga swadaya masyarakat meliputi pengertian lembaga swadaya masyarakat, sejarah lahirnya LSM, karakteristik dan cirri-ciri LSM dan klasifikasi lembaga swadaya masyarakat. Penjelasan ekonomi meliputi pengertian ekonomi, masalah pokok dalam perekonomian, penanggulangan kemiskinan dan mengembangkan perekonomian berbasis kemasyarakatan. Dan tentang anak jalanan meliputi pengertian anak jalanan, kategori anak jalanan dan faktor dan sebab-sebab lahirnya anak jalanan.

BAB III : Metodologi penelitian meliputi lokasi penelitian, model dan desain penelitian, penetapan subyek penelitian, teknik pengambilan data, sumber data, fokus penelitian dan analisa data, keabsahan data, teknik penulisan.

BAB IV : Temuan lapangan dan analisa data. Temuan lapangan meliputi gambaran umum Yayasan Annur Muhiyam, sejarah berdirinya Yayasan Annur Muhiyam, struktur organisasi Yayasan Annur Muhiyam. Kegiatan dirumah singgah annur muhiyam,


(19)

sarana dan prasarana, keadaan pendamping, keadaan anak binaan, Analisa data lapangan meliputi peran Yayasan Annur Muhiyam dalam pemberdayaan ekonomi anak jalanan dan faktor pendukung dan penghambat peran Yayasan Annur Muhiyam dalam pemberdayaan ekonomi anak jalanan.


(20)

9 BAB II

TINJAUAN TEORITIS A. Peran

1. Pengertian Peran

Sebelum berbicara mengenai peran, tentunya tidak bisa dilepaskan dengan status (kedudukan), walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya, peran diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang berbeda, akan tetapi kelekatannya sangat terasa sekali. Seseorang dikatakan berperan atau memiliki peranan karena dia (orang tersebut) mempunyai (status) dalam masyarakat, walaupun keduanya itu berbeda antara satu dengan yang (orang lain) tersebut, akan tetapi masing-masing darinya berperan sesuai dengan statusnya.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan Peranan berasal dari kata peran, berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan.1 Adapun peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekamto, sebagai berikut: Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. Menurut Biddle dan Thomas, peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sangsi dan lain-lain.

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1988, h.667


(21)

Sedangkan Grass Massan dan A. W. Mc Eachern sebagaimana dikutip oleh David Berry mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan social tertentu.2 dari norma-norma social, oleh karena itu dapat dikatakan peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma didalam masyarakat.3 Artinya seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat didalam pekerjaannya dan dalam pekerjaan-pekerjaan lainnya.4

Dari penjelasan tersebut diatas terlihat suatu gambaran bahwa yang dimaksud dengan peranan merupakan kewajiban-kewajiban dan keharusan-keharusan yang dilakukan seseorang karena kedudukannya didalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan dimana ia berbeda. Dalam memahami kewajiban adalah bagaimana seseorang sudah mempunyai status kedudukannya namun didalam statusnya itu mempunyai peraturan yang harus dijalankan dengan sebaik mungkin karena hal tersebut adalah bagian dari tugas pekerjaannya. Maka dari pemaknaan peran yaitu bagaimana seseorang mempunyai status kedudukan dengan memiliki peraturan-peraturan yang harus dijalankannya dengan sebaik mungkin.

2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran

Diatas diatas telah dibahas dan dipaparkan bahwa ada kedekatan yang erat sekali antara peran dengan kedudukan, seseorang mempunyai peran dalam lingkungan sosial dikarenakan ia mempunyai status atau kedudukan dalam lingkungan sosialnya (masyarakat).

Tidak dapat dipungkiri pula bahwasanya manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bias melepaskan sikap ketergantungan (Dependent) pada makhluk atau manusia lainnya,

2

M. Grass. W. S. Masson and A.W. Mc. Eachern, Exsplanation Role Analysis, Dalam David Berry, Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, (Jakarta : Raja Gravindo Persaja, 1995), Cet. Ke-3, h.99

3

Ibid, h. 100

4

N. Grass. W. S. Massan and A. W. Mc. Eachern, Explorations Role Analysis, Dalam David Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam sosiologi (Jakarta : 1995


(22)

maka pada posisi semacam inilah, peranan sangat menentukan kelompok sosial masyarakat tersebut dalam artinya diharapkan masing-masing dari hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat (lingkungan) dimana ia bertempat tinggal.

Didalam peranannya sebagaimana dikatakan oleh David Berry terhadap dua macam harapan yaitu: harapan dari masyarakat terhadap pemegang peranan dan harapan-harapan yang dimiliki oleh sipemegang peranan terhadap masyarakat.5

B. Pemberdayaan Masyarakat

1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan).6 Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam: (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisispasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.7

Menurut Agus Ahmad Syafi’i, pemberdayaan atau empowerment dapat diartikan sebagai penguatan, dan secara teknis istilah pemberdayaan dapat disamakan dengan istilah pengembangan.8 Berkenaaan dengan istilah di atas, dalam Pengalaman al-Qur’an tentang Pemberdayaan Dhu'afa, “Community Empowerment” (CE) atau pemberdayaan masyarakat

5

Ibid, h.99

6

Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), Cet ke-1, h. 57

7Ibid.

, h. 58

8Agus Ahmad Syafi’i, Manajemen Masyarakat Islam, (Bandung: Gerbang Masyarakat Baru, 2001), h.


(23)

pada intinya adalah “membantu klien” (pihak yang diberdayakan), untuk memperoleh daya guna mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan tentang diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimilikinya antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.9

Masih dalam Pengamalan Al-Qur’an, Jim Ife mengatakan bahwa pemberdayaan adalah penyediaan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka sehingga mereka bisa menemukan masa depan mereka lebih baik.10 Sedangkan pemberdayaan menurut Gunawan Sumohadiningrat adalah “upaya untuk membangun daya yang dimiliki dhu’afa dengan mendorong, memberikan motivasi , dan meningkatkan kesadaran tentang potensi yang dimiliki mereka, serta berupaya untuk mengembangkannya.11

Menurut beberapa pakar yang terdapat dalam buku Edi Suharto, mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan. Menurut Ife dalam Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung.12 Masih dalam buku tersebut, Parson mengatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Sedangkan menurut Swift dan Levin dalam Membangun Masyarakat

9 Asep Usman Ismail, “PENGALAMAN AL-QUR’AN Tentang Pemberdayaan Dhu’afa”, (Jakarta :

Dakwah Press, 2008), Cet Ke-1, h. 9

10Ibid.

