Anjar Setianingsih S841008004

(1)

commit to user

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI

PENDIDIKAN PADA NOVEL

NEGERI LIMA MENARA

KARYA AHMAD FUADI

TESIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Megister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Oleh:

Anjar Setianingsih S841008004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2012


(2)

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI

Disusun Oleh: Anjar Setianingsih

S841008004

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Komisi Pembimbing

Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. NIP 19440315 1978041001

……… …..……2012

Pembimbing II Dr. Andayani, M.Pd. NIP. 196010301986012001

………. …………2012

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia,

Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd. NIP 19440315 1978041001


(3)

commit to user

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI

Disusun Oleh: Anjar Setianingsih

S841008004

Tm Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. NIP 196204071987031001

………. ……… 2012

Sekretaris Dr. Nugraheni Eko W, M.Hum NIP. 197007162002122001

………. ……… 2012

Anggota Penguji

Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. NIP 19440315 1978041001

………. ……… 2012

Dr. Andayani, M.Pd

NIP. 196010301986012001

………. ……… 2012

Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat

Pada tanggal …….…………. 2012 Direktur

Program Pascasarjana UNS

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. Nip 196107171986011001

Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. NIP 19440315 1978041001


(4)

commit to user PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Nama : Anjar Setianingsih NIP : S841008004

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul ANALISIS

SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL NEGERI

LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI adalah betul-betul karya saya

sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, 4 Januari 2012 Yang membuat pernyataan,


(5)

commit to user

Persembahan:

1. Bapak dan Ibu tercinta 2. Keluarga besar Bapak Sahono 3. Suami tercinta, Irsyad Afrianto 4. Anakku tersayang, Natasya Aura Putri 5. Almamater


(6)

commit to user MOTTO

Sungguh manusia diciptakan suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan, dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan (harta), dia

jadi kikir. (QS Al-Ma’arij:19-21)

Mimpi adalah kunci untuk menakhlukan dunia

(Penulis)

Manusia tidak dilihat dari usianya, tetapi dari seberapa jauh dia bertumbuh dan berkembang serta memberikan kontribusi nyata bagi

dunia sesuai tingkat usianya.


(7)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tesis yang berjudul “Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan pada Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Tesis ini berusaha menjelaskan dan mendeskripsikan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan pada Novel Negeri Lima Menara dengan menggunakan pendekatan Sosiologi Sastra.

Tesis dibuat guna memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar magister pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tesis ini dapat diselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulismenyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., Direktur PPs UNS yang telah memberikan izin penyusunan tesis ini;

2. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd., Ketua Program Studi Bahasa Indonesia Program Pascasarjana UNS dan sekretaris program Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., yang telah membantu proses perkuliahan sehingga dapat berjalan dengan lancar;

3. Prof. Dr. Herman J. Waluyo M.Pd., sebagai pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, ketulusan, ketelitian dan penuh harapan sehingga tesis ini dapat tersusun dengan lancar;


(8)

commit to user

4. Dr.Andayani,M.Pd sebagai pembimbing II yang telah, bimbingan, masukan yang sangat berharga, serta memotivasi sampai ke lubuk hati yang paling dalam sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu;

5. Seluruh Dosen Pascasarjana, ilmu yang diberikan oleh Bapak Ibu akan menjadi bekal hidup penulis sebagai calon pegajar;

6. Suroto, S.pd dan Sukarti sebagai orang tua yang telah memberikan dukungan dan motivasi sehingga jejang pendidikan Megister ini dapat ditempuh dan diselesaikan dengan lancar.

7. Irsyad Afianto, S.pd selaku pendamping hidup yang telah memberikan semangat dan motivasi.

8. Seluruh teman satu angkatan, staf TU Pascasarjana yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah Yang Maha Kaya membalas kebaikan Bapak Ibu.

Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan tesis agar lebih baik dan bermanfaat. Semoga Allah selalu menyertai langkah kita, sekarang dan selamanya. Amin.

Surakarta, Januari 2012 Penulis,


(9)

commit to user

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI TESIS... .... iii

PERNYATAAN... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Kajian Tentang Novel ... 8


(10)

commit to user

b. Jenis-Jenis Novel ... 13

c. Unsur-Unsur Novel ... 18

d. Novel sebagai Dokumen Sosial (Teeuw) ... 28

2. Kajian Tentang Sosiologi Sastra ... 30

a. Pengertian Sastra ... 30

b. Pengertian Sosiologi ... 35

c. Pengertian Sosiologi Sastra ... 39

3. Hakikat Aspek Sosial Budaya... 55

4. Kajian Tentang Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel ... 65

a. Pengerian Nilai ... 65

b. Pengertian Pendidikan ... 67

c. Pengertian Nilai Pendidikan (Edukasi) dalam Novel... 68

B. Penelitian yang Relevan... 78

C. Kerangka Berfikir... 81

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 83

A. Waktu dan Tempat Penelitian ………. 83

B. Metode Penelitian……… 84

C. Data dan Sumber Data………. 84

D. Teknik Cuplikan (Sampling)……… 85

E. Teknik Pengumpulan Data……….. 86

F. Uji Validitas Data……… 87

G. Teknik Analisis Data………... 88

H. Prosedur Penelitian………. 92

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 95

A.Hasil Penelitian ... 95


(11)

commit to user

karya Ahmad Fuadi ... 95

2. Aspek Sosial Budaya tang terdapat dalam Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi ... .. 109

a. Sistem Religi……… ... 110

1. Sistem Kepercayaan... ... 110

2. Sistem Nilai dan Pandangan Hidup... ... 113

3. Komunikasi Keagamaan... ... 115

b. Sistem Kemasyarakat atau Organisasi Sosial... .. 116

1. Kekerabatan………... .. 116

2. Asosiasi dan Perkumpulan……….. ... 118

c.System Pengetahuan………... .. 121

d.Bahasa……… .... 123

1. Lisan... ... 123

1) Bahasa Minang... ... 123

2) Bahasa Arab... ... 125

3) Bahasa Inggris... ... 132

2. Tulisan... ... 136

1) Bahasa Arab... ... 136

2) Bahasa Inggris... ... 137

e. Kesenian... ... 139

1. Kaligrafi... ... 139

2. Bangunan... ... 140

f. Sistem Mata Pencaharian... ... 141

1. Guru... ... 141

2. Pegawai Pemda... ... 142

g. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi... .. 143

1. Transportasi... ... 143


(12)

commit to user

3. Peralatan Konsumsi dalam Bentuk Wadah... ... 145

4. Pakaian... ... 146

5. Tempat Berlindung dan Perumahan ... ... 147

3. Nilai-Nilai Pendidikan yang Terungkap dalam Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi... ... 147

a. Nilai Vitalitas atau Kehidupan Sosial... .... 148

b. Nilai Spiritual dan Nilai Agama... ... 149

c. Ungkapan Nilai Moral secara Positif dan secara Negatif... 152

d. Nilai Budaya... ... 155

B. Pembahasan... ... 156

1. Pandangan Pengarang terhadap Pondok Madani dalam Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi... ... 156

2. Aspek Sosial Budaya yang Terdapat dalam Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi... ... 158

3. Nilai- Nilai Pendidikan yang Terungkap dalam Novel Negeri Lima Menara katya Ahmad Fuadi... ... 161

BAB V PENUTUP... ... 163

A. Simpulan... ... 163

B. Implikasi Hasil Penelitian... ... 165

C. Saran – Saran... ... 166


(13)

commit to user

DAFTAR TABEL


(14)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir ... 82 Gambar 2. Bagan model interatif Miles & Huberman ... ... 89


(15)

commit to user

ABSTRAK

ANJAR SETIANINGSIH. S841008004. 2011. SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI. Komisi Pembimbing Pertama Prof. Dr. Herman J. Waluyo M.Pd. Pembimbing Dua Dr.Andayani, M.Pd. Tesis: Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini menjelaskan dan mendeskripsikan (1) pandangan pengarang terhadap Pondok Madani; (2) sosiologi sastra yang terungkap pada novel dan (3) nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Negeri Lima Menara. Novel berlatar pendidikan di pondok ini cukup menarik untuk dikaji melalui pendekatan sosiologi sastra, yaitu tentang perjuangan enam anak laki-laki yang belajar di Pondok Madani dan berlomba-lomba melukis negeri impiannya di langit.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Data penelitian berupa dokumentasi berbentuk novel. Teknik

cuplikan yang digunakan adalah purposive sampling, sampel mewakili

informasinya. Teknik pengumpulan data mengkaji dokumen melalui content

analysis. Uji validasi data menggunakan triangulasi data/sumber, triangulasi teori dan teori metode.

Teknik analisis yang digunakan adalah analisis data interaktif yang meliputi tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan simpulan.

Penelitian ini menyimpulkan (1) pandangan pengarang terhadap novel; (2) aspek sosiologi sastra pada novel meliputi: a. Sistem Religi yang berupa Sistem Kepercayaan, Sistem Nilai dan Pandangan Hidup dan Komunikasi Keagamaan; b. Sistem Kemasyarakat atau Organisasi Sosial yang meliputi Kekerabatan, Asosiasi atau Perkumpulan dan Sistem Pengetahuan; c. Bahasa yang meliputi bahasa Lisan yaitu Bahasa Minang, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, Tertulis yaitu Bahasa Arab dan Bahasa Inggris; d. Kesenian meliputi kaligrafi Dan Bangunan; e. Sistem Mata Pencaharian berupa Guru dan Pegawai Pemda; f. Sistem Peralatan Hidup Atau Teknologi dan Perumahan meliputi Transportasi, Peralatan Komunikasi, Peralatan Konsumsi dalam Bentuk Wadah dan Pakaian dan Tempat Berlindung (3) nilai-nilai pendidikan yang terungkap adalah nilai vitalitas dan kehidupan, nilai spiritual atau keagamaan, nilai moral yang positif dan negatif dan nilai budaya.


