Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesa Ruang Lingkup

perempuan tersebut, timbullah pertanyaan: Apakah anggota legislatif perempuan telah melaksanakan peranannya dengan baik di dalam jajaran anggota legislatif? Apakah implementasi peraturan daerah perda no.6 tahun 2004 telah diawasi dan dijalankan dengan baik oleh anggota legislatif perempuan? Pertanyaan ini menjadi suatu dorongan dan semangat bagi penulis untuk mengetahui peranan anggota legislatif perempuan, serta kinerja mereka dalam menghadapi kebijakan yang telah direkomendasikan. Hal inilah yang ingin saya ketahui dalam penelitian saya.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: “Bagaimana anggota legislatif perempuan dalam pengawasan implementasi Perda No. 6 Tahun 2004 tentang penghapusan perdagangan perempuan dan anak”.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ialah pernyataan mengenai apa yang hendak kita capai. 15 a Bersifat formal akademis yakni untuk menambah wawasan mahasiswa dalam bidang politik. Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah: 15 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek Jakarta: Rineka Cipta, 1993, hal. 29. Universitas Sumatera Utara b bersifat ilmiah, dimana hal yang ingin penulis ketahui yakni: melihat bagaimana anggota legislatif perempuan menjalankan fungsi pengawasan terhadap implementasi Perda No.6 Tahun 2004 di Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Peenelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan ilmu politik dan mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah khususnya di bidang Politik. .

1.4.2. Manfaat Praktis

• Sebagai masukan bagi penulis dalam usaha mengetahui produk kegiatan politik. • Sebagai masukan baru dan sumbangan untuk pemerintah pusat dan daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, institusi lainnya yang berkaitan secara langsung ataupun tidak dengan pengembangan studi tentang trafiking di Indonesia dan Sumatera Utara khususnya.

1.4.3. Manfaat Akademis

• Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan mahasiswa ilmu politik, khususnya bagi mereka yang tertarik dalam konteks pengimplementasian kebijakan Perda No. 6 Tahun 2004. Universitas Sumatera Utara • Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ilmu Politik.

1.5. Kerangka Dasar Pemikiran

Dalam suatu penelitian ilmiah, masalah yang akan diteliti biasanya bertolak dari teori-teori yang sudah ada, kemudian penelitian sebaiknya dilakukan tahap demi tahap secara ilmiah agar menghasilkan suatu kesimpulan yang ilmiah scientific research. Salah satu unsur yang paling penting peranannya dalam observasi adalah menyusun kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih 16 . Teori adalah rangkaian asumsi, konsep, kontruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 17 Pemikiran lain, Teori merupakan seperangkat proposisi yang dinyatakan secara sistematis dan juga logis, yang didasarkan pada data empiris Johnson,1986. 18 16 Hadari, Nawawi, MetodologiPenelitian Sosial, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1987,hal.40 17 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 1989, hal.37. 18 Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternative Pendekatan, Jakarta: Kencana, 2005, hal. 136. Kerangka teori yang menjadi landasan berpikir penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara

