Peran Partai Amanat Nasional Kota Medan Dalam Pemenangan Wali Kota Pada Pilkada Tahun 2005 Di Kota Medan
PERAN PARTAI AMANAT NASIONAL KOTA MEDAN DALAM PEMENANGAN WALI KOTA PADA PILKADA TAHUN 2005 DI KOTA
MEDAN D
I S U S U N OLEH : Jahris Sitanggang
010906018
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK SUMATERA UTARA
MEDAN 2007
(2)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I :PENDAHULUAN... 1
1. Latar Belakang Masalah... 1
2. Perumusan Masalah... 1
3. Tujuan Penelitian... 9
4. Manfaat Penelitian... 9
5. Kerangka Teori... 10
Kepartain... 10
Pengertian Partai Politik... 11
Tujuan Partai Politik... 11
Fungsi Partai Politik... 16
5.1.4. Sistem Kepartaian... 17
5.1.4.1.Sistem Partai Tunggal (One Party System)... 19
5.1.4.2.Sistem Partai Dwi Partai (Two Party System)... 19
5.1.4.3.Sistem Multi Partai (Multi Party System)... 20
(3)
5.1.6.Undang-undang Partai Politik... 20
5.1.7.Kampanye... 26
5.1.7.1.Pengertian Kampanye... 26
5.1.7.2.Bentuk-bentuk Kampanye... 27
5.2.Pemilihan... 28
5.3.Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Secara Langsung... 29
6. Metodologi Penelitian... 34
6.1. Jenis Penelitian... 34
6.2. Lokasi Penelitian... 35
6.3. Populasi dan Sampel... 35
6.4. Teknik Pengumpulan Data... 36
6.5. Teknik Analisa Data... 36
7. Sistematika Penulisan... 37
BAB II :DESKRIPSI UMUM PARTAI AMANAT NASIONAL... 38
2.1. Sejarah Lahirnya Partai Amanat Nasional Secara Umum... 38
2.2. Platform Partai Amanat Nasional... 49
2.2.1. Identitas... 49
2.2.2. Sifat... 49
2.2.3. Visi dan Misi... 50
2.2.4. Garis Perjuangan Partai... 50
2.2.4.1. Politik dan Hukum... 50
2.2.4.2. Pertahanan dan Hukum... 52
2.2.4.3. Ekonomi... 52
(4)
2.2.4.5. Pertumbuhan Ekonomi yang Dinamis... 54
2.2.4.6. Meningkatkan Produktivitas Nasional... 54
2.2.4.7. Memelihara Stock Modal... 55
2.2.4.8. Rehabilitas... 55
2.2.4.9. Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah... 55
2.2.4.10. Kebijakan Affirmasi... 56
2.2.4.11. Pembangunan Daerah... 56
BAB III :PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA... 57
3.1. Upaya-Upaya Dalam Pemenangan Calon Walikota... 57
3.2. Sosialisasi Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Medan Secara Langsung Tahun 2005 Kepada Masyarakat... 59
3.2.1. Pertemuan... 60
3.2.2. Pembuatan Spanduk dan Baliho... 60
3.2.3. Pembuatan Brosur dan Stiker... 60
3.2.4. Pembuatan Buku Panduan dan Buklet... 60
3.2.5. Pemasangan Iklan di Media dan Elektronika... 61
3.2.6. Pembentukan Media Center KPUD... 61
3.3. Aksi-Aksi Rutinitas DPD PAN Kota Medan dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Secara Langsung Tahun 2005... 61
3.3.1. Aksi Untuk Konsolidasi...61
3.3.2. Aksi Pada HUT dan HUT PAN... 62
3.3.3. Aksi Untuk Kegiatan Keagamaan... 63
(5)
3.3.5. Aksi-Aksi Kemanusian... 66
3.3.6. Tabel Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tingkat Kota... 68
BAB IV :PENUTUP... 69
1. Kesimpulan... 70
(6)
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah
Dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi, rakyat merupakan pemegang kedulatan tertinggi. Rakyat berhak turut dalam menentukan siapa-siapa yang akan menjadi pemimpin yang nantinya akan menentukan kebijakan umum. Lahirnya pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan suatu langkah maju dalam proses demokrasi di Indonesia. Melalui Pemilihan Kepala Daerah secara langsung berarti mengembalikan hak-hak dasar masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam proses politik dalam rangka rekruitmen politik lokal secara langsung demokratis.1
Dalam usaha mewujudkan terlaksananya Pemilihan Kepala Daerah secara langsung pemerintah telah menyiapkan berbagai regulasi guna memuluskan
Pilkada langsung dapat pula dikatakan sebagai suatu kemenangan demokrasi massa terhadap demokrasi perwakilan. Dimana dalam demokrasi massa, kedulatan itu berada ditangan rakyat serta rakyat terlibat langsung dalm menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin di daerahnya. Rakyat juga turut memainkan peran dalam mempengaruhi kebijakan-kebijakan public di daerahnya. Rakyat juga turut memainkan peran dalam menginginkan terciptanya suatu keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat di daerah itu. Malalui Pilkada langsung tentulah kedaulatan yang dulunya dimanfaatkan pada lembaga perwakilan yaitu DPRD maka secara otomotis telah dikembalikan kepada rakyat.
1
(7)
pelaksanaannya. Lahirnya UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sebagai pengganti UU. No. 22 tahun 1999 merupakan landasan hukum bagi pelaksanan pemilihan kepala daerah secara langsung.2
Disamping itu pemerintah juga telah menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) No.6/2005 sebagai pentunjuk teknis tentang pelaksanaan Pilkada Langsung. Pilkada langsung dapat pula dikatakan sebagai koreksi atas system Pilkada yang terdahulu yang menggunakan mekanisme perwakilan oleh DPRD. Peralihan sistem perwakilan ke sistem Pilkada langsung menyiratkan bahwa fungsi perwakilan yang selama ini dijalankan oleh DPRD tidak berjalan dengan semestinya atau dapat dikatakan bermasalah. DPRD yang seharusnya merupakan lembaga perwakilan yang memperjuangkan aspirasi rakyat, tapi justru berseberangan dengan rakyat. Dengan pelaksanaan Pilkada Langsung, maka praktek-praktek kolutif yang sering terjadi diantara eksekutif dan legislatif yang sering terjadi pada Pemilihan kepala daerah yng terdhulu diharapkan dapat dihilangkan. Melalui azas-azas yang terdapat dalam Pilkada Langsung yaitu azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, maka Pemilihan kepala daerah secara langsung dianggap telah memenuhi parameter demokrasi.
3
Pilkada bukan saja berfungsi sebagai sarana untuk mengganti pemimpin, akan tetapi juga berfungsi sebagai media penyalur aspirasi rakyat, mengubah kebijakan-kebijakan,mengganti suatu pemerintahan yang ada dan meminta pertanggung jawaban publik.4
2
Daniel S. Slossa, Mekanisme, Persyratan, dan Tata Cara Pilkada Secara Langsung, Yogyakarta: Media Presindo, 2005, hal. 9.
3
Ibid
4
Syamsul Hadi Thubang, Pilkada Bima 2005, Bima Swagiri: Fitra Tuban, 2005, hal. 7.
Dengan lahirnya UU No. 32 tahun 2004 dan PP No. 6 tahun 2005 maka pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan keputusan hukum
(8)
yang harus di laksanakan di seluruh daerah di Indonesia. Hak-hak dasar masyarakat di daerah dikembalikan dengan memberikan suatu kewenangan penuh kepada masyarakat untuk memilih secar lngsung orang-orang yang akan menjadi pemimpin di daerahnya. Tentu saja dalam pemilihan ini rkyat di harapkan dapat memilih calon pemimpin yang dinilai mampu untuk mewujudkan cita-cita dan kehendak rakyat yaitu terciptanya kesejahteraan. Rakyat merupakan sumber kekuasaan dalam pemilihan kepala daerah secara langsung, rakyat memegang suatu peranan penting didalam proses rekruitmen politik maupun dalam menentukan proses pembuatan kebijakan public. Rakyat bukan hanya dapat memilih calon pemimpinnya akan tetapi dapat pula mencalonkan dirinya untuk dipilih menjadi seorang pemimpin. Pengesahan UU. No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU. No. 22 tahun 1999 yang mengamanatkan kepada daerah tingkat satu dan tingkat dua dipilih langsung oleh rakyat. Hal ini berarti bahwa system Pemilihan Kepala daerah telah mengalami perubahan kearah yang lebih demokratis.
Rakyat memiliki kedaulatan penuh atas hak politiknya dalam memilih pemimpin mereka mereka. Semangat Pemilihan Kepala Daerah secara langsung adalah memberikan ruang yang luas bagi partisipasi politik masyarakat untuk menentukan kepala daerah sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan di daerah masing-masing sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan dri pemerintah nantinya sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat pada umumnya. Atau dengan kata lain, lebih mendekatkan pemeintah kepada rakyatnya.5
5
Donni Edwin, Pilkada Langsung: Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance, Jakarta: Patner Ship, 2005, hal. 2.
(9)
Pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan untuk menyelesaikan para calon pemimpin didaerah tidak terlepas dari peran partai politik sebagai penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintah di pihak lain. Seorangyang ingin mencalonkan dirinya menjadi kepala daerah haruslah melalui pencalonan oleh Partai Politik. Didalam UU. No.32 tahun 2005 ditegaskan bahwa partai politik merupakan stu-satunya pintu gerbang bagi pencalonan kepala daerah. Sehingga semua kepala daerah haruslah mendapat dukungan dari Partai politik.
Partai politik merupakan ikon yang paling utama dalam proses demokrasi di Indonesia, pengisian untuk setiap jabatan public dilakukan oleh dan melalui partai politik. Rekruitmen jabatan public dilakukan dengan melalui proses seleksi oleh anggota partai politik yang berada dilembaga perwakilan. Proses pembuatan keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak serta masa depan bangsa dan bernegara ditentukan oleh anggota partai politik karena tidak ada lagi anggota parlemen yang diangkat (Fraksi TNI/ POLRI dan utusan daerah dihapuskan). Ini berarti peran partai politik sangat penting dalam proses pematangan demokrasi dan prilaku berpolitik, atau disisi lain justru melemahkan demokratisasi dan menyuburkan semi otoritarian.
Adanya pemilihan kepala daerah secara lngsung memang manjadi ujian bagi partai politik untuk lebih terbuka atau membuka diri terhadap dinamika masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sipil sebenarnya ditumbuh kembangkan melalui kemampuan partai politik dalam menarik dukungan dan minat rkyat untuk berpolitik dalam arti menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan secara langsung.6
6
Ibid., hal. 20.
(10)
Kini tak ada jalan lain bagi partai politik untuk tidak membuka diri jika ingin meloloskan calonya sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pemilihan kepala daerah secara lengsung adalah proses lanjutan dari proses lanjutan dari reformasi partai politik di negeri ini. Pemilihan langsung posisi politik berkonsekuensi menghadapkan kekuasaan politik pada sebuah pasar bebas. Partai politik berperan sebagai pengusaha atau produsen calon pimpinan politik. Sebagai produsen, partai harus mengengal pasar dan mencari bibit unggul untuk dikembangkan dan dijual ke pasar. Selain itu prtai politik harus turun kebawah untuk mengetahui selera pasar agar dapat bersaing dengan pengusaha lainnya.