, h. h. 9

11

Gunawan Sumohadiningrat, Pembangunan Daerah dan Pengembangan Mayarakat, (Jakarta : Bina Rena Pariwara, 1997), h. 165.

12


(24)

Memberdayakan Rakyat, pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial.13

Menurut Payne dalam buku yang ditulis Isbandi Rukminto Adi dinyatakan bahwa pemberdayaan (empowerment) adalah membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki antara lain melalui transfer daya dari lingkungan.14

Berdasarkan beragam definisi pemberdayaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok rentan dan lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan, sehingga mereka memiliki keberdayaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti: memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.15 Adapun cara yang ditempuh dalam melakukan pemberdayaan yaitu dengan memberikan motivasi atau dukungan berupa penyediaan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka, meningkatkan kesadaran tentang potensi yang dimilikinya, kemudian berupaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki mereka tersebut.

13

Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 57.

14

Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta ; LP FEUI, 2002), h. 162.

15


(25)

2. Tujuan pemberdayaan

Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil).16 Ada beberapa kolompok yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya meliputi:

a.Kelompok lemah secara strutural, baik lemah secara kelas, gender, maupun etnis. b.Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja, penyandang cacat,

gay dan lesbian, masyarakat terasing.

c.Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami masalah pribadi dan atau keluarga.17

Menurut Agus Ahmad Syafi’i, tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memandirikan masyarakat atau membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara seimbang. Karenanya pemberdayaan masyarakat adalah upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya.18

Payne mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (Empowerment), pada intinya bertujuan: membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa peraya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.19

16

Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat h. 60.

17Ibid.,

h. 60.

18

Agus Ahmad Syafi’i, Manajemen Masyarakat Islam, h. 39

19


(26)

3. Indikator Keberdayaan

Agar para pendamping mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan, maka perlu diketahui berbagai indikator yang dapat menunjukkan seseorang itu berdaya atau tidak. Sehingga ketika pendampingan sosial diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan (keluarga miskin) yang perlu dioptimalkan. Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks pemberdayaan (Girvan, 2004): Adapun indikator keberdayaan sebagai berikut

Tabel 1

Indikator Keberdayaan20 Jenis Hubungan Kekuasaan Kemampuan Ekonomi Kemampuan Mengakses Manfaat Kesejahteraan Kemampuan Kultural dan Politis Kekuasaan di dalam: Meningkatnya kesadaran dan keinginan untuk berubah

-Evaluasi positif terhadap kontribusi Ekonomi dirinya -Keinginan memiliki kesempatan ekonomi yang setara -Keinginan memiliki kesamaan hak terhadap sumber rumah tangga & masyarakat - Kepercayaan diri dan kebahagiaan - Keinginan memiliki kesejahteraan yang setara - Keinginan membuat keputusan mengenai diri dan orang lain - Keinginan untuk mengontrol jumlah anak - Assertiveness dan otonomi - Keinginan untuk menghadapi subordinasi jender termasuk tradisi budaya, diskriminasi hukum dan pengucilan politik - Keinginan terlibat dalam proses budaya, hukum, politik Kekuasaan untuk:  Meningkatnya kemampuan individu untuk berubah  Meningkatnya

- Akses terhadap pelayanan keuangan mikro

- Akses terhadap pendapatan - Akses terhadap

- Keterampilan, termasuk kemelekan huruf - Status kesehatan dan gizi

- Mobilitas dan akses terhadap dunia di luar rumah - Pengetahuan mengenai proses hukum, 20


(27)

kesempatan untuk memperoleh akses aset-aset produktif dan kepemilikan rumah tangga - Akses terhadap

pasar - Penurunan beban dalam pekerjaan domestik, termasuk perawatan anak - Kesadaran mengenal dan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi - Ketersediaan pelayanan kesejahteraan publik politik dan kebudayaan - Kemampuan menghilangkan hambatan formal yang merintangi akses terhadap proses hukum, politik dan kebudayaan Kekuasaan atas:  Perubahan pada hambatan –hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumah tangga, masyarakat dan makro  Kekuasaan atau tindakan individu untuk menghadapi hambatan-hambatan tersebut

- Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkannya - Kontrol atas

pendapatan aktivitas produktif keluarga yang lainnya - Kontrol atas

aset produktif dan

kepemilikan keluarga - Kontrol atas

alokasi tenaga kerja keluarga - Tindakan individu menghadapi diskriminasi atas akses terhadap sumber dan pasar

- Kontrol atas ukuran konsumsi keluarga dan aspek bernilai lainnya dari pembuatan keputusan keluarga termasuk keputusan keluarga berencana - Aksi individu

untuk

mempertakank an diri dari kekerasan keluarga dan masyarakat

- Aksi individu dalam menghadapi dan mengubah persepsi budaya, kapasitas dan hak wanita pada tingkat keluarga dan masyarakat - Keterlibatan individu dan pengambilan peran dalam proses budaya, hukum dan politik Kekuasaan dengan: Meningkatnya solidaritas atau tindakan bersama dengan orang lain untuk menghadapi - Bertindak sebagai model peranan bagi orang lain terutama dalam pekerjaan publik dan - Penghargaan tinggi terhadap dan peningkatan pengeluaran untuk anggota keluarga - Peningkatan jaringan untuk memperoleh dukungan pada saat krisis - Tindakan bersama untuk


(28)

hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumahtangga, masyarakat dan makro modern - Mampu memberi gaji terhadap orang lain - Tindakan bersama menghadapi diskriminasi pada akses terhadap sumber (termasuk hak tanah), pasar dan diskriminasi jender pada konteks ekonomi makro. - Tindakan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan publik membela orang lain menghadapi perlakuan salah dalam keluarga dan masyarakat - Partisipasi dalam gerakan-gerakan menghadapi subordinasi jender yang bersifat kultural, politis, hukum pada tingkat masyarakat dan makro

Adapun penjelasan tabel indikator keberdayaan di atas, terangkum dalam pemaparan berikut.

1. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian. 2. Kemampuan membeli komoditas „kecil’: kemampuan individu untuk membeli

barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

3. Kemampuan membeli komoditas „besar’: kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi diberikan


(29)

terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

4. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputuan rumah tangga: mampu membuat keputusan secara sendiri mapun bersama suami/istri mengenai keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha.

5. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak-anak, mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya; yang melarang mempunyai anak; atau melarang bekerja di luar rumah.

6. Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris.

7. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap „berdaya’ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah.

8. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya. 21

Keberhasilan pemberdayaan keluarga miskin dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan

21


(30)

kemampuan kultural dan politis jenis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu: „kekuasaan di dalam’ (power within), „kekuasaan untuk’ (power to), „kekuasaan atas’ (power over), dan „kekuasaan dengan’ (power with).22

4. Tahapan Pemberdayaan

Menurut Isbandi Rukminto Adi, pemberdayaan masyarakat memiliki tujuh tahapan pemberdayaan, yaitu sebagai berikut.

a.Tahap Persiapan

Pada tahap ini ada dua tahapan yang harus dikerjakan, yaitu : pertama, penyiapan petugas. Yaitu tenaga pemberdayaan masyarakat yang bisa dilakukan oleh community worker, dan kedua, penyiapan lapangan yang pada dasarnya diusahakan dilakukan secara non-direktif.

b.Tahap Pengkajian (Assessment)

Pada tahap ini yaitu proses pengkajian dapat dilakukan secara individual melalui tokoh-tokoh masyarakat (key person), tetapi juga dapat melalui kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan (felt needs) dan juga sumber daya yang dimiliki klien. c.Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan

Pada tahap ini petugas sebagai agen perubah (exchange agent) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat dilakukan.

d.Tahap Pemformulasi Rencana Aksi

Pada tahap ini agen perubah membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan dan menentukan program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Disamping itu juga petugas membantu untuk memformulasikan gagasan mereka ke dalam bentuk tertulis, terutama bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada penyandang dana.

e.Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Program atau Kegiatan

Dalam upaya pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat peran masyarakat sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang telah dikembangkan. Kerjasama antara petugas dan masyarakat merupakan hal penting dalam tahap ini karena terkadang sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik melenceng saat dilapangan.

f.Tahap Evaluasi

Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan warga tersebut diharapkan dalam jangka waktu pendek bisa terbentuk suatu sistem komunitas untuk pengawasan secara

22


(31)

internal dan untuk jangka panjang dapat membangun komunitas masyarakat yang lebih mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

g.Tahap Terminasi

Tahap terminasi merupakan tahapan pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini diharapakan proyek harus segera berhenti. Petugas harus tetap melakukan kontak meskipun tidak secara rutin. Kemudian secara perlahan-lahan mengurangi kontak dengan komunitas sasaran. 23

Adapun bagan dari model tahapan pemberdayaan yang telah dijelaskan di atas adalah sebagai berikut.

Bagan 1

Tahapan Pemberdayaan Masyarakat24

23

Isbandi Rukmint Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, h. 54

24

Ibid., h. 53.

Persiapan

Pengkajian (Assessment)

Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan

Pemformulasian Rencana Aksi

Pelaksanaan Program atau Kegiatan

Evaluasi


(32)

Sedangkan menurut Gunawan Sumodiningrat, upaya untuk pemberdayaan masyarakat terdiri dari 3 (tiga) tahapan yaitu:

- Menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi masyarakat itu berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi (daya) yang dapat dikembangkan.

- Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif dan nyata, serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi semakin berdaya dalam memanfaatkan peluang.

- Memberdayakan juga mengandung arti menanggulangi.25 5. Strategi Pemberdayaan

Parson menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu-lawan-satu antara pekerja sosial dan klien dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri klien, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan.26

Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro. Untuk lebih jelasnya yaitu sebagai berikut:

1.Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach).

2.Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

3.Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai

25

Gunawan Sumodiningrat, Pengembangan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, h. 165

26


(33)

orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak. 27

Dengan merujuk pada tujuan pemberdayaan, tahapan pemberdayaan, dan strategi pemberdayaan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya pemberdayaan adalah suatu upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat yang mengalami kerentanan sosial (seperti: masalah kemiskinan, penyandang cacat, manula, perbedaan etnis, dan ketidakadilan gender). Upaya pemberdayaan tersebut ditujukan agar masyarakat dapat hidup sejahtera.

6. Analisis SWOT

Analisis SWOT (singkatan bahasa Inggris dari "kekuatan"/strengths, "kelemahan"/weaknesses, "kesempatan"/opportunities, dan "ancaman"/threats) adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.

Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang memimpin proyek riset pada Universitas Stanford pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an dengan menggunakan data dari perusahaan-perusahaan Fortune 500. (Sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT)

Analisa SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan kondisi sebagai sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing. Yang perlu diperhatikan oleh para pengguna analisa SWOT, bahwa analisa SWOT adalah semata-mata sebuah alat analisa yang ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang dihadapi

27


(34)

atau yang mungkin akan dihadapi oleh organisasi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib yang mampu memberikan jalan keluar bagi masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi, dan bukan sebuah alat analisis ajaib yang mampu memberikan jalan keluar bagi masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi.

Menganalisis lingkungan internal dan eksternal dapat digunakan Analisa SWOT yaitu Strenghts (memaksimalkan kekuatan), Weaknes (meminimalkan kelemahan), Opportunities (memaksimalkan peluang) dan Threats (meminimalkan ancaman). Analisa SWOT adalah satu pekerjaan yang cukup berat karena hanya dengan itu alternatif-alternatif strategis dapat disusun. Analisa SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan kondisi sebagai sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing. Satu hal yang harus diingat baik-baik oleh para pengguna analisa SWOT, bahwa analisa SWOT adalah semata-mata sebuah alat analisa yang ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang dihadapi atau yang mungkin akan dihadapi oleh organisasi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib yang mampu memberikan jalan keluar yang cespleng bagi masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi.

Analisa ini terbagi atas empat komponen dasar yaitu :

1. Strength ( S ) = Kekuatan, adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari organisasi atau program pada saat ini.

Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan atau keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan dari pasar suatu perusahaan.

2. Weakness ( W ) = Kelemahan, adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari organisasi atau program pada saat ini. Kelemahan adalah keterbatasan/kekurangan dalam sumber daya alam, keterampilan dan kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja


(35)

efektif suatu perusahaan.

3. Opportunity (0) = Peluang, adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar organisasi dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi dimasa depan Peluang adalah situasi/kecenderungan utama yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. 4. Threat (T) = Ancaman, adalah situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang datang dari luar organisasi dan dapat mengancam eksistensi organisasi dimasa depan. Ancaman adalah situasi/kecenderungan utama yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. 28

C. Lembaga Swadaya Masyarakat

1. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat

Definisi NGO (Non Government Organization) di dapat dari pemikiran raktisi pembangunan dan konsep pada akademisi. Sedangkan istilah NGO muncul dipelopori oleh PBB pada pertengahan tahun 1970-an.

