1.5.1. Gender di Dalam Teori Keterwakilan Politik
Nilai-nilai kebebasan manusia, keadilan, dan nasib individu diakui dan dipraktikkan pertama kali di Yunani kuno. Di Yunani kuno pula lah problem-
problem perenial manusia dan negara pertama kali diangkat ke permukaan. Pemikiran sosial dan politik bangsa Yunani klasik secara umum diakui sebagai
kekuatan vital dalam sumbangan pemikiran barat. Demokrasi Yunani mencapai tingkat perkembangannya yang tertinggi di Athena selama abad ke-5 SM, suatu
periode yang dikenal dengan “Masa keemasan Pericles“. Unit pemerintahan yang baku saat itu adalah polis atau negara-kota. Bentuk organisasi politik ini, yang
asing bagi zaman kekuasaan-kekuasaan besar dan negara-negara bangsa, tidak ada padanannya di dunia modern.
Terdapat beratus-ratus negara-kota Yunani dengan berbagai ukuran dan bentuk pemerintahan, dan jenjang peradaban yang beragam. Yang paling
berpengaruh dari semua ini bagi perkembangan pemikiran politik Barat adalah Athena. Di sinilah kehidupan intelektual Yunani mencapai tingkat ekspresi
tertingginya dan bidang pengajaran mulai memiliki kekuatan sosial dan politik. Karena seluruh warga negara memainkan peran yang langsung dan
komprehensif dalam pemerintahan persemakmuran yang mikrokosmik ini, setiap individu memiliki rasa memiliki kota tersebut, dan menjadi mitra bukan subyek
baginya. Kota Athena memiliki jumlah populasi yang diperkirakan antara 300.000
hingga 400.000 orang. Penduduk kota Athena terbagi menjadi tiga kelas sosial
Universitas Sumatera Utara
besar, masing-masing memiliki status legal dan politik yang berlainan : warga negara, warga asing dan budak.
Orang-orang yang berusia di atas 18 tahun yang berasal dari Athena dikelompokkan pada kelas warga negara. Kewarganegaraan hanya bisa diperoleh
melalui kelahiran, bukan dengan proses naturalisasi. Keuntungan pokok kewarganegaraan terletak pada keistimewaan politis yang diberikan kepada
penduduk, yakni hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan kotanya dan pengaturan urusan publik. Tidak ada keistimewaan sosial khusus yang mengiringi
status warga negara. Kelas ini terbuka untuk untuk semua rakyat Athena, kaum ningrat maupun kalangan awam. Kelas ini meliputi baik mereka yang berasal dari
kalangan ekonomi bawah, orang kaya, buruh maupun orang-orang professional dan pengusaha.
Namun demikian, ada yang tidak tercantum, yakni perempuan. Yunani klasik berpandangan bahwa tempat perempuan itu di rumah, bukan di muka
umum, atau menjadi juri atau kantor publik. Karena Yunani tidak memahami warga negara dengan melepaskan hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan,
maka secara logika mereka memisahkan perempuan dari kategori warga negara. Di Eropa, seorang ayah memiliki kekuasaan untuk memerintah sang anak
perempuan menikah berdasarkan kehendak dan kesenangannya, tanpa pertimbangan sedikit pun dari yang bersangkutan. Setelah pernikahan, pria sejak
dahulu, berkuasa atas hidup mati istrinya. Suami adalah satu-satunya tribunal dan huku m bagi istri.