(16)

commit to user

ABSTRACT

ANJAR SETIANINGSIH. S841008004. 2011. SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI

PENDIDIKAN PADA NOVEL NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI. First Advisors Prof. Dr. Herman J. Waluyo M.Pd. second mentors Dr.Andayani, M.Pd. Thesis: Education Indonesian Studies Program in Graduate Program of Sebelas Maret University of Surakarta.

This study explains and describes (1) views of the author against Madani Cottage (2) the sociology of literature which was revealed at the novel and (3)

educational value contained in the Negeri Lima Menara novels. Novel set in

education at the cottage is quite interesting to examine through sociological approach to literature, which is about the struggle of six boys who studied in Pondok Madani and the country vying to paint his dream in the sky.

This study is a qualitative research, which using qualitative descriptive methods. The research data is the form of a novel form of documentation. The technique used is footage of purposive sampling, the samples represent the information. Data collection techniques examine documents through content analysis. Test data validation using triangulation of data / sources, triangulation theory and the theory of the method.

Analysis technique used is an interactive data analysis that includes three components, namely data reduction, data presentation, and conclusions.

This study concludes (1) views of the author of the novel, (2) aspects of the sociology of literature in the novel which include: a. Religions systems of belief systems, value systems and views of Life and Religious Communication; b. Civic or social organization system which includes Kinship, Association or Society and Knowledge Systems; c. Oral language includes Minang Language, Arabic and English, and the written are Arabic and English; d. Art covers calligraphy And Building; e. Livelihood System of Teachers and Employees of Local Government; f. Life Or Equipment Systems Technology and Housing include Transportation, Communications Equipment, Appliances Consumption in the form of container, Clothing and Shelter (3) educational values expressed are the vitality and life, spiritual or religious values, moral values, and positive and negative cultural values.


(17)

commit to user BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sastra merupakan sebuah karya seni. Sastra adalah hasil kegiatan kreativitas seorang sastrawan. Sebuah karya sastra mencerminkan berbagai masalah kehidupan manusia. Karya sastra dapat berinteraksi dengan lingkungan, sesama manusia dan dengan Tuhannya.

Menurut Nyoman Kutha Ratna (2010:307) bahwa imajinasi dalam karya sastra adalah imajinasi yang didasarkan atas kenyataan, imajinasi yang juga diimajinasikan orang lain. Karya sastra tidak hanya berupa imajinasi saja, melainkan berupa penghayatan dan perenungan secara sadar. Karya sastra hasil sebuah imajinasi yang didasari atas kesadaran yang menghasilkan kreativitas sebagai karya seni. Karena sebagai hasil imajinasi, karya sastra menciptakan dunia sendiri. Meskipun kita juga menyadari tidak jarang karya sastra yang menyajikan sebuah konteks realitas sosial.

Karya sastra sebagai hasil imajinasi, tidak hanya berguna sebagai hiburan yang menyenangkan saja. Karya sastra juga berguna untuk menambah pengalaman bagi pembaca.Lukens dalam Burhan Nurgiyantoro (2010 : 3) mengatakan bahwa sastra memberikan dua hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca pertama-tama adalah memberikan hiburan, hiburan yang menyenangkan. Sastra menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk memanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur


(18)

commit to user

kehidupan yang penuh daya suspens, daya yang menarik hati pembaca untuk ingin tahu dan merasa terikat emosinya sehingga ikut larut dalam cerita, dan kesemuanya itu di kemas dalam bahasa yang menarik

Meskipun sebuah karya imajinatif, karya sastra menampilkan suatu gambaran kehidupan. Kehidupan itu sendiri merupakan kejadian yang nyata dalam kehidupan sosial dan kultural (sosial and cultural facts). Kehidupan itu diwarnai oleh sikap, latar belakang dan keyakinan pengarang. Persoalan atau peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat akan terjadi sepanjang masa. Artinya terjadi pada masyarakat yang berbeda-beda menurut zaman. Bukan hanya sekarang, melainkan terjadi pada setiap zaman. Persoalan itu juga akan mempengaruhi kreativitas pemikiran seorang pencipta karya sastra, sehingga memungkinkan muncul konflik atau ketegangan batin tersebut dalam bentuk karya sastra.

Luxemburg (1984: 23) memaparkan bahwa sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu. Selain itu, sastra juga menggambarkan suatu kebudayaan yang tumbuh dalam lingkungan masyarakat yang diangkat untuk menjadi ciri yang ditonjolkan dalam karya tersebut. Di samping mengekspresikan dan mengemukakan persoalan hidup yang terjadi, pengarang juga mengajak pembaca untuk ikut memecahkan persoalan kehidupan. Karya satra tercipta karena adanya keinginan dari pengarang dalam mengungkapkan kreativitasnya yang dituangkan melalui pola berpikir, ide, gagasan, pesan dan prinsip yang berasal dari imajinasi dan realitas sosial budaya pengarang serta menggunakan media bahasa sebagai penyampaianya. Pencipta


(19)

commit to user

sastra merupakan warga masyarakat yang dengan sengaja atau tidak sengaja mencurahkan masalah kehidupan manusia dan masyarakat sebagai objek yang dituangkan sebuah karya sastra. Karya sastra juga dipengaruhi oleh letak geografis, adat istiadat yang menjadi objek kajian dan biasanya disesuaikan dengan zaman yang ada.

Burhan Nurgiyantoro (2010:14) mengemukakan sastra dewasa dibagi dalam tiga besar genre yaitu puisi, fiksi dan drama dengan masing-masing memiliki subgenre. Untuk kajian prosa atau fiksi di Indonesia di bagi menjadi tiga macam yaitu novel, cerpen dan roman. Novel merupakan karya rekaan yang menggambarkan kehidupan, adat-istiadat, aturan serta budaya dalam suatu masyarakat tertentu. Novel merupakan karya rekaan atau fiksi yang memberikan gambaran aspek-aspek kehidupan yang dikemas dalam gaya bahasa yang memikat. Kehidupan dalam sebuah novel digambarkan melalui tokoh, perwatakan, setting, alur dan unsur instriksik lainnya. Dalam menyampaikan keanekaragaman kebudayaan dan suatu ajaran atau nilai didikan kepada para pembaca digambarkan dengan bahasa yang baik sehingga pembaca bisa memahami novel tersebut.

Rene Wellek dan Austin Warren (1993:316) menjelaskan bahwa sepanjang sejarah, orang telah tertarik dan mengganggap sastra lisan maupun cetakan bernilai positif. Novel merupakan karya sastra yang memberikan nilai positif bagi pembaca. Novel juga mengungkapkan kehidupan sosial untuk mempelajari manusia pada zamannya. Novel yang memiliki kualitas baik merupakan hasil rekaan dan polesan oleh penulisnya.


(20)

commit to user

Novel Negeri Lima Menarakarya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2009 dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mengetahui sosiologi sastra dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel tersebut. Novel Negeri Lima menara mempunyai masalah-masalah kehidupan sosial budaya yang berasal dari daerah masing-masing oleh para tokoh. Novel Negeri Lima menarajuga memiliki nilai positif yaitu penjelasan nilai keteladanan dalam sebuah lembaga pendidikan sehingga bisa dijadikan panutan bagi pembaca. Novel Negeri Lima menara karya Ahmad Fuadi dipilih karena memiliki beberapa kelebihan baik dari segi isi atau bahasanya dibandingkan novel yang lain.

Novel-novel lain yang mempunyai masalah-masalah sosial yaitu novel Singkar karya Siti Aminah tahun 2008 dari Yogyakarta yang menceritakan tentang masalah politik, pergerakan mahasiswa dan masalah rumah tangga, Novel Para Priyayi karya Umar Kayam bercerita tentang seorang anak dari keluarga buruh tani yang oleh orang tua dan sanak saudaranya diharapkan dapat menjadi “sang pemula” untuk membangun dinasti keluarga priyayi kecil, Novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari yang menggambarkan keadaan sosial masyarakat Jawa Tengah, pada salah satu desa kecil bernama Desa Tanggir tahun 70-an dan lain-lain.

Novel Negeri Lima menara karya Ahmad Fuadi menggambarkan tentang kisah seorang anak dari Kabupaten Agam, Bukittinggi yang melanjutkan sekolah ke Pondok Madani di Jawa Timur. Keinginan masuk ke Podok Madani ini atas permintaan ibunya. Yang menarik setelah masuk ke Pondok Madani, ia terkesan dengan mantra dari kiayinya yaitu man jadda wa jadda, artinya bahwa siapa yang


(21)

commit to user

bersungguh-sungguh akan berhasil, kedisiplinan yang kuat, persabatan yang tak pernah putus walau jarak memisahkan, dan cita-cita yang didasari dengan keyakinan yang kuat. Kisah ini diperankan oleh enam anak yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Latar pesantren yang kuat dengan kedisiplinan menjadi latar cerita yang memikat dan memberikan nilai lebih bagi pembaca. Hal ini mengajarkan tentang pergaulan yang kuat, mandiri, belajar keras dan sampai pada belajar menjadi seorang pemimpi yang sejati. Kelebihan lain adalah gaya bahasa yang lugas dan mudah dipahami serta pencitraan dalam novel Negeri Lima menara mudah diekspresikan dan diinterprestasikan.

Adapun alasan diangkatnya sosiologi sastra dan nilai-nilai pendidikan sebagai kajian karena novel Negeri Lima menara memiliki kelebihan tersendiri. Apalagi didukung masalah kehidupan sosial yang terjadi selama di dalam pesantren. Nilai pendidikan terlihat pada segala sesuatu yang terlihat melalui proses pendidikan. Baik bentuk pengalaman di menara, tatap muka di kelas dan hukuman yang dijatuhkan pada setiap anak yang melanggar peraturan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pandangan pengarang terhadap Pondok Madani dalam novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi?