Di Indonesia NGO dikenal dengan istilah LSM atau Lembaga Swadaya Masyarakat yang merupakan pengganti dari ORNOP atau Organisasi Non Pemerintah atau terjemahan dari NGO. Penggantian istilah dari ORNOP ke LSM dilakukan pada suatu lokakarya diselenggarakan oleh Bina Desa, April 1978.29

Istilah ORNOP yang kemudian diganti menjadi LSM sebagai terjemahan NGO itu mulai dapat kritikan dari beberapa aktivis LSM. Menurut mereka istilah LSM sudah merupakan bentuk penjinakan terhadap NGO dan oleh karenanya mereka lebih menghendaki menyebut kembali nama lembaganya sebagai organisasi non pemerintah atau ORNOP. Sedangkan pemerintah tetap menyebut LSM sebagai terjemahan dari NGO karena didalamnya terkandung nilai swadaya atau adanya prinsip “ Self Determination” yang pada intinya mendorong LSM untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan dalam

28

www.analisisswot.com

29

Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Hevelar, LSM dan Kebangkitan Masyarakat, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995), cet ke 1 h. 9


(36)

kaitannya dalam mengatasi persoalan yang dihadapi, sehingga LSM mempunyai kesadaran penuh dalam membentuk masa depan mereka. Dibandingkan dengan istilah ORNOP yang diterjemahkan oleh pemerintah sebagai organisasi yang anti pemerintah.

Definisi Lembaga Swadaya (LSM) menurut Instruksi Mentri Dalam Negeri No. 8 tahun 1990 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat adalah sebagai berikut :

Lembaga Masyarakat dalam instruksi ini adalah organisasi / lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga Negara Republik Indonesia secara suka rela atas kehendak sendiri dan berniat serta bergerak dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh lembaga sebagai wujud partisipasi mayarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat yang menitik beratkan pada pengabdian secara swadaya.30

Dari pengertian diatas dapat diuraian bahwa Lembaga Swadaya Masyarakat ini bersifat secara swadaya, jadi tidak dibayar dan bekerja sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa adanya paksaan dari oeranglain. Karena bergerak dibiang sosial, anggota masyarakat tersebut benar-benar menginginkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang membutuhkan.

Selain pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat yang terdapat dalam Instruksi Mentri Dlam Negeri sebagaimana yang tertera diatas, almarhum Surino Mangun Pranoto seorang tokoh Taman Siswa yang semasa hidupnya beliau banyak berkecimpung dalam organisasi kemasyarakatan menyatakan bahwa :

Lembaga Swadaya Masyarakat bukan hanya sebuah organisasi, melainkan lebiih bercermin pada gerakan kemanusiaan yang membina swadaya masyarakat dengan pola dasar membangun sumber daya manusianya.31

Kalau Surino Mangun Pranoto berpendapat bahwa Lembaga Swadayya Masyarakat bukan hanya sebuah organisasi sosial, melainkan lebih bercermin pada gerakan kemanusiaan,

30

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 8 tahun 1990. ( Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat.)

31

Abdullah Syarwani, LSM, Partisipasi Rakyat dan Usaha Menumbuhkan Keswadayaan, (Jakarta : LP3S, 1992), Cet ke 1, h. 69


(37)

lain halnya dengan pendapat Soetjipto Wirosarjono tentang defines Lembaga Swadaya Masyarakat. Beliau menyatakan sebagai berikut :

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak atas motivasi dan swadaya yang bangkit dari solidaritas sosial.32

Menurut Arief Budiman seperti yang dikutip David Korten mengidentifikasikan LSM secara umum yaitu :

Organisasi non pemerintah dapat didefinisikan dalam pengertian segala macam organisasi yang bukan milik pemerintah dan bertujuan bukan mencari keuntungan.33

Dari pengertian-pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat diatas, maka ditarik kesimpulan bahwa LSM merupakan :

1) Lembaga yang bergerak menangani masalah-masalah sosial yang berkembang di masyarakat dan mendapat perhatian khusus.

2) Lembaga ini bersifat sosial, tidak mencari keuntungan, jadi tanpa ada pemungutan biaya, oleh karena itu diharapkan keterlibatan masyarakat untuk berperan secara aktif turu serta ambil bagian dalam rangka memajukan kehidupannya.

2. Sejarah Lahirnya LSM Indonesia

Di Indonesia pergerakan NGO atau LSM dapat dilihat dari kemunculan Boedi Oetomo yang merupakan organisasi pertama, yang lahir dari tangan-tangan terpelajaran khususnya kaum terpelajar muda dari rantau, memberikan sumbangan yang penting dlam merumuskan cita-cita kemauan bangsa.34

Perkembangan LSM yang begitu pesat terlihat dalam kurun waktu 1970-an terdapat perhatian yang meningkat dalam usaha pengembangan masyarakat (Community

32

Soejipto Wirosarjono, Apa Yang Dapat Dilakukan LSM DIBIDANG Kependudukan, (Jakarta, LP3S, 1990), Cet ke 1, h. 139

33

David Korten, Menuju abad 21,( Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2001), Cet ke 1, h. vvii

34

Zamroni, Pendidikan Untuk Demokrasi Masyarakat, ( Yogyakarta, Tiara acana Yogya, 1995), Cet ke 1, h. 37


(38)

Development) olah NGO, sebagai bagian dari kritik terhadap ketidak merataan pembangunan dan mencari strategi alternatif atau kebutuhan pokok yang dapat menguntungkan secara lebih langsung mayoritas kaum miskin.35

LSM atau NGO Indonesia juga mengalami perkembangan yang pesat sejak era 1970-an, hal ini dapat dijelaskan seiring dengn dijalankannya pembangunan berencana oleh pemerintah orde baru dengan maksud ikut serta melaksanakan pembangunan diluar sektor Negara.

Pada era tersebut LSM lebih memilih untuk bekerja menggunakan teori pertumbuhan ekonomi sesuai dengan kebijakan pemerintah orde baru yang pada saat itu menjadikan ekonomi sebagai “panglima” dan tidak satupun LSM ditahun 1970-an tersebut yang benar – benar menolak konsepdasar dan gagasan pembangunan yang diterapkan orde baru, karena anggapan atau persepsi dasar LSM yang lebih berorientasi menjaga keberlangsungan organisasinya dengan berlindung terhadap penguasa orde baru dari pada benar-benar sebagai organisasi sukarela yang berpihak pada masyarakat.

