4. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pimpinan Dewan terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan
daerah sesuai dengan bidang dan tugas komisi. 5. Menerima, menampung, membahas aspirasi masyarakat dan
menyampaikan pendapatsaran kepada pimpinan DPRD untuk memperoleh penyelesaian yang tata caranya lebih lanjut diatur dalam
Keputusan Pimpinan DPRD. 6. Dalam jangka melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada poin di atas, komisi dapat mengadakan rapat intern, rapat kerja, dan atau peninjauan bersama pemerintah daerah, serta dengar pendapat dengan
lembaga, badan organisasi kemasyarakatan, LSM, perusahaan, dan perorangan.
7. Mengajukan kepada Pimpinan DPRD usul dan saran yang termasuk dalam lingkup bidang dan tugas masing-masing komisi.
8. Menyusun pertanyaan tertulis dalam rangka pembahasan sesuatu masalah yang menjadi bidang komisi masing-masing.
9. Menyampaikan laporan kepada pimpinan DPRD tentang hasil pekerjaan komisi.
2.2.2. Perempuan Sebagai Anggota Legislatif
Sebagaimana telah dijelaskan pada poin sebelumnya dalam gambaran umum DPRD Sumatera Utara dimana anggota legislatif merupakan wakil dari
suara rakyat. Perempuan juga memiliki peranan yang sama dengan pria yang duduk di parlemen sebagai anggota legislatif. Begitu juga dengan tugas dan
Universitas Sumatera Utara
kewenangan yang harus dijalankan tidak berbeda dengan pria yang duduk sebagai anggota legislatif.
Dalam tulisan ini, dalam hak dan kewenangannya, perempuan memiliki kecenderungan untuk bergerak dalam bidang sosial sesuai dengan teori-teori yang
sudah dijelaskan. Seperti halnya dalam persoalan perdagangan orang. Adanya anggapan masalah perdagangan orang sebagai masalah
perempuan tersebut tentunya memberikan hambatan tersendiri dalam upaya mendapatkan perlindungan hukum. Hal ini dikarenakan budaya patriarki yang
masih kental dalam masyarakat turut menyebabkan perhatian yang rendah atas hal-hal yang dianggap masalah perempuan. Kondisi ini juga ditambah oleh
dominasi laki-laki di dalam parlemen sebagai pembuat undang-undang. Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya patriarkis, sehingga di
dalam berbagai bidang kehidupan seringkali menempatkan perempuan ke dalam posisi setelah laki-laki. Kondisi ini terjadi juga di dalam lembaga keterwakilan
rakyat di Indonesia. Berdasarkan catatan dari Badan Pusat Statistik BPS pada tahun 2000, dari jumlah penduduk Indonesia sebesar 209.000.000 orang, jumlah
wanita lebih besar yakni 105 juta dibandingkan dengan populasi laki-laki yang berjumlah 104 juta.
32
32
Annie Leclerc, Parole de Femme Prancis : Grasset Fasquelle, 1974, tanpa halaman, dalam Sondang A.Sipayung, “Pemimpin Perempuan di Lingkungan Pemerintahan : Studi Kasus
dalam Organisasi Pemerintahan di PEMDA Propinsi DKI Jakarta”. Karya Tulis tidak diterbitkan Depok. 2004.
Namun lebih besarnya populasi perempuan tersebut, tidak menunjukkan hal yang serupa dalam representasinya sebagai wakil rakyat.
Sebaliknya perempuan memiliki proporsi yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan proporsi laki-laki di parlemen.