(22)

commit to user

2. Bagaimanakah aspek sosial budaya yang terdapat dalam novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi?

3. Bagaimana nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi?

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan pandangan pengarang terhadap Pondok Madani dalam novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi.

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan aspek sosial budaya yang terdapat dalam novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi.

3. Mendeskripsikan dan menjelaskan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Memberi sumbangan bagi penelitian sastra khususnya dalam pengkajian novel sebagai salah satu genre sastra.

b. Menambah wawasan tentang pengkajian nilai sosiologi sastra dan nilai pendidikan khususnya novel yang nantinya dapat diterapkan atau menjadi referensi untuk meneliti dan mengkaji novel yang lain.

c. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan penerapan ranah ilmu sastra serta studi tentang karya sastra.


(23)

commit to user 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Hasil penelitian ini mendeskripsikan sosiologi sastra dan nilai-nilai pendidikan dalam novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi. Guru dapat mengajarkan nilai-nilai tersebut dapat dijadikan teladan bagi siswa dalam menghadapi serta menyikapi setiap permasalahan yang terjadi dalam kehidupan.

b. Bagi Siswa

Menambah perbendaharaan tentang kajian terhadap novel terutama pengkajian nilai sosiologi sastra dan nilai pendidikan yang merupakan salah satu materi ajar pada Pembelajaran Sastra.

c. Membantu pembaca atau penikmat sastra dalam menginterpretasikan novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi sehingga pemaknaan terhadap karya sastra akan lebih terarah.


(24)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

A. Landasan Teori 1. Hakikat Novel

a. Pengertian Novel

Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang sekaligus disebu sebagai fiksi. Istilah novel berasal dari kata novella yang berasal dari bahasa Italia. Menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 9), secara harafiah novella berarti sebagai sebuah barang baru yang kecil yang kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.

Abrams (1971: 110) menjelaskan bahwa

Novel is term novel is now applied to great variety of writings that have in common only the attribute of being extended works of prose fiction. As an extended narrative, the novel is distinguished from the short story and from the work of midlle length called thenovelette. “

Abrams menjelaskan bahwa novel adalah istilah novel sekarang diterapkan untuk berbagai macam tulisan yang berbentuk suatu karangan yang berupa prosa fiksi. Karangan tersebut berupa cerita pendek dan prosa. Fiksi adalah cerita rekaan atau dibuat-buat, sedangkan yang termasuk fiksi adalah novel dan cerpen. Namun kadangkala fiksi juga sering digunakan sinonim dari novel.

Burhan Nurgiyantoro (2002: 9-10) memaparkan bahwa dewasa ini istilah novella atau novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia, novellet yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak


(25)

commit to user

terlalu panjang namun juga tidakterlalu pendek. Meskipun dengan panjang yang cukupan tersebut.

Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Stamm dalam Journal of College &Character Volume X, NO. 7, November 2009:

The possibilities of using this novel in courses on student development to make the understanding of identity development become more alive than through the more usual scholarly analyses. Given the emerging understanding of today’s millennium generation of college students, are particularly appropriate. Pop culture has played an educative role in the lives of the Millennial Generation. In thinking about novels as ethnographies of the college experience, both that of faculty as well as students, the possibilities are even more extensive, as exemplified by the previous illustrations. Comparison of academic novels from different time periods, for example, might serve to amplify other studies of the history and foundations of higher education. (Stamm, 2009: 2)

Berdasarkan pendapat di atas diharapkan novel mampu memberikan pencerahan dan penyadaran kepada pelajar agar mereka dapat hidup bermasyarakat dengan baik, saling menyadari perbedaan, dan lebih toleran kepada masyarakat luas.Novel memberikan pelajaran kehidupan bagi pelajar. Hal ini akan menjadi bekal bagi pelajar dalam memasuki kehidupan bermasyarakat nantinya.

Menurut Herman J. Waluyo (2002: 37) dalam novel terdapat 3 hal, antara lain: (1) perubahan nasibdari tokoh cerita; (2) ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya; (3)biasanya tokoh utama tidak sampai mati.

Sejalan dengan pendapat di atas, Henry Guntur Tarigan (1993:165) menyimpulkan berbagai definisi novel yang telah dipaparkan oleh para ahi teori sastra, antara lain: (a) novel bergantung pada tokoh; (b) novel menyajikan lebih dari satu impresi; (c) novel menyajikan lebih dari satu efek; dan (d) novel menyajikan lebih dari satu emosi.


(26)

commit to user

Dengan kata lain, novel merupakan salah satu bentuk fiksi dalam bentuk prosa yang memiliki panjang cukupan dalam arti tidak terlalu panjang dan juga tidak terlalu pendek serta di dalamnya terkandung 3 hal yang berkaitan dengan isicerita novel, antara lain: (1) perubahan nasib tokoh cerita; (2) ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya; (3) biasanya tokoh utama yang diceritakan tidak sampai mati. Secara garis besar, novel merupakan sebuah karangan yang memaparkan ide, gagasan atau khayalan dari penulisanya.

Hal tersebut sejalan dengan definisi novel yang terdapat di dalam The American College Dictionary (dalam Henry Guntur Tarigan,1993: 120) novel adalah (1) cabang dari sastra yang menyusun karya-karya narasi imajinatif, terutama dalam bentuk prosa; (2) karya-karya dari jenis ini, seperti novel/ dongeng-dongeng; (3) sesuatu yang diadakan, dibuat-buat atau diimajinasikan, suatu cerita yang disusun.

Sementara itu menurut Orr dalam Journal of European Studies.Volume, 9 No. 36 bahwa tujuan novel adalah penyadaran terhadap realitas.

Intended as an original contribution to the sociology of the novel. It is is concerned with the destiny of the modern novel itself. This destiny would appear to the needful resuscitation of tragic realism after its demise with or around, Orwell. (Orr, 1977: 304-305).

Orr (1977 :304-305) pada pernyataan di atas mengatakan bahwa kontribusi asli untuk sosiologi pada novel. Hal ini berkaitan dengan novel modern tersebut. Misalnya seperti hal yang diperlukan dalam peristiwa yang tragis, kematian atau kejadian yang terjadi di sekitar kita.


(27)

commit to user

Selanjutnya tidak jauh berbeda dengan definisi di atas, Brooks (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993: 120) mendefinisikan fiksi sebagai sebuah bentuk penyajian ataucara seseorang memandang hidup ini. Jadi karya fiksi memang bukan nyata, tetapikarya sastra juga bukan kebohongan karena fiksi adalah suatu jenis karya sastra yang menekankan kekuatan kesastraannya pada daya penceritaannya. Karya sastra bukan hanya sebuah khayalan semata, tetapi juga merupakan sebuah refleksi dari suatu hal yang dirasakan, dilihat, bahkan mungkin juga dialami oleh penulis.

Sedikit berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Goldmann (dalam Faruk, 2010: 29) mendefinisikan novel sebagai cerita tentang suatu pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai yang otentik yang dilakukan oleh seorang hero yang problematik dalam sebuah dunia yang juga tergradasi. Nilai-nilai otentik yang dimaksud tersebut adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah novel yang dapat mengorganisasikan sebuah novel secara keseluruhan meskipun tidak tertuang secara eksplisit.

Atar Semi (1993: 32) juga memaparkan pendapat yang tidak jauh berbeda dengan pendapat-pendapat di atas, bahwa novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang dan pemusatan kehidupan yang tegas. Dalam hal ini novel lebih mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan lebih halus. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa sebuah novel merupakan suatu hasil imajinasi penulis yang menggambarkan refleksi kehidupan tokoh dan segala masalah yang menyertainya secara utuh dengan berbagai nilai yang turut membangun kelengkapan


(28)

commit to user

sebuahcerita. Nilai-nilai yang terkandung di dalam novel tersebut tidak dituangkan secara eksplisit oleh penulisnya dan nilai tersebut pada akhirnya dapat diambil oleh pembaca sebagai sebuah pelajaran yang mungkin bermanfaat untuk kehidupannya.

Novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menguntungkan. Unsur-unsur tersebut turut membangun sebuah novel yang kemudian membentuk sebuah totalitas tersebut. Secara tradisional, unsur-unsur pembangun novel dapat dibedakan menjadi dua bagian walaupun tidak sepenuhnya terpisah, unsur tersebut adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 23).

Mengenai segi unsur dari dalam novel yang turut membangun jalinan keutuhan sebuah novel, Burhan Nurgiyantoro (2002: 4) memaparkan bahwa novel merupakan sebuah karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia yang imajiner, dunia yang diharapakan menjadi model kehidupan yang nyata yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsik, seperti plot, setting, peristiwa, tokoh, tema, dan sudut pandang.

Dari berbagai teori di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah sebuah karya sastra yang berisi tentang rangkaian cerita yang memaparkan ide, gagasan, maupun khayalan penulisnya. Akan tetapi, novel tidak hanya khayalan semata, novel juga memaparkan tentang refleksi dari suatu hal yang dilihat, dirasa, bahkan mungkin juga dialami oleh penulisnya. Keterjalinan cerita dan kesempurnaan


(29)

commit to user

sebuah novel dapat dilihat dari beberapa unsur yaitu unsur intrinsik yang terdiri dari alur, penokohan, setting, tema, dan sudut pandang serta unsur ekstrinsik yang berupa latar belakang pengarang, amanat, dan berbagai unsur lain yang turut membangun sebuah novel hingga novel tersebut dapat dengan mudah dipahami oleh para penikmatnya.

b. Jenis-Jenis Novel

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2002: 16), novel terdiri dari dua macam yaitu novel serius dan novel populer. Pembedaan novel tersebut sering mengalami kekaburan makna. Hal ini disebabkan karena pembedaan tersebut cenderung mengarah pada subjektifitas penikmat sastra. Para penikmat sastra beranggapan bahwa novel yang ditulis oleh beberapa penulis tertentu dan penerbit tertentu yang sering menerbitkan karya sastra yan cenderung “berat” kadar kesastraannya. Novel serius merupakan novel yang mengandung unsur sastra yang kental. Novel ini juga harus sanggup memberikan hal yang serba mungkin terjadi, dan itulah makna dari sastra yang sastra.