Perkembangan LSM yang begitu pesat terlihat pada tahun 1985 yakni jumlah masih sekitar 3.225 organisasi. Tahun 1990 jumlah LSM meningkat menjadi 8.720 organisasi yang tercatat sebagai LSM, itu baru yang tercatat dan terdaftar, smentara LSM yang tidak mau mendaftarkan dirinya juga tidak sedikit.36

Tumbuh menjamurnya puluhan ribu LSM di era reformasi merupakan fenomena yang menarik untuk dicermati. Pertumbuhan LSM itu disatu sisi dianggap simbol kebangkitan masyarakat didalam memperjuangkan hak-haknya. Masyarakat mulai kritis dan mapu menampilkan wacana tandingan terhadap kebijakan yang disodorkan pemerintah.37

35

Jhon Clark, NGO dan Pengembangan Masyarakat, ( Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1995), Cet ke 1, h. 37

36

Info Bisnis, Bisnis Miliaran LSM. Edisi 96 September 2001

37

Hamid Abidin, Kritik dan Otokritik LSM (Membongkar Kejujuran dan Keterbukaan LSM Indonesia ), (Jakarta : Piramedia, 2004), Cet ke 1, h. 3


(39)

Dari segi kuantitas, LSM berkembang begitu pesat dan sangat mengesankan, namun dari segi kualitas perlu dipertanyakan peranan mereka sebagai salah satu bentuk masyarakat sipil. Hal ini senada dengan pendapat Mansour Fakih sebagai berikut :

Jika dalam masa tahun 1970-an kebanyakan kegiatan LSM lebih difokuskan sebagaimana bekerja dengan rakyat ditingkat akar rumput dengan melakukan kerja pengembangan masyarakat (Community Development), maka dalam tahun 1980-an bentuk perjuangannya menjadi lebih beragam, dari perjuangan lokal hingga jenis advokasi baik tingkat nasional maupun tingkat internasional. Sejumlah kerja aktivis LSM bahkan mulai mengkhususkan diri melakukan kerja advokasi politik untuk perubahan kebijakan yang dalam banyak manifestasinya dilakukan dengan membuat berbagai statement politik, lobi, petisi, protes dan demontrasi.38

3. Karakteristik dan Ciri – Ciri LSM

LSM memiliki beberapa karakteristik yang penting seperti yang dikemukakan oleh Williams :

1) Organisasi dibentuk bukan atas inisiatif pemerintah (terkecuali LSM Merah sperti yang kana dijelaskan nanti) dan berorientasi non profit.

2) Bebas dari pemerintah dan organisasi lainnya dalam menyusun prioritas kegiatannya. 3) Membatasi kegiatannya terutama pada kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan

dan pembangunan masyarakat.39

Meskipun kemudian Elbridge membagi LSM di Indonesia pada dua kategori : Pertama yang dibeli “ Development”. Tipe ini mengacu pada organisasi-organisasi yang dianggap konsentrasi pada program pengembangan masyarakat. Sedang yang kedua disebut sebagai “Mobilication”, adalah kegiatan LSM terpusat pada pendidikan dan mobilisasi rakyat miskin sekitar human righs.40

38

Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial (Pergolakan Ideologi LSM Indonesia)

Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), Cet ke III, h. 5

39

Glen Willam, Community Participation and Roe of Voluntary Agencies in Indonesia, (LP3S : Prisma No. 4, 1998)

40


(40)

Hal lain yang menjadi ciri LSM adalah bahwa mereka bergerak erat kaitannya dengan masalah pembangunan. Apakah reaksi terhadap pembangunan ataupun dalam rangka mencari alternatif dari pemberdayaan pembangunan dan keterkaitannya dengan pemerintah sangat penting. Hal ini untuk menghindari penggunaan istilah tersebut kepada keagamaan, organisasi dagang, organisasi oleh raga maupun partai maupun partai politik, meskipun mereka ini juga memiliki karakter non pemerintah.41

4. Klasifikasi LSM

Mengenai klasifikasi LSM menurut Jhon Clark, seperti tercermin dari perkembangan sejarah mereka secara umum dapat dibedakan kedalam enam aliran pemikiran yaitu :

1) Agen Penyantunan dan Kesejahteraan, misalnya seperti Catholik Relief Service ataupun berbagai masyarakat misionaris lainnya.

2) Organisasi Pengembangan teknologi. NGO yang melaksanakan program mereka untuk emepelopori pendekatan batu atau perbaiki pendekatan-pendekatan yang sudah ada dan cenderung untuk tetap mengkhususkan diri pada bidang yang mereka pilih. 3) Kontraktor Pelayanan Umum, NGO yang sebagian besar didanai pemerintah dan agen

pemberi bantuan resmi, NGO ini dikontak untuk melaksanakan komponen dari program resmi karena dirasakan bahwa ukuran dan fleksibelitas mereka akan membantu melaksanakan tugas secara lebih efektif daripada departemen pemerintah. 4) Agen Pengembangan Masyarakat, NGO ini menaruh perhatian pada kemandirian,

pembangunan sosial dan demokrasi lapidan bawah.

5) Organisasi Pengembangan Masyarakat bawah, NGO yang anggotanya adalah masyarakat miskin dan tertindas dan yang berupaya membentuk suatu proses pembangunan masyarakat.

41


(41)

6) Kelompokan Jaringan Advokasi. Organisasi yang tergabung dengan aliran ini biasanya tidak memiliki proyek tetapi keberadaan mereka terutama untuk melakukan pendidikan dan lobi.42

Sedangkan menurut David Korten, indentitas LSM tersbut dapat dilihat melalui pengelompokan LSM yakni sebagai berikut :

1) Organisasi Sukarela (Voluntary OrganZation atau VO) yang melakukan misis sosial, terdorong oleh suatu komitmen kepada nilai yang sama.

2) Organisasi Rakyat (People’s Service atau PO) yang mewakili kepentingan anggotanya, mempunyai pimpinan yang bertanggung jawab kepada anggota dan cukup mandiri.

3) Kontraktor Pelayanan Umum Public Service Contractor atau PSC) yang berfungsi sebagai usaha tanpa laba berorientasi pasar untuk melayani kepantingan umum. 4) Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerintah (Government Non Government atau

NGO) dibentuk oleh pemerintah dan berfungsi sebagai alat kebijakan pemerintahan.43 Pendapat lain yang dikemukakan oleh Dr. Kartono Sinaga dalam Info Bisnis, bahwa di Indonesia ada tiga bentuk LSM, yaitu :

1) LSM Plat Merah. LSM yang dibentuk pemerintah untuk menyerap dana dari funding lalu dikantongi mereka sendiri, untuk mendukung atau melegitimasi kegiatan dari pemerintah itu sendiri, tanpa mengembangkan suatu kritik terhadap pemerintah, LSM ini idealismenya sangat rendah tidak mengepspresikan kegiatan yang sesungguhnya, tapi manajemen mereka yang sangat rapi.

2) LSM Plat Kuning. LSM ini terlihat menjadi kontraktor dari sosial development, misalnya menjadi subkontraknya Bank Dunia, ADB, UNDP dan lain sebagainya.