Universitas Sumatera Utara
Adapun sepak terjang kelompok perempuan dalam lembaga legislatif adalah sebagai berikut
33
Periode
:
Tabel 2.2.2.1. Perempuan dalam DPR RI 1955-2009
Perempuan Laki-Laki
1955-1956 17 6.3
272 93.7 Konstituante 1956-1959
25 5.1 488 94.9
1971-1977 36 7.8
460 92.2 1977-1982
29 6.3 460 93.7
1982-1987 39 8.5
460 91.5 1987-1992
65 13 500 87
1992-1997 62 12.5
500 87.5 1997-1999
54 10.8 500 89.2
1999-2004 46 9
500 91 2004-2009
61 11.09 489 88.9
Sumber: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2001
Tabel 2.2.2.2. Perempuan dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Propinsi
Propinsi Perempu
an Laki-Laki
33
Ani Widyani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana Jakarta: Kompas, 2005, hal. 239-241.
Universitas Sumatera Utara
Propinsi Perempu
an Laki-Laki
Nanggroe Aceh Darussalam NAD 3
5.2 55
94.8 Sumatera Utara
6 6
84 84
Sumatera Barat 4
6.8 55
93.2 Jambi
3 6.1
46 93
Riau 1
4.5 21
95.5 Sumatera Selatan
10 12.7
69 87.3
Bengkulu 2
4.1 47
95.9 Lampung
4 5.1
75 75
DKI Jakarta 7
7.9 82
82 Jawa Barat
3 3
97 97
Jawa Tengah 5
4.8 99
95.2 DI Yogyakarta
3 5.1
56 94.9
Jawa Timur 11
10.6 93
89.4 Kalimantan Barat
3 5.1
56 94.9
Kalimantan Tengah 1
2 48
98 Kalimantan Selatan
6 10.1
53 89.9
Kalimantan Timur 5
10.2 44
89.8 Bali
39 100
Nusa Tenggara Barat 3
3.6 52
96.4 Nusa Tenggara Timur
2 3.4
57 96.6
Universitas Sumatera Utara
Propinsi Perempu
an Laki-Laki
Sulawesi Utara 4
8.2 45
91.8 Sulawesi Tengah
4 2
45 91.8
Sulawesi Tenggara 1
2.6 48
98 Sulawesi Selatan
2 2
73 97.4
Maluku 1
2 48
98 Papua
3 6.5
43 93.5
Arbi Sanit mengartikan keterwakilan politik sebagai terwakilinya kepentingan anggota masyarakat oleh wakil mereka di lembaga dan proses
politik.
34
Rendahnya keterwakilan perempuan di dalam politik, tentunya memiliki dampak tersendiri bagi perempuan di Indonesia secara keseluruhan. Perempuan
yang memiliki keterwakilan yang minoritas di lembaga perwakilan rakyat tentunya akan semakin sulit untuk mampu menyalurkan aspirasi dan ide yang
membawa kepentingan perempuan. Menurut Azza Karam dan Lovenduski, laki- laki cenderung memberikan prioritas terhadap masalah-masalah yang politis,
sementara perempuan lebih condong memperhatikan masalah sosial, khususnya Seperti kita tahu bahwa kaum perempuan merupakan kelompok di
masyarakat yang secara kuantitas tidak lah sedikit, sehingga keterwakilan perempuan sepatutnya ada sebagai wujud dari keterwakilan politik di masyarakat.
34
Arbi Sanit, Swadaya Politik Masyarakat: Telaah Keterkaitan Organisasi Masyarakat, Partisipasi Politik, Pertumbuhan Hukum dan Hak Asasi Jakarta: Rajawali, 1985, hal. 48.
Universitas Sumatera Utara
terkait dengan kepentingan perempuan dan anak-anak. Dari sini dapat ditarik sebuah pandangan anggota perempuan di DPR memiliki peran yang penting
dalam memberi gagasan atau ide terkait dengan isu perempuan dan gender. Sesuai yang disampaikan Karam dan Lovenduski, setiap perempuan yang ada di dalam
lembaga legislative tentunya akan membawa perubahan, terutama dalam kebijakan yang terkait dengan masalah gender dan perempuan.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PENGAWASAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN
3.1. Konsep Dasar Pengawasan