Tindak Tutur Ilokusi Dalam Novel Tanah Tabu Karya Anindita S. Thayf

(1)

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL

TANAH TABU KARYA ANINDITA S. THAYF

SKRIPSI

OLEH

MERI KRISTINA GULTOM

060701043

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL TANAH

TABU KARYA ANINDITA S. THAYF

Oleh

MERI KRISTINA GULTOM 060701043

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana dan telah disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Asrul Siregar, M.Hum. Dra. Rosliana Lubis

NIP. 19590502 198601 1 001 NIP. 19630524 198903 2

002

Departemen Sastra Indonesia Ketua

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M. Si. 19620925 198903 1 017


(3)

PERNYATAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Mei 2011


(4)

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL TANAH TABU KARYA ANINDITA S. THAYF

MERI KRISTINA GULTOM

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Tindak Tutur Ilokusi dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf.” Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak bebas libat cakap (SBLC) yang dilanjutkan dengan pencatatan dan klasifikasi serta metode padan dan teknik pilah unsur penentu (PUP) dengan daya pilah pembeda reaksi dipilih dalam menganalisis data dengan menggunakan teks percakapan yang terdapat dalam novel Tanah Tabu. Data dianalisis dengan menggunakan teori pragmatik yang dikemukakan oleh J.R. Searle. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan jenis tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam novel

Tanah Tabu serta mengungkapkan fungsi tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam

novel Tanah Tabu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak tutur percakapan dalam novel Tanah Tabu terdapat empat jenis tindak tutur ilokusi, yaitu (1) tindak tutur ilokusi representatif, (2) tindak tutur ilokusi komisif, (3) tindak tutur ilokusi direktif, (4) tindak tutur ilokusi ekspresif. Selain tindak tutur ilokusi, ditemukan juga fungsi tindak ilokusi dalam novel Tanah Tabu, dan setelah dianalisis ditemukan empat fungsi tindak ilokusi yaitu, (1) fungsi tindak ilokusi kompetitif, (2) fungsi tindak ilokusi menyenangkan, (3) fungsi tindak ilokusi bekerja sama, (4) fungsi tindak ilokusi bertentangan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa wacana percakapan dalam novel tersebut merupakan wacana yang padu sehingga setiap partisipan dapat saling memahami maksud tuturan tersebut.


(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah menganugerahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul yang dipilih oleh penulis adalah “Tindak Tutur Ilokusi dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf.”

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa ada dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak di bawah ini.

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai Ketua Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Asrul Siregar, M. Hum., sebagai Pembimbing I yang telah banyak memberi masukan dan saran kepada penulis, baik dalam perkuliahan, maupun sewaktu dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Rosliana Lubis, sebagai Pembimbing II yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis dari penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas ilmu, waktu, tenaga dan kesabaran selama membimbing penulis.


(6)

6. Bapak Drs. T. Aiyub Sulaiman sebagai dosen wali penulis yang telah banyak memberikan arahan kepada penulis selama menjalani masa perkuliahan. 7. Bapak dan ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal dan pengetahuan, serta penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Saudari Tika, yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

8. Teristimewa kedua orang tua penulis, Pambalen Gultom dan Mian Siregar, yang tidak hanya medukung secara moral dan material, namun juga secara spiritual di dalam doa. Dengan kesungguhan hati penulis persembahkan skripsi ini sebagai tanda sayang dan terima kasih atas segala yang telah diberikan selama ini.

9. Abang dan kakak penulis yang banyak memberikan dorongan dalam penulisan skripsi ini, serta saudara sepupu penulis Sondang Sianturi dan Nidia Gultom yang banyak memberikan semangat kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

10.Sahabat-sahabat penulis Fitriani, Dewi, Lidia, Marlina, Nelly, Monica, Triana, Vera dan teman-teman seangkatan ‘06 yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu, yang mendorong penulis untuk menghasilkan yang terbaik, khususnya mereka yang hadir secara langsung saat penulis mempertahankan proposal dan skripsi ini.

11.Adik-adik angkatan ‘07, 08, 09, serta kakak dan abang angkatan ’05 yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu, yang banyak memberikan dorongan dan semangat kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.


(7)

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan kiranya skripsi ini dapat menjadi sumber acuan bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan pragmatik.

Medan, Mei 2011 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ……….. i

ABSTRAK ………. ii

PRAKATA ………iii

DAFTAR ISI ….……….. vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……… 1

1.1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.1.2 Masalah ………. 5

1.2 Batasan Masalah ……… 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 5

1.3.1 Tujuan Penelitian ……….. 5

1.3.2 Manfaat Penelitian ………. 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori ……….7

2.1.1 Konsep ……… 7

2.1.1.1 Tindak Tutur ………7

2.1.1.2 Tindak Tutur Ilokusi ………...8


(9)

2.1.2 Landasan Teori …….………. 9

2.1.2.1 Pragmatik ………... 9

2.1.2.2 Tindak Tutur ………...10

2.1.2.3 Konteks ……… ………14

2.1.2.4 Aspek-aspek Situasi Tuturan ………....16

2.1.2.5 Fungsi Tindak Ilokusi ……….. 18

2.2 Tinjauan Pustaka ………19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi danWaktu Penelitian .………22

3.2 Populasi dan Sampel ………. 22

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………. 23

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ………. 24

BAB IV TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL TANAH TABU KARYA ANINDITA S. THAYF 4.1 Jenis Tindak Tutur Ilokusi yang terdapat dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf ……….. 27

4.1.1 Tindak Tutur Representatif ……….. 27

4.1.2 Tindak Tutur Komisif ……….. 34

4.1.3 Tindak Tutur Direktif ……… 38


(10)

4.2 Fungsi Tindak tutur Ilokusi yang terdapat dalam Novel Tanah Tabu

karya Anindita S. Thayf ………... 49

4.2.1 Fungsi Tindak Ilokusi Kompetitif ……… 50

4.2.2 Fungsi Tindak Ilokusi Meyenangkan ………... 51

4.2.3 Fungsi Tindak Ilokusi Bekerja sama ……….... 54

4.2.4 Fungsi Tindak Ilokusi Bertentangan ………. ………... 55

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ……….. 58

5.2 Saran ………. 59

DAFTAR PUSTAKA ……….. 60 LAMPIRAN


(11)

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL TANAH TABU KARYA ANINDITA S. THAYF

MERI KRISTINA GULTOM

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Tindak Tutur Ilokusi dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf.” Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak bebas libat cakap (SBLC) yang dilanjutkan dengan pencatatan dan klasifikasi serta metode padan dan teknik pilah unsur penentu (PUP) dengan daya pilah pembeda reaksi dipilih dalam menganalisis data dengan menggunakan teks percakapan yang terdapat dalam novel Tanah Tabu. Data dianalisis dengan menggunakan teori pragmatik yang dikemukakan oleh J.R. Searle. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan jenis tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam novel

Tanah Tabu serta mengungkapkan fungsi tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam

novel Tanah Tabu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak tutur percakapan dalam novel Tanah Tabu terdapat empat jenis tindak tutur ilokusi, yaitu (1) tindak tutur ilokusi representatif, (2) tindak tutur ilokusi komisif, (3) tindak tutur ilokusi direktif, (4) tindak tutur ilokusi ekspresif. Selain tindak tutur ilokusi, ditemukan juga fungsi tindak ilokusi dalam novel Tanah Tabu, dan setelah dianalisis ditemukan empat fungsi tindak ilokusi yaitu, (1) fungsi tindak ilokusi kompetitif, (2) fungsi tindak ilokusi menyenangkan, (3) fungsi tindak ilokusi bekerja sama, (4) fungsi tindak ilokusi bertentangan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa wacana percakapan dalam novel tersebut merupakan wacana yang padu sehingga setiap partisipan dapat saling memahami maksud tuturan tersebut.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah 1.1.1 Latar Belakang

Bahasa sebagai alat komunikasi yang bersifat arbitrer, menunjukkan bahwa bahasa tersebut memiliki perkembangan yang luas. Bahasa dalam kehidupan sehari-hari sangat berperan aktif karena bahasa memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Manusia tidak dapat memeroleh pengalaman jika tidak disertai dengan bahasa. Bahasa dapat dikatakan sebagai identitas diri dari orang atau penutur bahasa tersebut.

Bahasa dalam bentuk tuturan yang dihasilkan oleh manusia dapat diekpresikan melalui bentuk lisan maupun tulisan. Dalam media lisan, pihak yang melakukan tindak tutur adalah penutur (pembicara) dan mitra tuturnya (penyimak), sedangkan dalam media tulis, tuturan disampaikan oleh penulis (penutur) kepada mitra tuturnya, yaitu pembaca. Sementara, untuk tuturan melalui media penutur dapat mengekspresikan tuturannya baik lisan maupun tulisan dengan memanfaatkan media massa.

Media massa terdiri atas media elekronik dan media cetak. Media elektronik berupa media lisan, sedangkan media cetak berupa media tulis. Media tulis yang banyak dikenal masyarakat baik kalangan remaja maupun dewasa salah satunya adalah novel. Ketertarikan masyarakat terhadap novel dikarenakan unsur cerita dalam novel biasanya berhubungan dengan kehidupan masyarakat pada umumnya.


(13)

Dalam novel terdapat tindak tutur percakapan yang membangun cerita yang disusun oleh pengarang. Tindak tutur merupakan salah satu bidang kajian yang terdapat dalam bidang pragmatik. Pragmatik merupakan kajian bahasa yang mencakup tataran makrolinguistik. Hal ini berarti bahwa pragmatik mengkaji hubungan unsur-unsur bahasa yang dikaitkan dengan pemakai bahasa, tidak hanya pada aspek kebahasaan dalam lingkup ke dalam saja. Tataran pragmatik lebih tinggi cakupannya. Secara umum, pragmatik diartikan sebagai kajian bahasa yang telah dikaitkan dengan pengguna bahasa.

Tindak tutur sebagai wujud peristiwa komunikasi bukanlah peristiwa yang terjadi dengan sendirinya, melainkan mempunyai fungsi, mengandung maksud, dan tujuan tertentu serta dapat menimbulkan pengaruh atau akibat pada mitra tutur.

Komunikasi dengan bahasa membuat setiap orang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan bahasa pula orang dapat mempelajari kebiasan, adat-istiadat, kebudayaan dan latar belakang peserta komunikasi masing-masing. Komunikasi merupakan proses di mana seseorang menyampaikan rangsangan-rangsangan (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain. Komunikasi juga diartikan sebagai pengiriman atau penerimaan pesan atau informasi antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksudkan dapat dipahami.

Dalam setiap tindak tutur, penutur menuturkan kalimat yang unik karena penutur barusaha menyesuaikan ujaran dengan konteksnya. Dengan demikian, teori tindak tutur lebih cenderung meneliti tentang makna kalimat dan bukan teori yang berusaha menganalisis struktur kalimat.


