32
Abu Daud Ibnu Hazm dan ulama salaf berpendapat bahwa wasiat hukumnya fardhu ain. Mereka beralasan bahwa QS Al-Baqara hayat 180 dan QS An-Nisaayat 11-
12 mengandung pengertian bahwa “Allah mewajibkan hamba-Nya untuk mewariskan sebagian hartanya kepada ahli waris dan mewajibkan wasiat didahulukan pelaksanaanya
dari pada pelunasan hutang. Adapun maksud kepada orang tua dan kerabat dipahami karena mereka itutidak menerima warisan.
BAB III KEWARISAN ANAK ANGKAT MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
DAN KUH PERDATA A.
Kewarisan Menurut Kompilasi Hukum Islam
Salah satu hukum materiil Peradilan Agama di Indonesia yang di jadikan rujukan oleh para hakim adalah kompilasi hukum Islam walaupun berlakunya hanya
melalui intruksi dari dalam hasil dalam Republik Indonesia nomor 1 tahun 1951, sedangkan salah satu materi KHI adalah pemberian wasiat wajibah kepada anak
angkat pasal 209 KHI, hal ini merupakan terobosan baru dalam hukum Islam yang tidak di temukan dalam kitab- kitab klasik bahkan undang- undang Mesir dan Siria
pun tidak menyatakan wasiat wajibah kepada anak angkat. Sedangkan dalam wasiat wajibah bagianak angkat termaktub dalam pasal 171
KHI. Jika ada anak angkat maka ada orang tua angkat, dalam hal ini, KHI menjelaskan bahwa anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk
hidupnya sehari-hari, sebagaimana tanggung jawab orang tua asal kepada orang tua
33 angkatnya berdasarkan putusan pengadilan
45
. Dengan pasal 171 KHI inidapat dipahami sebagai berikut:
a. Status anak angkat hanya terbatas pada peralihan, pemeliharaan hidup sehari- hari, tanggung jawab biaya pendidikan.
b. Keabsahan status anak angkat harus berdasarkan atas keputusan pengadilan. c. Disamping pasal 171 pasal 209 KHI memberikan hak wasiat wajibah 13
kepada anak angkat
46
.
Status anak angkat tidak berkedududkan sebagaimana anak kandung, oleh karena itu orang tua angkat tidak menjadi ahli waris anak angkatnya, akan tetapi,
kenyataan hubungan itu tidak dapat dipungkiri scara hukum, kerana itu untuk tidak membohongi diri atas fakta yuridis tersebut pasal 209 2, KHI memodifikasi suatu
kesimpulan hak dan kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hubungan waris muwaris adalah sebagai berikut: a anak angkat berhak mendapat 13
berdasarkan konstruksi hukum wasiat wajibah, b orang tua angkat berhak mendapat 13 berdasarkan konstruksi hukum wasiat wajibah
47
.
Berhubungan dengan bunyi pasal 205 KHI sebagai berikut:
1. Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal- pasal 176-193
tersebut, sedangkan terhadaporang tua angkat yang tidak menerima wasiat, diberi wasiat wajibah sebanyak 13 dari harta warisan anak angkatmya
45
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Akademika Presindo1992, h.156.
46
M. Yahya Harahap, Informasi Materi Kompilasi Hukum Islam, Memposotifkan Abtraksi Hukum Islam, Dalam Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama Dalam
Istem Hukum Nasiona. Jakarta: Logos Wacana Ilmu 1999, h. 67.
47
, Ibid h. 71.
34
2. Terhadap anak angkat yang tidak menerimawasiat, diberi wasiat wajibah
sebanyak 13 dariharta warisan orang tua angkatnya
48
.
Dalam KUHPerdata awalnya tidak ditemukan mengenai pengangkatan anak, namun kemudian Pemerintah Belanda mengeluarkan Staadsblad 1917 Nomor 129
yang berisi mengatur mengenai pengangkatan anak tersebut. Salah satu ketentuan yang penting dari aturan ini adalah adanya hak untuk mendapatkan waris dan
putusnya hubungan antara anak angkat dengan orang tua aslinya
49
Kompilasi Hukum Islam KHI menetapkan bahwa antara anak angkatdan orang tua angkat terbina hubungan saling berwasiat. Dalam Pasal 209ayat 1 dan
ayat 2 berbunyi : 1 Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan
193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat wajibah diberi wasiat wajibah sebanyakbanyaknya 13 dari harta warisan
anak angkatnya. 2 Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah
sebanyak-banyaknya 13 dari harta warisan orang tua angkatnya. Menurut pasal tersebut di atas, bahwa harta warisan seorang anak angkat atau orang tua angkat
48
Abdurrahman,Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Akademika Presindo, 1992, h. 164.