Hasil dari “turun kebawah itu” adalah program-program konkrit yang langsung dapat dirasakan oleh rakyat. Siapa yang lebih konkrit, peluang untuk memenangkan pemilihan semakin terbuka. Perumpamaan pasar bebas ini sangat cocok dalam situasi politik local. Kepala daerah adalah sosok yang lebih nyata bagi rakyat dari pada pemimpin nasional (Presiden, Wapres, Anggota Paelemen Nasional). Calon kepala daerah dalam berkampanye tidak menjadikan nilai-nilai atau ideologi partai sebagai menu utama melainkan menjual program kerja yang lebih mengutamakan kenyamanan rakyat didaerah yang bersangkutan.7
Partai politik yang ada pasca orde baru mencapai 184 partai. Dari jumlah tersebut 148 mendaftarkan diri ke Departemen kehakiman, dan 141 diantaranya memperoleh pengesahan sebagai partai politik, dari jumlah tersebut, setelah melalui seleksi yang memenuhi syarat ikut Pemilihan Umum 1999 hanya 48 Partai Politik.. Sebagaimana halnya daerah lain di Indonesia, kota Medan juga turut melaksanakan pesta demokrasi dalam moment pemilihan Kepala Daerah
7
(11)
secara lengsung. Dalam pelaksanaan Pilkada langsung di kota medan ini terdapat dua pasangan calon walikota dan wakil walikota yaitu: pertama, Ir. H. Maulana Pohan dan Sigit Pramono Asri. SE. Kedua, Drs. Abdillah. Ak. MBA dan Drs. H. Ramli. MM. Adapun pasangan Maulana Pohan dan Sigit Pramono diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera diusung (PKS), sedangkan pasangan Abdillah-Ramli diusung oleh delapan partai politik antara lain Partai Amanat Nasional (PAN), Golongan Karya (GOLKAR), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Demokrat (PD), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bintang Reformasi (PBR) dan Partai Patriot Pancasila. Untuk itu PAN sebagai partai yang turut mendukung pasangan calon Abdillah-Ramli juga memegang peran yang besar dalam upaya-upaya meloloskan pasangan calonnya untuk menjadi walikota dan wakil walikota periode 2005-2010.
2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis mencoba merumuskan permasalahan yang ada yaitu: “Bagaimana Partai Amanat
Nasional Kota Medan Dalam Pemenangan Calon Pada Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2005 Di Kota Medan”.
3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui secara langsung bagimana Peran Partai Amanat Nasional Kota Medan dalam memenangkan calonya.
2. Untuk mengkaji kemampuan teoritis dari penulis selama memperoleh perkuliahan-perkuliahan.
(12)
3. Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana ilmu sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
4. Manfaat Pelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan dan karya ilmiah di Departemen Ilmu Politik khususnya yang tertarik dengan Peran Partai dalam Pelaksanaan Pilkada terutama tentang pemenangan calon oleh partai.
2. Bagi Akademis, penelitian ini berfungsi sebagai referensi tambahan bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Khususnya Departemen Ilmu Politik.
3. Menjadi bahan informasi bagi mahasiswa lain maupun kalangan lain tentang peran partai dalam Pilkada.
5. Kerangka Teoritis
Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah diteliti.8
Menurut F. N. Karlinge, teori adalah sebuah konsep atau kontruksi yang berhubungan satu dengan lain, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan yang sistematis dari fenomena.
9
8
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995, hal. 40.
9
Joko Sobagyo, Matode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, hal. 20.
Sedangkan manurut Masri Singarimbun teori adalah serangkaian asumsi, konsep, kontruksi, definisi dan
(13)
proporsi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.10
Untuk itu, politik sebagian besar menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk didalamnya partai-partai politik dan organisasi-organisasi politik lainnya. Walaupun tidak menutup kemungkinan bagi kegiatan-kegiatan yang bersifat perseorangan. Roger F. Soltau menyatakan bahwa politik adalah mempelajari negara, tujuan negara, dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu. Hubungan antar negara dengan warga negaranya serta negara-negara lain.
5.1. Kepartaian
5.1.1. Pengertian Partai Politik
Pada dasarnya dalam kepustakaan ilmu politik telah banyak di kupas berbagai definisi tentang politik. Secara umum bisa dikatakan bahwa politik adalah “seluruh kegiatan dalam sistem politik, atau negara yang menyangkut proses menentukan dan sekaligus melaksanakan tujuan sistem itu”. Pendapat lain mengatakan politik pada dasarnya proses menyangkut tujuan-tujuan masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang ( private goals )
11
10
Masri Singarimbun & Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 1989, hal. 7.
11
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan Ke Dua, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal. 9.
Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat dengan meluasnya gagasan bahwa partai politik merupakan faktor yang perlu di perhitungkan serta di ikut sertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Partai umumnya sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam
(14)
proses memodernisasikan diri. Maka dari itu, di negara-negara baru, partai politik sudah menjadi lembaga politik yang sudah bisa dijumpai.
Berbicara partai politik paling tidak menyangkut tiga pihak yaitu :
1. Masa anggota partai yang jumlahnya jauh lebih besar dibanding yang lain. Yang kebanyakan menjadi anggota partai hanya secara normative, dengan tingkat kesetiaannya kepada partai tidak benar-benar mengakar.
2. The Profesional worker, yang menempati posisi pengurus dalam organisasi partai.
3. Kelompok elit partai yang mempunyai garis kebijakan partai.12
Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang angota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok adalah untuk memperoleh kekuasaaan politik dan merebut kedaulatan politik yang biasanya dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Edward Burke, seorang negarawan Inggris mengemukakan bahwa yang disebut dengan partai politik “ … a group of men who had agreed upon a principal by which the national internal might be served “. Di katakan bahwa partai politik tidak lain merupakan sekelompok manusia yang secara bersama-sama menyetujui prinsip-prinsip tertentu untuk mengabdi dan melindungi kepentingan nasional.13
Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya Miriam Budiarjo dalam bukunya mengutip pernyataan dari Sigmund Neumand memberikan definisi partai politik yaitu:
12
Cheppy Haricahyono, Ilmu Politik dan Prespektifnya, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, hal. 191.
13
(15)
pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing memperoleh dukungan rakyat dengan beberapa kelompok dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat yang berbeda-beda.14
1. Organisasi
Suatu identitas, nama atau label partai politik paling tidak bisa menunjukkan karakteristik partai politik itu sendiri, baik yang menyangkut besarnya, integritasnya, ataupun jumlah anggota pendukungnya. Sekedar ilustrasi barang kali bisa dikemukakan misalnya disaat mendengar nama partai GOLKAR, orang segera mengetahui beberapa hal yang bersangkutan dengan partai GOLKAR. Seberapa besar partai itu organisasi-organisasi politik apa saja yang mendukungnya atau bahkan bisa diketahui bagaimana kekuatan-kekuatan partai tersebut dalam kehidupan politik di Indonesia. Hal yang sama berlaku pula bagi partai-partai politik lainnya.
Dengan cara tersebut Duverger mencoba mengklasifikasikan partai politik berdasarkan direct structure dan indirect structure. Dalam direct structure, kenggotaan seseorang dalam partai politik semata-mata di lihat sebagai individu-individu yang secara langsung masuk dan mengkaitkan diri dalam partai politik tertentu. Sedangkan dalam indirect structure, keanggotaan seseorang dalam suatu partai politik diperoleh berdasarkan keikut sertaannya dalam organisasi yang terkait kepada suatu partai politik karena adanya kepentingan timbal-balik.
2. Keanggotaan
Duverger membedakan antara partai kader (cadre party) dan partai massa (mass party). Dalam partai kader, proses seleksi terhadap anggota-anggota partai
14
Miriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta:Edisi Revisi Yayasan Obor Indonesia, hal. 16.
(16)
dilakukan secara ketat dengan memperhatikan berbagai aspek seperti keterampilan, prestise, pengalaman politik, serta pengaruh-pengaruhnya yang diharapkan bisa menarik pendukung pemilih sebanyak-banyaknya dalam pemilihan umum. Sedangkan partai massa cendrung mendasarkan jumlah anggota yang sebanyak-banyaknya dengan elit kepemimpinan yag diseleksi secar tepat.
3. Kepemimpinan
Duverger mengetengahkan kepemimpinan partai menjadi pemimpin-pemimpin tituler (tituler leader) yang dibedakan dengan pemimpin-pemimpin-pemimpin-pemimpin sejati (real leader). Dalam hubungan ini, Duverger mengasumsikan kepemimpinan sebagai suatu bentuk oligarki yagn menggambarkan kelas penguasa (ruling class) atau yang biasa disebut inner circle.15
1. Partai politik merupakan organisasi yang melakukan kegiatan-kegiatan politik dalam masyarakat
Ada 4 hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan usaha yang memperjelas partai politik. Keempat hal yang dimaksudkan adalah:
2. Partai politik mencurahkan perhatian untuk melakukan
pengawasan terhadap pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya
3. Partai Politik berusaha mendapatkan dukungan dari berbagai kelompok dan golongan dalam masyarakat yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda 4. Partai politik merupakan lembaga perantara yang menghubungkan antara
kekuasaan-kekuasaan sosial dan ideologis yang tumbuh dan berkembanG
15
(17)
dalam masyarakat dengan pejabat-pejabat pemerintah maupun lembaga-lembaga kenegaraan.
Partai politik yang mulai terorganisir mucul pada lahir abad 18 dan 19 di Eropa Barat. Partai politik muncul karena adanya usaha-usaha dari kelompok-kelompok diluar kekuasaan politik untuk memperebutkan jabatan di pemerintahan dna mengendalikan kebijakan pemerintah Ketika gerakan dari kelas menengah dan kelas bawah ini mulai mendesak kelas-kelas atas dan kelas aristokrat demi partisipasi dalam pembuatan keputusan, kelompok yang menjalankan pemerintah terpaksa mencari dukungan publik dalam rangka mempertahankan pengaruh antara rakyat dan pemerintah.16
Secara umum partai politik diartikan sebagai organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara secara sukarela atas dasar persamaan dan kehendak cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilu.
Di Indonesia partai politik pertama-tama muncul sebagai wujud bangkitnya kesadaran nasional. Dalam kondisi ini, semua orang apakah bertujuan sosial ataupun terang-terangan bertujuan politik memiliki peranan penting dalam berkembangnya pergerakan nasional. Pola kepartaian masa ini menunjukkan keaneka ragaman atau multi partai.
17
Partai politik memilik berbagai fungsi dalam bernegara.18
16
Muchtar Mas’oed & Mc Areas, Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001, hal. 61.
17
Undang-Undang Partai Politik, Yogyakarta: Pustaka Widya Utama, 2003, hal. 144.
18
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 161.
Pertama, Partai politik berfungsi dalam pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kedua, partai
(18)
politik berfungsi dalam penciptaan iklim yang kondusif serta perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk mensejahterakan masyarakat. Ketiga, partai politik merupakan panyalur aspirasi dan partisipasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara. Keempat, partai politik berfungsi dalam rekruitmen politik bagi pengisian jabatan publik.
5.1.2. Tujuan Partai Politik
Menurut Sigmund Neuman bahwa didalam negara demokratis, partai politik mengatur keinginan dan aspirasi berbagai golongan dalam masyarakat. Sedangkan didalam negara komunis partai politik bertugas untuk mengendalikan semua aspek kehidupan secara monolitik.19
1. Tujuan Umum Partai Politik untuk:
Di dalam pasal 5 Undang-undang No. 31 tahun 2002 dijelaskan bahwa tujuan partai politik ada 2 yaitu tujuan umum dan tujuan khusus:
a. Mewujudkan cita-cita nasional Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
b. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi nilai kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Tujuan khusus partai politik adalah memperjuangkan cita-cita para anggotanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.20
Menurut berbagai ahli dan penulis ilmu politik terdapat berbagai penafsiran terhadap fungsi partai politik, demikian juga berlaku disetiap
negara-5.1.3. Fungsi Partai politik
19
Ibid., hal. 166.
