Metode Penyabunan Metode Ekstraksi Pelarut

H 2 C H 2 C C H 2 CCH 3 CCH C HCC H 3 CC C H2 CH 2 CH 2 C CHCH CHC CHCH CHC CCH CCH CHCH CH 3 CH 3 CH 3 CH 3 CH 3 CH 3 CH 3 CHCH CH 3 I II  -karoten Gambar. β.1. Struktur -karoten Fennema, 1996 Mengkonsumsi -karoten jauh lebih aman daripada mengkonsumsi vitamin A yang dibuat secara sintetis. Pendekatan yang terbaik untuk mencegah defisiensi vitamin A adalah dengan menghimbau agar suplementasi -karoten dosis tinggi dilakukan pada diet intake. Tubuh manusia memiliki kemampuan mengubah sejumlah besar -karoten menjadi vitamin A retinol, sehingga - karoten disebut provitamin A Winarno, 1991. Sekitar β5 dari -karoten yang teradsorpsi pada mukosa usus tetap dalam bentuk utuh, sedangkan 75 sisanya diubah menjadi retinol vitamin A dengan bantuan enzim 15, 15’ - karotenoksigenase Fennema, 1996.

2.2.1. Metode-Metode Memperoleh Karotenoida

Berbagai metode untuk memperoleh karotenoida telah banyak dilakukan oleh para peneliti, antara lain :

2.2.1.1. Metode Penyabunan

Proses penyabunan diawali dengan melarutkan minyak sawit kasar dengan KOHNaOH. Prinsip dari metode ini adalah memisahkan senyawa karotenoida yang merupakan senyawa yang tidak tersabunkan dengan senyawa-senyawa yang dapat disabunkan. Pemisahan selanjutnya adalah dengan mengekstraksi karotenoida tersebut dengan menggunakan pelarut organik Parker, 1992. Blaizot 1956 menyabunkan CPO dengan NaOH metanolik selama beberapa jam pada suhu 30-40 o C. Gliserin yang terbentuk dipisahkan dengan cara dekantasi, bahan yang tersabunkan diuapkan pada suhu 100-110 o C dalam keadaan vakum Universitas Sumatera Utara bertekanan 0,001-0,0001 mmHg, diperoleh karotenoida bercampur dengan residu dengan yield sebesar 5-6. Suria 2015 menambahkan CPO kedalam KOH etanolik. Campuran tersebut didiamkan dalam pendingin selama 24 jam untuk mengeliminasi lipida dan mengendapkan poliphenol pada fase alkohol. Campuran yang tersabunkan kemudian ditempatkan pada corong pisah dengan etil eter dan fase ini dicuci dengan air, lapisan bawah yang terbentuk dibuang. Campuran tersebut dikeringkan dengan sulfat anhidrat dan dievaporasi hingga benar-benar kering, diperoleh peningkatan konsentrasi karotenoida sebesar 13 dari konsentrasi awal 507 ppm.

2.2.1.2. Metode Ekstraksi Pelarut

Teknologi ekstraksi telah banyak dikembangkan untuk memperoleh karotenoida. Ektraksi pelarut merupakan suatu proses transfer massa antara minyak sawit dengan suatu pelarut yang sesuai, yang memiliki afinitas dan selektifitas yang baik terhadap karotenoida Othman, 2010. Ekstraksi pelarut pada kondisi normal banyak menggunakan n-heksana sebagai pelarut untuk mengekstraksi karotenoida dari minyak mentah sawit, akan tetapi n-heksana berpotensi mengakibatkan kebakaran, berbahaya terhadap kesehatan dan lingkungan Choo, et al., 1996. Kekurangan penggunaan pelarut n-heksana tersebut menyebabkan banyak usaha untuk mengekstraksi karotenoid dari minyak sawit yang lebih aman, salah satunya ialah ektraksi cair superkritis SFE. Aplikasi ekstraksi cair superkritis adalah dengan menggunakan karbondioksida superkritis SC-CO 2 sebagai pelarut, jika dibandingkan dengan pelarut n-heksana atau aseton, karbondioksida lebih bersifat inert, tidak beracun, tidak menimbulkan ledakan, tidak meninggalkan residu pada produk Watkins et al., 1994. Ekstraksi karotenoida dari minyak sawit mentah dengan pelarut karbondioksida superkritis SC-CO 2 telah dilakukan oleh Wei et al., 2005. Proses ektraksi dilakukan dengan memasukkan CPO kedalam wadah ekstraksi extraction vessel, ekstraksi terbawa ke system dinamis flow through. Karbondioksida cair dipompa ke wadah ektraksi dengan kondisi ektraksi tertentu. Universitas Sumatera Utara Pada penelitian ini dilakukan variasi tekanan, suhu, laju alir, dan ukuran sampel. Dibagian luar wadah dirangkai saringan untuk mencegah kotoran terbawa. Ekstrak yang dihasilkan dikumpulkan pada suatu wadah yang ditutup dengan alumunium foil, disimpan dalam ruangan gelap dengan suhu -10 o C untuk mencegah degradasi oleh panas, udara dan cahaya. Hasil yang diperoleh menunjukkan kelarutan karotenoida dalam minyak sawit mentah terhadap karbondioksida superkritis SC-CO 2 rendah yaitu antara 1,31 x 10 -4 sampai 1,58 x 10 -3 gkg -1 karbondioksida, pada kondisi suhu 40-80 o C dan tekanan 14-30Mpa, recovery karotenoida yang diperoleh sebesar 80-90.

2.2.1.3. Adsorpsi

Dokumen yang terkait

Peranan Kalsium Pada Adsorben Kalsium Polistirena Sulfonat dan Kalsium Stearat Terhadap Adsorpsi dan Desorpsi Tokoferol dan Tokotrienol dari Campuran Metil Ester Minyak Kemiri

8 106 69

Penggunaan Polistirena Sulfonat Sebagai Katalis Transesterifikasi Minyak Jarak Pagar (Jatropha Curcas) Berkadar Asam Lemak Bebas Tinggi

1 48 60

Adsorpsi Β-Karoten Dari Bahan Yang Mengandung Karotenoida Dengan Menggunakan Adsorben Sintetis Kalsium Polistirena Sulfonat

0 41 55

Adsorpsi Karotenoida Dari Minyak Sawit Mentah (CPO) Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat Berderajat Sulfonasi 27% dan Desorpsinya Dengan Etanol

0 1 15

Adsorpsi Karotenoida Dari Minyak Sawit Mentah (CPO) Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat Berderajat Sulfonasi 27% dan Desorpsinya Dengan Etanol

0 1 2

Adsorpsi Karotenoida Dari Minyak Sawit Mentah (CPO) Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat Berderajat Sulfonasi 27% dan Desorpsinya Dengan Etanol

0 1 6

Adsorpsi Karotenoida Dari Minyak Sawit Mentah (CPO) Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat Berderajat Sulfonasi 27% dan Desorpsinya Dengan Etanol

0 1 15

Adsorpsi Karotenoida Dari Minyak Sawit Mentah (CPO) Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat Berderajat Sulfonasi 27% dan Desorpsinya Dengan Etanol

0 1 4

Adsorpsi Karotenoida Dari Minyak Sawit Mentah (CPO) Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat Berderajat Sulfonasi 27% dan Desorpsinya Dengan Etanol

0 2 2

Adsorpsi Dan Desorpsi Karotenoida Dari Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil Cpo) Menggunakan Adsorben Garam M-Amberlit Ir 120 Dan Garam M-Polistirena Sulfonat (M=Na, Mg, Ca, Sr Dan Ba)

1 2 24