BAB II DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SUMATERA
UTARA DPRD-SUMUT DAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK
2.1. Fenomena Trafficking di Sumatera Utara
Praktik trafficking di Sumatera Utara banyak terjadi. Setiap tahunnya, tindak pidana traffciking di provinsi itu selalu banyak dengan modus operandi dan
target daerah yang berbeda. Berdasarkan data yang ada, terdapat 91 kasus trafficking pada tahun 2006, 88 kasus pada tahun 2007, di tahun 2008 terdapat 93
kasus dan 95 kasus di tahun berikutnya. Penggunaan istilah human trafficking seringkali disederhanakan dengan
penyebutan istilah trafficking saja. Dalam sejarah hukum internasional, istilah trafficking muncul pada tahun 1904 ketika gerakan anti perdagangan manusia
menentang adanya perdagangan budak kulit putih, sehingga melahirkan Perjanjian Internasional untuk memberantas penjualan budak kulit putih. Karena lebih
bertujuan untuk melindungi korban daripada menghukum pelaku, perjanjian tersebut menjadi tidak efektif. Berakar dari gerakan anti terhadap perdagangan
manusia tersebut lah, kemudian lahir istilah trafficking untuk perdagangan manusia.
Kemudian istilah perdagangan orang itu berkembang menjadi banyak defenisi yang berbeda-beda. Dalam hal ini defenisi perdagangan orang yang
digunakan yakni merujuk pada defenisi yang terumuskan di dalam Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor 06 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Universitas Sumatera Utara
Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak. Adapun yang isinya, tindak pidana atau perbuatan yang memenuhi salah satu atau lebih unsur-unsur
perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan perempuan atau anak dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan,
penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan atau penjeratan hutang untuk tujuan dan atau berakibat mengeksploitasi perempuan
dan anak. Berdasarkan data yang ada, Sumatera Utara tidak hanya dijadikan daerah
transit, tetapi juga menjadi daerah asal dan daerah tujuan untuk kasus perdagangan manusia. Besarnya angka korban perdagangan manusia di Sumatera
Utara tidak lepas dari posisi strategis yang berbatasan dengan negara lain. Setiap tahunnya, diperkirakan 600.000 – 800.000 laki-laki, perempuan dan
anak-anak diperdagangkan menyeberangi perbatasan-perbatasan internasional beberapa organisasi internasional dan organisasi swadaya masyarakat
mengeluarkan angka yang jauh lebih tinggi dan perdagangan terus berkembang. Para korban dipaksa untuk bekerja pada tempat pelacuran, atau bekerja di
tambang-tambang dan tempat kerja buruh berupah rendah, di tanah pertanian, sebagai pelayan rumah, sebagai prajurit dibawah umur, dan banyak bentuk
perbudakan di luar kemauan mereka. Diperkirakan lebih dari separuh dari para korban yang diperdagangkan secara internasional diperjualbelikan untuk
eksploitasi seksual. Kemiskinan menjadi salah satu faktor yang dituding menjadi pemicu
maraknya kasus perdagangan manusia. Ketidakmampuan untuk membeli kebutuhan hidup, terlilit utang, ditambah dengan budaya materialisme yang
Universitas Sumatera Utara
menjangkiti pola pikir sebagian masyarakat membuat orang dengan mudah terjebak dalam pola human trafficking ini. Sebagian besar korbannya adalah
wanita dan anak-anak. Perempuan dan anak adalah yang paling banyak menjadi korban
perdagangan orang, menempatkan mereka pada posisi yang sangat beresiko khususnya yang berkaitan dengan kesehatannya baik fisik maupun mental
spiritual, dan sangat rentan terhadap tindak kekerasan, kehamilan yang tak dikehendaki, dan infeksi penyakit seksual termasuk HIVAIDS.
Beberapa pihak berpendapat bahwa yang terjebak dalam praktek-praktek perdagangan ini, seperti para tenaga kerja Indonesia yang dikirim ke luar negeri
secara illegal. Mereka dikirim ke Malaysia menggunakan paspor dan visa kunjungan atau wisata untuk bekerja di sana. Dengan tidak adanya visa kerja,
telah menyebabkan banyak di antaranya yang dieksploitasi dalam bentuk penahanan paspor, upah rendah, penyekapan, bahkan perlakuan-perlakuan yang
tidak manusiawi. Mereka menjadi ilegal disebabkan visa kunjungan yang telah habis dan tidak diperpanjang overstay. Hal ini menjadikannya semakin rentan
untuk dieksploitasi. Dalam rangka pencegahan perdagangan orang yang salah satu kedoknya
mengatasnamakan pekerja migran, Pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap operasional perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia PJTKI dalam
merekrut, menampung, melatih, menyiapkan dokumen dan memberangkatkan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Upaya ini didukung oleh masyarakat
melalui DPRD sehingga Perda No. 6 Tahun 2004 ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
Lahirnya Perda ini tidak lepas dari otonomi daerah, dalam era otonomi, di tingkat propinsi dan kabupatenkota ada pembentukan gugus tugas yang akan
menyusun rencana aksi daerah. Menteri Dalam Negeri telah memberikan dukungan melalui Surat Edaran Departemen Dalam Negeri No.
5601134PMD2003, yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati Walikota seluruh Indonesia. Dalam surat edaran tersebut diarahkan bahwa sebagai vocal
point pelaksanaan penghapusan perdagangan orang di daerah, dilaksanakan oleh unit kerja di jajaran pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan menangani
urusan perempuan dan anak. Pelaksanaan tersebut dilakukan melalui penyelenggaraan pertemuan koordinasi kedinasan di daerah dengan tujuan:
1 Menyusun standar minimum dalam pemenuhan hak-hak anak 2 Pembentukan satuan tugas penanggulangan perdagangan orang di
daerah 3 Melakukan pengawasan ketat terhadap perekrutan tenaga kerja
4 Mengalokasikan dana APBD untuk keperluan tersebut. Pemerintah Propinsi Sumatera Utara mengeluarkan Peraturan Daerah No.
6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, dan membentuk Gugus Tugas RAN-P3A Sumatera Utara.
2.2. Perempuan Dalam Parlemen 2.2.1. Gambaran Umum DPRD Propinsi Sumatera Utara