Pemahaman Arsitektur Nusantara Pengertian Tentang Rumah

Sebagai proses arsitektur ini masih terus hidup dan menyesuaikan diri atau adaptif terhadap perubahan zaman. Sedangkan sebagai produk arsitektur ini sudah berhenti, sebagai “benda antik”, atau merupakan “seni klasik”, yang sudah tidak diproduksi lagi. Sehingga ia merupakan warisan budaya yang layak sebagai benda museum yang patut dihargai dan dilestarikan. Josef Prijotomo 1987 dalam memahami arsitektur tradisional lebih menekankan pada kerangka waktu. Menurut Prijotomo, arsitektur tradisional sebenarnya sudah memiliki pengertian yang bersumber dari antropologietnologi yang sangat menekankan adat dan budaya. Jadi yang dimaksud dengan arsitektur tradisi dan tradisional didalam pembahasan ini adalah: yang tradisi adalah yang masih mengalami perubahan dengan mengadaptasikan diri, sedangkan yang tradisional adalah yang sudah berhenti atau yang sudah tidak berkembang. Di dalam kajian ini gender akan diuraikan dalam konteks tradisi dan tradisional dengan mengambil kasus arsitektur Karo seperti yang telah disebutkan dalam batasan kajian pada bab satu.

3.3. Pemahaman Arsitektur Nusantara

Terminologi ”Nusantara”. menurut Iwan Sudrajat pada tulisannya ”Membangun Sistem Teori Arsitektur Nusantara : Mengubah Angan-angan menjadi Kenyataan” Aly,1999, ditemukan dalam inskripsi tahun 1305 dan manuskrip berbahasa Jawa dari abad ke 14 dan 15, termasuk dalam Pararaton, dimana Patih Gajahmada mengucapkan sumpah Palapa. Makna awal istilah tersebut sulit FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 dipastikan, tetapi penduduk Indonesia kemudian lebih mengartikan Nusantara sebagai ”archipelago” nusa-antara atau kepulauan Indonesia. Pengertian tersebut kemudian diperkuat oleh Suwardi Suryadiningrat, Ki Hajar Dewantara, dan Soekarno. Jadi arsitektur Nusantara adalah suatu kata yang mewakili arsitektur di wilayah yang mencakup seluruh Asia Tenggara bahkan Asia Timur termasuk Indonesia di dalamnya.