Universitas Sumatera Utara
Sekitar tahun 1700-an, di antara para penulis pertama yang menempuh apa yang sekarang ini kita sebut sebagai posisi feminis, Wollstonecraft berpendapat bahwa
pria dan wanita memiliki kemampuan yang sama dalam bernalar. Menurut narasi standar sejarah intelektualitas feminis, feminisme modern
di dunia bahasa Inggris bermula dengan seruan-seruan Mary Wollstonecraft untuk penyertaan kaum wanita ke dalam kehidupan publik yang sangat didominasi kaum
pria. Ia secara gigih menentang segala bentuk kewenangan semena-mena dan menindas. Argumen esensialnya adalah bahwa prinsip-prinsip reformasi yang
egaliter dan liberal hendaknya diterapkan untuk memperbaiki kondisi wanita. Meskipun mempercayai kekuatan pendidikan untuk mentransformasi sifat
kehidupan wanita, Wollstonecraft paham terdapat faktor-faktor lain yang membentuk takdir wanita. Kapasitas wanita bagi tindakan rasional, bagi
keluhuran sejati, telah dikurangi oleh beragam institusi sosial dan tuntutan- tuntutan budaya. Pembelaan Wollstonecraft adalah bahwa status legal dan
sosialisasi mereka telah membatasi kesempatan-kesempatan yang dimiliki wanita untuk menggunakan kemampuan-kemampuan alami mereka bagi kebaikan
masyarakat. Hal-hal itu juga yang menjauhkan wanita untuk berkontribusi sepenuhnya
pada kehidupan moral dan politik. Namun begitu, berdasarkan kesempatan- kesempatan yang disodorkan pendidikan, setara dengan yang diterima pria, wanita
bisa mengklaim tempat mereka sebagai anggota-anggota masyarakat yang bisa memberi kontribusi. Semakin baik pendidikan mereka, semakin baik wanita
dalam menjadi warga negara, istri dan ibu.
Universitas Sumatera Utara
Wollstonecraft sangat mencermati relatif kurangnya kebebasan kaum wanita dibandingkan kaum pria. Pria memiliki kewenangan formal atas wanita
dalam negara sebagai satu keutuhan dan dalam komponen institusi-institusi sosialnya. Hak-hak pria mungkin mengikuti properti dan posisinya, namun wanita
bahkan tidak memiliki properti seandainya mereka menikah dan dihindarkan dari hampir seluruh posisi kewenangan.
Keadaan ini juga digambarkan dalam The Subjection of Women karya John Stuart Mill. Dalam karya ini, Mill menggambarkan kesulitan kaum wanita di
dalam sebuah tatanan sosial yang tidak mereka kendalikan. Ia berpendapat bahwa kaum wanita harus diberi status yang setara dengan kaum pria di keluarga, di
tempat kerja, dan di arena politik. Dalam karya nya ini, Mill menggambarkan bagaimana posisi wanita berdasarkan hukum-hukum kuno Inggris. Termasuk
tidak adanya pengakuan terhadap wanita untuk mengisi seluruh fungsi dan kedudukan yang masih menjadi monopoli kaum pria.
Tahun 1960 merupakan masa puncak perjuangan panjang terhadap kajian gender. Program Studi Perempuan Kajian Wanita di Tingkat Perguruan Tinggi
di Amerika Serikat pada masa itu merupakan bukti munculnya perhatian akademis terhadap studi gender.
19
Banyak teori-teori yang membawa ide-ide gender yang berupaya menentang epistemologi-epistemologi konvensional dengan
mengemukakan paradigma alternatif.
20
19
Akhyar Yusuf Lubis, Dekonstruksi Epistemologi Modern: dari Postmodernisme Teori Kritis Poskolonialisme hingga Cultural Studies Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2006, hal. 77.
20
Ann Brooks, Posfeminisme cultural studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif Yogjakarta: Jalasutra, 2004, hal. 47, diterjemahkan oleh S. Kunto Adi Wibowo Dengan judul
buku asli Postfeminisme: Feminism, Cultural Theory and Cultural Forms diterbitkan oleh Routlegde, London pada tahun 1997.
Termasuk juga dalam hal ini ide-ide yang terkait dengan teori-teori politik seperti teori keterwakilan politik.
Universitas Sumatera Utara
Oleh kelompok feminis, negara seringkali diidentifikasi sebagai pemilik kekuasaan yang dapat membuat dan mengubah kebijakan yang selanjutnya dapat
memiliki pengaruh terhadap perempuan dan hak perempuan. Namun demikian, negara juga diidentifikasi sebagai pendukung struktur sosial yang telah mapan di
masyarakat, yang seringkali mengopresi perempuan. Yang dimaksudkan dalam hal ini, bahwa negara menjadi penyambung lidah bagi budaya patriarki melalui
kebijakan-kebijakannya yang memang menyebabkan terjadinya beberapa tindak opresi terhadap perempuan.
Pada dasarnya, hal ini merupakan suatu pandangan baru atas teori negara. Jika Marxist dan sosial demokratis memfokuskan peran negara pada aspek kelas
ekonomi, dimana kelas ekonomi atas borjuis menggunakan negara untuk mengopresi kelas ekonomi bawah proletar, maka hal ini sesuai dengan
pemikiran yang menggunakan aspek gender, dimana negara dijadikan juga sebagai alat opresi dari budaya patriarki terhadap perempuan.