(14)

Penelitian ini berjudul Tindak Tutur Ilokusi dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf. Novel ini adalah pemenang I Sayembara Novel DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) tahun 2008 dan diterbitkan kali pertama oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada Mei 2009. Anindita Siswanto Thayf lahir di Makassar, 5 April 1978. Jatuh cinta pertama kali dengan buku sejak usia taman kanak-kanak sampai sekarang. Mengawali kegiatan menulis karena suka berkhayal. Memilih jadi penulis karena sudah bosan menunggu lamaran kerjanya diterima.

Anindita S. Thayf adalah lulusan Teknik Elektro Universitas Hasanuddin, Makassar, ia kerap dilanda grogi kalau diminta bicara di depan umum. Guna mendukung kegiatan berkhayalnya dan proses menulisnya, kini dia tinggal di Lereng Merapi yang sepi dan dikelilingi kebun salak pondoh bersama suami.

Novel Tanah Tabu ini adalah karya pertama dari Anindita S. Thayf. Novel ini bertutur tentang realita pedih kaum perempuan Papua, yaitu tentang perjalanan hidup tiga perempuan suku Dani dari tiga generasi yakni Mabel, Mace, dan Leksi. Masing-masing mempunyai nasib serupa tapi tak sama. Mabel, seorang nenek, pernah menikah dua kali dan kedua pernikahanya kandas. Sedangkan Mace, adalah menantu dari Mabel yang terpaksa kehilangan anak pertamanya Lukas akibat penyakit kurang gizi (busung lapar). Anak kedua Mace yakni Leksi, sama sekali belum pernah melihat sosok Johanis, ayahnya (putra Mabel). Johanis memilih menghilang karena tak sanggup menerima kenyataan istrinya diperkosa sekelompok laki-laki biadab. Dan Leksi, si kecil yang kini duduk di bangku sekolah dasar, harus menerima kenyataan pahit, tumbuh tanpa pernah melihat apalagi merasakan kasih sayang seorang ayah.


(15)

Bentuk percakapan dalam novel Tanah Tabu tidak terlepas dari tindak tutur atau maksud yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada si pembaca. Dalam menelaah tindak tutur harus benar-benar disadari betapa pentingnya konteks ucapan/ungkapan. Teori tindak tutur adalah bagian dari pragmatik dan pragmatik itu sendiri merupakan bagian dari performansi linguistik.

Dalam setiap situasi ujaran/tuturan haruslah ada pihak pembicara (penulis) dan penyimak (pembaca). Keterangan ini mengandung implikasi bahwa pragmatik tidak hanya terbatas pada bahasa lisan tetapi juga mencakup bahasa tulis. Setiap situasi tutur atau ucapan tentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula. Dengan kata lain, kedua belah pihak pembicara maupun penyimak terlibat dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu.

Dalam penelitian ini peneliti memilih tindak tutur sebagai bahan kajian serta novel Tanah Tabu sebagai objek penelitian, karena dalam novel ini terdapat percakapan yang mengandung tindak tutur ilokusi yang terasa sukar menentukan apa daya ilokusinya, serta penelitian tindak tutur terhadap novel ini juga belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mengetahui tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Tanah Tabu dengan melihat maksud dan tujuan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca.


(16)

1.1.2 Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis tindak tutur ilokusi apa saja yang digunakan dalam novel Tanah

Tabu?

2. Fungsi tindak tutur ilokusi apa saja yang digunakan dalam novel Tanah

Tabu?

1.2Batasan Masalah

Suatu penelitian haruslah dibatasi supaya penelitian terarah dan tujuan penelitian tercapai. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada jenis tindak tutur ilokusi yaitu representatif, komisif, direktif, ekspresif dan deklaratif yang terdapat pada percakapan-percakapan dalam novel Tanah Tabu, sedangkan fungsi tindak tutur ilokusi yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu fungsi kompetitif, menyenangkan, bekerja sama, dan bertentangan.

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengungkapkan jenis tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel

Tanah Tabu.

2. Mengungkapkan fungsi tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam novel


(17)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah :

1. Hasil penelitian ini dapat memberikan penjelasan tentang makna pragmatik dalam novel Tanah Tabu khususnya tindak tutur.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya, khususnya yang ingin mengkaji tentang tindak tutur dalam novel, dan menjadi acuan untuk peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih lanjut tentang karya Anindita S. Thayf.

3. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi suatu karya yang meningkatkan apresiasi karya sastra seperti novel dikalangan mahasiswa maupun masyarakat umum.


(18)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kridalaksana, 2001: 117). Tindak tutur merupakan salah satu bagian dari ilmu pragmatik. Oleh sebab itu, konsep penelitian ini adalah tindak tutur, tindak tutur ilokusi, dan novel Tanah Tabu.

2.1.1.1 Tindak Tutur

Teori tindak tutur adalah pandangan yang mempertegas bahwa ungkapan suatu bahasa dapat dipahami dengan baik apabila dikaitkan dengan situasi konteks terjadinya ungkapan tersebut.

Istilah tindak tutur muncul karena di dalam mengucapkan sesuatu penutur tidak semata-mata menyatakan tuturan tetapi dapat mengandung maksud dibalik tuturan itu. (Purwo 1990:16) mendefenisikan tuturan sebagai ujaran kalimat pada konteks yang sesungguhnya.

Menurut Chaer (2004:50) tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat makna atau arti tindakan dalam tuturannya.


(19)

Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah aktivitas tindakan dengan menuturkan sesuatu. Misalnya, tindakan mengusir dapat dilakukan dengan tuturan “ Maaf mas, sekarang sudah jam sepuluh” Maksud tuturan ini adalah tindakan mengusir bukan menunjukkan waktu.

2.1.1.2 Tindak Tutur Ilokusi

J. L. Austin merupakan tokoh yang pertama memperkenalkan teori tindak tutur. Ia mengatakan bahwa secara analitis dapat dijelaskan atas 3 macam tindak bahasa yang terjadi secara serentak, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.

Tindak ilokusi adalah salah satu dari teori Austin. Tindak tutur ilokusi adalah pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji pertanyaan, dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan.

Chaer (2004:53) mengatakan bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalmat performatif yang eksplisit. Tindak tutur ilokusi biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan. Dengan kata lain ilokusi berati melakukan tindakan dalam mengatakan sesuatu (Leech, 1993:316).

Tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan (Rustono, 1999:37). Tindak ilokusi tidak mudah diidentifikasi karena tindak ilokusi ini berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur dilakukan sehingga dalam tindak tutur ilokusi perlu disertakan konteks tuturan dalam situasi tuturan.

Contoh tindak tutur ilokusi : Tolong ambilkan buku itu! Mas.


(20)

2.1.1.3 Novel Tanah Tabu

Novel Tanah Tabu merupakan novel pemenang Sayembara I Novel DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) tahun 2008 dan diterbitkan kali pertama oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada Mei 2009 yang ditulis oleh Anndita S. Thayf. Anindita Siswanto Thayf lahir di Makassar, 5 April 1978. Jatuh cinta pertama kali dengan buku sejak usia taman kanak-kanak sampai sekarang. Mengawali kegiatan menulis karena suka bekhayal. Novel Tanah Tabu bertutur tentang realita pedih kaum perempuan Papua, yaitu tentang perjalanan hidup tiga perempuan suku Dani dari tiga generasi yakni Mabel, Mace, dan Leksi.

2.1.2 Landasan Teori 2.1.2.1. Pragmatik

Pragmatik sama halnya dengan semantik yang sama-sama mengkaji tentang makna-makna satuan lingual, hanya saja semantik mempelajari makna secara internal, sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal, karena telaah semantik adalah makna yang bebas konteks, sedangkan makna yang dikaji oleh pragmatik adalah makna yang terikat konteks.

Menurut Kridalaksana (2001:176) disebutkan bahwa pragmatik adalah : (1) syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; (2) aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran.

Dalam pragmatik juga dilakukan kajian tentang deiksis, praanggapan, implikatur, tndak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana (Levinson, 1983 dalam Soemarno 1988:169).


(21)

Dalam penelitian ini yang dibicarakan mengenai pragmatik yang terbatas pada kajian tindak tutur yang merupakan bagian dari suatu percakapan dan konteksnya yang mempunyai peranan penting dalam percakapan.

2.1.2.2 Tindak Tutur

Teori tindak tutur adalah pandangan yang mempertegas bahwa ungkapan suatu bahasa dapat dipahami dengan baik apabila dikaitkan dengan situasi konteks terjadinya ungkapan tersebut.

Dalam percakapan terjadi tindak tutur. Istilah tindak tutur berasal dari bahasa Inggris “speech act” yang berarti ‘tindak tutur’. Namun, ada sebagian pakar pragmatik Indonesia (seperti Purwo) yang menerjemahkannya menjadi tindak ujaran. Dalam hal pengertian istilah Indonesia tampaknya tidak ada perbedaan antara kedua istilah ini (Siregar, 1997:36). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan salah satu istilah saja yaitu Tindak tutur.

Menurut Searle (1969), dalam komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bahasa bukan sekedar lambang, kata, atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur. Lebih tegasnya, tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana komunikasi bahasa yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah, begitu juga tindak tutur dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah (Rani, 2004:158)

J.L.Austin merupakan tokoh teori tindak tutur pertama yang memperkenalkan konsep tindak tutur melalui bukunya How to do thing with words. Menurut Austin, tuturan pada dasarnya dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu tuturan bersifat


(22)

performatif dan tuturan yang bersifat konstantif. Selanjutnya, dinyatakan bahwa semua tuturan pada dasarnya bersifat performatif, yang berarti bahwa dua hal terjadi secara bersamaan ketika orang mengucapkannya. Teori tindak tutur Austin selanjutnya mengalami perkembangan setelah Searle dalam bukunya Speech Act: An

Essay in the Philisophy of Language. Ia mengatakan bahwa secara pragmatis

setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionry act), tindak ilokusi (ilocutionary act) dan tindak perlokusi (perlocutionary act) (Chaer dan Leonie, 2004: 53), yaitu:

1. Tindak tutur lokusi, adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata”, atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.

2. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak tutur ilokusi biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan.

3. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik dari orang lain.

Teori tindak tutur Austin merupakan teori tindak tutur yang berdasarkan pembicara, sedangkan Searle melihat tindak tutur berdasarkan pendengar. Jadi, Searle berusaha melihat bagaimana nilai ilokusi itu ditangkap dan dipahami pendengar. Searle membuat klasifikasi dasar tuturan yang membentuk tindak tutur ilokusi menjadi lima jenis tindak tutur, yaitu (1) Representatif; (2) Direktif; (3) Ekspresif; (4) Komisif; dan (5) Deklaratif.