1.5.1. Gender di Dalam Teori Keterwakilan Politik

Nilai-nilai kebebasan manusia, keadilan, dan nasib individu diakui dan dipraktikkan pertama kali di Yunani kuno. Di Yunani kuno pula lah problem- problem perenial manusia dan negara pertama kali diangkat ke permukaan. Pemikiran sosial dan politik bangsa Yunani klasik secara umum diakui sebagai kekuatan vital dalam sumbangan pemikiran barat. Demokrasi Yunani mencapai tingkat perkembangannya yang tertinggi di Athena selama abad ke-5 SM, suatu periode yang dikenal dengan “Masa keemasan Pericles“. Unit pemerintahan yang baku saat itu adalah polis atau negara-kota. Bentuk organisasi politik ini, yang asing bagi zaman kekuasaan-kekuasaan besar dan negara-negara bangsa, tidak ada padanannya di dunia modern. Terdapat beratus-ratus negara-kota Yunani dengan berbagai ukuran dan bentuk pemerintahan, dan jenjang peradaban yang beragam. Yang paling berpengaruh dari semua ini bagi perkembangan pemikiran politik Barat adalah Athena. Di sinilah kehidupan intelektual Yunani mencapai tingkat ekspresi tertingginya dan bidang pengajaran mulai memiliki kekuatan sosial dan politik. Karena seluruh warga negara memainkan peran yang langsung dan komprehensif dalam pemerintahan persemakmuran yang mikrokosmik ini, setiap individu memiliki rasa memiliki kota tersebut, dan menjadi mitra bukan subyek baginya. Kota Athena memiliki jumlah populasi yang diperkirakan antara 300.000 hingga 400.000 orang. Penduduk kota Athena terbagi menjadi tiga kelas sosial Universitas Sumatera Utara besar, masing-masing memiliki status legal dan politik yang berlainan : warga negara, warga asing dan budak. Orang-orang yang berusia di atas 18 tahun yang berasal dari Athena dikelompokkan pada kelas warga negara. Kewarganegaraan hanya bisa diperoleh melalui kelahiran, bukan dengan proses naturalisasi. Keuntungan pokok kewarganegaraan terletak pada keistimewaan politis yang diberikan kepada penduduk, yakni hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan kotanya dan pengaturan urusan publik. Tidak ada keistimewaan sosial khusus yang mengiringi status warga negara. Kelas ini terbuka untuk untuk semua rakyat Athena, kaum ningrat maupun kalangan awam. Kelas ini meliputi baik mereka yang berasal dari kalangan ekonomi bawah, orang kaya, buruh maupun orang-orang professional dan pengusaha. Namun demikian, ada yang tidak tercantum, yakni perempuan. Yunani klasik berpandangan bahwa tempat perempuan itu di rumah, bukan di muka umum, atau menjadi juri atau kantor publik. Karena Yunani tidak memahami warga negara dengan melepaskan hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, maka secara logika mereka memisahkan perempuan dari kategori warga negara. Di Eropa, seorang ayah memiliki kekuasaan untuk memerintah sang anak perempuan menikah berdasarkan kehendak dan kesenangannya, tanpa pertimbangan sedikit pun dari yang bersangkutan. Setelah pernikahan, pria sejak dahulu, berkuasa atas hidup mati istrinya. Suami adalah satu-satunya tribunal dan huku m bagi istri. Universitas Sumatera Utara Sekitar tahun 1700-an, di antara para penulis pertama yang menempuh apa yang sekarang ini kita sebut sebagai posisi feminis, Wollstonecraft berpendapat bahwa pria dan wanita memiliki kemampuan yang sama dalam bernalar. Menurut narasi standar sejarah intelektualitas feminis, feminisme modern di dunia bahasa Inggris bermula dengan seruan-seruan Mary Wollstonecraft untuk penyertaan kaum wanita ke dalam kehidupan publik yang sangat didominasi kaum pria. Ia secara gigih menentang segala bentuk kewenangan semena-mena dan menindas. Argumen esensialnya adalah bahwa prinsip-prinsip reformasi yang egaliter dan liberal hendaknya diterapkan untuk memperbaiki kondisi wanita. Meskipun mempercayai kekuatan