Pada umunya novel serius mengandung tujuan yang tersirat didalamnya untuk memberikan pengalaman yang berhargabagi pembaca, setidaknya novel tersebut mampu mengajak pembacanya untuk meresapi dan merenungkan masalah yang diangkat oleh sebuah novel (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 18-19). Dengan demikia, novel serius lebih mengarah pada suatu bentuk karya yang di dalamnya terdapat sebuah pelajaran berharga yang dapat diambil oleh para penikmat sastra melalui pemahaman yang mendalam.


(30)

commit to user

Burhan Nurgiyantoro (2002: 18) mendefinisikan novel popular sebagai novel yang popular pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja.Namun, novel popular hanya bersifat sementara,cepat ketinggalan zaman, dan tidak dapat memaksa pembacanya untuk membaca sekali lagi novel tersebut.Selain itu, novel popular juga cepat ditinggalkan oleh pembacanya setelah muncul novel yang lebih baru dan popular (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 16). Novel ini menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman namun hanya sampai pada tingkat permukaan saja, tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara lebih mendalam atau dengan katalain tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Apabila hal tersebut terjadi dalam penulisan novel popular maka novel akan menjadi lebih berat, menjadi novelserius, dan bisa dimungkinkan akan ditinggalkan oleh pembacanya.

Sesuai dengan teori Lukacs, Goldmann (dalam Faruk, 2010: 31) membagi novel menjadi tiga jenis, yaitu novel idealisme abstrak, novel psikologi, dan novel pendidikan. Novel jenis pertama menampilkan sang hero yang penuh optimisme dalam petualangan tanpa menyadari kompleksitas dunia. Dalam novel jenis kedua sang hero cenderung pasif karena keluasan kesadarannya tidak tertampung oleh dunia fantasi. Sedangkan dalam novel jenis ketiga sang hero telah melepaskan pencariannya akan nilai-nilai yang otentik.

Di pihak lain Goldmann (dalam Nyoman Kutha Ratna, 2011: 126), yang memandang karya sastra dalam kapasitas sebagai manifestasi aktivitas kultural, mengungkapkan bahwa novellah karya sastra yang berhasil merekonstruksi struktur mental dan kesadaran sosial secara memadai, yaitu dengan cara


(31)

commit to user

menyajikannya melalui tokoh-tokoh dan peristiwa. Penggunaan tokoh-tokoh imajiner juga merupakan salah satu keunggulan novel dalam usaha untuk merekonstruksi dan memahami gejala sosial, perilaku impersonal, termasuk peristiwa-peristiwa historis (Nyoman Kutha Ratna, 2011: 127).

Kita harus membedah struktur yang dimiliki suatu karya sastra untuk memahaminya, khususnya novel. A. Teeuw (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 59-60) menyebutkan bahwa sebuah sistem sastra memiliki tiga aspek: pertama eksterne strukturrelation, yaitu struktur yang terikat oleh sistem bahasa pengarang terikat oleh bahasa yang dipakainya; kedua interne strukturrelation, yaitu struktur dalam bagian-bagiannya saling menentukan dan saling berkaitan; dan ketiga model dunia sekunder, yaitu model dunia yang dibangun oleh pengarang, dunia fantasi atau dunia imajinasi.

Wellek dan Warren (1993: 75-130) menyebutkan adanya empat faktor ekstrinsik yang saling berkaitan dengan makna karya sastra, yaitu biografi pengarang, psikologis, sosial budaya masyarakat dan filosofis. Untuk memahami sebuah novel, harus dilakukan pembedahan struktur yang dimiliki Kenney (1966: 6-7) berpendapat,

“To analyze a literary work is to identify the sparate parts that make it up (this correspondsroughly to the notion of tearing it to pieces), to determine the relationships among the parts, and to discover the relation of the parts, to the whole. The end of the analysis is always the understanding of the literary work as a unified and complex whole”.

Dari pendapat Kenney (1966:6-7) dijelaskan bahwa menganalisis sebuah karya sastra dengan mengidentifikasi bagian-bagian karya yang membentuk, dengan menentukan hubungan antar bagian, dan menemukan antar


(32)

bagian-commit to user

bagian secara keseluruhan. Analisis akhir suatu pemahaman karya sastra sebagai satu kesatuan yang utuh dan kompleks.

Fiksi modern di bagi menjadi tiga golongan besar yaitu, bacaan hiburan, cerita dengan kecenderungan konvensional, dan fiksi modern dengan kecenderungan inkonvensional. Bacaan hiburan berfungsi sebagai sarana hiburan bagi pembacanya. Pembagian cerita dengan kecenderungan konvensional dan inkonvensional tersebut berkaitan dengan konvensi unsur-unsur intrinsik sastra. Konvensional merupakan cerita yang masihberpegang pada aturan atau konvensi

sastra yang ada, sedangkan inkonvensional tidak berpegang dan bahkan menyimpang dari konvensi atau aturan sastra yang telah ada. Pembedaan tersebut sedikit berbeda dengan kategorisasi yang dilakukanoleh Goldmann.

Lubis (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993:165-166) mengkategorikan novel menjadi beberapa jenis, antara lain roman avontur, roman psikologis, roman detektif, roman sosial, roman politik, roman kolektif. Terdapat sedikit perbedaan dari pengkategorian di atas adalah pembagian yang ada dalam Ensiklopedia Indonesia (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993: 166), yaitu romansosial, roman bersejarah, roman tendens, roman keluarga, roman psikologis.

Berdasar pada berbagai pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa secara garis besar novel terbagi menjadi dua, yaitu novel serius dan novel popular. Novel serius merupakan sebuah karya sastra yang memiliki kadar kesastraan yang tinggi dan membutuhkan suatu pemahaman yang lebih untuk dapat memahaminya. Novel serius cenderung mengangkat tema-tema yang lebih “berat”, seperti tema tentang politik, pendidikan, psikologi, dan lai-lain.Novel popular merupakan


(33)

commit to user

sebuah karya sastra yang berfungsi sebagai sebuah sarana hiburan.Meskipun hanya sebagai sebuah sarana hiburan, novel popular tak lantas mengabaikan konvensi-konvensi sastra yang ada.Novel popular tetap mengindahkan konvensi sastra yang ada dan juga memiliki nilai estetis yang dapat dinikmati oleh pembaca dan nilai pedagogis yang dapat dipetik oleh pembaca. Untuk memahaminya pun pembaca tidak membutuhkan pemikiran yang lebih.

c. Unsur-Unsur Novel

Jakob Sumarjo (1982:11) mencantumkan unsur-unsur fiksi (novel) sebagai berikut: (1) plot atau alur; (2) kerakter atau penokohan; (3) tema; (4) setting atau latar; (5) suasana; (6) gaya; dan (7) sudut pandang penceritaan.

Berbeda dengan pendapat di atas, Zainuddin Fanani (2000 : 84) mendefinisikan bahwa unsur-unsur prosa dibagi menjadi: (1) Tema; (2) Penokohan; (3) Plot; dan (4) Setting.

Lebih lanjut lagi akan dipaparkan satu persatu struktur tersebut: 1. Plot

Plot sering juga disebut alur. Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan (Herman J. Waluyo, 2002: 8).

William Kenney (1966: 13-14) menyatakan:

plot reveals event to us, not only in their temporal, but also in relationships. Plot makes us aware of events not merely as elements in temporal series, but also as an intricate pattern of cause and effect”. “The structure of plot to recognize this much, however.Is only a beginning. We must consider in more specific terms the form this “arrangement” we call


(34)

commit to user

plot is likely to take. For, underlying the evident diversity of fiction, we may discern certain recurring patterns”.

Berpijak dari pendapat William Kenney (1966: 13-14) dapat dijelaskan bahwa plot mengungkapkan suatu rencana, bukan hanya dalam duniawi penulis tetapi juga dalam hal hubungan antar jalinan cerita.Plot merupakan peristiwa yang tidak hanya sebagai elemen dalam seri temporal, tetapi juga sebagai pola sebab akibat.

Alur/ Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa alur merupakan unsur terpenting dalam sebuah cerita diantara berbagai unsur fiksi yang lain. Hal tersebut disebabkan oleh, kejelasan alur sebuah cerita erat kaitannya dengan jalinan antarperistiwa yang disajikan oleh penulis sehingga dapat membantu mempermudah pemahaman kita terhadap ceritayang ditampilkan.Kejelasan alur berarti kejelasan cerita, kesederhanaan alur berarti kemudahan cerita untuk dimengerti (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 110).

Forster (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 113) mengemukakan bahwa alur atau plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas. Hal tersebut sejalan dengan Stanton (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 113) yang menyebutkan bahwa alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain.

Alur ada bermacam-macam, dilihat dari aspek urutan waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi yang besagkutan atau lebih tepatnya urutan penceritaan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan, alur terbagi menjadi:


(35)

commit to user

1) Plot lurus/ progresif, alur/ plot sebuah novel dikatakan lurus atau progresif apabila peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa – peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa atau meyebabkan terjadinya peristiwa yang kemudian. Atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal, yaitu penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik, tengah/ konflik meningkat, klimaks, dan akhir/ penyelesaian (Burhan Nurgiyantoro, 2002:154). 2) Plot Sorot-balik/ Flash-back, Urutan kejadian yang disajikan dalam dalam

sebuah karya fiksi dengan alur regresif tidak bersifat kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal melainkan mungkin cerita disuguhkan mulai dari tengah atau bahkan dari tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita disajikan. Karya sastra dengan jenis ini, langsung menyuguhkan konflik bahkan telah sampai pada konflik yang meruncing (Burhan Nurgiyantoro,2002:154).Dalam menyajikan sebuah alur cerita, penulis umumnya memiliki tahapan–tahapan atau urutan penceritaan yang berbeda-beda.