(23)

Berdasarkan pedapat Searle bahwa jenis tindak tutur ilokusi ada lima, yaitu: 1. Tindak Tutur Representatif

Menurut Yule (2006:92), tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang menyatakan keyakinan penutur tentang ihwal realita eksternal. Tindak tutur ini berfungsi memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu. Artinya, pada tindak tutur jenis representatif penutur berupaya agar kata-kata atau tuturan yang dihasilkan sesuai dengan jenis realita dunia. Searle (dalam Leech:1993), menyebutkan tindak tutur jenis ini sebagai tindak tutur asertif, yang mengidentifikasikan dari segi semantik karena bersifat proposisional. Selain itu, yang bertanggung jawab terhadap kesesuaian antara kata-kata atau tuturan dengan fakta duniawi terletak pada pihak penutur. Yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur representatif ini, adalah tuturan-tuturan yang bersifat penegasan, pernyataan, pelaporan dan pemerian.

2. Tindak Tutur Komisif

Yule (2006) memberi pemahaman bahwa tindak tutur komisif, penutur menindaklanjuti atau memenuhi apa yang dituturkan. Tuturan semacam ini mengekspresikan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Dalam penggunaan tindak tutur komisif, penutur bertanggung jawab atas kebenaran apa yang dituturkan. Leech (1993) mengatakan jenis tindak tutur ini memiliki fungsi menyenangkan. Menyenangkan maksudnya adalah menyenangkan pihak pendengarnya karena dia tidak mengacu kepada kepentingan penutur. Jenis tindak tutur yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini menurut Yule (2006:94) adalah perjanjian, ancaman, penolakan dan jaminan .


(24)

3. Tindak Tutur Direktif

Dalam tindak tutur direktif mengandung hal yang bersifat keinginan pihak penutur kepada orang lain untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, tindak tutur direktif merupakan ekspresi dari apa yang penutur inginkan (Yule, 2006:93). Jenis tindak tutur yang termasuk dalam tindak tutur jenis direktif adalah perintah, permintaan, pemberian saran. Dalam hal ini pendengar bertanggung jawab untuk menyelesaikan apa yang akan dilakukannya terhadap keinginan penutur.

4. Tindak Tutur Ekspresif

Yule (2006:93) berpendapat bahwa dalam tindak tutur ekspresif terdapat pernyataan yang menggambarkan apa yang penutur rasakan. Tindak tutur ini mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis penutur terhadap suatu keadaan, meliputi mengucapkan terima kasih, terkejut, mengucapkan selamat datang, mengucapkan selamat, gembira, khawatir, sombong dan rasa tidak suka.

5. Tindak Tutur Deklaratif

Berdasarkan pendapat Yule (2006:93) dapat diketahui bahwa dalam tindak tutur deklaratif terdapat perubahan dunia sebagai akibat dari tuturan itu, misalnya ketika kita mengundurkan diri dengan mengatakan ‘saya mengundurkan diri’, memecat seseorang dengan mengatakan ‘Anda dipecat’, atau menikahi seseorang dengan menyatakan ‘Saya bersedia’. Yang termasuk ke dalam jenis ini antara lain, memecat, menyatakan perang, menikahkan, membebastugaskan (Hasibuan, 2005:88).


(25)

2.1.2.3Konteks

Konteks berhubungan dengan situasi berbahasa (speech situasion). Konteks mempunyai pengaruh kuat pada penafsiran makna kata. Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa (Rani, 2004:190). Konteks berhubungan dengan interaksi linguistik dalam ujaran atau lebih yang melibatkan pihak, yakni penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer dan Leonie, 2004: 47). Suatu konteks harus memenuhi delapan komponen yang diakronimkan sebagai S-P-E-A-K-I-N-G Hymes (dalam Chaer dan Leonie, 2004: 48-49). Komponen tersebut adalah :

1. S (Setting and Scene), setting berkenaan dengan tempat dan waktu tuturan berlangsung, scene adalah situasi tempat dan waktu.

2. P (Participants), pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan. 3. E (end), merujuk pada waktu dan tujuan tuturan.

4. A (act sequence), mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran.

5. K (keys), mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, serius, mengejek, dan bergurau.

6. I (instrumentalies), mengacu pada jalur bahasa yang digunakan. 7. N (norm of interaction and interpretation), mengacu pada tingkah

laku yang khas dan sikap yang berkaitan dengan peristiwa tutur. 8. G (genre), mengacu pada jenis penyampaian.

Setting and scene. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur


(26)

psikologis pembicara. Waktu, tempat dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di lapangan sepakbola pada waktu ada pertandingan sepakbola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan dalam keadaan sunyi, anda harus berbicara seperlahan mungkin.

Paticipants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa

pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima pesan. Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau pendengar; tetapi dalam khotbah di mesjid, khotib sebagai pembicara dan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orangtua atau gurunya, bila dibandingkan berbicara dengan teman-temannya.

Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang

terjadi di ruang pengadilan bermaksud menyelesaikan suatu kasus perkara; namun partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.

Act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini

berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaanya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga isi ujaran yang dibicarakan.


(27)

Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan

disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek. Hal ini dapat juga ditujukan dengan gerak tubuh dan isyarat.

Instrumentalies, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur

lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalies ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, fragam, atau register.

Norm of Interaction and Interpretation, mengacu pada norma atau aturan

dalam bernteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.

Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi,

pepatah, doa, dan sebagainya.

2.1.2.4 Aspek-aspek Situasi Tuturan

Pragmatik merupakan kajian yang mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi ujar. Dengan demikian bagi penutur dan mitra tutur hendaknya memperhatikan aspek situasi tutur di dalam komunikasinya agar antara penutur dan mitra tutur dapat saling mengerti atas tuturannya.

Leech (1993:19-21) membagi aspek situasi tutur atas lima bagian, yaitu: (1) penutur dan mitra tutur; (2) konteks tutur; (3) tindak tutur sebagai tindakan atau kegiatan; (4) tujuan tuturan; (5) tuturan sebagai produk tindak verbal.

1. Penutur dan Mitra tutur

Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pentuturan. Di dalam


(28)

peristiwa tutur peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti, yang semula berperan penutur pada tahap tutur berikutnya dapat menjadi mitra tutur, demikian sebaliknya. Aspek-aspek yang terkait dengan komponen penutur dan mitra tutur antara lain usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat keakraban.

2. Konteks Tuturan

Dalam tata bahasa konteks tuturan itu mencakupi semua aspek fisik atau latar sosial yang relevan dengan tuturan yang diekspresi. Konteks yang bersifat fisik, yaitu fisik tuturan dengan tuturan lain, biasa disebut ko-teks. Sementara itu, konteks latar sosial lazim dinamakan konteks. Di dalam pragmatik konteks itu berarti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks ini berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur.

3. Tujuan Tuturan

Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Komponen ini menjadikan hal yang melatarbelakangi tuturan. Karena semua tuturan memiliki suatu tujuan.

4. Tindak Tutur sebagai bentuk Tindakan atau Aktivitas

Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas adalah bahwa tindak tutur itu merupakan tindakan juga. Tindak tutur sebagai suatu tindakan tidak ubahnya sebagai tindakan mencubit dan menendang. Hanya saja, bagian tubuh yang berperan berbeda. Pada tindakan mencubit tanganlah yang berperan, pada tindakan menendang kakilah yang berperan, sedangkan pada tindakan bertutur alat ucaplah yang berperan.


(29)

5. Tuturan Sebagai Produk Tindak Verbal

Tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia itu dibedakan menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Berbicara atau bertutur itu adalah tindakan verbal. Oleh karena tercipta melalui tindakan verbal, tuturan itu merupakan produk tindak verbal. Tindakan verbal adalah tindak mengekpresikan kata-kata atau bahasa.

2.1.2.5 Fungsi Tindak Ilokusi

Manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya. Untuk itu, fungsi bahasa bagi manusia yaitu untuk berinteraksi dengan masyarakat penting sekali. Fungsi bahasa dalam masyarakat tidak hanya memiliki satu fungsi saja akan tetapi ada beberapa fungsi lain, salah satunya yaitu fungsi ilokusi.

Searle (dalam Leech yang diindonesiakan Oka 1993: 162), bahwa fungsi ilokusi dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis sesuai dengan hubungan fungsi-fungsi tersebut dengan tujuan-tujuan sosial berupa pemeliharaan perilaku yang sopan dan terhormat. Adapun fungsi tindak ilokusi antara lain kompetitif, menyenangkan, bekerja sama, dan bertentangan.

1. Fungsi Kompetitif

Fungsi kompetitif adalah tuturan yang tidak bertatakrama (discourteous), misalnya meminta pinjaman dengan nada memaksa, sehingga di sini melibatkan sopan santun. Tujuan ilokusi bersama dengan tujuan sosial. Pada ilokusi yang berfungsi kompetitif ini, sopan santun mempunyai sifat negatif dan tujuannya


(30)

mengurangi ketidak harmonisan; misalnya memerintah, meminta, menuntut, dan

mengemis.

2. Fungsi Menyenangkan

Fungsi menyenangkan adalah tuturan yang bertatakrama. Tujuan ilokusi sejalan dengan tujuan social. Pada fungsi ini, sopan santun lebih positif bentuknya dan bertujuan mencari kesempatan untuk beramah tamah; misalnya menawarkan,

mengajak atau mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, dan

mengucapkan selamat.

3. Fungsi Bekerja sama

Fungsi kerja sama adalah tidak melibatkan sopan santun karena pada fungsi ini sopan santun tidak relevan. Tujuan ilokusinya tidak melibatkan tujuan sosial; misalnya menyatakan, melaporkan, mengumumkan, dan mengajarkan.

4. Fungsi Bertentangan

Fungsi bertentangan adalah unsure sopan santun tidak ada sama sekali karena fungsi ini pada dasarnya bertujuan menimbulkan kemarahan. Tujuan ilokusi bertentangan dengan tujuan sosial; misalnya mengancam, menuduh, menyumpahi, dan memarahi.

2.2Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari), perbuatan meninjau (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:1198), sedangkan pustaka adalah kitab, buku, primbon (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:912)


(31)

Jadi, tinjauan pustaka adalah hal-hal atau pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian sebagai bahan referensi yang mendukung penelitian, atau menjelaskan hasil-hasil dari penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik yang diteliti agar semakin jelas permasalahan penelitian yang akan dipecahkan.

Penelitian tentang tindak tutur yang relevan sebagai sumber adalah sebagai berikut: Hasibuan (2005) mengkaji tentang Perangkat Tindak Tutur dan Siasat

Kesantunan Berbahasa dalam Bahasa Mandailing. Ia mengemukakan jenis-jenis

tindak tutur versi Searle, yaitu representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Beliau juga membahas tentang tindak tutur langsung dan tidak langsung.

Maharani (2007) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Percakapan

pada Komik Asterix. Ia membahas tentang jenis-jenis tindak tutur percakapan

berdasarkan teori J.L.Austin yaitu tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi serta analisis pasangan berdampingan yang terdapat dalam percakapan komik Asterix seri ke-20.