49
Cik Basir, Aspek ProseduralProsesuil Pengangkatan Anak di Pengadilan Agama Pasca Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, Jakarta: Pokja Perdata MARI, 2007, hal 65.
35 harus dibagi sesuai dengan aturannya yaitu dibagikan kepada orang-orang yang
mempunyai pertalian darah kaum kerabat yang menjadi ahli warisnya
50
.
Dalam undang-undang hukum wasiat Mesir, wasiat wajibah diberikan terbatas kepada cucu pewaris yang orang tuanya telah meninggal dunia lebih dahulu dan
mereka tidak mendapatkan bagian harta warisan disebabkan kedudukannya sebagai zawil arham atau terhijab oleh ahli waris lain
51
B.
Kewarisan Menurut Undang-undang KUH Perdata
Dalam KUHPerdata awalnya tidak ditemukan mengenai pengangkatan anak, namun kemudian Pemerintah Belanda mengeluarkan Staatsblad 1917 Nomor 129
yang berisi mengatur mengenai pengangkatan anak tersebut. Salah satu ketentuan yang penting dari aturan ini adalah adanya hak untuk mendapatkan waris dan
putusnya hubungan antara anak angkat dengan orang tua aslinya
52
.
Ahli waris adalah semua yang berhak menerimawarisan. Menurut KUHPerdata Pasal 832 ayat 1 KUHPerdatamengatakan yang berhak menjadi ahli waris adalah keluargasedarah
yang sah ataupun diluar perkawinan, serta suamidan istri yang hidup terlama . Semua ahli waris dengansendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segalabarang, segala hak
dan segala piutang dari pewaris.Hak-hak yang dipunyai ahli waris yaitu :
1. Hak Saisine
50
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum IslamDepartemen Agama R I. Jakarta Tahun 2000.
51
Ahmad Zahari, TigaversiHukumKewarisan Islam, Syafi’I, Hazairindan KHI, Pontianak:
Romeo Grafika, 2006, h.98
52
Cik Basir, Aspek ProseduralProsesuil Pengangkatan Anak di Pengadilan Agama Pasca Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, Jakarta: Pokja Perdata MARI, 2007, hal 65
36 Menurut Pasal 833 ayat 1 KUH Perdata, ahli waris karenahukum memiliki
barang-barang, hak-hak, dan segala piutang dari orang yang meninggal dunia. Hal ini disebut, mereka ahli waris mempunyai “saisine”. Kata itu di ambil dari bahasa
Prancis: “lemort saisit le vif”, artinya yang mati di anggap digantikan oleh yang hidup
53
,
Maksudnya ialah, bahwa ahli waris segera pada saat meninggalnya pewaris mengambil ahli semua hak-hak dan kewajiban-kewajiban pewaris tanpa adanya suatu
tindakan dari mereka, kendati pun mereka tidak mengetahuinya. Hak saisine tidak hanya pada pewaris menurut Undang- Undang, tetapi juga
ada pewarisan dengan adanya surat wasiat. Pasal 955 KUH Perdata.Hak Saisine ini tidak di punyai oleh negara. Dengan demikian hak saisine inilah yang
membedakan negara sebagai ahli waris dengan ahli waris lainnya. Jadi kalau semua ahli waris sudah tidak ada, maka semua harta warisan akan jatuh kepada negara.
Namun hal ini negara tidak memperoleh harta warisan secara otomatis. Tetapi terlebih dahulu harus ada keputusan Pengadilan Negeri Pasal 833 ayat 3 KUH
Perdata
54
. 2. Hak Hereditatis Petitio
Pasal 834 dan Pasal 835 KUH Perdata mengatur hak untuk menuntut pembagian dari dalam harta warisan yang disebut dengan nama Hereditatis Petitio.