3.4. Pengertian Tentang Rumah

Menurut Projotomo 1992 bahwa rumah adalah hasil ulah tangan dan akal manusia. Dia dirakit dan disusun dengan segenap kesadaran dan keyakinan bahwa di rumah ini sebagian dari hidup dan kehidupan manusia penghuni digantungkan padanya. Bila rumah ambruk penghuni bisa binasa, bila rumah terbakar atau tiris penghuninya bisa sengsara. Tidak sekedar itu saja ketergantungan hidup manusia pada rumah, diantaranya sebagai lingkungan hidup buatan, dimana kehidupan yang paling pribadi diselenggarakan, khususnya melangsungkan kegiatan-kegiatan yang menjadi kodrat manusia, seperti melangsungkan kontak dengan Penciptanya, menghormati leluhurnya, dan mengusahakan keturunan. Dalam rumah, keseluruhan bidang dinding, lantai, dan atap memisahkan ruangan di dalam rumah dengan lingkungan alamiahnya. Selanjutnya Prijotomo 1992, bumi adalah penggal alam semesta yang bukan ciptaan manusia, dia sudah ada sejak semula. Di sinilah manusia untuk seluruh bagian FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 hidup dan kehidupannya melangsungkan kontak dengan segenap isi alam itu sendiri, mulai dari sengatan matahari hingga memelihara hewan piaraan, mulai menjemur padi dan melepas anak-anak untuk bermain, hingga bercanda dan berlingkungan dengan keluarga-keluarga lain. Di luar rumah segala jenis kegiatan adalah penyelenggaraan kontak dan karena itu bersifat publik berlawanan dengan rumah yang bersifat pribadi. Di sini pula segenap dinamika yang menandai keberadaan eksistensi manusia mendapatkan tempatnya. Di luar rumah pula penilaian terhadap kemampuan berkontak sosial dilakukan oleh lingkungan itu sendiri. Singkatnya, di luar rumah itulah terselenggra segenap hidup dan kehidupan yang kontras dengan yang ada di dalam rumah. Rumah harus dihubungkan dengan dunia luarnya, alam lingkungan luar mutlak mempunyai ikatan dengan lingkungan di dalam rumah. Dengan hadirnya tangga di rumah panggung, adalah wujud dari konsep penyatuan dalam kehidupan, yang merupakan unsur yang menghubungkan, melengkapkan, mengaitkan, dan menyempurnakan kesatuan dan penyatuan dari rumah dengan alam semesta, dan dengan lingkungan totalnya. Menurut Norman Crowe 1997, dalam mengenali rumah yang intergral dengan konsep tempat tinggal, maka pengertian yang lebih luas tentang tempat dimana kita tinggal selalu meletakkan rumah itu pada pusatnya. Suatu definisi modern tentang “rumah” adalah suatu “ tempat tinggal pribadi”. Dalam suatu pengertian rumah menjadi perwujudan pusat tempat dimana kita tinggal, plot tanahground kita, ladang kita, daerah kita, atau dunia kita, rumah sering dilihat FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 sebagai pusat dari domain kita tak perduli bagaimanapun besarnya domain itu. Tepat ketika rumah itu ada pada bagian tengah dari suatu domain yang lebih besar, pada bagian tengah rumah itu terletak perapian. Perapian itu telah secara tradisional menjadi fokus simbolis dan fokus nyata kehidupan orang-orang yang tinggal di sana. Dan itu juga tercermin dalam bahasa : misalnya, kata bahasa laten untuk perapian adalah “fokus”. Gaston Bachelard dalam buku ”Nature and The Idea of a Man-Made World” karangan Norman Crowe, menggambarkan atau merefleksikan suatu fakta umum bahwa rumah dalam pengalaman kita mempengaruhi cara kita memahami seluruh dunia, “karena rumah kita adalah sudut dunia kita”. Sebagaimana yang telah sering dikatakan, rumah itu adalah alam atau jagad pertama kita. Sebagai contoh, dalam wacana kebudayaan Jawa kita mengenal pemahaman dualitas dualisme, adanya dua unsur yang dikotomis, oleh karena itu tatanan spasial rumah Jawa juga direkayasa menjadi tatanan yang mendua. Denah pada rumah Jawa memperlihatkan pembagian ruang-ruangnya terbagi menjadi dua kanan-kiri yang sama, senthong kiwo- senthong tengen, gandhok kiwo- gandhok tengen, dan seterusnya. Aspek gender pun dalam pandangan Jawa dikategorikan ke dalam sistem simbol dualisme, yang merupakan fenomena yang wajar jika dalam alam terdapat dua kutub yang bertolak belakang, seperti lingga dan yoni, bersifat feminin dan maskulin. Sifat maskulin-feminin itu tidak saja mengimbas pada dimensi spasial saja tapi juga pada tataran yang lebih khusus, seperti pusaka, yang merupakan aktualisasi dari gender sebab hanya diturunkan kepada anak laki-laki. Dalam keadaan tertentu baru diberikan kepada anak perempuan. FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 Sejalan dengan hal diatas maka penelitian ini dilaksanakan pada lingkup bangunan rumah adat dalam wilayah Arsitektur Nusantara. Alasan pelingkupan adalah mengacu pada pemahaman bahwa kehidupan dan rona hunian keluarga pada rumah adat merupakan tipologi yang dekat dengan konstruk sosial keluarga yang menempati bangunan tersebut.

3.5. Peranan Gender Dalam Arsitektur Barat