3.2 Penduduk
Mayoritas penduduk Kabupaten Karo adalah suku Batak Karo yang terkenal gigih dan ulet dalam berusaha serta menjungjung tinggi norma-norma adat tang telah dipertahankan
secara turun temurun. Saat ini jumalah penduduk Kabupaten Karo menurut BPS Tanah Karo sebanyak 276.763 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 130 jiwakm. Orang Karo yang
tinggal di wilayah Kabutaen Karo adalah 13 dari jumlah penduduk yang ada, selainnya tinggal di wilayah luar Kabupaten Karo, seperti Deli hulu, Langkat Hulu, Serdang dan Dairi.
Kabupaten Karo terdiri dari 13 kecamatan yaitu kecamatan Mardinding, Tiga Binanga, Juhar, Munte, Lau baleng, payung, Kabanjahe, Berastagi, Simpang Empat, Barusjahe, Merek , dan
Tigapanah.
3.3 Sistem Mata Pencaharian Penduduk di Kabupaten Karo
Penduduk daerah tingkat II Karo adalah masyarakat suku Karo dan ditambah pendatang lain seperti suku Tapanuli, Jawa, Simalungun, Cina dan lainnya, yang datang dari penjuru
nusantara walau dalam jumlah yang terbatas. Mayoritas penduduk Kabupaten Karo memeluk agama Kristen Protestan yakni sekitar
47,39. Berikut ini data tentang pemeluk agama di Kabupaten Karo: 1. Agama Kristen Protestan
42,93 2. Agama Kristen Katolik
28,08 3. Agama Islam
24,12 4. Agama Hindu dan Budha
2,48 5. Agama lain-lain
2,39 Mata pencaharian penduduk Kabupaten Karo menurut sensus penduduk tahun 1994 dapat
dijelaskan dalam keterangan berikut:
Universitas Sumatera Utara
No Mata pencaharian
Presentase 1. Pertanian
79.93 2. Pedagang
11,49 3. Pegawai
Negeri 9,17
4. Transportasi 1,13
5. Konstruksi 1,12
6. Industri 0,64
7. Pertambangan 0,32
8. Keuangan 0,09
9. Perusahaan listrik, Gas, Air mineral
0,87 10. Lain-lain
0,37
3.4. Budaya dan Adat Istiadat Masyakat Karo
Sarjani Tarigan 2008 : 59 dalam bukunya yang berjudul Dinamika Orang Karo, Budaya dan modernisasi menyatakan bahwa,
suatu bangsa adalah gambaran cara hidup masyarakat dari bangsa yang bersangkutan. Tinggi rendahnya budaya suatu bangsa, tercermin dari materi-materi budaya yang ada pada bangsa itu.
Suku Karo sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang besar, pada masa lampau telah memiliki budaya yang cukup tinggi kata cukup tinggi menunjukkan nilai luhur , yang dapat dibuktikan
dari materi Karo yang dapat dikatakan telah lengkap, seperti:
a. Tatanan kehidupan masyarakat Karo yang terikat di dalam suatu sistem, yaitu Merga
silima, Tutur Siwaluh, Rakut Sitelu. b. Tulisan dan bahasa Karo yang cukup kaya perhatikan istilah iluh, meluat, buganna ,
daluna, dan masih banyak lagi. c.
Peralatan hidup yang cukup lengkap, seperti : kudin, ukat, busan-busan, cuan, dan lain sebagainya. Hal ini sangat tinggi nilainya karena nama-namanya asli bahasa Karo,
bukan berasal dari bahasa asing, seperti cangkul, piring, sendok dan lain sebagainya.
d. Pembinaan rohaniah kepercayaan serta tata cara pelaksanaanya seperti ngelegi tendi,
perumah begu, erpangir kulau dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
e. Alat-alat kesenian Karo yang beragam jenisnya, sesuai dengan kepentingan, seperti
perangkat gendang, sarune, belobat dan lain sebagainya. f.
Ragam busana, baik untuk pria maupun untuk wanita, bentuk busana berbeda-beda dalam berbagai jenis dan ragam pesta. Seperti pesta perkawinan, guro-guro aron,
kemalengan. Semua acara ini memiliki bentuk yang berbeda-beda. g.
Penentuan hari untuk turun ke ladang menanam padi, didasarkan kepada musim semacam ramalan suaca .
h. Nama-nama hari seperti aditia, suma, nggara dan lain sebagainya.
i. Dan lain-lain
Wilayah daerah Kabupaten Karo mayoritas dihuni oleh suku Batak Karo yang terkenal gigih dan ulet dalam berusaha serta menjungjung tinggi norma-norma adat yang telah
dipertahankan secara turun temurun. Ikatan adat ini membuat masyarakat Karo hidup penuh kekeluargaan, dinamis dan mengikuti zaman.