Malau (2009) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur dalam Seri Cerita

Kenangan Agenteuil Hidup Memisahkan Diri karya NH. Dini. Ia membahas tentang

jenis-jenis tindak tutur berdasarkan teori Searle, yaitu tindak tutur representatif, tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, tindak tutur deklaratif dan tindak tutur ekspresif. Tindak tutur dalam Seri Cerita Argenteuil Hidup Memisahkan Diri disimpulkan bahwa hanya terdapat empat jenis tindak tutur saja yaitu tindak tutur represetatif, tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, dan tindak tutur deklaratif. sedangkan, tindak tutur ekspresif tidak ada ditemukan

Yani (2006) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Ilokusi dalam

Wacana Komik di Majalah Annida. Ia membahas tentang jenis tindak tutur ilokusi


(32)

tindak tutur direktif, tindak tutur deklaratif, dan tindak tutur ekspresif. Selain membahas tentang jenis tindak tutur ia juga membahas tentang fungsi tindak tutur ilokusi yang ada dalam wana komik di majalah Annida.

Penelitian tentang karya Anindita S. Thayf belum pernah dilakukan berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian khususnya tindak tutur yang terdapat dalam novel Tanah Tabu ini.


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian bahasa dapat dilakukan di lapangan maupun melalui kepustakaan. Keduanya dianggap sebagai lokasi penelitian (Djajasudarma, 1993:3). Di lapangan akan melibatkan hubungan peneliti dengan penutur bahasa yang diteliti, sedangkan di perpustakaan (kepustakaan) melibatkan hubungan peneliti dengan buku-buku sebagai sumber data. Penelitian ini dilakukan di perpustakaan dan tempat khusus peneliti, yakni untuk membaca dan menyimak tindak tutur percakapan yang terdapat dalam novel yang diteliti.

Penelitian tentang tindak tutur yang terdapat dalam novel Tanah Tabu ini dilakukan selama waktu yang diperlukan peneliti dalam meneliti.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah sekelompok orang, benda atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel, suatu kumpulan yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian (KBBI, 2005:889), sedangkan sampel adalah bagian kecil yang mewakili kelompok atau keseluruhan yang lebih besar, pencontoh (KBBI, 2005:991).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua teks percakapan yang terdapat dalam novel Tanah Tabu. Setelah populasi dirumuskan dengan jelas, barulah kita dapat menetapkan apakah mungkin untuk meneliti seluruh elemen populasi ataukah


(34)

perlu mengambil sebagian saja dari populasi yang sering disebut sebagai sampel (Malo, 1985:151). Oleh karena jumlah data yang banyak, maka penulis mengambil sampel dari populasi yang tersedia. Dalam pengambilan sampel peneliti menggunakan penarikan sampel secara random sederhana (simple random sampling) dengan cara mengundi elemen atau anggota populasi. Populasi yang ditemukan oleh peneliti juga digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini sumber data satu-satunya berasal dari novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf. Jadi, novel ini merupakan objek penelitian, terutama mengenai percakapan-percakapan yang terdapat di dalamnya. Data buku yang menjadi objek kajian ini adalah :

Judul : Tanah Tabu

No. ISBN : 978-979-22-4567-7

Penulis : Anindita S. Thayf

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tanggal Terbit : Mei-2009 Jumlah Halaman : 240

Berat Buku : -

Jenis Cover : Soft Cover

Dimensi (LxP) : -

Kategori : Sastra

Bonus : -


(35)

Metode adalah cara yang harus dilakukan, sementara itu teknik adalah cara melaksanakan metode. Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak. Disebut metode simak atau penyimakan karena memang berupa penyimakan, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Peneliti melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data. Jadi, terdapat aspek penyeleksian dalam pengambilan data dari sumber data.

Teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat (Sudaryanto, 1993:134-135). Teknik simak bebas libat cakap (SBLC) yaitu peneliti sebagai pemerhati dengan penuh minat, tekun memperhatikan calon data yang terbentuk dan muncul dari peristiwa kebahasaan yang ada di luar dirinya (Sudaryanto, 1993:136).

Setelah dilakukan teknik SBLC secara cermat dan teliti, kemudian dilakukan teknik catat yaitu pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi. Pencatatan dilakukan langsung ketika teknik pertama selesai digunakan dengan alat tulis tertentu.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode dan teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode padan dan teknik yang sesuai adalah teknik pilah unsur penentu (PUP) dengan daya pilah pembeda reaksi. Alat penentu metode padan berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan, sedangkan teknik pilah unsur penentu (PUP) dengan daya pilah unsur pembeda reaksi dipergunakan untuk mengetahui reaksi yang timbul pada mitra wicara yang disebabkan oleh adanya tindak tutur dalam percakapan, seperti (1) bertindak


(36)

menuruti atau menentang apa yang diucapkan oleh si pembicara, (2) berkata dengan isi yang informatif, (3) tergerak emosinya, (4) diam tetapi menyimak dan berusaha mengerti apa yang diucapkan oleh si pembicara, dan reaksi yang lain lagi (Sudaryanto, 1993: 13-25).

Contoh:

“Sudah! Pergi sana. Main di luar saja. Jangan mengganggu di sini,” usir Mabel sambil mengibaskan sebelah tangannya yang bebas tetapi mengeluarkan aroma yang sangat khas. (hlm. 12).

Contoh percakapan di atas ditelaah dengan menggunakan teori tindak tutur yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Menurut Searle tindak tutur dibagi menjadi lima, yaitu :

1. Tindak tutur refresentatif 2. Tindak tutur komisif 3. Tindak tutur direktif 4. Tindak tutur ekspresif, dan 5. Tindak tutur deklaratif

Pendengar menuruti apa yang diucapkan si pembicara. Mitra tutur (Leksi) menafsirkan bahwa dia harus melakukan apa yang dikatakan oleh penutur. Dalam hal ini mitra wicara (Leski) bertanggung jawab untuk mematuhi keinginan penutur (Mabel, Omanya). Pendengar menuruti apa yang diucapkan si pembicara Mitra Tutur (Leksi) menafsirkan bahwa dia harus melakukan apa yang dikatakan oleh penutur. Dalam hal ini, mitra wicara (Leksi) bertanggung jawab untuk mematuhi keinginan penutur (Mabel, Omanya) yaitu untuk segera pergi dan tidak mengganggu Mabelnya


(37)

saat memasak. Setelah Leksi memastikan apa yang dimasak oleh Mabelnya dia pun segera pergi berlalu.

Teknik lanjutan yang digunakan dengan metode padan ini adalah teknik hubung banding menyamakan. Hal yang hendak disamakan adalah persepsi partisipan. Dengan demikian penutur (Mabel, Omanya Leksi) dan mitra tutur (Leksi) pada rangkaian tuturan di atas mempunyai persepsi yang sama terhadap isi pesan, yaitu penutur menyuruh mitra tutur untuk pergi main ke luar. Oleh karena itu, percakapan tersebut termasuk tindak tutur yang berupa perintah.

Fungsi tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Tanah Tabu ini, misalnya dalam contoh berikut:

“Bisakah kau jadi anak manis hari ini, Nak? Dengarkan kata kakak-kakak itu. Mereka akan mengajarkan apa yang kita tidak tahu. Jadi perhatikan baik-baik,” bisik Mabel saat melihatku yang duduk disisinya mulai banyak bergerak. (hlm. 31).

Dari cotoh di atas dapat diketahui bahwa fungsi ilokusi yang dikandung adalah fungsi ilokusi kompetitif. Fungsi ilokusi kompetitif tuturan meminta. Di sini Mabel meminta Leksi untuk menjadi anak manis, maksudnya bersikap tenang kala mendengarkan penjelasan dari kakak-kakak yang datang ke daerah mereka yang akan mengadakan pertemuan di aula kantor kepala distrik. Penjelasan tentang penyakit malaria.


(38)

BAB IV

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL TANAH TABU

KARYA ANINDITA S. THAYF

4.1 Jenis Tindak Tutur Ilokusi yang terdapat dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf

4.1.1 Tindak Tutur Representatif

Menurut Yule (2006:92) dinyatakan bahwa tindak tutur representatif merupakan tindak tutur yang menyatakan keyakinan penutur tentang ikhwal realita eksternal. Tindak tutur ini berfungsi memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu. Artinya, pada tindak tutur jenis representatif penutur berupaya agar kata-kata atau tuturan yang dihasilkan sesuai dengan realita dunia. Searle (dalam Leech, 1993) menyebutkan tindak tutur jenis ini sebagai tidak tutur asertif, yang mengidentifikasikan dari segi semantik karena bersifat proposisional. Selain itu, yang bertanggung jawab terhadap kesatuan hubungan antara kata-kata atau tuturan dengan fakta duniawi terletak pada pihak penutur. Yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur representatif antara lain penegasan, pernyataan, pelaporan, pemerian.

Contoh 1. Data Percakapan 2

“Aku masak tumis bunga pepaya. Kau pasti suka kan?” Ujar Mabel tanpa melihatku. Aku mengeluarkan suara senang dan segera berlalu. Aku tidak pernah membuat Mabel-ku marah. Tidak pernah sekalipun…. (Tanah Tabu, 12)


(39)

Pada tuturan tersebut percakapan dilakukan oleh Mabel kepada Kwee. Mabel sebagai penutur dan Kwee sebagai mitra tutur. Waktu pertuturan berlangsung ketika Mabel sedang memasak dan tempatnya adalah dapur. Tujuan pertuturan adalah menyampaikan kepada kwee bahwa Mabel sedang memasak tumis bunga pepaya yang disukai oleh Kwee. Bentuk ujaran adalah percakapan biasa dengan ragam dialek yang tidak resmi. Jalur bahasa yang digunakan adalah jalur lisan.

Data percakapan tersebut adalah percakapan antara Mabel dan Kwee. Dari percakapan diketahui bahwa reaksi mitra wicara (Kwee) yaitu diam tetapi menyimak dan berusaha mengerti apa yang diucapkan oleh si pembicara (Mabel). Percakapan ini juga memberi kepastian kepada Kwee bahwa dia pasti akan menyukai masakan tumis bunga pepaya yang dimasak oleh Mabel. Dengan menggunakan teknik lanjutan teknik hubungan banding menyamakan yaitu diketahui bahwa partisipan mempunyai persepsi yang sama yaitu tentang tumis bunga pepaya. Oleh karena itu, percakapan tersebut termasuk tindak tutur ilokusi representatif yang berupa pernyataan.

Contoh 2. Data Percakapan 3

“Sebab di sekolah itu ada yang namanya Bapak Guru dan Bapak Kepala Sekolah, Kwee. Mereka bisa marah dan menghukum siapa saja yang tidak mematuhi peraturan.”begitu jelas Leksi ketika melihatku mencoba membuntuti langkahnya diam-diam dari belakang. (Tanah Tabu, 16)

Konteks :

Percakapan dalam tuturan tersebut dilakukan oleh Leksi kepada Kwee. Leksi sebagai penutur dan Kwee sebagai mitra tutur (pendengar). Percakapan berlangsung di suatu tempat yaitu di tengah jalan yang ramai menuju sekolah Leksi yang dipenuhi oleh lalu-lalang kendaraan. Bentuk ujaran berlangsung dalam percakapan biasa yang


(40)

berupa percakapan lisan dengan ragam dialek. Percakapan tersebut berhubungan dengan maksud atau topik tentang Bapak Guru dan Bapak Kepala Sekolah yang marah dan menghukum siapa saja yang tidak mematuhi peraturan.