20
(19)
negara dimana fungsi politik itu berbeda-beda menurut keinginan yang ingin divapai negara tersebut
Sukarna dalam bukunya mengemukakan fungsi partai politik adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan politik (Educational Education) 2. Sosialisasi politik (Political Sosialization)
3. Pemilihan pemimpin-pemimpin politik (Political Education) 4. Memandu pikiran-pikiran politik (Political Agragation)
5. Memperjuangkan kepentingan-kepentingan rakyat (Interest
Irticulation)
6. Melakukan hubungan-hubungan politik (Political Communication) 7. Mengkritik rezim yang memerintah (Political or regime)
8. Membuka opini-opini masyarakat (Stimulating Public Opinion) 9. Mengusulkan calon (Reposing candidate)
10.Memilih pejabat-pejabat yang akan diangkat (Choosing Appointive officer)
11.Bertanggung jawab akan pemerintahan (Responsibility for government)
12.Menyelesaikan perselisihan (Conflict of management) 13.Mempersatukan pemerintahan (Unifying the government).21
Miriam Budiarjo dalam bukunya partisipasi politik, mengemukakan bahwa fungsi partai politik adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sarana komunikasi politik
21
(20)
Arus informasi dalam suatu negara bersifat dua cara, artinya berjalan dari atas kebawah dan dari bawah ke atas. Kedudukan partai dalam arus sebagai jembatan antara mereka yang memerintah (the rules) dengan mereka yang diperintah (the ruled)
2. Sebagai sarana komunikasi politik
Sosialisasi politik adalah proses dimana seseorang memperoleh pandangan orientasi dan nilai-nilai dari masyarakat dimana ia berada. Proses itu juga mencakup proses dimana masyarakat mewariskan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi lainnya. 3. Sebagai sarana rekruitmen politik
Dalam negara demokrasi yang masyarakatnya bersifat terbuka, adanya perbedaan dan persaingan pendapat sudah merupakan hal yang wajar. Akan tetapi dalam masyarakat yang heterogen maka perbedaan-perbedaan pendapat ini sering mengundang konflik. Pertikaian-pertikaian semacam ini dapat diatasi dengan bantuan partai politik. Sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat-akibat negatifnya seminimal mungkin.22
5.1.4. Sistem Kepartaian
23
22
Miriam Budiarjo, op. cit., hal. 17-19. 23
Miriam Budiarjo, Demokrasi Di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996, hal. 209.
Metode yang paling konvensional dalam mengklasifikasikan partai politik, ialah menurut jumlah partai yang ada dalam suatu negara. Dengan cara konvensional tersebut dikenal adanya tiga klasifikasi partai politik yaitu sistem partai tunggal, dwi tunggal dan sistem multi partai.
(21)
5.1.4.1. Sistem Partai Tunggal (one party system)
Istilah ini dipaki untuk partai yang benar-benar merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara, maupun untuk partai yang mempunyai kedudukan dominan diantara partai lainnya, dalam kategori terakhir terdapat banyak variasi.
Suasana kepartaian dalam sistem ini diindikasikan sebagai suasana non kompetitif, oleh karena partai-partai yang ada harus menerima pimpinan dari partai yang dominan tidak dibenarkan bersaing secara merdeka melawan partai itu. Bentuk ini bisa ditemukan di negara-negara komunis seperti RRC, Uni Soviet di masa jayanya. Sistem partai tunggal yang paling terkenal terdapat di Uni Soviet, dimana semua partai lain yang ada sebelumnya berhasil ditiadakan. Partai Komunis Uni Soviet bekerja dalam non-kompetitif, tidak ada partai lain yang boleh bersaing. Oposisi dianggap sebagai penghianatan.
5.1.4.2. Sistem Dwi Partai (two party system)
Dalam buku-buku ilmu politik pengertian sistem dwi partai bisanya diartikan adanya dua partai atau beberapa partai tetapi dengan peranan dominan dari dua partai. Hanya beberapa negara saja yang dewasa ini memiliki ciri-ciri sistem dwi partai, kecuali Inggris (Partai Buruh dan Partai Konservatif), Amerika Serikat (Partai Demokrat dan Parati Republik).
Dalam sistem ini partai yang kalah berperan sebagai pengecam utama tapi yang setia (loyal opposition) terhadap kebijaksanaan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian bahwa ini sewaktu-waktu dapat bertukar tangan. Dalam persaingan memenangkan pemilu, kedua partai berusaha untuk merebut dukungan orang-orang yang ada ditengah dua partai dan sering disebut dengan
(22)
pemilih terapung/pemilih mengambang (floating vote). Sistem pemilihan ini tidak mendorong tumbuhnya partai baru, sehingga memperkukuh sistem dwi partai.
5.1.4.3. Sistem Multi Partai (multy party system)
Umumnya dianggap bahwa keanekaragaman dalam komposisi masyarakat menjurus berkembangnya system multi partai. Dimana perbedaan ras, agama atau suku bangsa adalah kuat, golongan-golongan masyarakat lebih cenderung untuk menyalurkan ikatan-ikatan terbatas (primordial) daripada bergabung dengan kelompok lain yang berbeda orientasinya. Maka dari itu, dianggap bahwa multi partai lebih mampu menyalurkan keanekaragaman budaya dan politik dalam suatu masyarakat daripada pola dwi partai. Sistem ini ditemukan di Malaysia, Belanda, Perancis dan Indonesia
5.1.5. Partai Politik di Indonesia
Munculnya parpol di Indonesia pada masa pra kemerdekaan secara garis besar adalah sebagai aktualisasi dari 3 aliran atau pandangan politik yang menemukan momentum kelahirannya pada dekade abad ke 20.24
PKI yang lahir pada tahun 1920, dalam tempo yang relatif singkat berkembang dengan berat, baik di bidang organisasi maupun dalam usaha memasyarakatkan monoisme/komunisme. Partai ini tidak saja berhasil mempengaruhi masa rakyat, juga berhasil memikat kaum intelektual, terutama
Ketiga aliran itu ialah Islam, Nasionalisme dan monoisme / sosialisme. Aktualisasi aliran islam muncul pertama dalam SI, sedangkan yang bertolak, marxisme dan Nasionalisme muncul dalam PKI dan PNI.
24
(23)
dengan memperkenalkan analisa lemin dan Bucharin tentang imperialisme sebagai tingkat terakhir dari kapitalisme.25
Perjalanan kehidupan parpol di Indonesia sering dihadapkan pada berbagai masalah, seperti bagaimana partai politik mengorganisir dirinya agar terbebas dari ancaman perpecahan; bagaimana hubungan antara parpol dengan rakyat mendukungnya; bagaimana peranan, ideologi di dalam kehidupan partai untuk memperoleh sarana, material, serta bagaimana peranan partai politik bagi kelancaran perputaran mesin partai.
26
Partai politik yang berdiri sejak dikeluarkannya maklumat pemerintah sedangkan dalam buku kepartaian Indonesia terbitan kementerian penerangan tahun 1951 sebagai berikut: kepartaian di Indonesia.
Dengan dikeluarkannya maklumat pemerintahan tertanggal 3 November 1945 yang ditanda tangani oleh Wapres Moh.Hatta, jelas membawa parpol memiliki garis tempat berpijak yang kokoh isi maklumat tersebut antara lain memuat keinginan pemerintah akan kehadiran parpol.
27
2. Dasar Kebangsaan
1. Dasar Ketuhanan
a) Masyumi; b) PSI
c) Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) d) Partai Kristen Indonesia (Parkindo) e) Partai Katholik
25
Anthony Rera, The Indonesion Nation Revolution 1945-1950, Victoria: Longman, 1974. hal. 6.
26
Arbi Samit, Sistem Politik, Jakarta: 1998, hal. 40. 27
(24)
a. PNI
b. Persatuan Indonesia Raya (PIR) c. Parindra (Partai Indonesia Raya) d. Partai Rakyat Indonesia (PRI) e. Partai Demokrat Rakyat (Banteng) f. Partai Rakyat Nasional (PRN) g. Partai Wanita Rakyat (PWR)
h. Partai Kebangsaan Indonesia (Parki) 3. Dasar Marxisme
a. PKI
b. Partai Sosialis Indonesia c. Partai Murba
d. Partai Buruh
e. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) 4. Partai lain-lain
a. Partai Demokrat Tionghoa (PTDI) b. Partai Indonesia Nasional (PIN)
Disamping itu ada 2 partai politik yang cukup besar pengaruhnya di dalam masyarakat yang belum tercantum dalam daftar diatas yakni NU yang secara resmi berdiri sebagai partai politik yang berazaskan islam tahun 1952 dan partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) berdasarkan kebangsaan.
Adapun Alfian dalam mengelompokkan partai politik berdasarkan hasil pemilu 1955 yakni:28
28
Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia, Surabaya, 1998, hal. 96.
(25)
1. Aliran Nasionalis : a. PNI; b. PRN; c. PIR Hazanin; d. Panindra; e. Partai buruh; f. SKI; g. PIR – Wongsonegoro. 2. Partai Islam : a. Masyumi; b. NU; c. PSII; d. Persi
3. Aliran Komunis : a. PKI; b.SODSI; c. BTI 4. Aliran Sosialis : a. PSI; b. GTI
5. Aliran Kristen : a. Partai Katholik; b. Parkindo
Cara lain menurut Alfian dengan pengelompokan partai politik; non agama; islam dan kristen. Pengelompokan ini nampaknya relevan dengan pemikiran K.H.A. Wahid Hasyim.29
29
H. Aboebakar, Sejarah Hidup K.H. Wahid Hasyim, Jakarta: Karangan Tersiar, 1957, hal. 96.
Sebagai akibat dari pemerintahan diktator yang dilaksanakan oleh Sep ang, maka di dalam negara kita berkembang tiga aliran yakni: a. Nasional Opportunis; b. Nasionalis islam; dan c. komunis & sosialis
Ketiga golongan utama inilah yang mendominasi kehidupa politik kita melalui parpol. Kalau pada zaman penjajahan konflik antar golongan dapat ditutupi dengan cara melawan penjajahan sebagai intrik politik diantara masing-masing golongan tidak menampilkan perpecahan antara jalan keluarnya dengan mendirikan partai baru yang juga mempunyai problem tersendiri dalam menghadapi pemerintah kolonial. Tetapi dalam perkembangan berikutnya setelah lepas dari penjajahan. Dampak semakin intensif upaya menanamkan ideologi dalam masyarakat dan masing-masing sebagai golongan politik yang menampakkan identitas sebagai golongan yang memang memiliki ambisi untuk mempertaruhkan segalanya dan mencapai tujuan dan kekuasaan politik.
(26)
Dengan adanya anjuran dan jaminan pendirian serta hak hidup parpol, maka tahun 1955 kita meyakinkan pertumbuhan parpol yang subur dengan diselingi konflik yang terkadang berbaur antagomistis diantara berbagai golongan yang ada.
Salah satu ciri utama kehidupan politik masa demokrasi liberal ditandai dengan pergantian kabinet yang berulang kali rasa berumur 8 bulan. Inilah resiko multi partai yakni pertentangan yang tidak pernah berkesudahan antar elit politik terutama golongan nasionalis dan ulum. Adapun simbol kedua golongan itu adalah PNI dan Masyumi. Hanya terdapat dua kabinet yang diperintah secara berimbang antara dua golongan tersebut. Golongan lain adalah PSI, PSII, NU, IPKI dan beberapa partai kecil lainnya yang ikut duduk dalam kabinet sampai berakhirnya pemilu 1955. Yang perlu dicatat masa ini nampak sekali percaturan politik bercirikan militari politisi sipil.