Berikut ini tahapan alur yangdijabarkan oleh Tasrif dalam Mochtar Lubis (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002:149) yang membedakan tahapan plot menjadi lima bagian, antara lain:

1) Tahap situation (penyituasian), yaitu tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal. Tahap ini berfungsi sebagai landasan tumpu cerita yang akan dikisahkan;


(36)

commit to user

2) Tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik), pada tahap ini masalah-masalah atau peristiwa-peristiwa yang menyulut konflik mulai dimunculkan;

3) Tahap rising action (tahap peningkatan konflik), konflik-konflik yang dimunculkan mulai berkebang atau dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa yang menjadi inti cerita mulai menegangkan;

4) Tahap climax (tahap klimaks), konflik dan atau pertentangan yang terjadi padapara tokoh mulai mencapai puncaknya; dan

5) Tahap denouement (tahap penyelesaian), pada tahap ini konflik utama yang telah mencapai klimaks mulai diberi jalan keluar begitu juga dengan konflik-konflik tambahan yang lain juga mulai diberi jalan keluar.

Dari berbagai teori di atas dapat disimpulkan bahwa alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang disajikan secara kronologis oleh pengarang mulai dari tahap awal atau tahap pegenalan tokoh, pemunculan konflik hingga konflik tersebut dapat diselesaikan.

2. Perwatakan atau Penokohan

Penokohan adalah pelukisan tokoh atau pelaku cerita melalui sifat-sifat, sikap dan tingkah lakunya dalam cerita (Zulfahnur, dkk., 1996: 29). Pengertian penokohan tersebut, menurut Panuti Sudjiman (dalam Zulfahnur, dkk., 1996: 29) merupakan individu rekaan berwujud atau binatang yang mengalami peristiwaatau lakuan dalam cerita. Manusia yang menjadi tokoh dalam certa fiksi dapat berkembang perwatakannya baik dari segi fisik maupun mentalnya.


(37)

commit to user

Wellek danWarren (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993:133-134), menyatakan ada beberapa cara yang digunakan pengarang untuk melukiskan rupa, watak, dan pribadi para tokoh,yaitu: (1) Physical description, yaitu melukiskan bentuk lahiriah tokoh yang dilakukanoleh pengarang; (2) Portroyal of througth streem or of conscious though, yaitu pelukisan jalan pikiran pelakon atau tokoh atau apa yang terlintas dalam pikiran pengarangnya; (3) Reaction of events, yaitu pengarang melukiskan bagaimana reaksi tokoh ataulakon terhadap kejadian yang ada; (4) Direct author analisys, yaitu pengarang menganalisis watak tokoh atau lakon secara langsung; (5) Discussion of environment, yaitu pengarang melukiskan keadaan sekitar lakonatau tokoh. Misalnya, melukiskan keadaan kamar, sehingga pembaca akan memperoleh kesan secara jelas terhadap tokoh yang ada; (6) Reaction of others about character, yaitu pengarang melukiskan bagaimanapandangan-pandangan pelakon lain dalam suatu cerita terhadap pelakon utama; dan (7) Conversation of others about character, yaitu pelakon atau tokoh yang laindalam suatu carita memperbincangkan keadaan pelakon utama dengan demikian maka secara tidak langsung pembaca mendapat kesan tentang segala sesuatu mengenai pelakon utama.

Herman J. Waluyo (2002: 16) mengklasifikasikan tokoh menjadi beberapa macam yaitu, pertama berdasar peranannya terhadap jalan cerita, terdapat tokoh-tokoh yaitu, tokoh-tokoh protagonis, yaitu tokoh-tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada satu atau dua tokoh protagonis utama yang dibantu oleh tokoh-tokoh lain yang ikut terlibat sebagai pendukung cerita; tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita biasanya ada seorang tokoh utama yang menentang cerita, dan beberapa


(38)

commit to user

figur pembantu yang ikut menentang cerita; dan tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembantu baik untuk tokoh protagonist maupun tokoh antagonis.

Kedua berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya, terdapat tokoh-tokohyaitu, tokoh sentral, yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Tokoh sentral merupakan biang keladi dari pertikaian.Tokoh sentral adalah tokoh protagonis maupun antagonis; tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau tokoh penentang tokoh sentral.Bisa juga sebagai medium atau perantara tokoh sentral.Dalam hal inimerupakan tokoh tritagonis; dan tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkapdalam mata rangkai cerita.

Ketiga hubungan antartokoh. Penokohan dan perwatakan mempunyai hubungan yang sangat erat karena kedua unsur tersebut berada pada objek yang sama yaitu tokoh atau suatu peran.Penokohan yang baik adalah yang dapat menggambarkan tokoh-tokoh dan mengembangkan watak dari tokoh-tokoh tersebut yang mewakili tipe-tipe manusia yang dikehendaki tema dan amanat. Perkembangannya haruslah wajar dan dapat diterima berdasarkan hubungan kausalitas. Penggambaran perwatakan dari tokoh-tokoh cerita disebut sebagai penokohan.

Pengenalan tokoh dalam suatu cerita, menurut Jakob Sumardjo dan Saini K. M. (1994:65), ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk memahami karakter tokoh-tokoh dalam cerita, yaitu : (1) melalui apa yang diperbuatnya; (2) melalui ucapan-ucapannya; (3) melalui gambaran fisik tokoh; (4) melalui pikiran-pikirannya; (5) melalui penerangan langsung dari pengarang.


(39)

commit to user

Watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional), dan penggambaran itu berdasarkan keadaan fisik, psikis, dan sosial (fisiologis, psikologis, dan sosiologis) (Herman J. Waluyo, 2002 : 17). Yang termasuk dalam keadaan fisik tokoh adalah: umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, cacat jasmaniah, ciri khas yang menonjol, suku, bangsa, raut muka, kesukaan, tinggi/pendek, kurus /gemuk, suka senyum/cemberut, dan sebagainya. Keadaan psikis meliputi watak, kegemaran, mentalitas, standar moral, tempramen, ambisi, kompleks psikologi yang dialami, keadaan emosinya dan sebagainya. Keadaan sosiologis meliputi jabatan, pekerjaan, kelas sosial, ras, agama, ideologi, dan sebagainya.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah watak tokoh yang berupa perilaku, ucapan maupun kebiasaan. Hubungan antartokoh dapat dilihat dari perwatakan atau penokohan yang digambarkan oleh pengarang. Dari penokohan tersebut akan tergambar tentang perilaku, cara bicara,dan sikap dari para tokoh yang kemudian dapat digunakan untuk menganalisis.

3. Tema

Tema/ theme, menurut Stanton (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 67) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Kenny (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 67) yang juga menyatakan bahwa tema (theme) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Lebih rinci lagi, Hartoko dan Rahmanto (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 67) mendefinisikan tema sebagai gagasan dasar umum yang menopang


(40)

commit to user

sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam sebuah teks sastra sebagai struktur semantik dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Zulfahnur, dkk. (1996: 25) yang menyatakan bahwa tema adalah ide sentral yang mendasari sebuah cerita, tema mempunyai tiga fungsi, yaitu: sebagai pedoman bagi pengarang dalam menggarap cerita; sasaran atau tujuan penggarapan cerita: dan mengikat peristiwa-peristiwa cerita dalam satu alur. Tema merupakan maknakeseluruhan yang didukung cerita, dengan sendirinya ia akan “tersembunyi” dibalik cerita yang mendukungnya. Oleh karena itu, untuk menemukan tema dari sebuah cerita, haruslah disimpulkan terlebih dahulu keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu dari sebuah cerita.

Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema berhubungan dengan premis dari prosa tersebut yang berhubungan pula dengan nada dasar dari sebuah prosa dan sudut pandangan yang dikemukakan oleh pengarangnya (Herman J. Waluyo, 2002: 24). Mengenai premis, ia juga mengemukakan bahwa premis dapat juga disebut sebagi landasan pokok yang menentukan arah tujuan lakon yang merupakan landasan bagi pola konstruksi lakon.

Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tema atau theme adalah ide pokok dari sebuah cerita yang mengandung makna dari sebuah cerita yang pada umunya tekandung secara tersirat, maka untuk menyimpulkan tema


(41)

commit to user

dari sebuah karya fiksi haruslah menyimpulkannya secara keseluruhan terlebih duhulu, melalui tema pula sebuah cerita dikembangkan oleh penulisnya.

4. Setting atau Latar

Setting sering juga disebut latar cerita. Asul Wiyanto(2004: 28). berpendapat bahwa setting adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu adegan.Latar adalah situasi tempat, ruang dan waktu terjadinya cerita.Tercakup di dalamnya lingkungan geografis mulai dari rumah tangga, pekerjaan, benda-benda dan alat-alat yang berkaitan dengan tempat terjadinya peristiwa cerita waktu, suasana dan periode sejarah (Zulfahnur, dkk., 1996: 37).

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat yang diugkapkan oleh Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 216) landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan. Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Ada empat bagian penyusun setting menurut William Kenney(1966:40), yaitu:

(1) the actual geographical location, including topographyscenery, even the details of a room’s interior; (2) the accupationsand modes of day-to-day existence of the characters; (3) the time inwhich the action takes plece,e.g, historical period, season of theyear; (4) the religious, moral, intellecctual, sosial, and emotional environment of the characters.

Mengacu dari pendapat William Kenney (1966 : 40) menjelaskan bagian penyususn setting adalah (1) lokasi geografis yang sebenarnya, termasuk


(42)

commit to user

rancangan bentuk dan desain interior; (2) model karakter pemain sesuai dengan kehidupan sehari-hari; (3) waktu pegambilan tempat, misalnya periode, sejarah, musim dan tahun; (4) karakter yang mencerminkan keagamaan, moral, lingkungan, sosial dan emosional.