Pertuturan tersebut meupakan percakapan yang dilakukan oleh Leksi kepada Kwee. Dari percakapan yang terjadi dapat diketahui bahwa reaksi mitra tutur (Kwee) yang timbul adalah diam tetapi menyimak dan berusaha mengerti apa yang diucapkan oleh si pembicara yaitu Leksi. Penutur berusaha menyampaikan sesuatu yang sesuai dengan kenyataan. Leksi berusaha menyampaikan kepada Kwee bahwa dia tidak dapat ikut belajar bersama dengan Leksi di sekolah karena di sekolah ada yang namanya Bapak Guru dan Bapak Kepala Sekolah yang siap memarahi siapa saja yang tidak menuruti peraturan yang dibuat oleh sekolah. Setelah diketahui reaksi mitra tutur selanjutnya dilakukan analisis menggunakan terknik lanjutan yaitu dengan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa kedua partisipan atau pihak-pihak yang terlibat dalam percakapan mempunyai persepsi yang sama yaitu bahwa di sekolah ada namanya Bapak Guru dan Bapak Kepala Sekolah yang siap menghukum dan memarahi siapa saja yang tidak mematuhi peraturan. Oleh karena itu, dari percakapan tersebut dapat diketahui bahwa percakapan tersebut termasuk tindak tutur ilokusi repsresentatif yang berupa pelaporan.

Contoh 3. Data Percakapan 4

“Kau akan pintar membaca, menulis, dan berhitung, Nak. Dengan begitu, tidak ada lagi penjaga warung yang akan mengambil uang gula-gulamu,” ungkap Mabel manis. (Tanah Tabu, 17)


(41)

Leksi dan Mabel adalah partisipan dalam percakapan di atas. Penutur adalah Mabel sedangkan Leksi adalah mitra tutur atau pendengar. Tempat berlangsungnya pertuturan adalah rumah dengan situasi saat menyuruh Leksi pergi ke sekolah di mana Leksi sangat tidak suka disuruh untuk pergi ke sekolah. Bentuk ujaran berlangsung dengan percakapan biasa secara lisan dengan ragam dialek yang tidak resmi. Percakapan tersebut berhubungan dengan maksud atau topik tentang manfaat dari bersekolah.

Peristiwa yang terjadi adalah peristiwa tentang percakapan yang berlangsung antara Mabel dengan Leksi. Dari percakapan yang berlangsung dapat diketahui bahwa reaksi mitra tutur (pendengar) adalah diam dengan setia menyimak serta berusaha mengerti apa maksud yang diucapkan oleh si pembicara (Mabel). Penutur beusaha menyampaikan segala sesuatu sesuai dengan kenyataan. Mabel berusaha menyimpulkan bahwa dengan bersekolah Leksi akan dapat menjadi anak yang pintar yaitu pintar membaca, menulis dan berhitung sehingga nanti tidak ada lagi penjaga warung yang akan mengambil uang gula-gulanya. Setelah diketahui reaksi dari mitra tutur selajutnya dilakukan teknik hubung banding menyamakan yaitu menyamakan persepsi di antara partisipan yaitu mempunyai persepsi yang sama tentang manfaat dari bersekolah yaitu akan membuat pintar membaca, menulis dan berhitung. Dengan diketahui reaksi dari mitra tutur maka percakapan tersebut termasuk ke dalam jenis tindak tutur ilokusi representatif yang berupa penyimpulan.

Contoh 4. Data Percakapan 11

“Kalau memang hanya itu keinginanmu, Mace, mengapa tidak kaubelikan saja rok abu-abu untukku karena aku sudah punya baju putih. Akan kupakai sekarang juga jadi kau bisa melihatku dengan bangga.


(42)

Bagaimana? Aku berceloteh ringan sambil terus mengekori langkahnya dari kamar menuju dapur untuk mengambil sarapan. (Tanah Tabu, 20)

Konteks :

Partisipan dalam percakapan tersebut adalah antara Leksi dan Mace. Leksi bersifat sebagai penutur sedangkan Mace (Lisbeth) ibunya Leksi merupakan mitra tutur atau pendengar. Tempat berlangsungnya pertuturan adalah kamar dengan situasi tidak begitu ramai saat waktu sedang mengambil sarapan. Bentuk ujaran berlangsung dengan percakapan biasa secara lisan dengan ragam dialek yang tidak resmi. Percakapan tersebut berhubungan dengan maksud atau topik tentang keinginan Mace untuk melihat Leksi memakai baju abu-abu yang sering dipakai oleh anak SMA yang sering berpapsan dengannya di pasar.

Percakapan dilakukan antara Leksi dengan Mace. Dari percakapan yang berlangsung dapat diketahui reaksi antara mitra wicara (pendengar) kepada penutur yaitu berkata atau menjawab dengan isi yang bersifat informatif. Penutur dalam hal ini berusaha menyatakan sesuatu yang sesuai dengan kenyataan. Penutur yaitu Leksi berusaha memerikan keinginannya kepada Mace yang memaksanya untuk sekolah. Akhirnya Leksi memberanikan diri bertanya tentang keinginannya untuk dibelikan saja rok abu-abu itu. Ia ingin tahu apakah Mace akan melihatnya dengan rasa bangga atau tidak. Dengan melihat reaksi dari pendengar selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan teknik lanjutan yaitu teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa persepsi di antara penutur dan mitra tutur adalah sama yaitu keinginan untuk memakai baju putih dan rok abu-abu. Dengan demikian percakapan yang berlangsung tersebut termasuk tindak tutur ilokusi representatif yang berupa pemerian.


(43)

Contoh 5. Data Percakapan 25

“Semua makanan itulah yang membuatku bisa segemuk ini, walaupun hanya bisa makan keladi, sagu, ubi, atau sesekali daging kalau ada yang berpesta. Karena itu, aku akan bekerja sekeras mungkin untuk membelikanmu roti, keju, dan susu. Sabar saja, Nak. Aku akan membuatmu segemuk dia.” Lalu mata Mabel menatap Kwee dengan pandangan penuh arti. (Tanah Tabu, 35)

Konteks :

Waktu tuturan berlangsung ketika sebelum tidur dengan tempat tuturan adalah kamar. Partisipan atau pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan adalah Mabel dan Leksi. Mabel sebagai penutur sedangkan Leksi sebagai mitra tutur. Maksud dan tujuan serta topik pembicaraan adalah tentang makanan yang sering dulu dimakan oleh Mabel sehingga membuat dia gemuk. Bentuk ujaran merupakan percakapan biasa secara lisan dengan ragam dialek yang tidak resmi.

Contoh tersebut adalah percakapan yang dilakukan oleh Mabel dan Leksi. Dari prcakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra wicara (Leksi) yaitu diam dengan menyimak serta berusaha mengerti apa yang diucapkan oleh si penutur (Mabel). Penutur berusaha menyakinkan mitra tutur dengan mengucapkan sesuatu sesuai dengan kenyataan. Percakapan ini memberi pengertian kepada Leksi tentang jenis makanan yang sulu sering dimakan oleh Mabel yang membuat dia gemuk yaitu roti, keju,dan susu yang membuat Leksi semakin ingin mencicipi makanan tersebut. Dengan menggunakan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan mempunyai persepsi yang sama yaitu tentang manfaat dari roti, keju dan susu yang dapat membuat gemuk. Oleh karena itu, percakapan tersebut termasuk dalam tindak tutur ilokusi representatif yang berupa pernyataan.


(44)

Contoh 6. Data Percakapan 91

“Tapi harga seekor ayam sangat mahal. Seratus ribu untuk seekor ayam kampung,” gumam mace seakan ditujukan kepada dirinya sendiri. Tangannya terus sibuk mengikat sayur.

“Ampun! Sebegitu mahalkah?”

“Memang mahal dari dulu. Apalagi sekarang semua barang de1 pu2 harga naik.(Tanah Tabu, 80).

Konteks :

Pertuturan berlangsung di sebuah Pasar. Partisipan dalam percakapan ini adalah Mace dengan seorang pembeli(wanita). Mace bertindak sebagai penutur dan pembeli tersebut sebagai pendengar. Pembicaraan tersebut membicarakan tentang kebutuhan rumah tangga yang serba mahal. Bentuk percakapan merupakan percakapan biasa dengan ragam lisan yang tidak resmi dengan ragam dialek.

Dari data percakapan di atas dapat diketahui bahwa reaksi yang ditimbulkan oleh mitra tutur (seorang wanita pembeli) adalah berkata dengan isi yang informatif. Penutur berusaha menyampaikan sesuatu sesuai dengan kenyataan. Wanita tersebut berkata tentang kebutuhan yang serba mahal yaitu dengan berkata Sebegitu mahalkah?. Mace menegaskan bahwa memang mahal dari dulu, seperti harga seekor ayam yaitu seratus ribu. Dengan menggunakan teknik lanjutan hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan dalam hal ni mempunyai persepsi yang sama yaitu harga kebutuhan semua serba mahal. Oleh karena itu, percakapan ini merupakan tindak tutur representatif yang berupa penegasan. Penegasan dalam hal ini adalah penegasan tentang harga kebutuhan yang mahal.

1 dia 2


(45)

4.1.2 Tindak Tutur Komisif

Yule (2006) memberi pemahaman bahwa tindak tutur komisif, penutur menindaklanjuti atau memenuhi apa yang dituturkan. Tuturan semacam ini mengekspresikan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Dalam penggunaan tindak tutur komisif, penutur bertanggung jawab atas kebenaran apa yang dituturkan. Leech (1993) mengatakan jenis tindak tutur ini memiliki fungsi menyenangkan. Menyenangkan maksudnya adalah menyenangkan pihak pendengarnya karena dia tidak mengacu kepada kepentingan penutur. Jenis tindak tutur yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini menurut Yule (2006:94) adalah perjanjian, ancaman, penolakan dan jaminan .

Contoh 7. Data Percakapan 187

“Kaye hanya sakit panas. Tapi kau tenang saja. Sekarang ada Mama yang mengurus di dalam. Hari ini dia mungkin tidak ke kebun.” (Tanah Tabu, 148)

Konteks :

Partisipan dalam percakapan adalah Leksi degan Yosi. Leksi sebagai mitra tutur sedangkan Yosi bertindak sebagai penutur. Percakapan tersebut berlangsung sebelum Leksi berangkat sekolah ketika Yosi sedang menyapu halaman. Percakapan tersebut membicarakan tentang kabar adeknya Yosi yang sedang sakit. Bentuk percakapan adalah percakapan biasa dengan ragam lisan yang tidak resmi.