pendidikan untuk mentransformasi sifat kehidupan wanita, Wollstonecraft paham terdapat faktor-faktor lain yang membentuk takdir wanita. Kapasitas wanita bagi tindakan rasional, bagi keluhuran sejati, telah dikurangi oleh beragam institusi sosial dan tuntutan- tuntutan budaya. Pembelaan Wollstonecraft adalah bahwa status legal dan sosialisasi mereka telah membatasi kesempatan-kesempatan yang dimiliki wanita untuk menggunakan kemampuan-kemampuan alami mereka bagi kebaikan masyarakat. Hal-hal itu juga yang menjauhkan wanita untuk berkontribusi sepenuhnya pada kehidupan moral dan politik. Namun begitu, berdasarkan kesempatan- kesempatan yang disodorkan pendidikan, setara dengan yang diterima pria, wanita bisa mengklaim tempat mereka sebagai anggota-anggota masyarakat yang bisa memberi kontribusi. Semakin baik pendidikan mereka, semakin baik wanita dalam menjadi warga negara, istri dan ibu. Universitas Sumatera Utara Wollstonecraft sangat mencermati relatif kurangnya kebebasan kaum wanita dibandingkan kaum pria. Pria memiliki kewenangan formal atas wanita dalam negara sebagai satu keutuhan dan dalam komponen institusi-institusi sosialnya. Hak-hak pria mungkin mengikuti properti dan posisinya, namun wanita bahkan tidak memiliki properti seandainya mereka menikah dan dihindarkan dari hampir seluruh posisi kewenangan. Keadaan ini juga digambarkan dalam The Subjection of Women karya John Stuart Mill. Dalam karya ini, Mill menggambarkan kesulitan kaum wanita di dalam sebuah tatanan sosial yang tidak mereka kendalikan. Ia berpendapat bahwa kaum wanita harus diberi status yang setara dengan kaum pria di keluarga, di tempat kerja, dan di arena politik. Dalam karya nya ini, Mill menggambarkan bagaimana posisi wanita berdasarkan hukum-hukum kuno Inggris. Termasuk tidak adanya pengakuan terhadap wanita untuk mengisi seluruh fungsi dan kedudukan yang masih menjadi monopoli kaum pria. Tahun 1960 merupakan masa puncak perjuangan panjang terhadap kajian gender. Program Studi Perempuan Kajian Wanita di Tingkat Perguruan Tinggi di Amerika Serikat pada masa itu merupakan bukti munculnya perhatian akademis terhadap studi gender. 19 Banyak teori-teori yang membawa ide-ide gender yang berupaya menentang epistemologi-epistemologi konvensional dengan mengemukakan paradigma alternatif. 20 19 Akhyar Yusuf Lubis, Dekonstruksi Epistemologi Modern: dari Postmodernisme Teori Kritis Poskolonialisme hingga Cultural Studies Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2006, hal. 77. 20 Ann Brooks, Posfeminisme cultural studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif Yogjakarta: Jalasutra, 2004, hal. 47, diterjemahkan oleh S. Kunto Adi Wibowo Dengan judul buku asli Postfeminisme: Feminism, Cultural Theory and Cultural Forms diterbitkan oleh Routlegde, London pada tahun 1997. Termasuk juga dalam hal ini ide-ide yang terkait dengan teori-teori politik seperti teori keterwakilan politik. Universitas Sumatera Utara Oleh kelompok feminis, negara seringkali diidentifikasi sebagai pemilik kekuasaan yang dapat membuat dan mengubah kebijakan yang selanjutnya dapat memiliki pengaruh terhadap perempuan dan hak perempuan. Namun demikian, negara juga diidentifikasi sebagai pendukung struktur sosial yang telah mapan di masyarakat, yang seringkali mengopresi perempuan. Yang dimaksudkan dalam hal ini, bahwa negara menjadi penyambung lidah bagi budaya patriarki melalui kebijakan-kebijakannya yang memang menyebabkan terjadinya beberapa tindak opresi terhadap perempuan. Pada dasarnya, hal ini merupakan suatu pandangan baru atas teori negara. Jika Marxist dan sosial demokratis memfokuskan peran negara pada aspek kelas ekonomi, dimana kelas ekonomi atas borjuis menggunakan negara untuk mengopresi kelas ekonomi bawah proletar, maka hal ini sesuai dengan pemikiran yang menggunakan aspek gender, dimana negara dijadikan juga sebagai alat opresi dari budaya patriarki terhadap perempuan. 