Peranan Gender Dalam Arsitektur Barat

Sejalan dengan hal diatas maka penelitian ini dilaksanakan pada lingkup bangunan rumah adat dalam wilayah Arsitektur Nusantara. Alasan pelingkupan adalah mengacu pada pemahaman bahwa kehidupan dan rona hunian keluarga pada rumah adat merupakan tipologi yang dekat dengan konstruk sosial keluarga yang menempati bangunan tersebut.

3.5. Peranan Gender Dalam Arsitektur Barat

Sekitar tahun 1980-an, kaum perempuan dan kaum laki-laki diseluruh negara- bagian Amerika memulai percobaan dengan cara melakukan perubahan melalui keadaan dimana dunia buatan manusia merupakan dunia yang dibuat oleh kaum laki- laki dan kaum perempuan. Untuk melakukannya, beberapa perancang berpikir bahwa yang mereka butuhkan untuk menciptakan suatu tempat dimasa mendatang yang melibatkan suatu pertentangan perbedaan tradisi antara di dalam dan di luar bangunan, antara yang direncanakan dan yang dialami, antara tiruan dan natural, dan antara yang bermanfaat dan yang menyenangkan, yang membuat budaya dari kaum laki-laki dan kaum perempuan menjadi lebih nyata dari pengalaman hidupnya. Pada sisi lain para perancang banyak memandang dari sudut pragmatis, dimana mereka mencoba menemukan alternatif lain dari jenis tempat yang justru dapat membuat kaum wanita merasa tidak nyaman berada pada tempat melakukan tugas–tugas tradisional, seperti mengasuh anak, memasak, dan bersih–bersih. Ada juga yang memandang secara filosofi, menspekulasi bangunan dengan arsitektur yang terlalu sulit sehingga pada dasarnya akan menimbulkan masalah. Faktanya kita membangun FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 kebudayaan diluar dari lingkaran kebudayaan yang kita pahami, atau kita mengasingkan diri dari dunia tempat kita bermukim selama ini. Seluruh upaya ini tetap bersifat mencoba, dimana hal ini merupakan awal untuk menggagasi cara-cara lain dimana kita dapat mendiami dunia ini. Ini merupakan keinginan para perancang dari satu kelompok yang membedakannya dengan yang lain. Perempuan lebih keluar dari aturan tradisi pada tempat yang menjadi panutan disana, terlihat dari beberapa aspek sosial, apa yang para laki-laki dan perempuan lakukan dan bagaimana mereka berkelakuan, yang menyebabkan ruang-ruang yang mereka buat untuk diri mereka atau bagaimana mereka menggunakan ruang–ruang itu, menjadi sangat rumit dan sulit untuk dijelaskan. Para perempuan banyak menumbuhkan kekuatan politik dan ekonomi yang dapat melemahkan kebiasaan khusus para laki-laki, namun tuntutan untuk mengakhiri kebiasaan khusus para laki- laki tersebut belum dapat terwujud, malah sebaliknya hingga sekarang masih tetap berjalan sesuai dengan kaidahnya. Hal tersebut dikarenakan bahwa hakikat perempuan untuk mematuhi laki-laki sebagai pemegang kendali dalam rumah tangga masih dipegang sebagai suatu ketentuan dalam hidup berumah tangga. Perubahan yang diinginkan tetap harus dapat menyesuaikan dengan hakekat yang telah berakar pada kehidupan tradis kita.. Bagian pragmatik yang harus diperhatikan dari upaya ini adalah bagaimana awalnya terbentuk pemahaman manusia terhadap pengaruh gender didalam terbentuknya suatu ruang dalam arsitektur. Sebagai contoh saat ini tidak ada alasan bahwa kota masih merupakan tempat yang berbahaya bagi kaum perempuan. FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 Pemikiran bahwa tempat umum di kota adalah tempat berbahaya bagi kaum perempuan masih merupkan suatu pemahaman pada peradaban awal, dimana perempuan diharuskan berada di dalam rumah, sedangkan para laki-laki yang mengatur di luar. Kondisi ini masih terjadi di negara-negara Timur Tengah dan bahkan pada masyarakat pedesaan di Eropa, dimana kaum perempuan dinyatakan berbahaya berada dijalan. Hal ini merupakan masalah hilangnya proporsi, karena penjagaan jalanan dengan lebih ketat hanya menciptakan suasana ketidak nyamanan bahkan kekerasan. Seperti biasanya, perempuan atau kaum minoritas merupakan kelompok yang sangat lemah dalam masyarakat. Kaum perempuan merasa sangat menderita akibat budaya ketakutan ini, dimana mereka tidak dapat banyak melakukan apa-apa untuk melindungi diri mereka sendiri. Yang biasa mereka lakukan adalah mengasingkan diri, baik di dalam rumah atau di perdesaan. Sub urbanisasi dari kebudayaan menciptakan jarak yang jauh, bahkan menjadi tempat yang sangat tertutup rapat dan merupakan tempat yang terisolasi untuk belanja, bekerja, ataupun belajar, dan mereka hanya bisa menerima keadan ini. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu solusinya adalah dengan menciptakan bentuk–bentuk baru sebagai pengganti dari kehidupan yang umum. Disamping rumah yang terisolasi dan jalanan yang kosong, kita butuh tempat hunian yang fleksibel, dimana kelompok kecil masyarakat dapat berbagi kepemilikan ruang dan tugas. FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 Dalam buku Building Sex Betsky, 1995, Dolores Hayden seorang guru sejarah arsitek di Yale, telah mengusulkan cara pemecahan secara menyeluruh berdasarkan proposal dalam skala kecil. Berdasarkan proposal ini pada tahun 1980 dan 1984, kelompok kecil kaum perempuan bisa berbagi banyak hal tentang kehidupan di pinggiran kota dan pedesaan, dengan menciptakan kehidupan komunal tertentu. Hyden dan partnernya mengusulkan bahwa kelanjutan kehidupan modern yang ideal dari ruang hidup yang fleksibel adalah bagaimana cara mereka mempertimbangkan alternatif lain bagi keluarga inti, dan mempertimbangkan bagaimana mereka bisa memperluas daerah untuk menambah hubungan kekeluargaan atau kelompok persahabatan yang berbagi kepemilikan, berbagi tempat, saling mengenal, atau bisa juga terdiri dari individu yang berbagi dalam mengasuh anak dan tugas yang lain. Hubungan antara rumah masyarakat pinggiran kota dengan rumah masyarakat tradisional yang tinggal di pedalaman pada budaya yang pertama, atau hubungan antara rumah keluarga yang berdiri sendiri dan rumah keluarga yang tinggal di apartemen, ataupun hubungan antara individu dengan ruang yang kolektif, kesemuanya dapat bekerja sama hanya jika tidak menutup diri dari dunia luar, mengulangi pola teladan secara fisik dan bekerja sama berdasarkan pada pengalaman. Dengan menciptakan suatu dunia yang sempurna di bagian dalam, mereka menyatakan kembali bahwa bagian eksterior ruang merupakan tempat bagi orang asing, dimana kita harus pergi dan harus memaksakan diri kita untuk bertahan. FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 Pada dasarnya banyak negara–negara di Eropa yang telah memikirkan kesuksesan dengan cara menciptakan lingkungan baik bangunan maupun perkotaan dimana semua kelompok dan kedua gender dapat hidup bersama. Sebagai contoh dalam kehidupan perkotaan di Belanda, bahwa presentase anggaran biaya pemerintahan mereka yang cukup besar disediakan untuk membangun perumahan yang ditujukan untuk menciptakan sebuah ruang tinggal bagi ibu tunggal janda, dan juga membangun ruang tinggal kaum perempuan atau kaum laki-laki dapat hidup bersama, atau bagi kelompok nontradisi lainnya. Dengan rumah baru, mereka menjadi kelompok ekonomi menengah dan menciptakan perkembangan daerah pinggiran kota yang komunal, terbuka, dan adanya ruang yang mudah dicapai sebagai bagian yang integral dari semua proses pembuatan ruang bagi manusia untuk hidup. Ada tradisi lama di Belanda untuk membuat sesuatu dengan ruang terbatas yang dimiliki seseorang dan melihat hasil kerjanya. Pada saat sekarang tradisi seperti ini digunakan untuk menciptakan lingkungan bertetangga, dimana para arsitek melakukan percobaan dengan semua aspek bentukan rumah-rumah sampai ke tikungan jalan dan berbagai macam lingkungan berbelanja untuk menciptakan dunia dimana kaum laki-laki dan kaum perempuan dapat saling melihat, mengetahui, dan membuatnya nyaman. Pada saat yang sama Frank Gehry, juga tertarik untuk mempelajari bagaimana cara membangun dan kemudian menghuninya. Desain Gehry untuk rumahnya bukan berdasarkan bentuk pavilion domestik, bukan pula merupakan perluasan dari aturan tradisi sebuah rumah, tetapi berupa ruang tertutup yang mampu meredam bunyi pada FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 saat makan, memasak, dan bermain, dalam bentuk–bentuk geometris yang sangat sulit didefenisikan sebagai ruang yang terpisah. Gehry mendesain rumahnya sendiri menjadi sesuatu yang extreme namun logis dengan membayangkan dunia dimana rumah hanya berupa scaffolding, terbuat dari elemen–elemen yang padat, menjadi tempat dimana kita bisa melakukan banyak aktifitas sehari–hari. Hiasan dinding dari konstruksi ini bisa menjadi sebuah jaringan atau pergeseran bidang–bidang yang menyatakan bahwa ini merupakan buatan kita sendiri. Dari pembahasan di atas dapat dipahami bahwa dalam arsitekitur Barat kontemporer sangat memberi kebebasan pada kita untuk membangun aturan di dunia kita sendiri. Meskipun arsitektur kaum laki-laki menciptakan keabstrakan dan hunian kaum perempuan menciptakan tempat dengan aturan–aturan barunya sendiri, namun masih memiliki rangkaian kesatuan dari konstruksi bangunan, pengalaman- pengalaman dari percobaan-percobaan dalam arsitektur. 