42

Jhon Clark, Op Cit, h. 43

43


(42)

Biasanya mereka pintar berpikir dan mengembangkan proposal bagus, tetapi tidak berakar di masyarakat.

Ketika diimplementasikan kegiatannya, mereka bingung mau kemana Dipihak lain mereka harus berkolaborasi dengan pemerintah untuk mendapatkan dana atau memenangkan tender.

3) LSM Plat Hitam. LSM ini kita katakan murni swasta seperti YLBHI, PHBI, LP3S, Cides. Mereka mempunyai idealisme dalam pengalaman di LSM. Hanya saja jumlah orang seperti ini sangat kecil dan dalam prakteknya mereka dijauhi bahkan dicaci maski oleh pemerintah karena berseberangan terus dengan politik pemerintah.44

D. Ekonomi

1. Pengertian Ilmu Ekonomi

Ilmu ekonomi adalah suatu bidang pengetahuan yang sangat luas liputannya. Dalam usaha memberikan gambaran ringkas mengenai bidang studi ilmu ekonomi, define ilmu tersebut selalu di hubungkan kepada keadaan ketidakseimbagan di antara(i) kemampuan faktor – faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa, dan (ii) keinginan masyarakat mendapatkan barang dan jasa. Oleh sebab itu setiap individu, perusahaan atau masyarakat harus selalu membuat pilihan-pilihan.

Berbagai ahli ekonomi selalu mendefinisikan ilmu ekonomi berdasarkan kepada kenyataan tersebut. Sebagai contor. Profesor P.A Samuelson, salah seorang ahli ekonomi terkemuka di dunia yang menerima Nobel untuk ilmu ekonomi pada tahun 1970 - memberikan define ilmu ekonomi sebagai berikut :

Ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai individu-individu dan masyarakat membuat pilihan, dengan atau tanpa uang, dengan menggunakan sumber-sumber daya yang terbatas- tetapi dapat digunakan dalam berbagai cara untuk menghasilkan

44


(43)

berbagai jenis barang dan jasa dan mendistribusikannya untuk kebutuhan knsumsi, sekarang dan dimasa datang, kepada berbagai individu dan golongan masyarakat.45

2. Masalah Pokok Dalam Perkeonomian Masalah Kekurangan

Mengapa individu-individu, perusahaan-perusahaan dan masyaarakat secara keseluruhannya perlu memikirkan cara yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan ekonomi? Ahli-ahli ekonomi menjawab pertanyaan seperti itu dengan menerangkan tentang masalah scarity,yaitu masalah kelangkaan atau kekurangan. Kelangkaan atau kekurangan tersebut berlaku sebagai akibat dari ketidakseimbangan diantara kebutuhan masyarakat dengan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat.

Kebutuhan masyarakt yang dimaksud adalah keinginan masyarakat untuk memperoleh dan mengkonsumsi barang dan jasa. Keinginan ini dapat dibedakan kepada dua bentuk, yaitu keinginan yang disertai oleh kemapuan untuk membeli barang dan jasa yang diingini dan keinginan yang tidak sertai oleh kemampuan membeli.46

Masalah kekurangan didalam masayrakat faktor-faktor produksi yang tersedia adalah relative terbatas. Kemampuannya untuk memproduksikan barang dan jasa adalah jauh lebih rendah dari pada jumlah keinginan di masyarakat.47

3. Penanggulangan Masalah Ekonomi

Upaya penanggulangan masalah ekonomi telah lama menjadi perhatian dalam proses pembangunan. Beberapa kebijakan yang secara tidak langsung dalam upaya memerangi kemiskinan antara lain adalah (1) merangsang pertumbuhan ekonomi daerah, terutama pedesaan dengan dana bantuan INPRES dan BANPRES, (2) penyebaran sarana sosial, seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, keluarga berencana, perbaikan lingkungan dan lain-lain, (3) memperluas jangkauan sarana keuangan dengan mendirikan beberapa institusi kredit, spserti

45

Sadono Soekirno, Pengantar Toeri Mikro Ekonomi, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada 2001), Cet ke 16 h. 9

46

Ibid, h.5

47


(44)

KUPEDES, KURK, BKK, KCK, (4) peningkatan sarana produksi pertanian, khususnya insfrastruktur (irigasi), (5) pengembangan beberapa program pengembangan wilayah.48

Dibalik itu masih ada beberapa persoalan yang masih perlu mendapat perhatian. Pengangguran, anak jalanan, dan rendahnya kualitas hidup belum mengalami perubahan yang berarti.

Tanpa mengurangi arti penting upaya penanggulanan kemiskinan telah dan sedang dilakukan adalah penting untuk memikirkan alternatif pendekatan yang mungkin dapat membentu keberhasilan penerapan kebijakan yang telah ada selam ini.

Upaya yang perlu dipikirkan pertama –tama adalah berusaha merumuskan kebijakan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi mereka dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia disekitar mereka. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat kemampuan masyarakat dan individu (self-consciousness) dengan meningkatkan kemampuan ekonomi juga diikuti upaya meningkatkan kesadaran politik, sosial dan hukum lewat menimbulkan kesadaran tentang hak-hak mereka.49

48

Tadjuddin Noer Effendi, Sumber Daya Manusia Peluang Kerja dan Kemiskinan, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya), Cet. Ke II, h. 265

49


(45)

Selain itu ada kebijakan relokasi dana yang dapat merangsang pertumbuhan ekonomi regional, merangsang peningkatan pendapatan dan perluas peluang kerja (aktivitas kerja). Untuk mencapai sasaran itu perlu ada upaya mendekatkan penduduk miskin pada akses pasar dan pelayanan sarana keuangan. Hal ini dapt dilakukan dengan pendekatan yang lebih menekankan pada peningkatan akses dan kemudahan paa pasar. Artinya, kendala-kendala yang dapatmenghalangi perluasan pasar, seperti sistem monopoli perlu dihapuskan. Promosi pembangunan dipusatkan pada pengembangan ekonomi rakyat.

4. Mengembangan Perekonomian Berbasis Kerakyatan

Salah atu persoalan serius yang dihadapi bangsa ini adalah tingkat kesenjangan ekonomi yang terlampau lebar, serta tingkat kemiskinan yang semakin tinggi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan saat ini telah dengan sukses mengantar berbangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa miskin di dunia. Untuk itu, upaya-upaya pengembangan dan pemberdayaan ekonomi rakyat menjadi hal yang mendesak dan tidak bisa ditunda-tunda lagi.