21 Oleh karena kondisi tersebut, maka terdapat dua gagasan untuk mengantisipasi masalah yang dapat ditimbulkan oleh terdominasinya negara oleh Adanya kemampuan negara dalam pembuatan kebijakan, meletakkan negara sebagai alat yang penting dalam me-reproduksi nilai-nilai di masyarakat. Dalam hal ini, negara memiliki kemampuan yang penting dalam memperkuat nilai-nilai patriarki di dalam masyarakat. Hal ini kemudian berdampak pada semakin besarnya kemungkinan bagi perempuan untuk mendapatkan opresi, akibat budaya patriarki yang cenderung timpang dalam melihat kedudukan perempuan di masyarakat. 21 Nickie Charles, Feminism, The State and Social Policy London: Macmillan Press Ltd, 2000, hal. 5. Universitas Sumatera Utara budaya patriarki. Pertama, mengubahnya dengan meningkatkan keberadaan perempuan di dalam institusi politik formal, terutama parlemen sebagai pembuat kebijakan. Dan kedua adalah mengubahnya melalui partisipasi politik dari luar institusi politik formal. 22 Meningkatkan peran perempuan di dalam parlemen merupakan suatau gagasan yang penting dan dianggap sebagai suatu pemecahan masalah yang efektif untuk mengubah sikap negara menjadi negara yang berkeadilan gender. Hal ini sesuai dengan apa yang diargumentasikan John Stuart Mill. 23 Mill menekankan pada peranan penting perempuan dalam dunia politik. Menurutnya, perempuan harus memiliki hak pilih politik agar dapat menjadi setara dengan laki- laki, selain itu mereka juga harus mampu mengganti sistem, struktur dan sikap yang memberikan kontribusi terhadap opresi orang lain, atau opresi terhadap diri kita sendiri. 24 Penjelasan tersebut telah mengambarkan bagaimana keterwakilan perempuan menjadi begitu penting dalam suatu negara, terutama untuk menghindarkan segala bentuk opresi terhadap perempuan. Hal ini menjadi relevan Dalam hal ini dimaksudkan bahwa kaum perempuan memiliki dan dapat menggunakan hak politiknya untuk memperbaiki kondisi masyarakat melalui keterlibatan secara tidak langsung dengan menggunakan hak pilih atau secara langsung sebagai anggota parlemen dalam proses pembuatan undang- undang. 22 Judith Squires, Gender in Political Theory Cambridge: Polity Pressm, 1999, hal. 195. 23 John Stuart Mill adalah seorang pemikir liberal dan demokrasi. Kemudian, Mill pun menjadi seorang feminis liberal. Ia memperjuangkan hak individu dan kebebasan yang lebih baik bagi wanita. 24 Angela Y. Davis, Women, Race and Class New York: Random House, 1981, hal. 42 dalam Rosemarie Putnam Tong, Feminist Though: Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis Yogjakarta: Jalasutra, 2004, hal. 30. diterjemahkan oleh Aquarini Priyatna Prabasmoro dengan judul buku asli Feminist Thought: A More Comprehensive Introduction yang diterbitkan oleh Westview Press, Colorado pada tahun 1998. Universitas Sumatera Utara dengan apa yang menjadi permasalahan pokok di dalam penelitian skripsi ini. Dalam ruang publik, khususnya dunia politik, perempuan seringkali terpinggirkan dibandingkan oleh laki-laki. Hal ini terlihat jelas di Indonesia, dicontohkan salah satunya oleh keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Padahal seperti yang dikatakan oleh Mill, melalui hak politiknya, perempuan dapat berkontribusi untuk menghapuskan perbuatan opresi yang ada di masyarakat. Dengan kata lain, perempuan diyakini mampu melakukan perubahan baik terhadap masyarakat dengan keterlibatannya di dalam ranah politik. Hal inilah yang kemudian dipertanyakan lebih kritis di dalam skripsi ini, dan juga akan dianalisa dengan teori yang lebih spesifik mengenai keterwakilan perempuan.

