Sejarah Pembuatan Ornamen Drs. Ridwan Azhar, M.Hum.

peninggel-ninggel jabu yang didiami oleh orang-orang yang bertindak sebagai saksi 3. Jabu ujung kayu, disebut juga sebagai Jabu Sungkun Berita, didiami oleh Anak Beru Tua, yang bertugas memecahkan setiap masalah yang timbul. 4. Jabu Sedapur Ujung Kayu yaitu ruangan sedapur dengan jabu ujung kayu, dinamai Jabu Silengguri. Jabu ini didiami oleh anak beru dari jabu Sungkun Berita. 5. Jabu Lepar Bena Kayu, yakni ruangan yang terletak berseberangan dengan Jabu Bena Kayu, didiami oleh Biak Senina. 6. Jabu Sedapur Lepan Bena Kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan Jabu Lepar Bena Kayu, didiami oleh Senina Sepemeren atau Separiban. 7. Jabu Lepar Ujung Kayu, didiami oleh Kalimbubu yaitu pihak pemberi gadis, ruangan ini disebut Jabu Silayari. 8. Jabu Sedapur Lepar Ujung Kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan Jabu Lepar Ujung Kayu. Didiami oleh Kalimbubu dari Jabu Silayari. Kedudukan Kalimbubu ini cukup dihormati didalam adat.

4.2 Sejarah Pembuatan Ornamen

Masyarakat Karo pada masa sebelum masuknya pengaruh Hindu, budha, Islam dan Barat masih hidup di alam primitif, dimana pada masa itu manusia belum mempunyai suatu kesadaran bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam sekitarnya diakibatkan oleh suatu proses alam. Mereka selalu menghubungkan setiap kejadian dengan kepercayaan yang dianut yaitu animisme dan dinamisme. Budaya masyarakat primitif khususnya budaya materil cultural adalah budaya bersahaja, segala sesuatu yang dibuat oleh masyarakat merupakan perulangan pengalaman-pengalaman yang begitu lambat dan memakan waktu yang lama. Ide dan karsa akan menghasilkan cara Universitas Sumatera Utara berpikir dan berindak serba material cultural yang semuanya dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup lahir dan batin Masyarakat suku Karo pada masa itu sangat percaya akan adanya kekuatan di luar alam ini yang menyebabkan hidup dan gerak di alam, dan dengan demikian mereka umumnya berusaha menjalin hubungan yang baik dengan kekuatan tersebut agar tetap dilindungi serta terhindar dari mara bahaya, supaya tidak digangu oleh mahluk halus atau sebangsanya, maka masyarakat Karo membuat simbol-simbol, baik berupa patung maupun ragam hias ornamen . Dalam pembuatan ornamen pada jaman dahulu belum terpikir tentang unsur indah dan cantik, tetapi terpaut pada segi praktis. Dalam pembuatan wadah tempat makanan misalnya, maka yang diharapkan adalah agar makanan di dalam wadah tahan lama, makanan tetap awet, sehingga dibuat lambang-lambang simbol anti keracunan, yang selalu berhubungan dengan cara berpikir dan kepercayaan masyarakat Karo pada masa itu. Bila membuat rumah harus bebas dari serangan makhluk hidup lainnya, terhindar dari makhluk gaib, murah rezeki, panjang umur, terhindar dari serangan alam seperti bencana alam, gempa, petir dan lain sebagainya. Untuk itu dibuat simbol berupa penolak bala, kesuburan dan lainnya. Lambang- lambang tersebut kadang-kadang menggambarkan bentuk motif di luar yang ada di dunia ini, tetapi simbol yang paling banyak adalah berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Dalam masa yang cukup lama ragam hias ornamen mengalami perubahan dari bentuk yang kasar ke arah yang lebih halus, demikian juga penggunaannya bahan pewarna dan variasi lainnya. Warna yang paling mendasar bagi masyarakat Karo adalah sama seperi suku batak lainnya yaitu merah putih dan hitam yang semuanya diambil dari bahan baku sekitarnya. Universitas Sumatera Utara

4.3 Motif Ornamen Yang Digunakan Pada Rumah Tradisional Karo