3.6.Peranan Gender Dalam Pembentukkan Ruang Gender selalu bersifat kedaerahan, namun didalam perkembangan saat ini gender mampu menyesuaikan terhadap perkembangan jaman. Gender dapat diibaratkan sebagai suatu dialek bahasa dalam kehidupan, dimana setiap orang yang berada pada suatu tempat akan mengalami suatu penyesuaian terhadap dialek suatu bahasa dimana orang tersebut berpijak. Logat atau dialek orangtuanya akan menjadi suatu dialek substandar bagi bahasa ibu yang diajarkan kepada anaknya, hal ini FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 menyebabkan bahasa ibu telah mengalami suatu perubahan akibat pengaruh yang dialami oleh seorang anak. Demikian juga diferensiasi antara gender dengan jenis kelamin sangat perlu dijelaskan agar pemahaman gender tidak mengarah kepada pemahaman jenis kelamin. Bila jenis kelamin adalah suatu permasalahan yang dapat dibicarakan dalam bahasa ilmu pengetahuan yang maknanya kurang lebih tunggal, namun gender menyiratkan keterkaitan saling melengkapi komplementer yang sifatnya sukar diterka dan tidak simetris. Gender mampu membeda-bedakan tentang tempat, waktu, alat-alat, tugas-tugas, bentuk, gerak-gerik, dan persepsi yang dihubungkan dengan lelaki dan perempuan dalam rona kebudayaan. Sebagaimana telah dipaparkan bahwa salah satu peranan gender dalam kehidupan adalah bagaimana gender mampu melakukan pembedaan terhadap tempat. Tempat dalam arsitektur selalu identik dengan ruang, gabungan dari beberapa komposisi ruang akan membentuk suatu bangunan. Dalam penelitian ini bangunan yang dimaksudkan adalah rumah tinggal. Gender menyatu dalam tubuh manusia dan mampu mempengaruhi pembetukkan sebuah ruang. Tubuh yang bergerak dan memiliki ritme dalam berperilaku di ruang, mampu mempengaruhi dalam pembentukkan suatu bangunan rumah yang bukan sekedar tenda atau bangunan batu bata. Membangun rumah berarti berdiam di wilayah kehidupan lain, yakni suatu kehidupan yang tidak berada di alam bebas namun berada di dalam ruang yang FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 terbatas oleh dinding dan di dalam ruang tersebut berlangsung kegiatan yang didasarkan pada jenis dan karakter ruang. Laki-laki maupun perempuan hidup di dalam ruang dari sebuah rumah selalu berkaitan dengan gerak-gerik yang dilakukannya di dalam rumah. Namun bagi perempuan yang dapat melahirkan rangkaian kehidupan tanpa jeda, secara fenomenologis kaitannya dengan ruang punya arti khusus. Budaya bisa saja matrikal atau patrikal, kekuasaan bisa lebih besar di tangan perempuan atau di tangan laki- laki, tapi perempuan yang lebih memaknai hidup dalam sebuah rumah. Pada suatu kebudayaan dapat saja seorang lelaki membangun gedung, memancangkan suatu batas tempat, namun di kebudayaan lain hal tersebut dapat saja dilakukan oleh kaum perempuan. Dalam suatu ruang dapat saja batas yang di buat oleh perempuan tidak dapat dilanggar oleh laki-laki, namun ruang laki-laki walaupun secara nyata sudah dibatasi, masih dapat dilanggar oleh kaum perempuan. Interpretasi ini tidak menyebabkan hubungan antara gender perempuan dan gender laki-laki mengalami suatu hubungan yang terbatas, melainkan semakin menempatkan masing-masing gender untuk dapat memahami fungsinya masing-masing. Artinya dalam suatu bangunan rumah, gender perempuan dan laki-laki seolah-olah menempati dua “kotak” yang berbeda, namun sebenarnya mereka tetap mempunyai suatu ikatan batin terhadap nilai-nilai tradisi yang diperoleh dari lingkungan dimana mereka bermukim. Dalam mempersoalkan gender dari paparan diatas, terkesan bahwa di dalam dunia konseptualnya tidak tersimpan suatu visi yang dominan. Dalam konteks kehidupannya kontemporer, aspek gender bukan merupakan “barang” yang secara FIRMAN EDDY : PERANAN GENDER DALAM ARSITEKTUR STUDI KASUS : ARSITEKTUR KARO, 2008 USU e-Repository © 2008 eksplisit harus ditempatkan khusus, namun tetap akan menjadi suatu faktor di dalam membentuk suatu ruang dan bangunan, hal ini menandakan bahwa pada akhir-akhir ini gender sudah mulai kembali menjadi suatu pertimbangan di dalam membentuk suatu ruang dan bangunan.

3.7. Pembacaan Peranan Gender Dalam Arsitektur Nusantara