Pemilu 1955 mengangkat posisi Nu dan PKI ke panggung politik dan mendepak PSI keluar, karena partai ini sangat merosot dalam perolehan suara karena tidak ada partai yang mayoritas dalam pemilu, membuka peluang adanya koalisi. Kondisi semacam ini menjadi salah satu penyebab sering terjadinya pergantian kabinet, masa orde baru tidak mungkin menyelenggarakan pembangunan ekonomi karena perhatian lebih banyak ditujukan pada pembenahan bidang politik.
Dengan konflik yang berkepanjangan dalam tubuh badan konstituante dalam merumuskan UUD yang bersifat tetap, mendorong P.Soekarno menggunakan kekuasaan ekstra-konstitusional dengan dekritnya dan melahirkan demokrasi terpimpin. Masa ini nampak kekusasaan P. Soekarno mengisap hampir
(27)
seluruh kekuasaan yang ada di sekelilingnya dan berakhirlah kekuasaan partai politik.
5.1.6. Undang-Undang Partai Politik
Dalam pelaksanaan Pemilu, UU No.31 tahun 2002 tentang partai politik merupakan UU yang berhubungan erat dengan pemilu. Tidak heran baik UU partai politik maupun UU Pemilu sering disebut sebagai paket UU politik. Di masa ORBA, UU partai politik (dulu disebut UU Partai politik dan GOLKAR), hanya mengatur dua partai politik yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia serta Golongan Karya yang tidak disebut sebagai partai politik tetapi benar – benar berfungsi sebagi partai politik. Dengan jatuhnya Soeharto, UU Partai politik dan Golkar mengalami perubahan yaitu menjadi UU No. 2 tahun 1999 tentang partai politik. Dengan UU ini, maka jumlah partai politik tidak lagi dibatasi. Golkarpun kemudian berubah menjadi partai lokal
Dalm perkembangannya UU No.2 tahun 1999 dipandang tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perubahan ketatanegaraan. Sehingga diganti dengan UU No. 31 tahun 2002. dalam UU ini dikatakan bahwa Partai politik merupakan salah satu wujud partisipasi yang penting dalam mengembangkan kehidupan demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan, kesetaraan, kebersamaan, dan kejujuran.
5.1.7. Kampanye
5.1.7.1. Pengertian Kampanye
R.A .Sentosa Sastropoetra mendefinisikan atau mengartikan bahwa kampanye adalah suatu kegiatan komunikasi antara komunikator (penyebar pesan) kepada komunikan (penerima pesa) yang dilakukan secara intensif dalam jangka
(28)
waktu tertentu, secara berencana dan berkesinambungan.30 Kampanye politik secara universall dapat didefinisikan sebagai suatu cara yang digunakan para warga dalam demokrasi untuk menentukan siapa yang akan memerintah mereka. Menurut pasal 1 butir 11 UU No. 12 tahun 2003 (pemilu legislatif) kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu dan atau calon anggota DPR, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota madya untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan program-programnya.31
Menurut Gabriel Almond yang dikutip oleh Maswadi Rauf, menyatakan bahwa salah satu bentuk komunikasi politik adalah kampanye politik
Ciri utama dari kampanye adalah persuasif, perubahan sikap dan tingkah laku dari objek komunikasi (komunikator) yang ingin di capai melalui himbauan dan ajakan. Faktor penting disini adalah membuat komunikan tertarik sehingga mau secara sadar dan sukarela menerima dan menuruti keinginan komunikator.
32
Bagi kampanye politik keefektifan adalah memenangkan pemilihan, sedangkan efisiensi adalah memenangkan pemilihan dengan pemanfaatan sumber-sumber yang tersedia secara tepat dengan mengimplementasikan dan merealisasikan ketentuan-ketentuan yang ditekankan dengan menawarkan program, visi dan misi partai politik. Isi pesan dalam kampanye adalah program-program dan pandangan atau pendapat partai politik. Melalui kampanye, para juru
( Rauf, 2000; 136 ). Kampanye politik versi Gabriel Almond beranggapan bahwa arus komunikasi bisa mengalir dari bawah ke atas yaitu dari masyarakat ke penguasa politik dan dari atas kebawah yaitu dari penguasa politik ke masyarakat.
30
Ruslan, 2005, hal. 64. 31
Suprianto, 2004, hal. 11.
32
(29)
kampanye menyampaikan kebaikan dan keunggulan program, rencana-rencana kerja yang akan dilakukan oleh partai bersangkutan bila keluar sebagi pemenang dalam pemilu, dan pandangan partainya dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Dalam ilmu politik ada 4 teknik kampanye yaitu : 1. Kampanye dari pintu ke pintu (door to door campaign)
Dilakukan dengan cara kandidat mendatangi langsung para pemilih sambil menanyakan persoalan-persoalan yang mereka hadapi.
2. Kampanye diskusi kelompok (Group discussion)
Dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi kecil, yang membicarakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat
3. Kampanye massa tidak langsung ( Indirect mass Campaign )
5.1.7.2. Bentuk – Bentuk Kampanye
Bentuk – bentuk kampanye yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan itu di kemukakan seperti pada pasal 22 UU No.12 2003 menyatakan bahwa kegiatan kampanye itu dilakukan melalui :
1. Pertemuan terbatas 2. Tatap muka
3. Penyebaran melalui medi cetak dan media elektronik 4. Penyiaran melalui radio atau Televisi
5. Penyebaran bahan kampanye kepada umum 6. Pemasangan alat peraga di tempat umum 7. Rapat umum
(30)
Dengan demikian apabila ada perbuatan – perbuatan diatas dilakukan oleh para peserta pemilu, dengan mengetahui dan menghendaki perbuatan itu dilakukan untuk meyakinkan para pemilih maka sudah termasuk kategori kampanye pemilu.
5.2. Pemilihan
Suatu proses dan kegiatan memilih itu diserdehanakan penyebutannya menjadi pemilihan. Dalam hal pemilihan itu rakyat harus ikut, tanpa dibeda-bedakan maka dipakailah sebutan pemilihan umum, disingkat dengan Pemilu.33
33
Sastroatmodjo Sudijono, Op.cit., hal. 16.
Maka pemilu berarti rakyat atau pemimpin rakyat atau pemimpin negara.
Di negara-negara yang demokratis pemilihan merupakan alat untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah dan sistem politik yang berlaku. Dengan hal itu pula, pemilihan tetaplah merupkan bentuk partisipasi politik rakyat.
5.3. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara Langsung
PILKADA (Pemilihan Langsung Kepala Daerah) yang diawali seteleh diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 merupakan langkah maju bagi proses demokratisasi lokal di Indonesia. Melalui Pelaksanaan Otonomi Daerah sebagai media untuk menyebarkan sistem demokrasi yang semakin disempurnakan, termasuk melalui Pemilihan Langsung Kepala Daerah diharapkan memacu tumbuhnya kekuatan yang pro demokrasi di daerah. Artinya melalui Pemilihan Kepala Daerah yang secara langsung ini, akan lahir aktor-aktor demokrasi di daerah, yang kemudian diharapkan mampu melakukan gerakan-gerakan baru bagi perubahan.
(31)
Keseriusan pemerintah dalam menangani Pilkada tercermin dari perangkat regulasi dan kelembagaan. Tercatat sederet kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk memuluskan pelaksanaan,34
1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
seperti:
2. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
3. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintahan No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
4. Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Dukungan Pemerintah Daerah untuk Kelancaran Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Tata kelola (governance) Pilkada menyangkut berbagai aspek yang menentukan keberhasilan Pilkada yaitu aspek kesiapan masyarakat pemilih, ketrampilan petugas lapangan, pendanaan, dan peraturan pemilihan. Good Pilkada
Governance adalah Pilkada yang dilaksanakan secara demokratik, dengan
memberi peluang kepada para calon kepala daerah untuk berkompetisi secara jujur dan adil. Pilkada harus bebas dari segala bentuk kecurangan yang melibatkan
34
Syamsul H. Tubani, Pilkada Bima 2005; Era Baru Demokratisasi Lokasi di Indonesia, Jawa Timur: Bina Swagiri-Fitra Tuban, 2005, hal. ix.
(32)
penyelenggara pemilihan, mulai dari proses pencalonan, kampanye, sampai dengan pemungutan dan penghitungan suara.35
Good Pilkada governance setidaknya akan menghasilkan enam manfaat
penting.
Pilkada berupaya menghasilkan kepala daerah yang lebih baik, lebih berkualitas, dan memiliki akseptabilitas politik yang tertinggi serta derajat legitimasi yang kuat, karena kepala daerah terpilih mendapat mandat langsung dari rakyat. Penerimaan yang cukup luas dari masyarakat terhadap kepala daerah terpilih sesuai dengan prinsip mayoritas perlu agar kontroversi yang terjadi dalam pemilihan dapat dihindari. pada gilirannya, pemilihan kepala daerah secara langsung akan menghasilkan Pemerintah Daerah yang lebih efektif dan efesien, karena legitimasi eksekutif menjadi cukup kuat, tidak gampang digoyang oleh legislatif.
36
1. Sebagai solusi terbaik atas segala kelemahan proses maupun hasil pemlihan kepala daerah secara tidak langsung lewat DPRD sebagaimana diatur di dalam UU Otonomi Daerah No. 22 Tahun 1999. Pilkada menjadi kebutuhan mendesak guna menutupi segala kelemahan dalam pemilihan Kepala Daerah pada masa lalu. Pilkada bermanfaat untuk memperdalam dan memperkuat demokrasi lokal, baik pada lingkungan pemerintahan maupun lingkungan kemasyarakatan (civil society).
2. Pilkada akan menjadi penyeimbang arogansi lembaga DPRD yang selama ini seringkali mengklaim dirinya sebagai satu-satunya institusi pemegang mandat rakyat yang representatif. dengan Pilkada akan memposisikan
35
Ibid., hal. xxi.
36
(33)
Kepala Daerah juga sebagai pemegang langsung mandat rakyat, yaitu untuk memerintah (eksekutif). Lembaga DPRD lebih dikhususkan pada pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan kebijakan.
3. Pilkada akan menghasilkan kepala pemerintahan daerah legitimasi dan justifikasi yang kuat di mata rakyat. Kepala Daerah hasil Pilkada memiliki akuntabilitas publik langsung kepada masyarakat daerah selaku konstituennya, bukan seperti yang selama ini berlangsung yaitu kepada DPRD. Dengan begitu, manuver politik para anggota dewan akan berkurang, termasuk segala perilaku bad politics-nya.
4. Pilkada berpotensi menghasilkan Kepala Daerah yang lebih bermutu, karena pemilihan langsung berpeluang mendorong majunya calon dan menangnya calon Kepala Daerah yang kredibel dan akseptabel di mana masyarakat daerah, menguatkan derajat legitimasi dan posisi politik Kepala Daerah sebagai konsekuensi dari Sistem pemilihan secara langsung oleh masyarakat.
5. Pilkada berpotensi menghasilkan pemrintahan suatu daerah yang lebih stabil, produktif dan efektif. tidak gampang digoyah oleh ulah politisi lokal, terhindar dari campur tangan berlebihan atau intervensi pemerintah pusat, tidak mudah dilanda krisis kepercayaan publik, dan berpeluang melayani masyarakat secara lebih baik.
6. Pilkada berpotensi mengurangi praktek politik uang (Money Politics) yang merajalela dalam proses pemilihan Kepala Daerah tidak langsung.