21
Oleh karena kondisi tersebut, maka terdapat dua gagasan untuk mengantisipasi masalah yang dapat ditimbulkan oleh terdominasinya negara oleh
Adanya kemampuan negara dalam pembuatan kebijakan, meletakkan negara sebagai alat yang penting dalam me-reproduksi nilai-nilai di masyarakat.
Dalam hal ini, negara memiliki kemampuan yang penting dalam memperkuat nilai-nilai patriarki di dalam masyarakat. Hal ini kemudian berdampak pada
semakin besarnya kemungkinan bagi perempuan untuk mendapatkan opresi, akibat budaya patriarki yang cenderung timpang dalam melihat kedudukan
perempuan di masyarakat.
21
Nickie Charles, Feminism, The State and Social Policy London: Macmillan Press Ltd, 2000, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
budaya patriarki. Pertama, mengubahnya dengan meningkatkan keberadaan perempuan di dalam institusi politik formal, terutama parlemen sebagai pembuat
kebijakan. Dan kedua adalah mengubahnya melalui partisipasi politik dari luar institusi politik formal.
22
Meningkatkan peran perempuan di dalam parlemen merupakan suatau gagasan yang penting dan dianggap sebagai suatu pemecahan masalah yang
efektif untuk mengubah sikap negara menjadi negara yang berkeadilan gender. Hal ini sesuai dengan apa yang diargumentasikan John Stuart Mill.
23
Mill menekankan pada peranan penting perempuan dalam dunia politik. Menurutnya,
perempuan harus memiliki hak pilih politik agar dapat menjadi setara dengan laki- laki, selain itu mereka juga harus mampu mengganti sistem, struktur dan sikap
yang memberikan kontribusi terhadap opresi orang lain, atau opresi terhadap diri kita sendiri.
24
Penjelasan tersebut telah mengambarkan bagaimana keterwakilan perempuan menjadi begitu penting dalam suatu negara, terutama untuk
menghindarkan segala bentuk opresi terhadap perempuan. Hal ini menjadi relevan Dalam hal ini dimaksudkan bahwa kaum perempuan memiliki dan
dapat menggunakan hak politiknya untuk memperbaiki kondisi masyarakat melalui keterlibatan secara tidak langsung dengan menggunakan hak pilih atau
secara langsung sebagai anggota parlemen dalam proses pembuatan undang- undang.
22
Judith Squires, Gender in Political Theory Cambridge: Polity Pressm, 1999, hal. 195.
23
John Stuart Mill adalah seorang pemikir liberal dan demokrasi. Kemudian, Mill pun menjadi seorang feminis liberal. Ia memperjuangkan hak individu dan kebebasan yang lebih baik
bagi wanita.
24
Angela Y. Davis, Women, Race and Class New York: Random House, 1981, hal. 42 dalam Rosemarie Putnam Tong, Feminist Though: Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus
Utama Pemikiran Feminis Yogjakarta: Jalasutra, 2004, hal. 30. diterjemahkan oleh Aquarini Priyatna Prabasmoro dengan judul buku asli Feminist Thought: A More Comprehensive
Introduction yang diterbitkan oleh Westview Press, Colorado pada tahun 1998.
Universitas Sumatera Utara
dengan apa yang menjadi permasalahan pokok di dalam penelitian skripsi ini. Dalam ruang publik, khususnya dunia politik, perempuan seringkali terpinggirkan
dibandingkan oleh laki-laki. Hal ini terlihat jelas di Indonesia, dicontohkan salah satunya oleh keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Padahal seperti yang
dikatakan oleh Mill, melalui hak politiknya, perempuan dapat berkontribusi untuk menghapuskan perbuatan opresi yang ada di masyarakat. Dengan kata lain,
perempuan diyakini mampu melakukan perubahan baik terhadap masyarakat dengan keterlibatannya di dalam ranah politik. Hal inilah yang kemudian
dipertanyakan lebih kritis di dalam skripsi ini, dan juga akan dianalisa dengan teori yang lebih spesifik mengenai keterwakilan perempuan.
1.5.2. Keterwakilan Perempuan di dalam Parlemen