Dari percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra wicara (Leksi) yaitu diam dan menyimak. Penutur menindaklanjuti atau memenuhi apa yang dituturkan. Tuturan dalam percakapan tersebut mengekspresikan apa yang dimaksudkan oleh penutur yaitu bertanggung jawab atas kebenaran yang dituturkan.


(46)

Penutur berusaha menyenangkan hati mitra tutur (Leksi) dengan menjamin bahwa adeknya (Kaye) hanya sakit panas dan ada Mama yang akan mengurusnya sehingga mereka dapat bermain bersama lagi. Dengan menggunakan teknik lanjutan hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan mempunyai persepsi yang sama yaitu jaminan bahwa adeknya Yosi tidak apa-apa hanya sakit panas saja. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tindak tutur tersebut termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi komisif yang berupa jaminan.

Contoh 8. Data Percakapan 188

“Nanti saja kita main lagi kalau Kaye sudah sembuh. Aku yakin, besok dia pasti sudah tidak panas,” begitu janji Yosi sebelum tangis Kaye memanggilnya kembali ke dalam rumah (Tanah Tabu, 148)

Konteks :

Percakapan tersebut berlangsung ketika adek Yosi (Kaye) menangis saat dia dan Leksi sedang bermain bersama. Partisipan dalam percakapan adalah Leksi dengan Yosi. Pembicaraan bermaksud untuk menyampaikan bahwa jika adeknya Yosi sudah sembuh maka dia bersama Leksi akan bermain lagi bersama. Bentuk percakapan adalah percakapan biasa dengan ragam lisan yang tidak resmi.

Dari percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra wicara (Leksi) yaitu diam dan menyimak. Penutur menindaklanjuti atau memenuhi apa yang dituturkan. Tuturan dalam percakapan tersebut mengekspresikan apa yang dimaksudkan oleh penutur yaitu bertanggung jawab atas kebenaran yang dituturkan. Penutur berusaha menyenangkan hati mitra tutur (Leksi) dengan berjanji bahwa jika adeknya (Kaye) sudah sembuh dan tidak sakit panas lagi maka dia akan bermain bersama lagi bersama Leksi. Dengan menggunakan teknik lanjutan hubung banding


(47)

menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan mempunyai persepsi yang sama yaitu tentang janji Yosi yang akan bermain bersama lagi jika Kaye sudah sembuh dan tidak panas lagi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tindak tutur tersebut termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi komisif yang berupa perjajian.

Contoh 9. Data percakapan 193

“Sudahlah, Kori! Kau ini. Hentikan cerita itu.”

“Ah, tidak-tidak! Tidak bisa, Anabel. Cucumu harus tahu sedikit tentang masa lalu neneknya.” (Tanah Tabu, 151)

Konteks :

Partisipan dalam percakapan tersebut adalah Kori dan Anabel (Mabel). Kori sebagai penutur dan Anabel sebagai mitra tutur. Percakapan tersebut membahas tentang kisah pahit yang dialami oleh Anabel pada masa lalu. Bentuk ujaran merupakan percakapan biasa dengan ragam dialek yang tidak resmi.

Dari data percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra wicara adalah berkata dengan isi yang informatif serta penutur menindaklanjutin apa yang dituturkan. Penutur bertanggung jawab atas kebenaran yang dituturkan. Penutur berusaha menyampaikan sesuai dengan kenyataan. Penutur menolak apa yang diinginkan oleh mitra tutur. Dengan menggunakan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan memiliki persepsi yang sama yaitu bahwa Kori tetap ingin menyampaikan kisah masa lalu dari Mabel kepada Leksi (cucu Anabel). Dengan demikian dapat diketahui bahwa percakapan tersebut termasuk ke dalam jenis tindak tutur ilokusi komisif yang berupa penolakan.


(48)

Contoh 10. Data Percakapan 198

“Karena itu, Leksi, berjanjilah kepadaku untuk rajin bersekolah hingga kau kelak menjadi anak pintar yang akan membanggakan Mace3 dan Mabel-mu. Kau mau?” (Tanah Tabu, 163)

Konteks :

Partisipan dalam percakapan tersebut adalah Mama Kori dan Leksi. Mama Kori sebagai penutur dan Leksi sebagai mitra tutur. Percakapan tersebut membahas tentang kisah pahit yang dialami oleh Anabel pada masa lalu dan nasehat Mama Kori kepada Leksi agar Leksi rajin belajar. Bentuk ujaran merupakan percakapan biasa dengan ragam dialek yang tidak resmi.

Dari percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra wicara (Leksi) yaitu diam dan menyimak. Penutur menindaklanjuti atau memenuhi apa yang dituturkan. Tuturan dalam percakapan tersebut mengekspresikan apa yang dimaksudkan oleh penutur yaitu bertanggung jawab atas kebenaran yang dituturkan. Penutur menyampaikan kepada mitra tutur agar berjanji belajar dan bersekolah dengan rajin supaya kelak menjadi anak yang pintar. Dengan menggunakan teknik lanjutan hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan mempunyai persepsi yang sama yaitu tentang perjanjian antara Leksi dengan Mama Kori yaitu perjanjian supaya Leksi bersekolah dengan rajin agar bisa membanggakan Mabel dan Mace kelak. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tindak tutur tersebut termasuk dalam jenis tindak tutur ilokusi komisif yang berupa perjajian.

3 Ibu


(49)

4.1.3 Tindak Tutur Direktif

Dalam tindak tutur direktif mengandung hal yang bersifat keinginan pihak penutur kepada orang lain untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, tindak tutur direktif merupakan ekspresi dari apa yang penutur inginkan (Yule, 2006:93). Jenis tindak tutur yang termasuk dalam tindak tutur jenis direktif adalah perintah, permintaan, pemberian saran. Dalam hal ini pendengar bertanggung jawab untuk menyelesaikan apa yang akan dilakukannya terhadap keinginan penutur.

Contoh 11. Data Percakapan 18

“Kalau ada orang yang datang kepadamu dan bilang ia akan membuatmu jadi lebih kaya, bantingkan saja pintu di depan hidungnya. Tapi kalau orang itu bilang ia akan membuatmu lebih pintar dan maju, suruh dia masuk. Kita boleh menolak uang karena bisa saja ada setan yang bersembunyi di situ. Namun hanya orang bodoh yang menolak diberi ilmu cuma-cuma. Ilmu jauh lebih berharga daripada uang, Nak. Ingat itu,” jawab Mabel tatkala kutanya mengapa sikapnya berubah hangat kepada orang-orang itu. (Tanah Tabu, 30)

Konteks :

Percapakan berlangsung di rumah. Partisipan dalam percakapan adalah Mabel dan Leksi. Percakapan tersebut membahas tentang jaminan Mabel kepada Leksi bahwa jika suatu saat nanti ada orang kaya datang untuk membuat Leksi menjadi kaya seharusnya langsung ditolak, tetpi jika ada orang yang ingin membuat Leksi menjadi lebih pintar dan maju, langsung diterima saja. Bentuk percakapan adalah percakapan biasa dengan ragam lisan yang tidak resmi.

Percakapan tersebut merupakan percakapan antara Mabel dengan Leksi. Mabel sebagai penuturdan Leksi sebagi mitra tutur. Dari percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra tutur (Leksi) yaitu diam tetapi


(50)

menyimak apa yang diucapkan oleh si pembicara serta mitra wicara berusaha mengerti. Penutur berkeinginan agar orang lain melakukan sesuatu yaitu mengharapkan Leksi dapat mengerti bahwa jika nanti ada orang orang kaya yang datang dan berkata membantu untuk menjadi lebih kaya tidak usah dipercayai, tetapi jika suatu saat nanti ada yang menawarkan untuk membuat Leksi menjadi anak yang pintar dan maju langsung diterima saja karena Mabel menjamin bahwa hanya orang bodoh yang menolak diberi ilmu cuma-cuma. Ilmu jauh lebih berharga daripada uang. Dengan menggunakan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan mempunyai persepsi yang sama yaitu meminta mitra wicara untuk menerima orang yang akan memberikan dia ilmu. Oleh karena itu, percakapan tersebut merupakan tindak tutur ilokusi yang berupa permintaan.

Contoh 12. Data Percakapan 141 “Selamat Natal, Anabel.’ “Terima kasih, Nyonya.”

“Bukan begitu. Kau harus membalas bilang, ‘Selamat Natal’ juga.” “Baiklah. Selamat Natal juga, Nyonya.”

“Sama-sama, Anabel. Sama-sama.” (Tanah Tabu, 119)

Konteks :

Partisipan dalam percakapan tersebut adalah Anabel (Mabel) dan Nyonya Hermine (Sepasang suami istri dari Belanda yang menjadikan Mabel sebagai anak piaraan mereka). Percakapan tersebut berlangsung di rumah Nyonya Hermine ketika sedang menyambut perayaan hari Natal. Percakapan tersebut membicarakan tentang ucapan selamat natal. Percakapan berlangsung dengan percakapan biasa dengan ragam lisan yang tidak resmi.


(51)

Dari percakapan yang berlangsung dapat diketahui bahwa Nyonya Hermine adalah bertindak sebagai penutur dan Anabel (Mabel) sebagai mitra tutur. Dari percakapan tersebut dapat diketahui rekasi yang ditimbulkan oleh mitra tutur (Anabel) adalah berkata dengan isi yang informatif. Penutur berharap mitra tutur melakukan sesuatu yaitu berharap Anabel membalas kembali ucapan Selamat Natal yang diutarakannya. Anabel membalasnya kembali. Dengan menggunakan teknik lanjutan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa kedua partisipan dalam percakapan tersebut memiliki persepsi yang sama yaitu tentang Pemberian saran Nyonya Hermine kepada Anabel untuk kembali mengucapkan selamat Natal juga jika ada yang mengucapkan selamat Natal kepada Anabel (Mabel). Dengan demikian, percakapan tersebut termasuk ke dalam jenis tindak tutur ilokusi direktif yang berupa pemberian saran. Pemberian saran yang dimaksudkan adalah saran tentang mengucapkan selamat Natal kembali kepada orang yang mengucapkan selamat Natal kepada kita.

Contoh 13. Data Percakapan 138

“Natal adalah saatnya berbagi cinta kasih!” begitu teriak Nyonya Hermine sambil menjadikan kedua tangannya corong,” jadi alangkah baiknya jika Anda membicarakan baik-baik masalah Anda dengan keluarga di rumah.”(Tanah Tabu,117)

Konteks:

Percakapan tersebut berlangsung di pinggir jalan di bawah sebuah pohon pinang tinggi ketika Anabel dan Mabel keluar dari sebuh toko sepatu. Partisipan dalam percakapan adalah Nyonya Hermine dan seorang ibu yang berniat bunuh diri karena malu. Pembicaraan tersebut membicarakan tentang makna hari Natal yang


(52)

seharusnya penuh kegembiraan dengan melupakan segala masalah yang terjadi. Percakapan berlangsung dengan percakapan biasa dengan ragam lisan yang tidak resmi.