Sementara itu, apabila ditinjau dari lingkungan kemasyarakatan (civil
(34)
penguatan kehidupan politik masyarakat lokal kita. paling tidak pilkada akan memajukan lembaga kemasyarakatan dan menyehatkan perilaku politik masyarakat daerah kita dalam lima hal sebagai berikut, 37
1. Pilkada bakal meningkatkan kesadaran politik masyarakat daerah dalam segenap proses pemilihan, mulai dari pendaftaran, pencalonan, kampanye, pemungutan suara, dan penetapan serta pelantikan calon terpilih. Pemahaman dan pengetahuan mereka terhadap realitas politik di daerahnya akan kian meningkat seiring dengan ketelibatan, keaktifan dan pengalaman mereka dalam berpemilu. Pendek kata, pemilihan Kepala Daerah menjadi suatu mekanisme perubahan politik yang teratur, tertib dan periodik, tidak menyeramkan bahkan ditunggu-tunggu kedatangannya.
yaitu:
2. Pilkada bakal memicu aktifitas politik masyarakat di arah lokal yang memberi kesempatan lebih besar pada setiap orang untuk berpartisipasi dan mengembangkan organisasi madani. Pengorganisasian masyarakat lewat berbagai macam bentuk LSM dan ormas (civil society organizatio), pendidikan anggota masyarakat menjadi pemilih yang cerdas, dan keterlibatan warga dalam segenap tahapan pemelihan merupakan latihan demokrasi bernilai tinggi. dengan begitu, proses pemilihan pemimpin pemerintahan daerah tidak hanya dilepaskan ke tangan segelintir elite di DPRD yang mengatasnamakan rakyat, tetapi dengan melibatkan masyarakat sebagai stakeholder.
3. Pilkada bakal memperluas akses masyarakat lokal untuk memepengaruhi proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka,
37
(35)
misalnya dengan turut langsung menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin pemerintahan daerah yang akan membawa mereka menggapai mimpi hidup sejahtera dan bahagia serta tetap terus terlibat sebagai
Active-citizens dalam mempengaruhi pembuatan kebijakan publik yang dilakukan
oleh Kepala Daerah terpilih sebagai janji-janjinya pada waktu kampanye dulu, bahkan dalam mengawasi sang Kepala Daerah jika menyalahgunakan kekuasaan ketika memangku jabatan. Jadi, Pilkada memaksa Kepala Daerah untuk tetap memperhatikan aspirasi masyarakat dalam menjalankan roda pemerintahan atau dia akan terjungkal dalam Pilkada berikutnya.
4. Pilkada bakal memotivasi media lokal untuk lebih aktif terlibat dalam segenap tahapan pemilihan mulai dari pendaftaran pemilih hingga pelantikan Kepala Daerah terpilih. tidak hanya itu, media juga akan aktif mengkritisi dan mengawal segenap proses penyelenggaraan Pilkda dari berbagai kelainan dan penyimpangan yang merugikan masyarakat pemilih, baik yang dilakukan oleh petugas pelaksana pemilihan mapun oleh pasangan calon serta partai politik. Dengan demikian, the power of media akan memberi kontribusi cukup besar bagi kelancaran jalannya PILKADA.
5. 5Pilkada bakal calon mendorong berkembangnya spirit kemandirian di dalam tubuh partai politik di daerah dan sekaligus mengurangi intervensi pengurus pusat partai politik, karena pasangan calon yang ditampilkan agar dapat memenangi pemilihan tidak dapat tidak mestilah yang
(36)
mempunyai nilai jual tinggi di mata pemilih di daerah itu. Pilkada juga berpotensi untuk menumbuhkan demokrasi di kalangan internal partai politik di daerah lewat mekanisme konvensi, musyawarah atau muktamar partai yang menghargai kedaulatan anggota. selain itu, lewat Pilkada mesin partai politik di daerah akan berputar, sehingga menyehatkan tubuh partai. Jadi, kehadiran Pilkada bisa menyuburkan kehidupan partai politik di daerah.
6. Metodologi Penelitian 6.1. Jenis Penelitian
Penyusunan skripsi ini menggunakan jenis metode Penelitian Deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan, menuliskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu. Studi ini menggunakan pendekatan variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu suatu metode dalam peneltian individu maupun kelompok masyarakat, sistem pemikiran maupun suatu peristiwa pada masa tertentu.38
Lokasi Penelitian
Maka pemilu berarti rakyat atau pemimpin rakyat atau pemimpin negara.
Di negara-negara yang demokratis pemilihan merupakan alat untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah dan sistem politik yang berlaku. Dengan hal itu pula, pemilihan tetaplah merupkan bentuk partisipasi politik rakyat.
Penelitian yang ingin dilakukan berlokasi di DPD PAN Kota Medan.
38
Buhan Bulkin, Metodologi Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga Unversity Press, 2001. hal. 48.
(37)
Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek yang terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala, nilai atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristis tertentu dalam penelitian.39
Adapun teknik analisa nata yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis analisa data kualitatif, dimana jenis analisa data seperti ini banyak dipergunakan dalam jenis penelitian deskriftif, yaitu: suatu metode yang lebih didasarkan kepada pemberian ganbaran yang terperinci yang
Sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi yang mejadi sumber data yang sebenarnya dalam sauatu penelitian. Pengambilan yang sebagian itu dimaksudkan srebagai reperesentasi seluruh populasi.
Jadi, populasi dan sampel ini terkait kepada DPD PAN Kota Medan dalam pemenangan walikota dalam Pilkada 2005.
6.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperolah data atau informasi, keterangan-keterangn atau fakta-fakta yang diperlukan, maka penulis mengutamakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Data Primer: Wawancara, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan dialog langsung dengan responden yang berhubungan dengan opjek penelitian.
2. Data Sekunder: Penelitian kepustakaan (Library Research), yaiyu mempelajari buku-buku, peraturan-peraturan, laporan-laporan serta bahan-bahan lain yang berhubungan dengan penelitian.
6.5. Teknik Analisa Data
39
(38)
mengutamakan penghayatan dan berusaha memahami suatu peristiwa dalam situasi tertentu menurut pandangan penelitian.40
40
Hadari Nawawi, Op. Cit., hal. 40.
Kemudian data yang ada dikelompokkan dan disajikan dalam bentuk tabel-tabel dan uraian. Jadi menulis hanya menganalisa dengan cara menggambarkan data yang diperoleh dengan mengadakan atau memberi interpretasi.
7. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian.
BAB II DESKRIPSI UMUM PARTAI AMANAT NASIONAL
Bab ini menguraikan gambaran Partai Amanat Nasional di Kota Medan yaitu dimulai meceritakan dari sejarah terbentuknya Partai Amanat Nasional di Medan, Perjuangan Partai Amanat Nasional di Medan, Perkembangan Partai Amanat Nasional di Medan dan Visi dan Misi serta Program kerja partai secara umum
BAB III PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA
Dalam bab ini merupkan analisa dari fakta yang diperoleh dengan menggunakan teori yang ada dan beberpa tulisan terdahulu serta mengetahui tanggapan mengenai Peran Partai Amanat Nasional Kota Medan dalam Pemenangan Walikota pada Pilkada Tahun 2005 di Kota Medan.
(39)
BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta berisi saran-saran yang mungkin berguna bagi penulis secara khusus dan berguna bagi lembaga-lembaga yang terkait secara umum.
(40)
BAB II
DESKRIPSI UMUM PARTAI AMANAT NASIONAL 2.1. Sejarah Umum Berdirinya Partai Amanat Nasional
Setelah Soeharto lengser, dengan pernyataannya “berhenti” dari jabatan Presiden Republik Indonesia, pada 21 Mei 1998, B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden RI ketiga. Tiga jam setelah acara pelantikan, Amien Rais mengunjungi Habibie dan memakluminya, “Sejak sekarang saya akan menjadi sparring-partner Anda. Anda didalam kekuasaan, dan saya di luar akan terus mengoreksi dan mengritik”. Selanjutnya ia menyampaikan, “Bagi saya, kabinet Anda itu adalah tradisional”.
Artinya, segera disiapkan pemilu yang betul-betul luber dan jurdil. Kemudian, siapkan sebuah MPR yang betul-betul dipilih agar rakyat menikmati hak-hak demokrasinya. Namun, saya juga sadar bahwa tugas yang paling mendesak adalah mengatasi perut rakyat. Sebenarnya, setelah Pak Harto lengser, hati kecil Amien Rais ingin kembali ke Muhammadiyah, untuk menekuni kegiatan dakwah, pendidikan, dan sosial akan tetapi, keinginannya harus berhadapan dengan tuntutan dan harapan yang terlanjur dipikulkan ke pundaknya.
Menurut Sekjen Komnas HAM Baharuddin Lopa, yang langsung menemuinya dikator PP Muhammadiyah, “Amien sudah berhasil merobohkan, kini rakyat menunggu bagaimana ia membangun”.Bahkan dengan kalimat yang lebih lantang, Eep Saefullah Fatah dalam kolomnya menyatakan; “Jika Amin masih berpikir sebagai moralis an sich yang tak serius mengejar target kepemimpinan nasional, maka sebetulnya ia berkhianat kepada konstituen yang telah membesarkannya.
(41)
Bahkan, bisa membuatnya tak bertanggung jawab, mengingat amanat sebagian (besar) publik belum tuntas ia tunaikan”. Pada tabloid Adil, dalam sebuah artikelnya berjudul “Ijtihad dan Terobosan”, Amien mengungkapkan perasaannya sebagai berikut: “Seandainya ada pilihan saya untuk kembali ke kandang Muhammadiyah, setelah Soeharto turun panggung, tentu saya akan mengambil pilihan ini dengan amat sangat gembira.
“Namun rupanya, dalam hidup ini ada pilihan yang seolah datang dari luar, sebagai tuntutan masyarakat kepada kita, yang akhirnya tidak bisa kita hindarkan”. Untuk memantapkan pilihannya, kemudian Amien Rais membawa kebimbangannya ini ke dalam rapat PP Muhammadiyah (saat itu Amien Rais masih ketuanya).
Hasilnya, sebagian mengharapkan ia meneruskan perjuangannya dengan cara terjun ke partai, sementara yang lainnya menganggap tugasnya sudah selesai, dan kini saatnya ia pulang kandang. Dalam dilema seperti inilah kemudian Amien mengambil keputusan yang disebutnya sebagai “ijtihad politik” untuk terus berjuang lewat partai politik.
Dalam dilema seperti inilah kemudian Amien mengambil keputusan yang disebutnya sebagai “ijtihad politik” untuk terus berjuang lewat partai politik. Persoalan baru timbul, apakah harus membuat partai politik baru atau cukup bergabung dengan partai yang ada. Pada saat itu timbul desakan dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI agar Amien mendirikan partai politik baru dan menolak bergabung dengan partai lama. Di MARA juga terjadi perdebatan yang makin lama semakin
(42)
mengkristal. Apakah MARA tetap seperti bentuknya semula, yakni sebagai
cabinet watch dog, atau diubah menjadi partai politik.
Kelompok pertama, merupakan kelompok yang menginginkan MARA tetap sebagaimana jati dirinya ketika dilahirkan, dimotori oleh Zumrotin dan Nur Syahbani Kacasungkana. Bahkan karena sangat khawatirnya sampai-sampai Ratna Sarumpaet menyatakan, kalau MARA berubah menjadi partai politik, ia akan kehilangan simpati dari masyarakat. Sedangkan kelompok kedua, merupakan kelompok yang menginginkan MARA berubah menjadi partai politik.