Burhan Nurgiyantoro (2002: 227), menjelaskan unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu (1) latar tempat, yaitu mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat disebut pula sebagai latar fisik (physical setting); (2) latar waktu, yaitu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi; (3) latar sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Hal itu dapat berupa kebiasaan hidup, tradisi, cara berpikir dan bersikap, pandangan hidup, keyakinan, dan status sosial.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa setting atau latar adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu peristiwa yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat pada suatu tempat dalam karya fiksi.

d. Novel Sebagai Dokumen Sosial (Teeuw)

Karya sastra sebagai dokumen sosial, hal ini sesuai dengan konsekuensinya untuk pemakaian karya sastra, khususnya roman, untuk tujuan


(43)

commit to user

walaupun sebutan ini dari segi tertentu ada benarnya. Namun roman tidak berarti dapat dipergunakan langsung sebagai dokumen seperti laporan wartawan, kumpulan data statistik dan lain-lainnya. Oleh karena itu tiap karya sastra ada keterpaduan antara mimesis dan kreasi, antara kenyataan dan khayalan orang harus hati-hati dalam mengambil data faktual dari tulisan rekaan, walaupun tulisan itu sebenarnya sangat realis.

Sebagai penyedia data dan fakta roman tidak dapat dipercaya karena tidak bisa diketahui di mana fakta berakhir dan rekaan dimulai. Penulis roman tidak dapat dan tidak perlu mempertanggungjawabkan takaran kenyataan dalam isi faktual karyanya. Dalam arti ini roman biasanya bukan dokumen sosial. Hanya tulisan rekaan yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada data yang diperoleh dari sumber yang jelas bersifat dokumen sosial.

Novel merupakan karya rekaan. Karya rekaan memang merupakan dokumen sosial, yang lebih dahulu disebut jalan keemapat ke kebenaran: lewat sastra pembaca sering kali jauh lebih baik dari lewat tulisan sosiologi mana pun juga, dapat menghayati hakikat eksistensi manusia dengan segala permasalahannya (Teeuw, 1984:237).

Richard Hoggart dalam Teeuw (1984:237) menjelaskan bahwa sastra yang baik menciptakan kembali rasa kehidupan, bobotnya dan susunannya. Menciptakan kembali keseluruhan hidup yang dihayatinya, kehidupan emosi, kehidupan budi, individu maupun sosial, dunia yang syarat obyek.Hal ini diciptakannya bersama-sama dan secara saling keterjalinan, seperti terjadi dalam


(44)

commit to user

kehidupan yang kita hayati sendiri.Sastra baik menciptakan kembali kemendesakan hidup.Tetapi arti karya sastra semacam itu tidak bias ditangkap dengan metode dan teknik ilmu-ilmu sosial. Untuk itu diperlukan kepekaan kesastraan, kemahiran membaca, memahami dan menilai karya sastra sesuai dengan ciri khasnya sebagai rekaan, yang diciptakan oleh manusia dengan dengan daya cipta yang peka pula.

Hal ini diperkuat oleh Hoggart dalam Teeuw (1984:238) bahwa pemahaman puitik, metaforik, intuitif adalah wujud pengetahuan, walaupun tidak dapat diukur secara obyektif. Kesahihannya tergantung pada daya imajinasi pengarang (imajinasi terkandung pula didalamnya penembusan, kekompleksan, kejujuran) dan pada kemampuan kita sebagai pembaca untuk mengujinya dengan rasa pengalaman sendiri.

Permasalahan dalam novel yang terjadi di dalam masyarakat, ketika diangkat oleh pengarang melalui karya sastra sebagai dokumen sosiobudaya, akan memberikan makna yang kompleks dan mengandung misi tertentu. Sehubungan dengan hal itu, novel dianggap sebagai sebuah dokumen sosiobudaya yang mengandung makna. Setiap makna yang terkandung pada sebuah novel tentunya dapat diperoleh dari kajian berbagai aspek dan unsur yang membangunnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah karya sastra dapat dikatakan sebagai dokumen sosial, jika karya sastra tersebut berdasarkan cerita rekaan yang datanya diambil dari kehidupan masyarakat yang


(45)

commit to user

sebenarnya.Hal ini sesuai dengan karya sastra berupa novel yang banyak mengisahkan tentang kehidupan manusia.

2. Kajian tentang Sosiologi Sastra a. Pengertian Sastra

Sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Sehingga, berbatasan sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak.

Sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta; akar kata sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran –tra biasanya menujukkan alat, sarana. Maka dari itu sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku intruksi atau pengajaran, seperti silpasastra (buku arsitektur), kamasastra (buku petunjuk mengenai petunjuk seni cinta) (Teeuw, 1984 : 23).

Selanjutnya Teeuw (1984 :22) juga merumuskan nama sastra sebenarnya merupakan terjemahan bahasa Indonesia dari nama yang digunakan dalam masyarakat bahasa asing, khususnya eropa. Dalam bahasa Inggris sastra dinamakan literature, dalam bahasa Jerman sastra dinamakan literature, dalam bahasa Perancis literature. Nama susastra digunakan yang kurang lebih berarti “tulisan yang indah” juga digunakan dalam masyarakat Eropa tersebut: letterkunde dalam bahasa Belanda, belles-letters dalam bahasa Perancis.

Merujuk dari pendapat Teeuw di atas bahwa dalam usahanya untuk merumuskan pengertian sastra memusatkan banyak perhatian pada pengertian


(46)

commit to user

Rene Wellek dan Austin Waren memberikan pengertian sastra sebagai berikut:

“Sastra adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa. Teknik-teknik sastra tradisional seperti simbolisme dan mantra bersifat sosial merupakan konvensi dan norma masyarakat. Lagi pula sastra menyajikan kehidupan, dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra meniru alam dan dunia subjektif kehidupan manusia.” (Rene Wellek dan Austin Warren, 1993:109)

Berhubungan dengan istilah sastra, Atar Semi (1993:8) menjelaskan sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

Jakob Sumardjo dan Saini K. M. (1994:3) menjelaskan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.

Sastra juga dapat diartikan sebagai hasil kreativitas pengarang yang bersumber dari kehidupan manusia secara langsung atau melalui rekaannya dengan bahasa sebagai medianya. Sastra dianggap sebagai karya yang berpusat pada moral manusia (humanitat), yang di satu sisi terkait dengan sejarah dan pada sisi lain pada filsafat (Darma dalam Retno Winarni, 2009:7).

Dari beberapa istilah sastra di atas yang dikemukakan oleh beberapa ahli memiliki persamaan bahwa sastra sama-sama menggunakan media atau perantara berupa bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi bagi masayarakat. Bahasa diciptakan oleh manusia berdasarkan tempat tinggalnya. Namun, kosa kata dalam


(47)

commit to user

adalah obyeknya adalah manusia. Ungkapan karya sastra manusia tersebut berupa kehidupan sehari-hari atau hasil imajinasi pengarang.

Sementara itu Sastra menurut Luxemburg (1984 : 5) merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi. Sang seniman menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses penciptaan di dalam semesta alam, bahkan meyempurnakannya.

Merujuk dari pendapat di atas, sastra memang hidup dan berasal dari masyarakat. Masyarakat mampu menciptakan karya sastra merupakan masyarakat yang memiliki daya kreatifitas yang tinggi. Hasil karya tersebut akan dinikmati oleh pembaca dan dijadikan pandahuan dalam kehidupan. Di mana karya sastra mempunyai ide, gagasan dan nilai-nilai kehidupan yang baik dan patut diikuti oleh masyarakat.

Secara intuitif, kita ketahui bahwa sastra termasuk dalam seni, tetapi juga lebih dari seni.Sastra selalu bersinggungan dengan pengalaman manusia yang lebih luas daripada yang bersifat estetik (seni) saja. Sastra selalu melibatkan pikiran pada kehidupan sosial, moral, psikologi dan etika.Dengan demikian sastra cenderung menjadi lebih penting dan menarik perhatian pembaca dari pada bentuknya sebagai penjelmaan pengungkapan seni. Pembicaraan sastra lebih banyak berhubungan dengan kehidupan yang dipaparkan dalam karya sastra daripada masalah estetikanya (Sastrowardoyo dalam Nani Tuloli, 2000:2).

Sementara itu Nani Tutoli (2000:2) mengatakan bahwa sastra merupakan ungkapan batin seseorang melalui bahasa dengan cara penggambaran.


(48)

commit to user

Penggambaran atau imajinasi ini dapat merupakan titian terhadap kenyataan hidup, wawasan pengarang terhadap kenyataan kehidupan, dapat pula imajinasi murni pengarang yang tidak berkaitan dengan kenyataan hidup (rekaan), atau dambaan intuisi pengarang dan dapat pula sebagai campuran semuanya itu.