1.5.2. Keterwakilan Perempuan di dalam Parlemen

Ilmu politik merupakan lingkup studi yang luas, terutama setelah berkembangnya isu-isu baru di tahun 60-an isu gender menjadi salah satu isu yang dekat dengan kajian dan analisa ilmu politik. Oleh karena itu, dalam perkembangannya muncul penelitian-penelitian dan teori-teori politik yang fokus terhadap masalah-masalah gender. Masuknya isu gender ke dalam ilmu politik ini, menurut Sandra Harding dapat membentuk ilmu politik yang baru sebagai ilmu sosial yang kritis, lebih akurat dan tidak bias. 25 Salah satu teori politik yang fokus terhadap masalah gender yakni terkait dengan masalah keterwakilan perempuan dalam parlemen. Hal ini sesuai dengan fokus utama yang dipermasalahkan dalam skripsi ini. Teori yang akan digunakan 25 Sandra Harding, Feminism and Methodology Bloomington: Indiana University Press, 1987, hal. 188, dalam Judith Squires, Gender in Political Theory Cambridge: Polity Press, 1999, hal. 106. Universitas Sumatera Utara sebagai alat analisa dalam skripsi ini, yakni teori mengenai keterwakilan perempuan dalam politik yang dituliskan oleh oleh Azza Karam dan Joni Lovenduski dalam buku berjudul Women in Parliement: Beyond Number. Karam dan Lovenduski beranggapan bahwa keterwakilan perempuan merupakan hal penting, karena diyakini dapat memberikan perubahan positif dalam proses pembuatan kebijakan yang lebih baik untuk masyarakat. Azza Karam dan Joni Lovenduski tidak hanya sekedar melihat pentingnya jumlah perempuan di parlemen saja, sebaliknya mengalihkan ke titik apa yang sebenarnya dapat kaum perempuan lakukan di parlemen bagaimana mereka dapat mempengaruhi, berapa pun jumlah mereka. Menurut keduanya, perempuan mempelajari aturan main, dan menggunakan pengetahuan dan pemahaman ini untuk mengangkat isu dan persoalan perempuan dari dalam di badan pembuat undang-undang legislatur dunia. 26 Karam dan Lovenduski menekankan bahwa kendati hanya satu kehadiran perempuan pun di dalam parlemen, maka diyakini ia mampu membawa suatu perubahan. Namun tentunya untuk perubahan yang signifikan diperlukan juga keterwakilan perempuan dalam jumlah yang signifikan. Perubahan yang diusung oleh anggota parlemen perempuan ini dikarenakan mereka memiliki perbedaan dengan kaum laki-laki dalam hal isi dan prioritas pembuatan keputusan. Isi dan prioritas pembuatan keputusan antara laki-laki dan perempuan ditentukan oleh kepentingan, latar belakang dan pola kerja kedua jenis kelamin itu. Perempuan 26 Azza Karam dan Joni Lovenduski, Perempuan di Parlemen: Membuat Perubahan dalam Azza Karm dan Julie Ballington ed-, Perempuan di Parlemen: Bukan Sekedar Jumlah, Bukan Sekedar Hiasan Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan dan International Institute for Democracy and Electoral Assistance, 1999, hal. 118. Diterjemahkan oleh Yayasan Jurnal Perempuan, dengan judul asli Women In Parliement: Beyond Numbers diterbitkan oleh Stockholm, International Institute for Democracy and Electoral Assistance pada tahun 2005. Universitas Sumatera Utara cenderung memberikan prioritas pada masalah-masalah kemasyarakatan, seperti jaminan sosial, pelayanan kesehatan masyarakat, isu anak-anak dan perempuan. Sedangkan laki-laki mendominasi arena politik: laki-laki memformulasikan aturan-aturan permainan politik. 27 Menurut Karam dan Lovenduski anggota parlemen perempuan akan melalui tiga tahap untuk mewujudkannya. Langkah pertama yang dilakukan perempuan anggota parlemen adalah untuk memahami bagaimana bekerjanya legislator dalam rangka untuk dapat menggunakan pengetahuannya sehingga dapat bekerja secara lebih efektif. Tahap kedua, yakni dengan mempelajari bagaimana menggunakan aturan-aturan yang ada, sehingga perempuan dapat meraih peluang untuk ikut serta dalam posisi dan komite-komite kunci, membuat diri mereka didengar dalam pembahasan dan debat-debat, dan dapat menggunakan sepenuhnya keahlian dan kemampuan mereka. Hal terakhir yang akan dilakukan oleh para anggota parlemen perempuan adalah dengan mengawal perubahan aturan dan struktur yang ada, dan untuk membantu generasi baru politis perempuan. 28 27 Karam dan Ballington ed-, Ibid., hal. 120-121. 28 Karam dan Ballington ed-, Ibid., hal. 124-136. Setelah tiga tahapan tersebut dilewati, maka anggota parlemen yang perempuan tersebut akan melakukan perubahan di dalam empat bidang yakni meliputi institusionalprosedural, representasi, pengaruh terhadap output dan diskursus. Berikut merupakan tabel yang menggambarkan perubahan yang akan dibawa oleh anggota parlemen perempuan dalam empat bidang tersebut. Universitas Sumatera Utara Tabel 1.5.2.1. Dampak Perubahan yang diusung oleh Anggota Parlemen Perempuan 29 InstitusionalProsedural Membuat parlemen lebih “ramah perempuan” melalui peraturan-peraturan yang memajukan kepedulian gender lebih besar. Representasi Menjamin keberlanjutan perempuan dan meningkatkan akses ke parlemen, dengan mendorong kandidat-kandidat perempuan, mengubah undang-undang pemilihan dan kampanye, serta memajukan legislasi kesetaraan jenis kelamin. DampakPengaruh terhadap Produk kebijakan output ‘feminisasi” legislasi dengan memastikan sudah memperhitungkan pada isu dan peran perempuan Diskursus Mengubah bahasa parlementer sehingga perspektif perempuan menjadi suatu hal yang wajar dan mendorong perubahan sikap public terhadap perempuan Melihat fungsi anggota parlemen terhadap perubahan tersebut, maka Karam dan Lovenduski menekankan bahwa keterwakilan perempuan di parlemen semakin perlu ditingkatkan, karena ketika jumlah perempuan meningkat menandakan semakin banyaknya perubahan baik yang terjadi. Dari keempat 29 Karam dan Ballington ed-, Ibid., hal. 122. Universitas Sumatera Utara dampak positif itu, penulis akan memfokuskan kepada salah satunya saja yakni terhadap dampaknya terhadap keluaran kebijakan output, khususnya isu mengenai perempuan. Karam dan Lovenduski secara tidak langsung mengartikan bahwa keterwakilan perempuan mampu secara signifikan memberikan perubahan terhadap output kebijakan yang dihasilkan. Hal ini secara menjadi relevan untuk menganalisa studi kasus yang diangkat di dalam penelitian skripsi ini.