Yang paling vokal dan gigih memperjuangkannya ide ini adalah Fikri Jufri, yang didukung oleh Ulil Absar Abdallah dan Ong Hok Ham. Fikri dan Ulil bahkan sudah siap dengan usulan yang lebih jauh, yakni memperjuangkan Amien Rais menjadi Presiden dalam pemilu mendatang. Bagi Ulil, fenomena Amien Rais yang muncul saat itu belum tentu berulang dalam lima puluh tahun. Menurut pengamatannya, figur Amien Rais, yang dinobatkan sebagai “lokomotir” reformasi oleh berbagai media massa dan diakui sebagai tokoh reformasi oleh berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, memiliki sumber daya dan dukungan sangat kuat. Apalagi sampai saat itu, belum ada satupun parpol yang berhasil memikat dirinya.
Pada tanggal 5-7 Juli 1998 dilaksanakan Tanwir Muhammadiyah di Semarang yang dihadiri oleh seluruh jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah serta utusan dari tingkat wilayah (propinsi). Amien Rais sangat berharap Tanwir, akan mengambil semacam keputusan yang dapat dijadikan pegangan untuk melangkah lebih lanjut.
(43)
Dalam sidang komisi, mayoritas peserta menginginkan agar warga Muhammadiyah membangun partai yang baru. Namun dalam keputusan resmi dinyatakan bahwa Muhammadiyah tidak ada pernah berubah menjadi parpol, juga tidak akan membidani lahirnya sebuah parpol. Tetapi warga Muhammadiyah diberi keleluasaan untuk terlibat dalam parpol sesuai dengan minat dan potensinya. Ketika memberikan sambutan pada penutupan Sidang Amien Rais menyinggung kemungkinan lahirnya sebuah parpol baru dimana Syafi’i Maarif akan menjadi ketuanya. Hal yang sama diulanginya ketika konferensi pers dengan para wartawan yang hadir. Syafi’i Maarif, yang merasa belum pernah diajak bicara masalah ini secara panjang lebar, merasa kaget.
Saat dikonfirmasikan wartawan tentang pernyataan Amien, ia enggan berkomentar. Dalam pembicaraan-pembicaraan informal, ia merasa ragu dan tidak yakin dapat menjalankan peran itu, mesikpun Amien terus berusaha menyakinkannya.
Amien Rais juga meminta bantuan Sandra Hamid dan Goenawan Mohammad untuk meyakinkannya. Tetapi, makin lama sikap Syafi’i Maarif makin tegas untuk menolak. Sampai suatu saat ia menyampaikan kepada Amien, “Anda sajalah yang ke partai, biar saya yang menjaga Muhammadiyah”.
Sekembalinya dari Malaysia dalam rangka memenuhi undangan Universitas Malaya serta bersilaturahmi dengan Perdana Menteri Mahathir Muhammad dan wakil Perdana Menteri Anwar Ibrahim, Amien Rais berkunjung ke rumah Anwar Harjono.
Pada saat itu, Anwar Harjono mengutarakan harapannya agar Amien mau memimpin sebuah parpol yang sedang diproses oleh tokoh-tokoh DDII. Bahkan,
(44)
Yusril Ihza Mahendra, yang ketika itu sedang berada di luar kota, sempat menyampaikan dukungannya lewat telepon. Dalam ceramah ataupun wawancara dengan para wartawan, Amien juga menyinggung kemungkinan mendirikan parpol baru bersama Yursril.
Namun bersamaan dengan itu, Amien selalu menyebutkan bahwa nama partai yang akan didirikannya adalah Partai Amanat Bangsa (PAB), sebuah partai terbuka, yang akan mengakomodasi seluruh potensi bangsa. Tanggal 18 Juli pagi, Amien Rais kembali berkunjung ke rumah Anwar Harjono dengan ditemani oleh muhammad Dawam Rahardjo. Saat itu juga hadir tokoh-tokoh teras PPP, diantaranya: Buya Ismail Hasan Metareum, Aisyah Amini, dan Husein Umar.
Saat itu mereka menawarkan kepada Amien untuk bergabung dengan PPP. Husein Umar menyatakan bahwa bagaimanapun PPP adalah hasil fusi dari partai-partai Islam. Karena itu, sebagai salah seorang tokoh umat, Amien mempunyai kewajiban untuk menyelamatkannya.
Sementara itu, Dawam menentang keras usulan ini, bahkan secara tegas mendorong Amien agar segera membuat parpol baru. Tidak ada keputusan ataupun kesepakatan dalam pertemuan itu.
Sore harinya, Amien menghadiri acara Rakornas ICMI di Hotel Cempaka Jakarta. Pada kesempatan ini, Amien dikukuhkan kembali sebagai Ketua Dewan Pakar ICMI, yang sempat dengan terpaksa ditinggalkannya. Banyak yang lega dengan keputusan tersebut, namun ada juga yang bersedih. Yang gembira memandang, kembalinya Amien seperti kembalinya seorang anak yang sempat hilang. Sedangkan yang sedih memandang, Amien menjadi besar justru saat kita terlempar dari ICMI, sehingga ia diterima sebagai simbol perlawanan total
(45)
terhadap rezim Soeharto. Dikhawatirkan, dengan kembalinya Amien ke ICMI, ia akan mengerdil. Ketika ditanya wartawan berkenaan dengan pengukuhan itu, Amien menjawab datar, “Ah!, kembalinya saya ke ICMI sekadar untuk menyindir Soeharto saja”. Tanggal 20 Juli, sedianya Amien Rais akan kembali datang ke rumah Anwar Harjono untuk menghadiri pertemuan dengan tokoh-tokoh Badan Koordinasi Umat Islam (BKUI).
Tetapi karena sangat lelah dan kondisinya kurang sehat, setelah memberikan ceramah di Jawa Timur, Amien hanya menitipkan pesan yang dibacakan dalam pertemuan itu. Salah satu pesannya, ia menginginkan partai yang akan dibentuk bernama Partai Amanat Bangsa (PAB). Menurut Amien, kata amanat memiliki makna spiritual dan mengandung pesan Amien Rais, Anwar Harjono kemudian menyampaikan pokok-pokok pikirannya. Ia mulai dengan menegaskan bahwa sejak awal, partai yang akan dibentuk dimaksudkan untuk mempersatukan umat secara bulat. “Kalau ditanya, apakah partai ini nantinya akan memperkuat PPP, maka jawabnya, jelas tidak” kemudian Anwar melanjutkan; “Apakah akan menghidupkan Masyumi? Jawabnya ada dua”.
Dengan nada datar beliau menegaskan, untuk menghindari polemik yang berlarut-larut dalam masalah ini, maka disepakati secara aklamasi sebuah kompromi. Pertama, Masyumi tidak akan dihidupkan kembali.Yang dituntut hanya sebatas pemulihan nama baik saja. Kedua, nama partai yang akan dilahirkan adalah Partai Bulan Bintang (PBB).
Menurut Anwar Harjono, saat bertemu Amien Rais, lalu nama tersebut disodorkan, Amien tidak berkomentar. Hal ini kemudian disimpulkan bahwa Amien setuju. “Tetapi, anehnya, mengapa kepada media massa kok dia menyebut
(46)
Partai Amanat Bangsa terus”, katanya. Dengan nada prihatin Anwar melanjutkan bahwa orang-orang Golkar mengharapkan agar Amien tetap memimpin Muhammadiyah saja. Akhirnya, rapat memutuskan bahwa nama PBB tidak akan diubah, sedangkan AD dan ART yang sudah disusun, cukup lama oleh tim tidak akan dibicarakan lagi, mengingat keinginan untuk mendirikan sebuah partai Islam atau partai yang bernapaskan Islam sudah muncul sejak tahun 1996. Jadi, usulan Amien tidak akan dibicarakan lagi.
Tanggal 22 Juli, Amien Rais menghadiri pertemuan MARA di hotel Borobudur. Dalam acara yang membahas situasi politik terahir ini, hadir antara lain, Goenawan Mohammad, Fikri Jufri, Dawam Rahardjo, Zumrotin, dan Ismed Hadad.
Mereka kemudian menyimpulkan bahwa terombang-ambingnya Amien disebabkan karena kelambanan dan tidak adanya sikap yang tegas dari MARA. Apalagi cukup lama MARA tidak mengadakan pertemuan, sehingga banyak kejadian yang tidak disikapi. Dari hasil diskusi dan evaluasi kinerja MARA, Goenawan kemudian menyimpulkan bahwa disepakati perlunya MARA mempersiapkan pembentukan partai, disamping fungsinya semula sebagai gerakan moral. Tim kecil yang diharapkan akan membidani lahirnya sebuah parpol kemudian dibentuk.
Tanggal 23 Juli, Amien Rais bertemu tokoh-tokoh PPP di Pondok Indah. Dalam acara tersebut hadir, antara lain, Bachtiar Chamsyah, Aisyah Amini, Faisal Baasir, Yusuf Syakir, Fuad Bawazir, dan Sutrisno Bachir. Yusuf Syakir, yang bertindak sebagai juru bicara, menyampaikan bahwa PPP kini membutuhkan
(47)
“suntikan darah segar”. Bergabungnya Amien diharapkan akan memberikan image baru sebagai partai reformis pada partai berlambang bintang ini.
Mereka berjanji akan memperjuangkan Amien Rais menjadi ketua PPP pada muktamar yang dipercepat. Sekiranya Amien merasa kurang pas dengan lambang atau nama yang digunakan saat itu, semuanya bisa diperjuangkan saat muktamar. Terhadap lamaran ini, Amien hanya menjawab akan mempelajari dan menimbang-nimbang lebih dulu.
Tanggal 27 Juli, Amien Rais kembali menghadiri pertemuan MARA di Galeri Cemara, Jakarta. Hadir dalam acara tersebut, antara lain, Goenawan Mohammad, mochtar Pabottingi, dan Albert Hasibuan. Selesai pertemuan, diadakan konferensi pers. Dalam kesempatan ini Amien menyinggung lagi tentang rencana pendirian partai. Ia menyebut bahwa platform partai saat itu sedang dipersiapkan.
Lebih lanjut diutarakan bahwa untuk bidang politik dipimpin oleh Mochtar, hukum oleh Albert, sedangkan ekonomi oleh Anggito Abimanyu dan Faisal Basri. Seusai acara, Amien menemui Goenawan dan berbicara empat mata. Amien menceritakan lamaran tokoh-tokoh PPP beberapa hari sebelumnya. Ternyata Goenawan memberikan respon positif. Amien kemudian berpikir, bagaimana mengawinkan partai yang akan dilahirkan MARA dengan PPP yang akan direformasi.
Amien Rais kembali bertemu dengan tokoh-tokoh PPP di tempat yang sama di Pondok Indah. Dalam kesempatan ini ia mengutarakan, ia tertarik untuk bergabung dengan PPP. Namun, katanya, ibarat rumah, PPP perlu diperbanyak kamarnya, diperluas ruang tamunya, di perbesar dapurnya, karena akan hadirnya
(48)
penghuni baru, tanpa menggusur yang lama. Kalau perlu labelnya diganti, agar lebih menarik. Menanggapi usulan Amien, Yusuf Syakir, sebagai juru bicara PPP, menyampaikan bahwa masalah-masalah yang Amien utarakan dapat dibicarakan pada saat muktamar.
Yang penting, Amien masuk dulu. Dengan menjadi Ketua Majelis Pakar, Amien Rais bisa hadir dalam muktamar nanti. Amien juga dipersilakan membawa teman-temannya untuk menjadi anggota Majelis Pakar.