Merujuk dari beberapa pendapat di atas, untuk memudahkan pengertian sastra, perlu dikembangkan beberapa pandangan sebagai berikut:

b. Dalam sastra ada penanganan bahan yang khusus, yang berlaku pada puisi dan prosa. Misalnya terdapat paralisme, kiasan, penggunaan bahasa yang tidak gramatikal, peristiwaan dan sudut pandang yang bermacam-macam. Maka untuk mengerti sastra kita haru kembali kepengetahuan tentang bahasa.

c. Ada anggapan bahwa sastra cenderung sebagai fiksi. Fiksionalitas ini dapat dikaji dalam sastra tulis maupun sastra lisan, juga terdapat pada semua ragam (puisi dan prosa)

d. Penggunaan tanda-tanda khusus dalam sastra, memungkinkan munculnya wawasan bersifat umum tentang keberadaan menusia sosial atau budaya dan intelektual.

e. Dengan memahami sastra sebagai sebagai karya fiksi, serta hubungan antara yang khusus dan umum, kita dapat menginterpretasikan sastra sesuai dengan wawasan kita. Dalam teks sastra, secara implisit terdapat banyak “tempat terbuka” bagi penafsiran dan pemahaman.

f. Penciptaan karya sastra berada pada ketegangan antara kreatikvitas dan konvensi. Karya sastra itu di satu pihak tergantung (terkait) dengan konvensi sastra, tetapi pada sisi lain dituntun keaslian dan kraatifitas peniptaan (Nani Tutoli, 2000:2-3)

Definisi-definisi sastra yang ada dijadikan patokan tentang pengertian sastra, umumnya masih bersifat parsial sehingga belum mampu memberikan gambaran pengertian sastra secara utuh. Keparsialan definisi tersebut oleh Luxemburg (1984:4) digolongkan menjadi empat bagian yang meliputi:

a. Definisi yang mencakup aspek terlalu banyak, sering dilupakan antara definisi deskriptif mengenai sastra itu apa. Dengan devinisi


(49)

commit to user

evaluative yang berkaitan dengan nilai yang menentukan suatu karya bernilai tinggi atau tidak.

b. Definisi yang merupakan definisi ontologism, yaitu definisi yang mengungkapkan hakikat sebuah karya sastra sambil melupakan bahwa hendaknya didefinisikan di dalam situasi para pemakai atau pembaca sastra, norma dan deskripsi sering dicampurbaurkan sehingga tidak disadari bahwa sementara karya untuk orang ini termasuk sastra sedang munurut orang lain bukan sastra.

c. Definisi yang terlalu dititikberatkan pada contoh sastra Barat. Khususnya sejak jaman Renaissance, tanpa memperhitungkan sastra di luar jaman tersebut. Padahal di luar kebudayaan sastra Eropa, banyak dijumpai sastra yang berbeda yang mempunyai kekhasan.

d. Definisi yang hanya berkecenderungan dengan jenis-jenis sastra tertentu sehingga tidak relevan apabila diterapkan pada semua jenis sastra.

Pengertian tentang sastra (Luxemburg, 1984: 3-4) juga berlaku pada zaman romantik. Beberapa pengertian sastra pada zaman romantik;

a. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi. Sang seniman menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses penciptaan di alam semesta alam, bahkan menyempurnakannya. Sastra terutama merupakan sesuatu luapan emosi yang spontan.

b. Sastra bersifat otonom , tidak mengacu pada yang lain, sastra tidak bersifat komunikatif. Sang penyair hanya mencari keselarasan di dalam karyanya sendiri. Dalil ini masih bergema di hampir setiap pendekatan terhadap sastra. c. Karya sastra yang otonom itu bercirikan suatu koherensi. Pengertian

koherensi itu pertama-tama dapat ditafsirkan sebagai suatu keselarasan yang mendalam antara bentuk dan isi.

d. Sastra menghindarkan sebuah sintesa antara hal-hal yang saling bertentangan. Pertentangan-pertentangan tersebut aneka rupa bentuknya ada pertentangan


(50)

commit to user

antara yang di sadari dan yang tidak di sadari, antara pria dan wanita, antara roh dan benda, dan seterusnnya.

e. Sastra mengungkapkan yang tak terungkapkan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa sastra adalah hasil kreatifittas masyarakat yang berupa ide, pengalaman, pemikiran dan perasaan melalui media bahasa dengan cara penggambaran. Penggambaran atau imajinasi ini dapat berupa titian terhadap kenyataan hidup, wawasan pengarang terhadap kenyataan kehidupan, dapat pula imajinasi murni pengarang yang tidak berkaitan dengan kenyataan hidup (rekaan), atau dambaan intuisi pengarang dan dapat pula sebagai campuran semuanya itu.

b. Pengertian Sosiologi

Nyoman Kutha Ratna (2011:1) menjelaskan bahwa sosiologi berasal dari akar kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, soio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat , sifatnya umum, rasional dan empiris.

Soerjono Soekanto (2010: 4) merumuskan “secara etimologis sosiologi sastra berasal dari bahasa Latin socius yang berarti kawan dan logos dari kata Yunani yang berarti ilmu”. Lebih lanjut Soekanto menjelaskan:


(51)

commit to user

Secara singkat sosiologi adalah ilmu sosial yang objeknya adalah keseluruhan masyarakat dalam hubungannya dengan orang-orang di sekitar masyarakat itu. Sebagai ilmu sosial, sosiologi terutama menelaah gejala-gejala di masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, lembaga-lembaga kemasyarakatan, perubahan sosial dan kebudayaan serta perwujudannya. Selain itu sosiologi sastra juga mengupas gejala-gejala sosial yang tidak wajar dan gejala abnormal atau gejala patologis yang dapat menimbulkan masalah sosial. (Soerjono Soekanto, 1993: 395)

Swingewood (dalam Faruk, 2010: 1) mendefinisikan sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dan masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial.

Berkaitan dengan pendapat di atas, Giddens dalam Faruk (2010:18) mengatakan bahwa :

“…The study of human sosial life, groups, dan societies.it is a dazzling and compelling enterprise, having as its subject matter our own behavior as sosial beings. The scope of sociology is extremely wide, ranging from the analysis of passing encounters between individuals in the street up to the investigation of global sosial processes.”

Bertumpu pada penjelasan di atas bahwa Giddens dalam Faruk (2010:18) mengatakan studi tentang kehidupan manusia, kelompok dan masyarakat.Studi tersebut merupakan permasalahan manusia dalam kehidupan sosial. Ruang lingkup sosiologi sangat luas mulai dari individu sampai proses sosial dalam masyarakat.

Selanjutnya Pitirim Sorokin dalam Soerjono Soekanto (2010: 17) mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari:

a. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masayarakat dengan politik dan lain sebagainya);


(52)

gejala-commit to user

c. Ciri-ciri umum semua jenis gejala – gejala sosial.

Abdulsyani (2007:5) mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempunyai obyek studi masyarakat.Sosiologi berkembang di dalam masyarakat.Masyarakatlah yang menjadi obyek ilmu.Baik itu dilihat dari aspek sosial, aturan, adat-istiadat, kebudayaan dan sebagainya.

Sosiologi sebenarnya mempelajari manusia sebagaimana ditemukan dan dialami secara langsung dalam kenyataan keseharian kehidupan (Faruk, 2010:17). Sebuah usaha untuk menemukan aturan, hukum dan pola-pola yang berulang dan berlangsung dalam waktu relatif lama. Hal ini disebabkan obyek pengalaman dalam kehidupan sehari-hari berlangsung tak beraraturan.Pengalaman tersebut senantiasa berubah, hilang sesaat atau muncul kembali.

Michael Zeratta dalam Elizabeth dan Tom Burns (1973:11) mendefinisikan sosiologi dalam novel:

In the sociology of the novel, sociologi is dealing with an art. True, narrative fiction is contained within language and takes most of its own character from it; the form and content of the novel derive more closely from sosial phenomena than do those of other arts, except perhaps cinema; novels often seem bound up with particular moments in the history of society; we are none the less concerned with a specific art. Dalam sosiologi novel, ilmu sosiologi berhubungan dengan suatu seni.Adalah benar, fiksi naratif termasuk dalam bahasa dan membentuk karakternya sendiri paling banyak dari bahasa itu; bentuk dan isi novel mengambil lebih dekat fenomena sosial dibanding bentuk kesenian lain kecuali, film; novel seringkali terlihat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa tertentu dalam sejarah manusia.


(53)

commit to user

Suatu paradigma sosiologi mempelajari apa yang disebut sebagai institusi-institusi sosial dan struktur sosial. Institusi sosial menurut Ritzer (dalam Faruk, 2010:19) adalah nilai-nilai dan norma-norma bersama yang diwujudkan dalam suatu kebudayaan atau sub kebudayaan. Atau dalam pengertian yang lain:

“aways of actingand thingking that the individuals find pre-established,…already made,…imposed more or less in him … and that will survive him”

Sedangkan struktur sosial adalah

“the net works of sosial relations in which processes of sosial interaction become organized and through which sosial positions of individuals and subgroups become differentiated”

Berdasarkan penjelasan di atas institusi sosial menurut Ritzer (dalam Faruk, 2010:19) adalah cara berfikir seorang individu sudah ada dalam dirinya. Strutur sosial merupakan hubungan interaksi sosial yang terorganisasi dalam individu dan kelompok sosial yang berbeda.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat serta gejala-gejala sosial yang timbul dalam masyarakat yang bersifat umum, rasional dan empiris.

c. Pengertian Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra sebagai suatu jenis pendekatan terhadap sastra memiliki paradigma dengan asumsi dan implikasi epistemologis yang berbeda daripada yang telah digariskan oleh teori sastra berdasarkan prinsip otonomi sastra. Penelitian-penelitian sosiologi sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra adalah


(54)

commit to user

ekspresi dan bagian dari masyarakat, dan dengan demikian memiliki keterkaitan resiprokal dengan jaringan-jaringan sistem dan nilai dalam masyarakat tersebut. Sebagai suatu bidang teori, maka sosiologi sastra dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan keilmuan dalam menangani objek sasarannya.

Istilah "sosiologi sastra" dalam ilmu sastra dimaksudkan untuk menyebut para kritikus dan ahli sejarah sastra yang terutama memperhatikan hubungan antara pengarang dengan kelas sosialnya, status sosial dan ideologinya, kondisi ekonomi dalam profesinya, dan model pembaca yang ditujunya.Mereka memandang bahwa karya sastra (baik aspek isi maupun bentuknya) secara mudak terkondisi oleh lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu (Abrams, 1971:178).

Sekalipun teori sosiologis sastra sudah diketengahkan orang sejak sebelum Masehi, dalam disiplin ilmu sastra, teori sosiologi sastra merupakan suatu bidang ilmu yang tergolong masih cukup muda (Damono, 1978:3) berkaitan dengan kemantapan dan kemapanan teori ini dalam mengembangkan alat-alat analisis sastra yang relatif masih lahil dibandingkan dengan teori sastra berdasarkan prinsip otonomi sastra.