1.6. Hipotesa

Adapun hipotesa yang ditarik oleh penulis ialah sebagai berikut; a. Fungsi Pengawasan anggota legislatif perempuan dalam implementasi Peraturan darah no. 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak berjalan dengan baik. b. Fungsi Pengawasan anggota legislatif perempuan dalam implementasi Peraturan darah no. 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak tidak berjalan dengan baik.

1.7. Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan pengembangan studi yang dilakukan dengan pendekatan Studi Kebijakan Publik dimana merupakan salah satu mata kuliah yang ditawarkan kepada mahasiswa Departemen Ilmu Politik-Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik-Universitas Sumatera Utara. Kebijakan Publik merupakan interaksi antar pemerintah sebagai pembuat kebijakan yang berangkat dari permasalahan yang ada dalam masyarakat sebagai usaha untuk menjawab tuntutan Universitas Sumatera Utara dan kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Dimana interaksi tersebut dapat berupa peraturan maupun perundang-undangan. 1.8. Metodologi Penelitian 1.8.1. Jenis Penelitian

Dokumen yang terkait

Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (Studi Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak, Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara)

0 62 85

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

3 64 152

Hubungan Wakil dengan yang Diwakili (Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Periode 1999-2004 dengan Periode 2004-2009)

1 45 101

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 64 115

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 0 12

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 1 1

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 0 33

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 0 4

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 0 3

Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (Studi Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak, Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara)

0 0 13