Usai pertemuan, Amien langsung berangkat menuju kantor Amin Aziz di Tebet. Di situ telah menunggu Syafi’i Maarif, Sutrisno Muhdam, A.M.Fatwa, dan Dawam Rahardjo. Mereka mendiskusikan untuk dan ruginya membuat partai baru atau bergabung dengan PPP. Kesimpulannya, baik mendirikan partai baru maupun bergabung dengan PPP sama-sama memiliki keunggulan sekaligus kelemahan. Idealnya adalah bila partai yang akan dilahirkan MARA dapat merger dengan PPP.
Tanggal 3 Agustus, Amien Rais kembali bertemu dengan tokoh-tokoh PPP di Pondok Indah. Hadir dalam acara tersebut antara lain, Yusuf Syakir, Aisyah Amini, Tosari Wijaya, Bachtiar Cahamsya, Ali hardi Kiai Demak, Faisal Basir, dan Salahuddin Wahid.
Sementara, Amien ditemani oleh Sutrisno Muhdam, Rusdi Hamka, Fuad Bawazir, Soenaoto, dan tuan rumah Sutrisno Bachir. Dalam pertemuan ini, kemungkinan Amien bergabung dengan PPP semakin konkret. Yusuf Syakir, selaku juru bicara PPP, menyampaikan hal-hal yang lebih konkret dibanding pertemuan sebelumnya. Pertama, ia menyatakan bahwa Buya sudah menyatakan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai ketua DPP. Kedua, masalah nama
(49)
partai dapat ditinjau kembali, meskipun mayoritas masih ingin mempertahankan nama PPP. Ketiga, bersama Amien Rais yang akan diusulkan sebagai Ketua Majelis Pakar, juga akan diusulkan nama-nama seperti Baharudin Lopa, Ahmad Bagja, Fuad Bawazir, Goenawan Mohammad, dan Salahuddin Wahid sebagai anggota.
Tanggal 5 Agustus, Amien menghadiri pertemuan yang dilaksanakan di wisma Tempo, Sirnagalih, Jawa Barat. Pertemuan ini dihadiri oleh tiga kelompok. Pertama, PPSK yang diwakili oleh Mochtar Mas’ud, Rizal Panggabean, Chairil Anwar, dan Machfud. Kedua, kelompok Tebet yang diwakili oleh Amin Aziz, Dawam Rahardjo, A.M. Fatwa, Abdillah Toha, dan A.M. Lutfi. Ketiga, kelompok MARA, diwakili oleh Goenawan Mohammad, Albert Hasibuan, Zumrotin Nursyahbani Kacasungkana, dan Ismed Hadad. Amien Rais berada disini sebentar, karena ia harus segera ke Bandara Soekarno-Hatta untuk berangkat ke luar negeri bersama Syafi’i Maarif.
Ada dua agenda besar yang harus dirumuskan dalam pertemuan ini. Pertama, menyusun platform partai. Kedua, menyepakati formatur yang akan ditugasi untuk menyusun kepengurusan. Melalui voting, nama partai kemudian disepakati sebagai Partai Amanat Nasional (disingkat PAN). Ketua formatur ditetapkan M.Amien Rais, dengan delapan anggota: Goenawan mohammad, Zumrotin, Abdillah Toha, A.M. Lutfi, A.M. Fatwa, Ismed Hadad, Albert Hasibuan, dan Rizal Panggabean.
Sepulang dari luar negeri, Amien diminta untuk menandatangani “surat kesediaan” untuk duduk di Majelis Pakar PPP. Beberapa media massa menyiarkan bergabungnya Amien Rais ke PPP. Mereka yang telah berkumpul di Wisma
(50)
Tempo merasa gelisah mendengar berita itu. Mereka berusaha menemui Amien untuk mendapatkan penjelasan kebenaran berita tersebut, selain keinginan segera menyampaikan hasil pertemuan yang sudah disepakati. Saat itu Amien dikitari orang-orang tertentu, sehingga tidak mudah ditemui.
Beberapa hari kemudian, muncul beberapa nada sumbang dari tokoh-tokoh PPP sendiri menanggapai rencana bergabungnya Amien itu. Selain itu, dari hasil jajak pendapat yang dilaksanakan Pimpinan wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, ternyata mayoritas warga Muhammadiyah menginginkan Amien mendirikan partai sendiri.Juga datang surat resmi dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI jakarta yang mendesak agar Amien mendirikan partai sendiri. Dengan perjuangan khusus, Rizal Panggabean dan A.M. Fatwa akhirnya berhasil menemui Amien, saat bersiap-siap untuk tampil dalam sebuah acara di TV swasta. Dan mereka pun menyampaikan hasil pertemuan di Sirnagalih.
Tanggal 13 Agustus malam, Amien Rais kembali bertemu dengan tokoh-tokoh PPP di Pondok Indah. Ada sekitar sepuluh tokoh-tokoh PPP yang hadir malam itu. Yusuf Syakir memulai dengan sebuah kiasan, “Pak Amien, ibarat orang pacaran, kini kita menikah, maka itu diharapkan Pak Amien tidak lagi melirik gadis lain”.
Namun Amien mengatakan bagaimana kalau PAN biar lahir dulu, kemudian dimerger dengan PPP. Amien kemudian menyinggung komentar beberapa petinggi PPP yang bernada negatif tentang rencana itu.
Yususf Syakir dan kawan-kawan berusaha meyakinkan bahwa komentar yang dimaksud bukan berarti menentang. Juga ia mengingatkan, apa pun yang ingin dicapai, semua memerlukan perjuangan.
(51)
Keesokan harinya, Amien Rais muncul di TV. Ia mengutarakan rencananya untuk mendirikan partai baru. Sebuah partai terbuka, lintas agama dan lintas etnik. Diharapkan partai ini bisa dideklarasikan tanggal 17 Agustus, bertepatan dengan hari kemerdekaan. Maka mulai saat itu, semua persoalan pun menjadi jelas. Segala spekulasi dan kesimpangsiuran berita seputar rencana Amien Rais, juga tarik-menarik antar berbagai kekuatan politik untuk memperebutkannya, berakhir sudah. Sekarang jelas, Amien Rais akan tampil dengan partai baru, baru dalam segala aspeknya: baru lembaganya, baru orang-orangnya, baru visinya, baru namanya, baru lambangnya, dan seterusnya.
Karena faktor teknis, deklarasi partai baru itu tidak bisa dilaksanakan seperti rencana semula, 17 Agustus. Deklarasi itu baru bisa dilakukan pada 23 Agustus 1998, di Istora Senayan. Puluhan Ribu massa berjubel menghadirinya. Puluhan tokohnya tampil di panggung, melambai-lambaikan tangan menyambut riuhnya tepuk tangan hadirin saat itu.
2.2. Platform Partai Amanat Nasional 2.2.1. Identitas
Identitas partai bersumber dari azas partai yang terdahulu dari keterkaitan pada moral agama yang menghargai harkat kemanusiaan dan kemajemukan sosial kultural dalam memperjuangkan kedaulatan rakyat, keadilan sosial dan kehidupan bangsa yang cerdas demi terwujudnya Indonesia baru yang cerah.
2.2.2. Sifat
Partai Amanat Nasional adalah partai yang bersifat terbuka dan mandiri dalam arti bahwa partai ini terbuka bagi warga negara Indonesia, laki – laki dan perempuan yang berasal dari berbagai pemikiran, latar belakang etnis dan agama
(52)
dan gender. Partai ini manganut prinsip nonsektarian dan non diskriminatif. Partai ini diikat oleh cita – cita politik dan landasan etika sosial yang sama.
2.2.3. Visidan Misi41
2.2.4.1. Politik dan Hukum
Dalam hal pembangunan masyarakat, Partai Amanat Nasional mencita citakan suatu masyarakat Indonesia yang demokratis, berkeadilan sosial, mandiri dan cerdas. Partai ini menginginkan tatanan yang memungkinkan setiap anggota masyarakat dapat mengembangkan kepribadiannya dalam suasan kebebasan.Setiap angota masyarakat dapat berperan serta dalam kehidupan politik, ekonomi dan budaya dan berperan serta dalam usaha – usaha mengembangkan kemanusiaan.
Dalam hal pemerintahan, Partai Amanat Nasional menentang segala bentuk kediktatoran, totalitarianisme dan otoritarianisme, karena berlawanan dengan harkat dan martabat manusia, memasung kemanusiaan dan menghancurkan hukum.
Partai ini menjunjung tinggi demokrasi dan bertujuan untuk mewujudkan tatanan sosial dan politik yang memungkinkan suburnya kehidupan masyarakat madani untuk mengawasi kekuasaan sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya penetrasi kekuasaan negara yang berlebihan terhadap individu.
Partai ini juga berjuang untuk berperan sebagai suplemen dan komplemen terhadap kewajiban dan peran negara.
2.2.4. Garis Perjuangan Partai
41
(53)
Partai Amanat Nasional berpendirian negara wajib menghormati dan melindungi kehidupan dan martabat warga negaranya. Pemerintah harus menciptakan prakondisi yang memberi kemungkinan yang luas bagi warga negara untuk mengembangkan hak – hak induvidu dan kewajiban sosialnya secara wajar.
Untuk menjamin terciptanya masyarakat bangsa yang bebas dari kesengsaraan , rasa takut, serta bebas dari penindasan dan kekerasan , Partai Amanat Nasional memperjuangkan pemberlakuan hak azasi manusia yang universal. Partai ini mendukung rativikasi konvensi PBB mengenai hak azasi manusia. Karena kunci kepercayaan rakyat terhadap pemerintah tergantung pada kredibilitas dan pertanggung jawaban yang transparan. Maka PAN akan membentuk pusat pengaduan perilaku seluruh aparat pemerintah ( semacam ombusman office ) dan lembaga independen pemantauan korupsi.
PAN mengharapkan agar pada saat dumulai restrukturisasi birokrasi untuk terwujudnya pemerintahan yang efektif, setiap pejabat diwajibkan untuk mengumumkan kekayaannya.
Pemisahan lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif mesti ditentukan secara tegas agar proses saling kontrol di antara lembaga – lembaga itu dapat berlangsung dengan baik dan sehat. Karena kepresidenan tidak harus dari lembaga pemusatan yang serba dominan maka masa jabatan presiden harus dibatasi paling banyak dua kali masa jabatan.
Pembagian kekuasaan pusat dan daerah mesti diatur supaya warga negara dapat bertindak lebih otonom dalam mengembangkan daerah. Otonomi dalam mengurus sumber daya , mencari pendanaan dan menikmati hasil – hasilnya, bukan hanya terbatas pada tingkat kabupaten. Untuk mencegah disintegrasi
(54)
nasional dan berlanjutnya eksploitasi pusat terhadap daerah, maka PAN terbuka terhadap perbincangan dan gagasan mengenai bentuk negara yang dapat menjamin pemenuhan hak – hak daerah dan pusat yang ideal.
Partai Amanat Nasioanl akan selamanya berusaha agar hak warga negara untuk berorganisasi terjamin dengan baik. Dengan adanya dan berkembangnya asosiasi kemasyarakatan inilah, kehidupan masyarakat madani yang sehat, kuat dan kreatif bisa terjamin. Hal ini berarti bahwa kehidupan pers yang sehat, informatif dan bebas adalah pula yang independen, adil dan murah.
Partai ini mendukung gagasan reformasi konstitusional yang berkesinambungan untuk menjamin berlangsungnya proses demokratisasi terwujudnya kedaulatan rakyat dan terjaminnya sistem kekuasaan negara berlandaskan hukum dan konstitusi.
2.2.4.2. Pertahanan Negara
Pertahan negara merupakan usaha dan tanggung jawab segenap masyarakat untuk mempertahankan integritas segenap masyarakat untuk mempertahankan integeitas bangsa dan negara. Perlindungan penduduk sipil merupakan bagian terpenting dari pertahanan dan keamanan negara.