Hak ini diberikan oleh Undang-Undang kepada para ahli waris terhadap mereka, baik atas dasar suatu titel atau tidak menguasai seluruh atau sebagian dari harta
53
Soetojo Prawirohamidjojo, R. Prof. Mr. Dr, Hukum Waris Kodifikasi, Surabaya: Airlangga University Press 2000, hlm. 6
54
Ibid, h. 7
37 peninggalan, seperti juga terhadap mereka yang secara licik telah menghentikan
penguasaannya.Siapa saja yang dapat mengajukan Hereditatis Petitio?Undang- Undang menyebutnya ahli waris. Jadi menurutaturan umum, pengganti ahli waris
menurut hukumdengan titel umum biasanya ahli waris dari ahliwaris dapat mengajukan itu.Undang-Undang tidak memberikan tuntutan itu kepadapelaksana
wasiat ataupun kepada pengelola curatorharta peninggalan yang tidak diurus. Pendapat bahwa pelaksana wasiat adalah wakil dari ahli waris dapat mengakibatkan
bahwa gugatan itu diberikan kepada pelaksanaan wasiat, walaupun dalam hal ini Undang-Undang tidak mengatakan dengan tegas, akan tetapi hal ini tidak sesuai
dengan ajaran yang umumnya dianut
55
.
3. Hak untuk Menuntut Bagian Warisan Hak ini diatur dalam Pasal 1066 KUH Perdata. Hak ini merupakan hak yang
terpenting dan merupakan ciri khas dari Hukum waris. Pasal 1066 KUH Perdata menentukan :
“Tiada seorang pun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan menerima berlangsungnya harta peninggalan itu
dalam keadaan tidak terbagi” Pemisahan itu setiap waktu dapat dituntut, biarpun ada larangan untuk
melakukannya, namun dapatlah diadakan persetujuan untuk selama suatu waktu tertentu tidak melakukan pemisahan. Persetujuan yang demikian hanyalah mengikat
55
Ibid. h. 10.
38 untuk selama lima tahun, namun setelah lewatnya tenggang waktu ini dapatlah
persetujuan itu diperbaharui. 4. Hak untuk Menolak Warisan.
Hak untuk menolak warisan diatur dalam Pasal 1045jo. Pasal 1051 KUH Perdata.Seorang ahli waris menurut Pasal 1045 KUH Perdata tidak harus menerima
harta warisan yang jatuh kepadanya, bahkan apabila ahli waris tersebut telah meninggal dunia, maka ahli warisnya pun dapat memilih untuk menerima atau
menolak warisan.Pasal 1051 KUH Perdata.
Dua 2 macam pewarisan menurut KUH Perdata,yaitu :
a. Ahli waris menurut Undang-Undang yang berdasarkan hubungan darah atau disebut
ab intestato. b.
Ahli waris yang ditunjuk dalam surat wasiat atau disebut testamentair erfrecht.
56
Ahli waris menurut surat wasiat testamentairerfrecht jumlahnya tidak tentu, karena ahli waris inibergantung pada kehendak si pembuat wasiat. Suatu
wasiatseringkali berisi penunjukan seorang atau beberapa ahliwaris yang akan mendapat seluruh atau sebagian dariwarisan, dan mereka tetap akan memperoleh
segala hak dankewajiban dari pewaris seperti halnya ahli waris menurutUndang- Undang ab intestato.
56
Cik Basir, Aspek ProseduralProsesuil Pengangkatan Anak di Pengadilan Agama Pasca Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, Jakarta: Pokja Perdata MARI, 2007, hal 65.
39 Tujuan dari pembuatan Undang-undang dalam menetapkan legitime portie ini
adalah untuk menghindari dan melindungi anak si wafat dari kecenderungan si wafat menguntungkan orang lain, demikian kata Asser Meyers yang dikutip dalam
buku oemarsalim
57
. Para ahli waris dalam garis lencang baik kebawah maupunke atas, berhak atas
suatu “legitieme portie”, yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Dengan kata lain
mereka itu tidak dapat “onterfd”. Hak atas legitieme portie, barulah timbul bila seseorang dalam keadaan sungguh-sungguh tampil ke muka sebagai ahli waris
menurut Undang-undang
58
.
57
Oemarsalim, Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia, , Jakarta: Rineka Cipta 1991.
58
Vollmar H.F.A.Pengantar Studi Hukum Perdata, Jakarta:CV.Rajawali, 1992,h.418
40
BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN