BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Minyak sawit mentah CPO memiliki kandungan karotenoida yang tinggi yaitu berkisar 400-700 ppm, sehingga sangat potensial sebagai sumber vitamin A, yang
saat ini masih sangat dibutuhkan. Dari seluruh karotenoida yang ada dalam CPO, 56,0β diantaranya adalah -karoten Ong dkk., 1990. Disamping sebagai
provitamin A, karotenoida banyak digunakan sebagai antioksidan, pencegah pertumbuhan sel kanker, mencegah penuaan dini antiaging dan juga dapat
meningkatkan kekebalan tubuh terhadap bahan beracun, flu dan demam Ravanello dkk., 2003. Karotenoida juga digunakan sebagai bahan nutrisi, bahan
pewarna makanan dan bahan obat-obatan serta bahan kosmetik Choo, dkk., 1997.
Pada pengolahan CPO menjadi minyak goreng umumnya digunakan suhu dan tekanan tinggi pada prosesnya, sehingga karotenoida yang terkandung dalam
CPO tersebut akan rusak. Hal ini sangat merugikan, karena karotenoida tersebut sangat berguna. Oleh karena itu perlu dicari cara lain untuk mendapatkan
karotenoida ini terlebih dahulu sebelum proses pengolahan minyak goreng Othman, dkk., 2010.
Salah satu cara yang sudah digunakan untuk mengambil karotenoida ini dari CPO adalah dengan mengadsorpsinya terlebih dahulu sebelum diolah
menjadi minyak goreng. Beberapa adsorben yang telah digunakan diantaranya ialah adsorben oksida logam oleh Ahmad 2000 yang mengadsorpsi karotenoida
dari palm oil mill effluent POME menggunakan 3 jenis adsorben oksida logam yaitu silika gel, florisil dan aluminium oksida. Pada proses ini minyak yang
Universitas Sumatera Utara
terkandung dalam POME diekstraksi dengan n-heksana, lalu minyak hasil ektraksi dimasukkan kedalam kromatografi kolom yang berisi adsorben, kemudian diikuti
dengan penambahan etanol. Percobaan dilakukan pada suhu 30
o
C, 40
o
C dan 50
O
C. Hasilnya terlihat bahwa konsentrasi karotenoida yang tertinggi diperoleh pada percobaan menggunakan silika gel pada suhu 40
o
C dengan pelarut n- heksana, yaitu sebesar 1154,55 ppm. Zulkipli 2007 menggunakan adsorben
campuran silika gel dan abu sekam padi untuk mengadsorpsi karotenoida dari metil ester kasar CME. Pada proses ini CME yang mengandung karotenoida
dimasukkan kedalam kolom yang telah berisi adsorben, kemudian ditambahkan dengan n-heksana. Percobaan dilakukan dengan mencampurkan adsorben abu
sekam padi dan silika gel dengan berbagai perbandingan untuk memperoleh kondisi optimum. Hasilnya terlihat bahwa konsentrasi tertinggi diperoleh pada
percobaan dengan campuran abu sekam padi dengan silika gel pada perbandingan 5:3 yaitu 3754,55 ppm.
Latip, dkk 2000 mengadsorpsi karotenoida dari CPO menggunakan 7 jenis adsorben polimer sintetis yang memiliki porositas tinggi yaitu HP20, SP850,
SP825, SP207, Relite Exa 31, 32 dan 50. Pada proses ini CPO dimasukkan kedalam labu alas bulat yang telah berisi adsorben dan IPA kemudian diaduk,
campuran tersebut dimasukkan kedalam soklet ekstraktor, ditambahkan IPA dan diikuti dengan penambahan n-heksana. Pada percobaan dilakukan kombinasi
HP20 yang memiliki porositas tertinggi dengan SP850 yang memiliki luas permukaan tertinggi, serta perbandingan antara adsorben dan jumlah CPO,
perlakuan tersebut bertujuan untuk memperoleh konsentrat karotenoida yang paling optimum. Hasil yang terlihat bahwa konsentrasi karotenoida paling
optimum yaitu sebesar 7.212 ppm pada fase n-heksana. Hal yang sama dengan polimer sintetis HP20, SP2017 dan SP700, juga telah dipakai untuk menghasilkan
konsentrat tokoferol yang cukup tinggi Tandale dan Lali., 2004. Adsorben- adsorben polimer diatas pada umumnya bersifat nonpolar. Penggunaan adsorben
polimer sintetis yang lebih polar dapat dibuat dengan menambahkan gugus polar pada adsorben polimer tersebut, misalnya dengan menambahkan gugus sulfonat.
Universitas Sumatera Utara
Adsorben polimer tersulfonasi yaitu kalsium polistirena sulfonat telah digunakan untuk mengadsorpsi karotenoida dari metil ester kasar Karlina, 2012.