Sosiologi adalah ilmu objektf kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini (das sein) bukan apa yang seharusnya terjadi (das solen). Sebaliknya karya sastra bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif. Menurut Nyoman Kutha Ratna (2011: 2) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan


(1)

commit to user 2. Pencapaian dalam proses pengajaran sastra

Penelitian ini mengkaji objek karya sastra berbentuk novel berjudul

Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi. Memang, karya novel memiliki

jumlah halaman yang banyak sehingga diperlukan waktu banyak dalam proses apresiasi karya. Meskipun demikian, hasil analisis pada aspek sosiologi pada novel tersebut telah memberikan gambaran awal yang sederhana terhadap kandungan novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi. Pemahaman merupakan tahapan kelanjutan atas pengenalan aspek fisik sastra berupa wujud buku. Sosiologi sastra terkandung di dalam dan di luar karya sastra. Oleh karena itu, pendidik harus memberikan arahan jelas terhadap aspek pencapaian pembelajaran apresiasi sastra. Dengan begitu ada persiapan berupa bahan materi yang telah disederhanakan sehingga dapat dipahami siswa secara baik.

3. Pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik

Bagi guru, pengkajian terhadap karya sastra novel melalui pendekatan sosiologi sastra bisa dikembangkan dalam pola pengajaran apresiasi karya sastra kepada siswa. Kajian ini memberikan fakta sastra dari dalam karya itu sendiri juga dari luar karya sastra, berupa pengarang kreatifnya dan latar sosial budaya masyarakat pembentuknya. Dalam hal ini patokan pengajaran bukan hanya pada aspek kognitif, melainkan juga pada aspek afektif bahkan psikomotoriknya. Hal tersebut dapat dicapai dengan peran pendidik yang tidak hanya menyampaikan kaidah pemahaman sosiologi, tetapi juga pada aspek nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra tersebut. Artinya, pendidik


(2)

commit to user

juga menggugah kesadaran siswa sebagai manusia dengan memberikan gambaran keteladanan dari nilai-nilai edukatif cerita sastra tersebut.

4. Sebagai salah satu pendidikan nilai moral

Media pembelajaran dapat diambil dari berbagai sumber, termasuk dari sebuah kisah atau cerita. Cerita novel Negeri Lima Menara karya Ahmad

Fuadi merupakan cerita yang mengandung nilai pendidikan, terutama nilai

moral. Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi pendidikan di Pondok Madani. Tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam novel tersebut menggambarkan karakteristik manusia dengan sisi kemanusiaan yang dimiliki. Manusia merasakan suka dan duka, tertawa dan menangis, juga emosi dan pemaaf. Hal itu merupakan cerminan bagi pembaca dalam menjalani hidup dalam kehidupan masyarakat juga dalam melakukan interaksi sosial di masyarakat. Novel tersebut memberikan gambaran lengkap sosok manusia dengan realitas masalah yang dihadapi dalam hidup di pondok. Sikap dan perilaku yang dilakukan dalam menangani masalah yang terjadi menjadi contoh yang bisa diteladani. Oleh karena itu, novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi

dapat dijadikan sebagai sumber pengajaran.

5. Aspek keteladanan

Bagi siswa, materi dengan objek novel yang menggambarkan realitas masyarakat memberikan variasi materi belajar terhadap apresiasi karya sastra. Siswa juga akan merasa terdorong aspek kesadarannya jati dirinya sebagai insan cendekia. Cerita yang bermakna dalam dan menggugah motivasi dari novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi memberikan kedalaman arti


(3)

commit to user

tersendiri bagi siswa. Pada akhirnya siswa akan menemukan keteladanan yang utuh saat mereka menghadapi realitas kehidupan yang mereka jalani.

6. Aspek pelestarian seni budaya Minangkabau melalui pendidikan

Wujud lain dari implikasi penelitian ini yaitu pada pelestarian budaya, khususnya dalam hal ini seni budaya Minangkabau sebagaimana menjadi cerita novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi. Aktivitas penelitian yang dilakukan penulis merupakan bentuk kepedulian yang secara sederhana dari tindakan yang bisa dilakukan dalam aspek pelestarian seni budaya Minangkabau. Sebagai hal sederhana penulis akan mencapai pemahaman dasar terhadap seni budaya yang memang harus dilestarikan yang ditampilkan dalam karya sastra tersebut.

Keluhuran seni budaya Minangkabau perlu diwariskan dari generasi ke generasi. Aspek awal yang bisa dilakukan yaitu dengan proses show up

“menunjukkan” eksistensi seni budaya tersebut. Hal itu bisa dicapai dengan pelaksanaan penelitian ini. Meluasnya efek ini ketika terjadi akumulasi dari pengaruh positif yang diperoleh oleh masyarakat pembaca karya sastra ini. Setiap pembaca akan memberikan pengaruh yang lebih luas dengan penyebaran terhadap nilai-nilai seni budaya yang terkandung dalam karya sastra manakala terjadi proses interaksi yang lebih meluas.

Oleh karena itu, proses pelestarian seni budaya Minangkabau kemudian dapat lebih dikembangkan, bahkan bisa dilakukan secara lebih sistematis. Aplikasi yang lebih mudah mengarah pada media pendidikan.


(4)

commit to user

Penyelenggaraan pengajaran sastra menjadi salah satu sarana yang bisa diandalkan. Sistematika yang dimiliki proses pengajaran bisa menempatkan karya sastra ini sebagai bahan ajar apresiasi karya sastra. Diharapkan proses pengajaran menjadi sarana pelestarian seni budaya yang efektif. Penanaman nilai-nilai luhur seni budaya Minangkabau dapat dilakukan terprogram, kontinyu, terarah, terpantau secara baik.

7. Pengembangan kualitas dan kompetensi penelitian sastra

Pada aspek penelitian ilimiah, hasil penelitian ini menambah kuantitas dan kualitas penelitian ilmiah, khususnya kajian di bidang karya sastra. Secara kuantitas, penelitian ini akan menjadi dokumen sastra yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam penelitian yang akan dilakukan di masa datang. Oleh karena itu, penelitian ini juga mendorong kegiatan ilmiah karena akan memberikan motivasi mahasiswa untuk melakukan kegiatan penelitian. Tumbuhnya motivasi kegiatan ilmiah juga akan meningkatkan kompetensi atau kualitas kajian terhadap penelitian. Para peneliti lain akan melakukan peningkatan kualitas penelitian mulai dari materi yang dikaji sampai ke metodologi sehingga penelitian pada masa selanjutnya akan lebih berkembang dan bervariasi.

8. Memberikan paradigma positif sastra kepada masyarakat pembaca

Kajian sastra merupakan alternative bagi mahasiswa atau peneliti yang memiliki sense kecenderungan terhadap dunia sastra. Paradigma pengkajian terhadap karya sastra sendiri akan mengubah persepsi masyarakat yang cenderung memandang sastra sebagai sesuatu yang abstrak dan imajinatif


(5)

commit to user

belaka. Fakta yang bisa dimunculkan yaitu dengan peningkatan kualitas penelitian serta hasil penelitian yang ternyata menyodorkan solusi dalam menyelesaikan masalah kemanusiaan di masyarakat.

9. Cermin edukasi masyarakat

Pada aspek sosial masyarakat penelitian terhadap novel Negeri Lima

Menara karya Ahmad Fuadi ini dapat menjadi cermin bagi masyarakat

pembaca. Pembaca merupakan pribadi-pribadi yang hidup di masyarakat. Demikian juga tokoh-tokoh dalam novel merupakan perwujudan pribadi manusia dalam media cerita. Pengalaman-pengalaman peristiwa yang terjadi pada tokoh bisa menjadi teladan yang bijak tanpa dengan menggurui. Masyarakat pembaca pun dapat belajar dari interaksi sosial yang positif dari cerita yang diperlihatkan dalam novel tersebut.

Dengan akal pikiranya, masyarakat pembaca akan dapat bertindak dan berperilaku dengan baik melalui hikmah yang diambil dari deskripsi peristiwa dalam cerita novel tersebut karena pada hakikatnya karya sastra merupakan wujud realitas yang dituangkan dalam sebuah cerita. Perwujudan sikap dan perilaku yang santun di dalam masyarakat akan membentuk sistem kemasyarakatan yang baik.

C. Saran

Pada penelitian ini penulis menyampaikan saran sebagai berikut:

1. Pada aspek pendidikan, pendidik bahasa dan sastra sebaiknya melakukan pengajaran dengan sistematika yang runtut dan detail agar mudah dipahami


(6)

commit to user

dan mendapatkan makna novel yang mendalam. Pencapaian maksimal terhadap pengajaran apresiasi sastra harus diwujudkan secara baik, mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh karena itu, pengajaran tidak terpatok pada hafalan, tetapi pada proses apresiasi yang mendalam. Di samping itu, pendidik tidak boleh melupakan berkenaan penanaman nilai moral serta kesadaran pelestarian seni budaya kepada siswa.

2. Siswa sebaiknya melakukan pengalaman belajar sastra yang lebih intens karena dengan hal ini maka pencapaian prestasi siswa tidak hanya pada akademis, tetapi juga pada perubahan behaviour.

3. Peneliti yang memiliki sense terhadap kajian sastra sebaiknya senantiasa melakukan peningkatan kompetensi dan kualitas pengkajian sastra. Pengkajian sastra bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan yang ada juga dengan objek karya sastra mutakhir yang memiliki tingkat kerumitan yang kompleks.

4. Masyarakat pembaca sebaiknya melakukan implementasi yang positif sebagai hasil interaksinya dengan sastra sehingga menjadi fakta nyata yang bisa menjadi pengaruh meluas terhadap perwujudan efek-efek potensial di masyarakat.