Partai Amanat Nasional berpendirian TNI dan Polri harus tunduk pada hukum, konstitusi dan dibawah kontrol publik.TNI berfungsi sebagai alat negara untuk menjaga pertahanan negara, tidak mencampuri apalagi mendominasi urusan publik dan sosial. Polisi berfungsi sebagai penanggung jawab dan pelaksana ketertiban dan keamanan dan merupakan bagian dari sistem keamanan sipil
(55)
Strategi dasar kebijakan ekonomi Partai Amanat Nasional ialah terwujudnya kesejahteraan sosial melalui pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dengan berlandaskan moralitas yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Kemakmuran ditopang oleh lima pilar utama yakni keadilan, pertumbuhan yang dinamis dan manusiawi, pemerataan stabilitas dan efisiensi.
Pembangunan ekonomi tidak mengenal perbedaan ras, suku, dan agama tetapi memberikan perhatian kepada kelompok-kelompok masyarakat yang rentan dan mengalami marginalisasi dari proses pembangunan.
Partai Amanat Nasional memperjuankan pemberian kesempatan yang sama bagi semua faktor untuk mewujudkan semua potensi yang dimiliki bagi penguatan daya saing nasional.
Pemberdayaan pengusaha kecil dan koperasi lebih ditekankan pada penghapusan segala hambatan usaha dan konrol karena karakteristik alamiah yang melekat padanya dan sebaliknya memperlancar proses terkuaknya faktor–faktor dinamis yang dimilikinya dari kekangan birokrasi dan alat politik penguasa.
Ekonomi diatur menuju sistem perekonomian pasar yang kuat, lentur dan dapat dengan cepat mengatasi krisis. Perekonomian disusun bersamaan dengan penataan kehidupan politik yang demokratis, tegaknya hukum serta pranata sosial yang mendukung.
Partai Amanat Nasional berkeyakinan bahwa tujuan pembangunan nasional hanya bisa terwujud jika persaingan yang sehat dapat dibina dengan baik. Untuk itu, mekanisme pasar harus diimbangi dengan penegakan pemerintah yang bersih dan efektif. Sebab dengan cara inilah keserasian antara kepentingan perseorangan dan kepentingan masyarakat dapat terpelihara.
(56)
Peran pemerintah harus lebih ditekankan pada penciptaan jaringan pengaman dan kebijakan yang menyetarakan peluang dari berbagai pelaku ekonomi dengan memperhatikan azas keadilan.
2.2.4.4. Kemiskinan, Lapangan Kerja dan Kesempatan Usaha
Partai Amanata Nasional memprioritaskan agenda pembangunan yang dapat mengangkat rakyat dari lembah kemisinan, meniadakan pangangguran dan memperluas kesempatan kerja. Penanganan yang harus segera dilaksanakan ialah menguatkan sendi – sendi ekonomi yang dapat menjamin pembangunan yang berkelanjutan.
2.2.4.5. Pertumbuhan Ekonomi yang Dinamis
Karunia sumber daya alam dan manusia adalah modal dasar penggera mesin perekonomian. Untuk mengembalikan arus investasi dan teknologi.
Partai Amanat Nasional memperjuangkan pulihnya kepercayaan masyarakat domestik dan intrnasional pada sistem perekonomian dan politik di Indonesia. Perpaduan antara modal dasar dan kepercayaan inilah yang akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang mantap. Kebijakan yang sekedar mengejar pertumbuhan yang setinggi-tingginya dengan membiarkan perilaku “lebih besar pasak dari tiang “ harus ditinggalkan.
Yang harus dikedepankan adalah prilaku hemat dan kemandirian yang didasarkan pada penguatan pada sendi – sendi daya saing di tengah terpaan gelombang globalisasi.
2.2.4.6. Meningkatakan Produktivitas Nasional
Partai Amanat Nasional bertekad meningkatkan daya saing nasional dengan meningkatkan produktivitas bangsa Indonesia agar bisa memiliki
(1)
REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA TINGKAT KOTA
Tabel. 3.3.5.1
NO. NAMA PASANGAN CALON WALIKOTA
DAN WAKIL WALIKOTA
Ir.H.Maulana Pohan dan Sigit Pramono Asri, SE
Drs.Abdillah, Ak.,MBA dan Drs.H.Ramli,MM
JUMLAH PEROLEHAN SUARA SAH UNTUK SELURUH PASANGAN WALIKOTA DAN WAKIL
WALIKOTA 1 MEDAN AMPLAS 17.912 19.421 37.333 2 MEDAN AREA 15.102 36.094 51.196 3 MEDAN KOTA 11.931 22.710 34.641 4 MEDAN DENAI 18.871 29.963 48.834 5 MEDAN BARU 5.468 9.220 14.686 6 MEDAN JOHOR 17.409 24.784 42.193 7 MEDAN MAIMUN 8.230 10.861 19.091 8 MEDAN POLONIA 7.901 10.994 18.895 9 MEDAN SELAYANG 11.123 18.427 29.550 10 MEDAN SUNGGAL 14.186 25.036 39.222 11 MEDAN TUNTUNGAN 8.315 16.197 24.512 12 MEDAN BARAT 12.066 21.745 33.811 13 MEDAN HELVETIA 20.709 30.363 51.072 14 MEDAN PETISAH 8.810 17.880 26.690 15 MEDAN PERJUANGAN 16.016 23.555 39.571 16 MEDAN TEMBUNG 20.170 29.731 49.901 17 MEDAN TIMUR 16.812 29.346 46.158 18 MEDAN BELAWAN 12.196 25.020 37.216 19 MEDAN DELI 21.607 34.723 56.330 20 MEDAN LABUHAN 13.673 25.567 39.240 21 MEDAN MARELAN 14.296 27.373 41.669 22 JUMLAH AHIR 292.803 489.010 781.813
(2)
BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan
Dengan lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 6 Tahun 2005 maka pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan keputusan yang harus di laksanakan di seluruh daerah di Indonesia. Rakyat diberikan suatu kewenagan penuh untuk memilih secra langsung orang-orang yang akan menjadi pemimpin di daerahnya yang dinilai mampu untuk mewujudkan cita-cita dan kehendak rakyat pemimpinya akan tetapi dapat pula mencalonkan dirinya untuk dipilih menjadi seorang pemimpin.
Pengesahan UU. No. Tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU. No. 22 Tahun 1999 telah mengamanatkan kepala daerah tingkat satu dan tingkat dua dipilih langsung oleh rakyat. Hal ini berarti bahwa system Pemilihan Kepala Daerah telah mengalami perubahan kearah yang telah demokratis. Rakyat memiliki kadaulatan penuh atas hak politiknya dalam memilih pemimpin mereka.
Adapun dalam pelaksanaannya, Pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan untuk menyeleksi para calon pemimpin didaerah ini tidak terlepas dari peran partai politik sebagai penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintah di pihak lain. Seseorang yang ingin menclonkan dirinya menjadi kepala daerah haruslah melalui pencalonan oleh Partai politik. Hal ini
(3)
telah ditegaskan didalam UU. No. Tahun 2005, bahwa Partai Politik merupakan satu-satunya pintu gerbang bagi pencalonan kepala daerah. Sehingga semua kepala daerah haruslah mendapat dukungan dari Partai Politik oleh karena itu tak ada jalan lain bagi partai politik untuk tidak membuka diri jika ingin meloloskan calonnya sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. Hal ini menjadi ujian bagi partai politik untuk lebih terbuka atau membuka diri terhadap dinamika masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sipil sebenarnya ditumbuh kembangkan melalui kemampuan partai politik dalam menarik dukungan dan minat rakyat untuk berpolitik dalam arati menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan secara langsung.
Partai politik dalam hal ini berperan sebagai pengusaha atau produsen calon pimpinan politik. Sebagai produsen, partai harus mengenal pasar dan mencari bibit unggul untuk dikembangkan dan dijual kepasar selain itu partai politik harus turun kebawah untuk mengetahui selera pasar agar dapat bersaing dengan pengusaha lainnya.
Hal dari “turun kebawah itu” adalah program-program konkrit yang langsung dapat dirasakan oleh rakyat. Siapa yang lebih konrit, peluang memenangkan pemilihan semakin terbuka. Perumpamaan pasar bebas ini sangat cocok dalam situasi politik local. Kepala daerah adalahsosok yang lebih nyata bagi rakyat dari pada pemimpin nasional (Presiden, wapres, anggota parlemen
(4)
nasional). Calon kepala daerah dalam berkampanye tidak menjadi nilai-nilai atau idiologi partai politik sebagai menu utama melainkan menjual program kerja yang lebih mengutamakan kenyamanan rakyat didaerah yang bersangkutan.
Sebagaimana halnya daerah lain Indonesia, kota Medan juga turut melaksanakan pesta demokrasi dalam moment pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Dalam pelaksanaan Pilkada langsung di kota Medan ini tedapat dua pasangan calon walikota dan wakil walikota yaitu: pertama, Ir. H. Maulana Pohan dan Sigit Pramono Asri. SE. Kedua, Drs Abdillah. Ak. MBA dan Drs. H. Ramli. MM. Adapun pasangan Maulana Pohan dan Sigit Pramono Asri diusung oleh partai Keadilan Sejahtera (PKS), sedangkan pasangan Abdillah-Ramli diusung oleh delapan partai politik antara lain Partai Amanat Nasional (PAN(, Golongan Karya (GOLKAR), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Demokrat (PD), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bintang Reformasi (PBR) dan Partai Patriot Pancasila.
2. Saran
1. Perlu bagi partai politik untuk mengubah sikapnya untuk lebih baik memberi perhatian kepada masyarakat yang akan memilihnya pada Pilkada. Disini diharapkan kepada partai politik agar tidak hanya hadir ditengah masyarakat ketika menjelang Pilkada saja, tetapi jauh sebelum Pilkada serta
(5)
Pasca Pilkada kehadiran para kader serta kandidat yang telah dipilh oleh rakyat berbaur dengan masyarakat luas. Sehingga hal ini dapat menumbuh kepercayaan kepada masyarakat dan simpatisan Partai Amanat Nasional.
2. Diharapkan agar Partai Amanat Nasional akan terus
meningkatkan dan memantapkan mekanisme kerja dan kepemimpinan partai disetiap tingkatan dan prinsip kepemimpinan kolektif, keterbukaan dan kekeluargaan. Sehingga kelembagaan dan keorganisasian, Partai Amanat Nasional lebih terstruktur dan tersistematis.
3. Diharapkan kepada pengurus dan kader PAN khususnya
yang berada di Kota Medan agar lebih membuka diri terhadap masyarakat luas. Ini dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu kaderisasi, mengoptimalkan sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat.
4. Kepada para partai politik yang akan mengikuti Pilkada, peran yang digunakan oleh PAN ini bias masukan kepada partai plitik lainnya. Yang paling utama adalah kedekatan para pengurus, para kader dan kandidat partai dengan masyarakat. Ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan mobilitas para tokoh ataupun calon walikota dimata masyarakat.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Arif Rahman, Sistem Politik Indonesia dalam Prespektif Struktural Fungsional, Surabaya: SIC, 2002.
Miriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta: PT. Gramedia, 1982.
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1955.
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2001
H. Syamsul Tubani, Pilkada Bima 2005; Era Baru Demokrasi Lokal di Indonesia, Jawa Timur: Bina Swagiri-Fitra Tuban, 2005.
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori Praktek, Jakarta: Rieneka Cipta, 1997.
Masri Sigarimbun & Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1989.
Masri Sigarimbun & Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES. 1995.
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992.
Lembaran Undang-Undang: UU No. 12 Tahun 2002