Biografi Ahmad Fuadi Nilai Karakter Pada Novel Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi Dan Semester Pertama Di Malory Towers Karya Enid Blyton

pertama di Pondok Madani ini. Seiring berjalannya waktu Alif mulai bersahabat dengan teman sekamarnya, Baso dari Gowa, Atang dari Bandung, Raja dari Medan, Said dari Surabaya, dan Dulmajid dari Madura. Keenam anak yang menuntut ilmu di Pondok Madani Gontor ini setiap sore mempunyai kebiasaan unik yaitu menjelang azan magrib berkumpul di bawah menara masjid sambil melihat ke awan. Ketika membayangkan awan itulah mereka melambungkan impiannya. Misalnya Alif membayangkan awan itu berbentuk seperti benua Amerika, sebuah negara yang ingin dikunjunginya setelah lulus nanti. Begitu pula yang lainnya membayangkan awan itu seperti negara Arab Saudi, Mesir dan Benua Eropa. Berawal dari kebiasaannya berkumpul di bawah menara masjid tadi, mereka berenam pun menamakan diri Sahirul Menara, artinya pemilik menara. Di Pondok Madani itu ada ungkapan luar biasa yang selalu diingat oleh Alif. Ungkapan itu disampaikan oleh salah seorang guru bernama Ustad Salman yaitu “Man jadda wa jada” yang artinya siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Ungkapan tersebut sangat bermakna bagi enam sahabat ini. Kemudian mereka mulai memiliki impian dan bertekad untuk meraihnya. Di Pondok Pesantren mereka dididik sangat ketat. Mulai dari keharusan berbicara menggunakan bahasa Arab atau Inggris dan akan dihukum jika menggunakan bahasa Indonesia. Mereka juga dilatih dengan disiplin yang sangat ketat. Semua siswa harus tepat waktu dalam segala aktivitas. Kalau terlambat beberapa menit saja langsung mendapatkan hukuman. Dari proses belajar dan ungkapan dari Pondok Madani itulah keenam sahabat itu jadi memiliki cita-cita besar. Mereka masing-masing memiliki ambisi untuk menaklukkan dunia. Mulai dari tanah Indonesia lalu ke Amerika, Asia, atau Afrika. Di bawah menara Madani, mereka berjanji dan bertekad untuk menaklukkan dunia dan menjadi orang besar yang bermanfaat bagi banyak orang. Tapi sayang, salah seorang dari sahabat tersebut yaitu Baso harus keluar dari pesantren. Ia meninggalkan Pondok Madani untuk menjaga neneknya dan berusaha menghafal Alquran di kampungnya. Waktu terus berjalan, Sahibul Menara yang lain terus melanjutkan pendidikan di Pondok Madani. Hari ke hari terasa makin indah bagi mereka. Makin banyak manfaat yang mereka peroleh, baik dari persahabatan mereka, mau pun dari sistem pendidikan yang sangat baik. Hingga akhirnya mereka bisa meraih mimpi yang selama ini hanya bayangan.Mereka membuktikan bahwa mereka bisa menaklukkan dunia. Mereka kemudian bernostalgia dan membuktikan impian mereka ketika melihat awan di bawah menara masjid Pondok Pesantren Madani, Jawa Timur. Ternyata bagi mereka, menempuh pendidikan di pesantren mempunyai makna indah yang tak ternilai. Alif yang tadinya beranggapan pesantren itu kampungan dan kuno, ternyata salah besar. Pendidikan di pesantren sangat menjunjung tinggi disiplin sehingga mencetak generasi yang bertanggung jawab dan mempunyai komitmen. Apalagi di pesantren, jiwa dan gelora muda para santri disulut dan dibakar oleh para ustad agar tidak gampang menyerah. Secara rutin, setiap pagi didengungkan kata- kata sakti “Man jadda wa jada”. Alif menjadi bersyukur dan berterima kasih kepada Amaknya yang telah menyuruhnya melanjutkan sekolah di pesantren.

D. Sinopsis Novel Semester Pertama di Malory Towers

Novel Semester Pertama di Malory Towers menceritakan tentang kehidupan Darrel Rivers bersama teman-temannya di sekolah Malory Towers. Sekolah Malory Towers adalah sekolah berasrama khusus untuk murid-murid wanita yang terdiri dari empat menara yaitu Menara Utara, Menara Selatan, Menara Barat, dan Menara Timur. Darrel Rivers bersama 9 orang temannya ditempatkan di Menara Utara. Teman-teman Darrel Rivers di Menara Utara bernama Alicia Johns, Gwendoline, Sally Hope, Mary-Lou, Irene, Jean, Emily, Violet, dan Katherine sebagai ketua kamar.