Menurut Goenawan Sumadiningrat (Membangun Perekonomian Rkayat, 1998), kalau dilihat dari segi penyebabnya, kesenjangan dan kemiskinan dapat dibedakan menjadi kesenjangan dan kemiskinan natural, kesenjangan dan kemiskinan kultural serta kesenjangan kemiskinan struktural.

Dengan demikian, upaya pengembangan dan pemberdayaan perekonomian rakyat, perlu diarahkan untuk mendorong terjadinya perubahan struktural. Hal itu bisa dlakukan dengan cara memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam konsentrasi perekonomian nasional.


(46)

Perubahan struktural ini bisa meliputi proses perubahan dari pola ekonomi tradisional ke arah ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi tangguh, dari ekonomi subtansial ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari konglongmerat ke rakyat.50

Berkaitan dengan langkah-langkah di atas maka pilihan kebijakan hendaklah dilaksanakan dalam beberapa langkah strategis berikut :

1) Pemberian peluang atau akses yang lebih besar kepada asset produksi. Di antara asset produksi yang paling mendasar adalah akses kepada sumber dana.

2) Memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat.

3) Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan dan dalam upaya menciptakan sumber daya menusia yang kuat dan tangguh.

4) Kebajikan ketenagakerjaan yang men dorong munculnya tenaga kerja yang termpil, mengusasi keterampilan dan keahlian hidup. Serta tenaga kerja mandiri dengan bekal keahlian wirausaha.

5) Pemerintah pembangunan antar daerah. Untuk itu pemerintah harus seraca proaktif memberikan sejumlah kemudahan, seperti bantuan kredit lunak pengusaha kecil, mengadakan penyuluhan dan pelatihan.51

50Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Syafe’I, Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi

Strategi sampai Tradisi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001), Cet ke 1 h. 70

51


(47)

E. Anak Jalanan

1. Pengertian Anak Jalanan

Batasan mengenal pengertian anak jalanan bermasam-masam, tergantung siapa yang memberi batasan dan untuk apa.

Menurut Direktorat Bina Sosial DKI yang termasuk anak jalanan adalah : anak yang berkeliaran di jalanan raya sambil bekerja, mengemis atau menganggur. Usianya berkisar dari bayi (dibawa orang tuanya mengemis) sampai batas usia remaja. Tidak semuanya merupakan anak jalanan yang terlantar, meskipun sebagain besar adalah anak yang mempunyai tempat tinggal tetap dan orang tua yang tidak ada di Jakarta.52

Sedangkan menurut A. Soedijar Z.A anak jalanan adalah anak usia 7 tahun sampai 15 tahun, yang bekerja di jalan raya dan tempat – tempat umum lainnya yang dapat mengganggu ketentraman dan keselamatn oranglain serta membahayakan dirinya sendiri.53

Demikian pula batas yang digunakan oelh Departemen sosial dan Unted Nations Development Programme (UNDP) merumuskan definisi anak jalanan sebagai anak-anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berkeliaran dan mencari nafkah di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya.54

Dari kutipan diatas, penulisan menyimpulkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berusia 7 sampai 15 tahun yang bekerja di jalanan dan hidup terlantar karena tidak memiliki tempat tinggal tetap dan orang tuanya tidak berada atau bertempat tinggal di Jakarta sehingga mengganggu ketertiban umum dan keselamatan orang lain dan dirinya sendiri.

52

Dirjen Bina Sosial, Dsikusi Badan Koordinasi Kesejahteraan Sosial, (Jakarta : Dep Sos, 1989)

53

A. Soedijar. Z.A Profil Anak Jalanan di DKI, (Jakarta,: Media Informatika, 1989), h. 33

54


(48)

2. Kategori dan Ciri-Ciri Anak Jalanan

Mengenai kategori anak jalanan, Departemen Sosial RI mengklasifikasikan berdasarkan frekuensi hubungan berdasarkan frekuensi hubungan sosial dengan keluarga yaitu, :

1) Anak yang hidup atau tinggal dijalanan, sudah putus sekolah dan tidak ada hubungan dengan keluarganya (Children of the Street).

2) Anak yang bekerja di jalanan, sudah putus sekolah dan berehubungan tidak teratur dengan keluarganya, yakni pulang kerumahnya secara periode (Chlidren on the Street).

3) Anak yang rentan menjadi anak jalanan, masih sekolah maupun sudah putus sekolah dan masih berhubungan teratur atau tinggal dengan orang tuanya (Vernerable to be Street Children).55

Sedangkan kriteria anak yang rentan di jalanan, berdasarkan Pedoman Penyelenggaraan Pembinaan Anak Jalanan melalui Rumah Singgah (Departemen Sosial 1998) adalah sebagai berikut :

1) Setiap hari bertemu dengan orang tuanya

2) Berada dijalanan sekitar empat jam sampai enam jam untuk bekerja 3) Tinggal atau tidur bersama orang tua atau wali

4) Masih sekolah

5) Pekerjaan anak adalah menjual koran, majalah, alat tulis, kantong plastik, menyemir sepatu, mangamen dan lain sebagainya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri dan kebutuhan orang tua.56

Adapun siri-siri fisik dan psikis anak jalanan pada umumnya yang mudah dikenali sebagai berikut :

55

Hasil penelitian Dep Sos dan UNDP, (Jakarta : YKAI, 1996).

56

Arnetty Ustman, Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Anak Jalanan, Seni Lokakarya Penanganan Anak Jalanan, (Jakarta : 20 April 2000)


(49)

1) Ciri – ciri fisik : a. Warna kulit kusam

b. Rambut kemerah-merahan c. Kebanyakan berbadan kurus d. Pakaian tidak terurus 2) Ciri-ciri Psikis :

a. Mobilitas tinggi b. Acuh tak acuh c. Penuh curiga d. Sangat senditif e. Berwatak keras f. Kreatif

g. Semangat hidup tinggi h. Berani menanggung resiko i. Mandiri .57

3. Faktor atau Sebab-Sebab Lahirnya Anak Jalanan

Menurut Alva Handayani, sebab munnculnya anak jalanan berkaitan dengan tiga hal penyebab yaitu :

1) Tingkat Mikro (Immediate Cause) adalah faktor yang berhubungan secara langsung antara anak dan keluarga. Pada anak jalanan murni (Childrren od the street), faktor ekonomi bukan merupakan hal yang utama. Anak biasanya sengaja lari dari keluarganya, keinginan berpetualang ataukarena diajak teman. Mereka datang dari keluarga yang memiliki masalah psikologis seperti tidak diterima keluarga atau orang tua, konflik dan perpecahan rumah tangga, salah

57

Depsos RI, Modul Pelatihan Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah,(Kerjasama Depsos RI dengan YKAI dalam PKS Anak Jalanan,), h. 16


(50)

asuh atau kekerasan dikeluarga, kesulitan berhubungan dengan keluarga atau tetangga atau juga terpisah dari orang tua.