Sistem kekerabatan pada masyarakat Karo diatur melalui identitas merga yang merupakan warisan nenek moyang dari garis keturunan ayah patrilineal . Masyarakat Karo
mengenal lima marga atau dikenal dengan istilah merga silima. Merga silima yaitu lima marga klan besar yang ada pada suku karo
Ginting
Sembiring
Perangin-angin
Karo-karo
Tarigan
Dari marga di atas masih terdapat sub-sub marga. Berdasarkan marga ini maka tersusunlah pola kekerabatan yang dikenal dengan rakut sitelu, tutur siwaluh, perkade-kaden
sepuluh dua. a.
Rakut Sitelu yaitu ikatan kekerabatan. Pada masyarakat Karo segala hubungan kekerabatan, baik berdasarkan pertalian darah maupun karena hubungan perkawinan dapat kita
kelompokkan ke dalam tiga jenis kekerabatan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
- Kalimbubu yaitu kelompok pemberi dara bagi keluarga merga tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari sering juga disebut dibata ni idah Tuhan yang dilihat , karena
kedudukannya yang sangat dihormati. - Senina yaitu saudara semarga, atau bersaudara.
- Anak beru yaitu anak perempuan dan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat karo dikenal sebagai kelompok yang mengambil istri dari keluarga merga tertentu.
b. Tutur Siwaluh, yaitu jalur tutur atau hubungan kekerabatan dari pihak ayah atau ibu yang
terdiri dari: - Sembuyak; saudara kandung satu ayah ibu , satu kakek nini atau satu empung nu
empung atau sub marga. -
Senina; saudara semarga yang memiliki hubungan darah - Senina si pemeren; orang-orang yang bersaudara ersenina, erturang karena ibu mereka
bersaudara atau beru ibu mereka sama. -
Senina Siparibanen; orang-orang yang bersaudara ersenina karena istri mereka
bersaudara sembuyak atau beru istri mereka sama. - Anak Beru; anak perempuan yang telah menikah, atau seluruh anak perempuan beserta
suaminya. - Anak Beru Menteri; hubungan dari saudara dari seluruh anak perempuan dari pihak anak
beru, sembuyak, senina siparibanen, senina siparibanen. -
Kalimbubu; saudara laki-laki dari ibu atau paman kita. - Puang kalimbubu; kalimbubu dari paman kita, bila ia menikahi anak perempuan dari
keluarga tertentu. c.
Perkade-kaden sepuluh dua, yaitu dua belas hubungan kekerabatan, atau panggilan yang dipergunakan dalam kehidupan masyarakat Karo diantara adalah
Universitas Sumatera Utara
- Nini : nenek
- Bulang : kakek
- Nande
: ibu
kandung - Bapa
: ayah kandung - Mama
: paman, atau saudara laki-laki ibu - Mami
: istri dari paman - Bengkila : suami dari saudara perempuan ayah
- Bibi : saudara perempuan ayah
- Permain : panggilan yang digunakan ayahibu untuk istri dari anak laki- lakinya
- Bere-bere : panggilan yang digunakan pamanbibi untuk anak laki-laki atau perempuan - Kempu
: cucu - Anak
Dengan adanya pola kekerabatan ini, hubungan antar golongan atau marga dapat tercipta dengan seimbang dan serasi. Pihak semarga harus seia sekata, sepenanggungan, agar tidak
terjadi perselisihan. Selain itu kepada kalimbubu harus hormat karena merelaka lah pemberi berkat yang dianggap sebagai Tuhan yang tampak Dibata ni idah .
Masyarakat suku Karo mengikut garis keturunan berdasarkan garis keturunan ayah, dalam hal ini anak laki-lakilah yang melanjutkan marga yang diturunkan dari ayahnya.
Sedangkan anak perempuan yang telah menikah, akan keluar dari keluarga ayahnya, dan masuk ke keluarga suaminya.
Ahli waris menyangkut harta pusaka pada masyarakat suku Karo adalah hak anak laki- laki, maka sepenuhnya kekuasaan berada ditangan anak laki-laki, sedang anak perempuan
biasanya dalam pembagian harta warisan akan ditentukan oleh anak laki-laki.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum klen-klen marga bersifat eksogami pernikahan diluar kelompokmarga kecuali pada sub klen tertentu. Disinilah marga sangat berperan untuk mengetahui seseorang
itu berimpal boleh menikah atau berturang tidak boleh menikah . Pernikahan antara laki- laki dan perempuan yang memiliki marga yang sama dianggap pantang, dan mereka akan
diusir dari masyarakat dan dikucilkan. Hak dan kewajiban di dalam kekerabatan merupakan suatu kekuatan gotong-royong serta
rasa solidaritas yang tinggi. Hal ini ditandai dengan adanya sanksi yang berlaku bagi orang yang lalai dalam melaksanakan kewajiban adat. Namum pada masa sekarang ini, ikatan
seperti itu kian menipis dalam kehidupan bermasyarakat pada masyarakat Karo.
3.5 Potensi Pariwisata di Kabupaten Karo