Dari tuturan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra tutur (Ibu) tersebut adalah menjawab dengan isi yang informatif. Penutur berkeinginan supaya orang lain melakukan sesuatu. Percakapan ini menggambarkan ekspresi dari apa yang penutur inginkan. Penutur menginginkan mitra tutur (Ibu) tersebut tidak melakukan apa yang ingin dilakukannya, tetapi Ibu tersebut melakukannya. Dengan menggunakan teknik lanjutan teknik hubung banding menyamakan dapat dketahui bahwa partisipan memiliki persepsi yang sama yaitu tentang makna hari Natal. Penutur memberikan saran agar di hari Natal tidak ada keributan yang ada hanyalah kegembiraan. Oleh karena itu, percakapan tersebut merupakan tindak tutur ilokusi direktif yang berupa pemberian saran.

Contoh 14. Data Percakapan 139

“Lupakan apa yang kaulihat tadi, Anabel. Kau bisa mimpi buruk nanti,” saran Nyonya Hermine yang selama kejadian menyembuyikan wajah Ann di dadanya. (Tanah Tabu, 117-118)

Konteks :

Partisipan dalam percakapan tersebut adalah Nyonya Hermine dan Anabel. Nyonya Hermine sebagai penutur dan Anabel sebagai mitra tutur. Percakapan berlangsung saat mereka menuju sebuah toko bunga. Pembicaraan tersebut membicarakan tentang kejadian yang mereka lihat ketika mereka sedang menuju sebuah toko bunga. Bentuk ujaran dengan percakapan biasa dengan ragam lisan yang tidak resmi.


(53)

Dari percakapan tersebut dapat diketahui reaksi mitra tutur (Anabel) yaitu diam tetapi menyimak. Penutur berkeinginan orang lain untuk melakukan sesuatu. Percakapan tersebut merupakan ekspresi dari apa yang penutur inginkan. Penutur memberi saran kepada Anabel agar melupakan kejadian yang mereka lihat di tengah jalan. Dengan menggunakan teknik lanjutan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa persepsi yang ditimbulkan oleh kedua partisipan adalah sama yaitu tentang memberi saran kepada Anabel agar melupakan kejadian tersebut. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tindak tutur atau percakapan tersebut merupakan jenis tindak tutur ilokusi direktif yang berupa pemberian saran.

Contoh 15. Data Percakapan 143

“Kami rasa pengetahuanmu sekarang ini sudah lebih dari cukup, Anabel. Kau sudah sangat maju dari dirimu yang dulu. Bahkan kalau mau, kau bisa mendapat ilmu yang lebih banyak lagi dari membaca buku. Kau ini anak yang cerdas, Anabel. Cepat tanggap dan mudah menyerap setiap pelajaran dari mana pun asalnya, termasuk buku. Jadi untuk apa bersekolah? Apalagi sekolah kampung seperti yang ada sini. Itu hanya untuk anak-anak yang belum bisa membaca dan menulis,” jelas Tuan Piet. (Tanah Tabu, 122)

Konteks :

Partisipan dalam percakapan tersebut adalah Anabel dan Tuan Piet. Tuan Piet sebagai penutur dan Anabel sebagai mitra tutur. Percakapan tersebut berlangsung saat Anabel (Mabel) meminta kepada Nyonya Hermine untuk menyekolahkannya. Bentuk ujaran yang digunakan adalah percakapan biasa. Maksud serta tujuan pertuturan adalah tentang keinginan Anabel untuk bersekolah. Jalur bahasa yang digunakan adalah jalur lisan dengan ragam dialek.

Dari data percakapan tersebut dapat diketahui bahwa reaksi yang timbul dari mitra wicara adalah diam serta menyimak apa yang diucapkan oleh penutur. Penutur


(54)

berharap mitra wicara mengikuti apa yang diutarakannya. Pendengar bertanggungjawab untuk menyelesaikan apa yang akan dilakukannya terhadap keinginan penutur. Penutur berkeinginan agar Anabel (Mabel) tidak perlu bersekolah lagi karena hanya dengan membaca buku Anabel dapat memeroleh ilmu yang lebih banyak lagi. Dalam hal ini penutur memberi saran kepada Anabel bahwa dia adalah anak yang cerdas yang dengan membaca buku dia akan mudah menyerap setiap pelajaran. Dengan menggunakan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan yaitu penutur dan mitra tutur memiliki persepsi yang sama yaitu persepsi tentang arti bersekolah dan manfaat dari membaca buku. Dengan mengetahui tujuan dari percakapan tersebut dapat diketahui bahwa percakapan tersebut merupakan tindak tutur ilokusi direktif yang berupa pemberian saran.

Contoh 16. Data Percakapan 245

“Ayo dimakan saja. Jangan malu-malu.” (Tanah Tabu, 202)

Konteks :

Partisipan dalam percakapan tersebut adalah ibu Karel serta Leksi. Ibu Karel sebagai penutur dan Leksi sebagai mitra tutur. Percakapan tersebut berlangsung saat Leksi diajak Karel ke rumahnya ketika Leksi baru pulang dari sekolah. Bentuk ujaran yang digunakan adalah percakapan biasa. Maksud serta tujuan pertuturan adalah tentang keinginan dari Orang tua Karel agar Leksi bersedia memakan makanan yang telah tersedia.

Dari data percakapan yang berlangsung dapat diketahui bahwa reaksi yang ditimbulkan oleh mitra tutur adalah diam serta menyimak. Penutur berkeinginan agar


(55)

mitra tutur melakukan apa yang diinginkan oleh penutur. Penutur berkeinginan agar mitra tutur melakukan sesuatu yaitu memakan makanan yang telah tersedia di meja. Penutur meminta supaya Leksi makan dan tidak malu-malu. Dengan mengetahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra tutur dapat diketahui bahwa tindak tutur tersebut adalah tindak tutur yang berupa permintaan. Dengan menggunakan teknik hubung banding menyamakan yaitu menyamakan persepsi dari partisipan dapat diketahui bahwa partisipan memiliki persepsi yang sama tentang kelaparan. Dalam hal ini yang mengalami lapar adalah Leksi. Dengan demikian tuturan tersebut termasuk ke dalam jenis tindak tutur ilokusi direktif yang berupa permintaan.

4.1.4 Tindak Tutur Ekspresif

Yule (2006:93) berpendapat bahwa dalam tindak tutur ekspresif terdapat pernyataan yang menggambarkan apa yang penutur rasakan. Tindak tutur ini mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis penutur terhadap suatu keadaan, meliputi mengucapkan terima kasih, terkejut, mengucapkan selamat datang, mengucapkan selamat, gembira, khawatir, sombong dan rasa tidak suka.

Contoh 17. Data Percakapan 121 “Hp?”

“Ya, hp. Eh, Mace…. Kau tau dari mana namanya hp?” (Tanah Tabu, 92)

Konteks :

Partisipan dalam percakapan tersebut adalah Leksi dan Mace. Leksi sebagai penutur dan Mace sebagai mitra tutur. Percakapan berlangsung di rumah. Bentuk ujaran adalah percakapan biasa dengan ragam dialek yang tidak resmi. Percakapan


(56)

tersebut membicarakan tentang sebuah benda yang kecil yang bisa dipakai untuk menelepon yaitu Hp (Handpone).

Dari percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang timbul dari mitra tutur adalah berkata dengan isi yang informatif. Percakapan tersebut menggambarkan perasaan penutur kepada mitra tutur. Penutur terkejut ketika melihat ada orang yang menggunakan benda kecil untuk menelepon. Dia menyampaikan hal tersebut kepada Mace. Dengan menggunakan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan mempunyai persepsi yang sama yaitu Mace dan Leksi terkejut dengan benda kecil yang digunakan untuk menelopon tersebut. Dengan demikian percakapan tersebut termasuk ke dalam jenis tindak tutur ilokusi ekspresif yang berupa keterkejutan.

Contoh 18. Data Percakapan 248

“Ngg… tapi, anu. Sekarang Mabel sudah tidak punya kaos itu lagi. Aku sudah memberikannya sebagian kepada Yosi.” (Tanah Tabu, 204)

Konteks :

Percakapan tersebut berlangsung di rumah Karel. Partisipan dalam percakapan adalah Leksi dan Pace Gerson (Ayah Karel). Percakapan tersebut membahas tentang kaos yang diberikan oleh Pace Gerson kepada Mabel. Kaos dari Partai yang dipimpin oleh Pace Gerson. Pace Gerson sebagai mitra tutur dan Leksi sebagai penutur. Bentuk ujaran adalah percakapan biasa dengan ragam dialek yang tidak resmi.


(57)

Data percakapan tersebut merupakan percakapan antara Leksi dan Pace Gerson. Dari percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra tutur adalah diam tetapi menyimak apa yang diutarakan oleh penutur. Penutur menggambarkan apa yang dirasakannya. Penutur khawatir terhadap perasaan Pace Gerson jika nanti tahu bahwa kaos yang diberikannya kepada Mabel sudah berkurang, sehingga penutur langsung mengucapkannya dan menyampaikannya kepada Pace Gerson. Dengan menggunakan teknik lanjutan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa pelaku tindak tutur dalam percakapan tersebut memiliki persepsi yang sama yaitu persepsi tentang kaos yag diberikan oleh Pace Gerson kepada Mabel. Dengan mengetahui maksud dari penutur dapat diketahui bahwa tindak tutur tersebut termasuk ke dalam jenis tidak tutur ilokusi ekspresif yang berupa kekhwatiran.

Contoh 19. Data Percakapan 249

“Siapa? Yosi? Yooo… Yosi si Bocah Bau itu kau bilang?! Uhh…” (Tanah Tabu, 204)

Konteks :

Parisipan dalam percakapan tesebut terdiri dari tiga yaitu Leksi, Pace Gerson dan Karel. Leksi dan Pace4 Gerson sebagai mitra tutur (pendengar), sedangkan Karel sebagai penutur. Percakapan tersebut berlangsung di rumah Karel dan Pace Gerson. Percakapan berlangsung ketika Leksi di ajak Karel untuk bermain ke rumahnya. Percakapan tersebut membicarakan tentang Kaos yang diberikan oleh Leksi kepada Yosi. Bentuk ujaran merupakan percakapan biasa dengan dialek yang tidak resmi.

4 Bapak


(58)

Data percakapan tersebut merupakan percakapan yang berlangsung di rumah Karel. Dari data percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra tutur(Leksi dan Pace Gerson) adalah tergerak emosinya pada tuturan yang disampaikan oleh Karel. Tuturan dari penutur menggambarkan perasaannya kepada mitra tutur (pendengar). Penutur mengganggap Yosi adalah Bocah Bau yang tidak pantas untuk menerima kaos yang diterima oleh Mabel dari Ayahnya (Pace Gerson). Dengan menggunakan terknik lanjutan teknik hubung banding menyamakan dapat diketahui bahwa partisipan pada data percakapan tersbut memiliki persepsi yang sama bahwa Karel merupakan orang yang sombong. Dengan demikian dapat diketahui bahwa percakapan tersebut termasuk ke dalam jenis tindak tutur ilokusi ekspresif tuturan yang bersifat sombong.

Contoh 20. Data Percakapan 255

“A chacha, Mote. Kau sudah jadi orang kaya rupanya. Punya bos pula. Sudah bisa bagi-bagi uang.” (Tanah Tabu, 208)

Konteks :

Partisipan dalam percakapan tersebut adalah Mabel dengan Mote (Mama Pembawa Berita). Percakapan berlangsung di tempat lapak jualan pinang Mabel yang berada di pinggir jalan beraspal. Mabel sebagai penutur dan Mote sebagai mitra tutur(pendengar). Percakapan tersebut membicarakan tentang Pesanan noken Mote yang banyak. Bentuk ujaran merupakan percakapan biasa dengan dialek yang tidak resmi.

Data percakapan tersebut merupakan percakapan antara Mabel dengan Mote. Dari data percakapan tersebut dapat diketahui reaksi yang ditimbulkan oleh mitra


(1)

“Tapi harga seekor ayam sangat mahal. Seratus ribu untuk seekor ayam kampung,” gumam mace seakan ditujukan kepada dirinya sendiri. Tangannya terus sibuk mengikat sayur.

“Ampun! Sebegitu mahalkah?”

“Memang mahal dari dulu. Apalagi sekarang semua barang de1 pu2 harga naik.(Tanah Tabu, 80).

Contoh 7. Data Percakapan 187

“Kaye hanya sakit panas. Tapi kau tenang saja. Sekarang ada Mama yang mengurus di dalam. Hari ini dia mungkin tidak ke kebun.” (Tanah Tabu, 148)

Contoh 8. Data Percakapan 188

“Nanti saja kita main lagi kalau Kaye sudah sembuh. Aku yakin, besok dia pasti sudah tidak panas,” begitu janji Yosi sebelum tangis Kaye memanggilnya kembali ke dalam rumah (Tanah Tabu,m 148)

Contoh 9. Data percakapan 193

“Sudahlah, Kori! Kau ini. Hentikan cerita itu.”

“Ah, tidak-tidak! Tidak bisa, Anabel. Cucumu harus tahu sedikit tentang masa lalu neneknya.” (Tanah Tabu, 151)

Contoh 10. Data Percakapan 198

“Karena itu, Leksi, berjanjilah kepadaku untuk rajin bersekolah hingga kau kelak menjadi anak pintar yang akan membanggakan Mace3 dan Mabel-mu. Kau mau?” (Tanah Tabu, 163)

1

dia

2

punya

3


(2)

“Kalau ada orang yang datang kepadamu dan bilang ia akan membuatmu jadi lebih kaya, bantingkan saja pintu di depan hidungnya. Tapi kalau orang itu bilang ia akan membuatmu lebih pintar dan maju, suruh dia masuk. Kita boleh menolak uang karena bisa saja ada setan yang bersembunyi di situ. Namun hanya orang bodoh yang menolak diberi ilmu cuma-cuma. Ilmu jauh lebih berharga daripada uang, Nak. Ingat itu,” jawab Mabel tatkala kutanya mengapa sikapnya berubah hangat kepada orang-orang itu. (Tanah Tabu, 30)

Contoh 12. Data Percakapan 141 “Selamat Natal, Anabel.’ “Terima kasih, Nyonya.”

“Bukan begitu. Kau harus membalas bilang, ‘Selamat Natal’ juga.” “Baiklah. Selamat Natal juga, Nyonya.”

“Sama-sama, Anabel. Sama-sama.” (Tanah Tabu, 119)

Contoh 13. Data Percakapan 138

“Natal adalah saatnya berbagi cinta kasih!” begitu teriak Nyonya Hermine sambil menjadikan kedua tangannya corong,” jadi alangkah baiknya jika Anda membicarakan baik-baik masalah Anda dengan keluarga di rumah.”(Tanah Tabu,117)

Contoh 14. Data Percakapan 139

“Lupakan apa yang kaulihat tadi, Anabel. Kau bisa mimpi buruk nanti,” saran Nyonya Hermine yang selama kejadian menyembuyikan wajah Ann di dadanya. (Tanah Tabu, 117-118)

Contoh 15. Data Percakapan 143

“Kami rasa pengetahuanmu sekarang ini sudah lebih dari cukup, Anabel. Kau sudah sangat maju dari dirimu yang dulu. Bahkan kalau mau, kau bisa mendapat ilmu yang lebih banyak lagi dari membaca buku. Kau ini anak yang cerdas, Anabel. Cepat tanggap dan mudah menyerap setiap pelajaran dari mana pun asalnya, termasuk buku. Jadi untuk apa bersekolah? Apalagi sekolah kampung seperti yang ada sini. Itu hanya untuk anak-anak yang belum bisa membaca dan menulis,” jelas Tuan Piet. (Tanah Tabu, 122)


(3)

“Ayo dimakan saja. Jangan malu-malu.” (Tanah Tabu, 202)

Contoh 17. Data Percakapan 121 “Hp?”

“Ya, hp. Eh, Mace…. Kau tau dari mana namanya hp?” (Tanah Tabu, 92)

Contoh 18. Data Percakapan 248

“Ngg… tapi, anu. Sekarang Mabel sudah tidak punya kaos itu lagi. Aku sudah memberikannya sebagian kepada Yosi.” (Tanah Tabu, 204)

Contoh 19. Data Percakapan 249

“Siapa? Yosi? Yooo… Yosi si Bocah Bau itu kau bilang?! Uhh…” (Tanah Tabu, 204)

Contoh 20. Data Percakapan 255

“A chacha, Mote. Kau sudah jadi orang kaya rupanya. Punya bos pula. Sudah bisa bagi-bagi uang.” (Tanah Tabu, 208)

Contoh 21. Data Percakapan 110

“Hati-hati, Karel. Itu mobilnya hantu-hantu!” teriak Yosi penuh kengerian. “Ah, tahu apa kau? Diam mo5 !(Tanah Tabu, 89)

Contoh 22. Data percakapan 95

“ Semua pinangmu kuhabiskan ya, Mabel.” (Tanah Tabu, 82)

5


(4)

“Jangan dirusak itu. Jangan!”

“Tolong perlakukan Mabel baik-baik, Pak. Dia sudah tua. Tolonglah.” (Tanah Tabu, 221)

Contoh 24. Data Percakapan 108 “Fotonya boleh dimintakah?”

“Yoo… ternyata Ade ini bisa bicara. Coba dari tadi.” (Tanah Tabu, 88)

Contoh 25. Data Percakapan 98

“Halo, Ade kecil. Panas-panas begini mau ke manakah?” (Tanah Tabu, 85)

Contoh 26. Data Percakapan 153

“Kurasa ia mabuk, Kwee. Sebaiknya kita pergi saja. Nanti kita dipukulnya.” (Tanah Tabu, 129)

Contoh 27. Data Percakapan 195 “Mari makan dulu, Mama.”

“Terima kasih, Lisbeth.” (Tanah Tabu, 151)

Contoh 28. Data Percakapan 189

“Ini cucuku. Leksi,” ujar Mabel saat tiba waktunya aku diperkenalkan. (Tanah Tabu, 149)

Contoh 29. Data Percakapan 292

“Dia bilang akan bermain bersamaku hari ini. Katanya, Kaye pasti sudah sembuh karena hanya sakit panas. Memangnya sakit Kaye makin parah? Atau Yosi ikut-ikutan sakit juga?” (Tanah Tabu, 167)


(5)

“Tapi ini noken6, Anak, bukan bendera.” “Diam kau! Semuanya orang sudah tahu!” “Lalu masalahnya apa?”

“Jangan coba-coba mengelak. Nokennya sengaja kau buat berwarna bendera, bukan?” (Tanah Tabu, 220)

Contoh 31. Data Percakapan 239

“Leksi! Apakah kau menguping lagi?”

“Tidak, tidak! Aku tidak berani.” (Tanah Tabu, 198)

6


(6)

KARYA ANINDITA S. THAYF

Tanah Tabu adalah tanah warisan leluhur yang sangat ditabukan oleh turunannya yang berbakti. Begitu juga bagi Mabel, Tanah Tabu harus dijaga dan dipertahankan oleh generasi selanjutnya. Tanah Tabu berkisah tentang tanah Papua.

Mabel adalah ibu mertua Mace, sedangkan Leksi adalah cucu perempuannya yang kritis terhadap banyak hal. Leksi memiliki wajah yang manis dan baru masuk SD sering mengajukan pertanyaan yang merepotkan Mabel dan Mace untuk mencari jawabannya. Leksi pula yang menjadi tumpuan harapan Mabel dan Mace supaya kehidupan Leksi lebih baik dari kehidupan mereka berdua. Untuk itu, Leksi harus lebih pintar dari mereka, supaya tak mudah tergilas ganasnya kenyataan.

Mabel memiliki teman yang selalu menemaninya sampai dia tua yaitu Pum. Pum menceritakan kisah hidup yang dialami oleh Mabel saat Mabel masih remaja sampai tua kepada cucu Mabel, Leksi. Mabel adalah perempuan yang sangat beruntung karena dia satu-satunya perempuan Papua yang dapat berbahasa Belanda, berhitung, dan membaca tanpa bersekolah karena sewaktu kecil dia pernah diasuh ioleh keluarga Belanda. Pum juga menuturkan bahwa Mabel pernah dipenjara karena dianggap memberontak terhadap kebijakan pemerintah daerah, yang lebih mementingkan keinginan pendatng.

Mabel pernah menikah dan memiliki anak. Pernikahannya tidak berlangsung lama, karena suaminya pergi meninggalkannya. Anak Mabel, Johanis yang menikahi Mace (Lisbeth) juga pergi karena malu setelah mengetahui bahwa Mace (Lisbeth) pernah diperkosa oleh para lelaki biadab, sehingga membuat Leksi tidak mengenal ayah kandungnya sampai usianya tujuh (7) tahun. Keinginan Leksi untuk bertemu dengan ayah kandungnya, sehingga membuatnya mencoba untuk pergi ke daerah yang dilarang oleh Mabel dan Mace.

Mabel, si pemberani yang tak gentar mengkritik tetangga-tetangganya yang dianggap “menjual” tanah tabu atau tanah keramat Papua, akhirnya diambil paksa oleh beberapa orang bersenjata karena dituduh membuat noken, tas rajut khas Papua yang dibawa dengan cara digantung di atas kepala, dengan warna bendera musuh. Mabel yang buta warna tak tahu bahwa orang yang memesan, sekaligus menentukan warna noken-noken itu, memang berniat menjebaknya. Dan Mabel masuk ke dalam perangkapnya.

“Jangan menangis, Lisbeth! Jadilah perempuan yang kuat untukku. Dan Leksi! Berjanjilah untuk rajin bersekolah, Nak. Jangan jadi buta warna seperti Mabel-mu ini hingga kau bisa ditipu. Jangan pula jadi buta hati seperti mereka, yang tega menipu dan menyakiti kita. Jaga diri kalian. Aku pasti pulang!”