2) Tingkat Meso (underlying Couse), adalah faktor yang ada di masyarakat. Pada tingkat masyarakat, sebab yang dapat diidentifikasikasi adalah bahwa pada masyarakat miskin anak-anak adalah asset untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Oleh karena itu anak-anak diajarkan bekerja dan jika diperlukan terpaksa meninggalkan bangku sekolah.

3) Tingkat Makro (Basic Caouse) adalah faktor yang berhubungan dengan strukturmakro. Pada tingkat struktur masyarakat, sebab yang dapat diidentifikasi secara ekonomi adalah adanya peluang pekerja sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal dan keahlian yang besar. Untuk memperoleh uang yang lebih banyak mereka harus lebih lama berada di jalanan dan keranya harus meninggalkan bangku sekolah.58

4. Model penanganan anak jalanan

Fokus utama (core business) pembangunan kesejahteraan sosial adalah pada perlindungan sosial (social protection). Oleh karena itu, model pertolongan terhadap anak jalanan bukan sekadar menghapus anak-anak dari jalanan. Melainkan harus bisa meningkatkan kualitas hidup mereka atau sekurang- kurangnya melindungi mereka dari situasi-situasi yang eksploitatif dan membahayakan.

Mengacu pada prinsip-prinsip profesi pekerjaan sosial, maka kebijakan dan program perlindungan sosial mencakup bantuan sosial, asuransi kesejahteraan sosial, rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial yang dikembangkan

58


(51)

berdasarkan right-based initiatives; yakni memperhatikan secara sungguh- sungguh hak-hak dasar anak sesuai dengan aspirasi terbaik mereka Strategi intervensi pekerjaan sosial tidak bersifat parsial, melainkan holistik dan berkelanjutan. Dalam garis besar, alternatif model penanganan anak jalanan mengarah kepada 4 jenis model, yaitu:

1. Street-centered intervention. Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di "jalan" dimana anak-anak jalanan biasa beroperasi. Tujuannya agar dapat menjangkau dan melayani anak di lingkungan terdekatnya, yaitu di jalan.

2. Family-centered intervention. Penanganan anak jalanan yang difokuskan pada pemberian bantuan sosial atau pemberdayaan keluarga sehingga dapat mencegah anak-anak agar tidak menjadi anak jalanan atau menarik anak jalanan kembali ke keluarganya.

3. Institutional-centered intervention. Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di lembaga (panti), baik secara sementara (menyiapkan reunifikasi dengan keluarganya) maupun permanen (terutama jika anak jalanan sudah tidak memiliki orang tua atau kerabat). Pendekatan ini juga mencakup tempat berlindung sementara yang menyediakan fasilitas "panti dan asrama adaptasi" bagi anak jalanan.

4. Community-centered intervention. Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di sebuah komunitas. Melibatkan program-program community development untuk memberdayakan masyarakat atau penguatan kapasitas lembaga-lembaga sosial di masyarakat dengan menjalin networking melalui berbagai institusi baik lembaga pemerintahan


(52)

maupun lembaga sosial masyarakat. Pendekatan ini juga mencakup Corporate Social Responsibility (tanggungjawab sosial perusahaan).59

59

www.alternatifmodelpenanganananjal.com. Ife, Jim (1995), Community Development: Creating Community Alternatives,Vision, Analysis and Practice, Longman, Australia,


(53)

21

METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di yayasan Annur Muhiyam di kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Yayasan Annur Muhiyam adalah salah satu lembaga yang fokus pada pemberdayaan ekonomi anak jalanan, adapun alasan pemilihan lokasi itu didasari oleh pertimbangan sebagai berikut:

1. Lokasi penelitian mudah dijangkau

2. Adanya keterbatasan dana, waktu, dan tenaga.

3. Yayasan Annur Muhiyam adalah lembaga independen yang mempunyai hubungan kerjasama dengan Kementrian Sosial RI, Kemendiknas maupun beberapa perusahaan maupun instansi. Yayasan ini dapat menyalurkan tenaga kerja untuk anak jalanan yang sebelumnya telah diberi pembekalan untuk peningkatan ekonomi jalanan.

4. Yayasan Annur Muhiyam merupakan lembaga yang memiliki kepedulian terhadap masalah kemiskinan, khususnya masalah kemiskinan pada anak-anak jalanan. Melalui salah satu peran pemberdayaan ekonomi anak-anak jalanan, Yayasan Annur Muhiyam memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas anak-anak jalanan dengan cara menggalih dan mengembangkan potensi yang ada pada diri anak-anak jalanan.


(54)

B. Waktu Penelitian

Adapun waktu penelitian untuk penyusunan skripsi ini dimulai sejak tanggal 29 Desember 2010 sampai dengan tanggal 21 Juni 2011.

C. Model dan Desain Penelitian

Model penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun desain penelitan yang penulis gunakan adalah desain deskriptif analisis. Pendekatan kualitatif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis mengenai factor-faktor yang terkait dalam pelaksanaan program di lapangan dan hubungan atau keterkaitan factor tersebut. Baik yang mendukung atau menjadi penghambat terhadap pelaksaan program.

Dalam studi ini, peneliti berusaha untuk melihat dan menilai bagaimana tingkat efektifitas atau keberhasilan, bagaimana prosesnya sejak awal pelaksanaan sampai terlaksana program maupun hasil dari proses programnya. Penelitian ini juga ingin meliht factor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan program serta keterkaitan factor-faktor tersebut. Dengan demikian akan terlihat bagaimana sebenarnya program tersebut dilaksanakan dan bagaimana tanggapan anak jalanan terhadap program tersebut serta bagaimana tingkat keberhasilan dan kegagalannya.

D. Penetapan Subyek Penelitian

Menurut Sarantakos, prosedur penentuan subjek dan atau sumber data dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik (1) Tidak diarahkan pada jumlah sampel besar, melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai


(1)

Hasil baju batik pesanan yang sudah disablon


(2)

Pameran Prodak anak-anak binaan YAM yang dipasarkan ke beberapa universitas


(3)

Hasil kreativitas anak binaan YAM dalam prodak musik


(4)

Program bengkel YAM

Foto penulis bersama anak binaan YAM dalam program perbengkelan


(5)

Foto acara bantuan social anak-anak binaan YAM dengan artis

Anak binaan YAM dan pendamping sedang mengambil hasil tabungan dari program YAM


(6)

Foto ini adalah tabungan dari hasil kegiatan program Pemberdayaan Ekonomi Anak Jalanan.