Kadar karotenoida dalam metil ester kasar sebesar 601 ppm. Proses adsorpsi dilakukan dengan mencampurkan metil ester kedalam etanol kemudian
karotenoidanya diadsorpsi dengan adsorben kalsium polistirena sulfonat, sambil diaduk untuk menyempurnakan penyerapan, kemudian adsorben yang
mengandung karotenoida dipisahkan dari campuran metil ester dengan sentrifugasi. Karotenoida yang terserap dalam adsorben kemudian didesorpsi
dengan pelarut n-heksana, dan setelah pelarutnya diuapkan diperoleh karotenoida dengan konsentrasi sebesar 116.000 ppm, telah terjadi pemekatan sebanyak 193
kali.
Adsorben kalsium polistirena sulfonat mengandung gugus polar dan juga gugus nonpolar, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi antara gugus non
polar adsorben dengan rantai hidrokarbon dari karotenoida membentuk gaya Van der Walls dan gugus polar adsorben yang mengandung logam kalsium dengan
orbital d kosongnya dapat berinteraksi dengan ikatan rangkap terkonjungasi dari karotenoida yang kaya elektron. Interaksinya dapat kita lihat pada Gambar 1.1 di
bawah ini
H H
H
H
SO
3 -
interaksi
C C
gugus polar
gugus nonpolar
polistirena sulfonat
2
2
H
2
C H
2
C C
H
2
CCH
3
CCH C
HCC H
3
CC C
H2 CH
2
CH
2
C CHCH
CHC CHCH
CHC CCH
CCH CHCH
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CHCH CH
3
I II
-karoten
1
Ca
orbital d
Gambar 1.1. interaksi antara -karoten dengan kalsium polistirena sulfonat Keterangan gambar :
1
interaksi antara rantai hidrokarbon -karoten dengan gugus nonpolar adsorben
2
interaksi antara ikatan rangkap -karoten dengan orbital d kosong logam kalsium gugus polar pada adsorben.
Universitas Sumatera Utara
Kalsium polistirena sulfonat juga telah digunakan oleh Lois 2014 untuk mengadsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari metil ester minyak kemiri, Lois
memakai 2 jenis adsorben, yaitu garam Ca dari polistirena sulfonat derajat sulfonasi 30, larut dalam air dan garam Ca dari polistirena sulfonat derajat
sulfonasi 30, larut dalam kloroform. Tokoferol dan tokotrienol dari metil ester minyak kemiri dalam etanol diadsorpsi dengan adsorben kalsium polistirena
sulfonat, untuk menyempurnakan penyerapan dilakukan pengadukan, kemudian adsorben yang mengandung tokoferol dan tokotrienol dipisahkan dari larutan
metil ester minyak kemiri dengan kromatografi kolom. Tokoferol dan tokotrienol yang terserap pada adsorben kalsium polistirena sulfonat kemudian didesorpsi
dengan pelarut n-heksana. Hasil adsorpsi tertinggi dihasilkan dengan menggunakan adsorben berderajat sulfonasi 30 terhadap tokotrienol yaitu
sebesar 100, hasil desorpsinya sebesar 1,1, sedangkan hasil desorpsi tertinggi diperoleh dengan menggunakan adsorben berderajat sulfonasi 30 terhadap
tokoferol yaitu sebesar 2,3, hasil adsorpsinya sebesar 99,1.
Justaman 2014
mengadsorpsi karotenoida
dari CPO
dengan menggunakan garam polistirena sulfonat M-PSS M= Na, Mg, Ca, Sr dan Ba.
Polistirena sulfonat yang digunakan memiliki derajat sulfonasi 9,1, bersifat sangat tidak larut dalam air. Pada proses ini karotenoida dari CPO dalam etanol
diadsorpsi dengan menggunakan garam polistirena sulfonat, M-PSS M= Na, Mg, Ca, Sr dan Ba; PSS= Polistirena sulfonat. Proses penyerapan dilakukan dengan
mencampurkan CPO dalam etanol kemudian ditambahkan adsorben, dilakukan pengocokan untuk menyempurnakan penyerapan karotenoida, kemudian adsorben
yang mengandung karotenoida dipisahkan dari larutan CPO dengan sentrifugasi. Karotenoida yang terserap pada adsorben kemudian didesorpsi dengan pelarut n-
heksana. Hasil tertinggi yang diperoleh terlihat pada proses desorpsi dengan menggunakan garam Ca-PSS yaitu sebesar 84,53, hasil adsorpsinya sebesar
75,78.
Sehubungan dengan penggunaan adsorben polimer tersulfonasi diatas, dalam penelitian ini peneliti akan melakukan adsorpsi terhadap karotenoida -
Universitas Sumatera Utara
karoten dari CPO menggunakan kalsium polistirena sulfonat yang memiliki derajat sulfonasi 27, bersifat kurang larut dalam air. Dapat dipahami bahwa sifat
kurang larut dalam air ini akan menjadikan adsorben memiliki sifat yang lebih liofil atau lebih mudah berinterak
si terhadap bahan organik seperti karotenoida - karoten, sehingga diharapkan tingkat adsorpsi karotenoida dari CPO dan tingkat
desorpsi karotenoida dari adsorben lebih tinggi.
1.2. Permasalahan